Anda di halaman 1dari 9

A.

PENGERTIAN

Diabetes Mellitus (DM) yang dialami oleh lansia merupakan penyakit metabolic
karena adanya masalah pada pengeluaran insulin, aksi insulin atau keduanya
(Ignatavicius, Workman,& Winkelman, 2016) dalam penelitian Jemi Tasidjawa 2018.

B. ETIOLOGI

Diabetes Melllitus (DM) pada lansia terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada
usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor: pertama adanya perubahan komposisi
tubuh, faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik, faktor ketiga adalah
perubahan pola makan pada usia lanjut, dan faktor keempat adalah perubahan
neurohormonal, khuusnya Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan
dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma (Rochmah, 2006).

C. KLASIFIKASI

Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin


dependent, dimana pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan kurangnya
produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non insulin dependent,
disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang
dihasilkan oleh pankreas (Muhartono, 2017).

Karakteristik Diabetes Mellitus sesuai klasifikasinya adalah sebagai berikut :

1. Diabetes Mellitus tipe I


a. Mudah terjadi ketoasidosis
b. Pengobatan harus dengan insulin
c. Onset akut
d. Biasanya kurus
e. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
f. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
g. Didapatkan antibodi sel islet
h. 10% ada riwayat keluarga
2. Diabetes Mellitus Tipe II
a. Sukar terjadi ketoasidosis
b. Pengobatan tidak harus dengan insulin
c. Biasanya terjadi pada umur >45 menit
d. Tidak berhubungan HLA
e. Tidak ada antibodi sel islet
f. 30% riwayat keluarga
D. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia


umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urine. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga


gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.

Menurut Supartondo dalam penelitian... gejala-gejala akibat DM pada lansia yang


sering ditemukan adalah :

a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus vuvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ukus neuropatik
m. Penyakit ginjal
n. hipertensi
E. PATOFISIOLOGI

Menurut Nugroho (2009) peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan


meningkatkan permasalahan kesehatan pada lansia. Kesehatan ini terjadi karena
adanya proses menua yang menyebabkan banyak perubahan pada tubuh lansia seperti
perubahan psikologis, sosial, dan penurunan fungsional tubuh (Nugroho, 2007).
Juniardi (2012) menjelaskan bahwa seiring berjalannya waktu, proses penuaan
memang tidak bisa dihindarkan, semua orang memiliki keinginan agar dapat
menjalani hari tua yang berkualitas dan penuh makna.

Diabetes Melllitus (DM) pada lansia terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada
usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor: pertama adanya perubahan komposisi
tubuh, faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik, faktor ketiga adalah
perubahan pola makan pada usia lanjut, dan faktor keempat adalah perubahan
neurohormonal, khuusnya Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan
dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma (Rochmah, 2006).
Pada masa lansia terjadi beberapa penurunan fungsional tubuh karena terganggunya
homeostatis. Beberapa penyakit yang sering diderita oleh lansia salah satunya
diabetes mellitus (Setiati dkk, 2009). Terganggunya sistem pengaturan glukosa darah
mengakibatkan peningkatan glukosa darah lebih dari normal. Glukosa darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Eiring dengan proses penuaan semakin
banyak lansia yang berisiko terhadap terjadinya DM. Diabetes Mellitus pada lansia
umumnya bersifat asimptomatik, walaupun ada gejala yang tidak khas seperti
kelemahan, latergi, perubahan tingkah laku, menurunya status kognitif atau
kemampuan fungsional. Hal tersebut yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia
agak terlambat (Kurniawan, 2010).

F. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi DM adalah mncoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah untuk mencapai kadar glukosa
darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, 75%
karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.

2. Latihan

Latihan juga diperlukan untuk mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan


sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu
mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang
terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivits dengan dapak rendah,
merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia NIDDM,
olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan
mengurangikadar glukosa darah meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional,
dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.

3. Pemantauan

Pada pasien dengan diabets, kadar glkosa darah harus selalu diperiksa secara rutin.
Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.

4. Terapi (jika diperlukan)

Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering di resepkan dan efektif hanya
untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah waktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik menurut WHO menurut.... untuk diabetes mellitus pada sedikitnya
2 kali pemerikaan :

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1mmol/L)


b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) >200 mg/dl.
H. KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikomia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipideia,
dan hipertensi.

I. PENGKAJIAN
a. Riwayat kesehatan keluarga

Adakahkeluarga yang menderita penyakit seperti klien?

b. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penangananya,mendapat terapi insulin


jenis apa?, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa aja yang
dilakukan klien untuk menanggulangi penyakit.

c. Aktivitas/ istirahat

Letih, lemah, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

d. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,


ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah.

e. Itegritas ego

Stress, ansietas

f. Eliminasi

Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria), diare

g. Makanan/ cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.

h. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan otot, parestesia, gangguan


englihatan.

i. Nyeri/ kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang/ berat)

j. Pernapasan

Batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak)

k. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
K. INTERVENSI

Diagnosa NOC NOC


Gangguan nutrisi kurang Kriteria hasil : 1.Timbang berat badan
dari kebutuhan tubuh 1. Pasien dapat mencerna sesuai indikasi
berhubungan dengan jumlah kalori atau 2.Tentukan program diet,
peningkatan metabolisme nutrien yang tepat pola makan
protein, lemak. 2. Berat badan stabil atau 3.Observasi tanda
ppenambahan ke arah hipoglikemia
rentang biasanya 4.Lakukan pemeriksaan
gula darah
5.Konsultasi dengan ahli
gizi
Kekurangan volume Kriteria hasil : 1. Kaji riwayat klien
cairan berhubungan 1. Hidrasi sehubungan dengan
dengan osmotik diuresis 2. Nadi perifer lamanya atau intensitas
ditandai dengan tugor 3. Turgor kulit dari gejala seperti
kulit menurun dan 4. Haluaran urin muntah dan
membran mukosa kering. 5. Kadar elektrolit pengeluaran urine yang
berlebih.
2.Pantau tanda-tanda vital
3.Pantau suhu, warna
kulit, atau
kelembapanyya
4.Pantau masukkan dan
pengeluaran
5.Berikan terapi cairan
sesuai indikasi
6. Pasang kateter urine
Resiko tinggi infeksi Kriteria hasil : 1. Observasi tanda-tanda
berhubungan dengan 1. Tidak ada rubor, kalor, infeksi dan peradangan
glukosa darah yang dolor, tumor, seperti demam,
tinggi. fungsiolesia kemerahan, adanya pus
2. Terjadi perubahan gaya dan luka, sputum
hidup purulen, urine warna
keruh atau berkabut
2.Berikan perawatan kulit
3.Berikan obat antibiotik
yang sesuai

J. IMPLEENTASI

Implementasi atau dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan tertulis atau alat
komunikasi yang mencatat suatu kejadian maupun aktivitas yang berisi tentang
aktivitas untuk pasien dari pengkajian hingga evaluasi pasien, dari satu profesi ke
profesi lain yang mencatat status kesehatan pasien dengan secara jelas tidak ada
kebohongan dan sistematis (Asmadi, 2008 dalam Oktavia, 2017).
L. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah sebuah perbandingan tindakan perawat yang telah
dilakukan dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan menilai masalah sudah
teratasi apakah belum atau hanya sebagian teratasi (Debora, 2011 dalam Oktavia,
2017)

Anda mungkin juga menyukai