Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN. A DENGAN DEMAM


TYPOID DI RUANG ANYELIR PUSKESMAS SUNGAI SIRIH
KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh

MISRIANI
2041177

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKES) TENGKU MAHARATU

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian
Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Nurarif & Kusuma, 2015). Tifoid
termasuk infeksi sistemik dengan gejala yang khas yaitu demam. Adapun
demam yang dialami oleh pasien yang menderita penyakit ini umumnya
memiliki pola khusus dengan suhu yang meningkat (sangat tinggi) naik-turun.
Hal ini terjadi pada sore dan malam hari sedangkan di pagi hari hampir tidak
terjadi demam. Hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh penderita maupun
keluarga penderita (Dinkes, 2013).

B. Anatomi Fisiologi
1. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
2. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

1
3. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
4. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. Diagram ileum dan
organ-organ yang berhubungan.
5. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
6. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
7. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
8. Rektum dan anus

2
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang
merupakan fungsi utama anus

C. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella
paratyphii A, dan Salmonella Paratyphii B, Wujudnya berupa basil gram
negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Kuman tumbuh pada
suasana fakultatif anaerob pada suhu 15-41oC (Optimum 37oC) dan pH
pertumbuhan 6-8 (Ardiansyah, 2012).

D. Patofisiologi
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa
usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian
melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffl ing, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian
Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke
dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi
pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya
masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14
hari.

3
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh
dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati,
limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam
makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam
system peredaran darah dan menyebabkan bakteremia. sekunder sekaligus
menandai berakhirnya periode inkubasi.Bakteremia sekunder menimbulkan
gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-
organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi
kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai
pembawa kuman atau carrier. (CDK, 2012).

4
E. Pathway

F. Klasifikasi
Menurut WHO (2003) ada tiga macam klasifikasi demam typoid
dengan perbedaan gejala klinis :

5
1. Demam typoid akut non komplikasi

Demam typoid akut dikarakterisisasi dengan adanya demam


berkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa
dan diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk
bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam,
sampai 25% penyakit menunjukan adanya resespot pada dada, abdomen,
dan punggung.

2. Demam typoid dengan komplikasi

Pada demam typoid akut keadaan mungkin dapat berkembang


menjadi komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan
keadaan kliniknya, hingga 10 % pasien dapat mengalami komplikasi,
mulai dari melena, perforasi, susu, dan peningkatan ketidaknyamanan
abdomen.

3. Keadaan karir

Keadaan karir typoid terjadi pada 1-5 % pasien, bergantung umur


pasien. Karir typoid bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella typhi di
feses.

(WHO, 2003)

G. Manifestasi Klinis
1. Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhirminggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot

6
8. Batuk
9. Epistaksis
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremor)
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa samnolen, delirium atau psikosis
(Nurarif & Kusuma, 2015).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Leukosit
Menurut buku – buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia
dan limfositosis relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada batas- batas normal, malahan kadang-kadang
terdapat leukositosis. Walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna
untuk diagnosis demam typoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah
sembuhnya demam typoid. kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan pembatasan pengobatan.
3. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah
negatif menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil
biakan darah bergantung pada beberapa factor antara lain :
a. Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan
hasil satu laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan,
karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu
kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan.
Pada anak – anak 2 – 5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil

7
biakan biasa negative,terutama pada orang yang sudah mendapat
pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus langsung dikirim
ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat
demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit
Pada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama positif
pada minggu pertama penyakit dan berkurang  pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bias positif lagi.
c. Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan
antibody dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam
serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella
dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka
menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat
anti bodi (aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela
kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin
besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang

8
aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang
dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan
(+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah
ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung
dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu :
1. Pemberian antibiotic
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid.
Obat yang sering dipergunakan adalah:
a. Kloramfenikol 100mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari
b. Amoksili 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
c. Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
d. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selam 6
hari; ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hari
selama 3 hari).
2. Istirahat dan perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu
setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai
dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini,
kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk
buang air besar dan air kecil.
3. Nonfarmakologi dan Diet
a. Diharuskan untuk Bedrest
b. Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita
diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat

9
diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai
dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan
mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan
penderita (Widoyono, 2011).

J. Asuhan Keperawatan Teori

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hypertermi b.d proses infeksi


2. Nyeri akut b.d proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
anadekuat
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang anadekuat dan
peningkatan suhu tubuh
5. Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus gastrointestinal (penurunan
motilitas usus)

10
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujun Intervensi Rasional
1. Hipertermi Setelah dilakukan Mandiri
perawatan selama 3 x - Tingkatkan intake cairan dan - Mencegah dehidrasi sewaktu panas
24 jam hipertemia dapat nutrisi.
teratasi. Dengan - Lepaskan pakaian yang - Membantu mempermudah
kriteria: berlebihan penguapan panas
1. Suhu tubuh dalam - Kompres klien pada dahi, - Mempercepat dalam penurunan
rentang normal. lipatan paha, dan aksila. produksi panas
2. Nadi dan respirasi - Sesuaikan suhu lingkungan - Membantu mempermudah
normal dengan kebutuhan klien. penyesuaian suhu/panas
3. Tidak menggigil - Ajarkan keluarga mengukur - Membantu mencegah dan
4. Tidak ada suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermi
perubahan warna mengenal secara dini - Pemantauan suhu yang teratur
kulit dan tidak ada hipertermia dapat menentukan perkembangan
pusing . observasi keperawatan yang selanjutnya.
- Monitor suhu minimal 2 jam - Mengetahui perkembangan
- Monitor tekanan darah, nadi keperawatan yang selanjutnya.

11
dan respirasi. - Dapat menentukan perkembangan
- Monitor warna dan suhu kulit keperawatan yang selanjutnya.
- Dapat menentukan perkembangan
- Monitor adanya kejang keperawatan yang selanjutnya.
- Dapat menentukan perkembangan
- Monitor adanya hidrasi keperawatan yang selanjutnya.
(turgor, kelembapan membran
mukosa
Kolaborasi
- Berikan antipiretik
- Berikan antibiotik

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35378592/LAPORAN_PENDAHULUAN_DEMAM_
TIFOID

https://www.academia.edu/30603578/Laporan_Pendahuluan_Thypoid_Fever_De
mam_Tifoid

https://www.academia.edu/11653058/LP_Typhoid

46

Anda mungkin juga menyukai