BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Lamtoro
(Wijayakusuma, 1996)
Lamtoro berasal dari Amerika tropis, tersebar di daerah tropik dan ditemukan
pada ketinggian antara 1-1.500 m dpl. Lamtoro akan berbuah lebih baik jika
terkena langsung dengan sinar matahari. Tanaman ini dapat tumbuh di segala
macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan tergenang
air(Arisandi, 2006).
Buahnya mirip buah petai ( parkia speciosa ) tetapi ukurannya jauh lebih
kecil dan berpenampang lebih tipis, termasuk buah polong yang berisi biji – biji
Pengujian Ekstrak Biji…, Suci Nur Khikmatul Azizah, Fakultas Farmasi UMP, 2015
kecil dengan jumlah cukup banyak, pipih, dan tipis bertangkai pendek, panjang
10-18 cm, lebar 2 cm dan diantara biji ada sekat. Biji terdiri dari 15-30 butir, letak
melintang, bentuk bulat telur sungsang, panjang 8 mm, lebar 5 mm, berwarna
coklat kehijauan atau coklat tua dan licin mengkilap.
Lamtoro dipakai untuk pupuk hijau dan sering ditanam sebagai tanaman
pagar sedangkan daun muda, tunas bunga, dan polong bisa dimakan sebagai lalap
mentah ataupun dimasak terlebih dahulu. Perbanyakan selain dengan penyebaran
biji yang sudah tua juga dapat dilakukan dengan cara stek batang (Dalimarta,
2000 ).
Pada makroskopik biji bentuk bulat telur terbalik, agak pipih, keras,
panjang lebih kurang 8 mm, lebar lebih kurang 5 mm, tebal lebih kurang 3 mm,
kulit biji licin, warna coklat tua sampai coklat kehijauan , agak mengkilat pada
kedua bidang yang datar terdapat kedua alur hamper sepanjang pinggir biji pada
jarak kurang dari 1 mm, sebelah dalam biji terdapat 2 lembar keeping biji
berwarna kehijauan, lembaga kecil terletak dibagian pangkal keeping biji.
Sedangkan pada mikroskopik biji pada penampang melintang biji tampak
kulit biji (spormoderm) terdiri dari lapisan kutikula tebal, jernih, dibawahnya
terdapat 1 lapisan sel palidase berbentuk silindrik panjang, dinding tebal terlihat
ada garis terang, dibawah palisade terdapat 1 lapisan sel berbentuk piala beberapa
sel parenkim berbentuk pipih, dinding tebal melekat satu sama lain kemudian 1
lapis sel berdinding tipis dan beberapa lapis sel berdinding tebal.
Pada serbuk berwarna kecoklatan fragmen pengenal adalah lapisan
palisade berbentuk silindrik, panjang dinding tebal terlihat ada garis terang lapisan
sel berbentuk piala, berlekatan dengan palisade lapisan sel berbentuk pipih
dinding tebal mampat parenkim berbentuk polygonal dinding tebal lumen
berbentuk celah panjang, sel endoserm berbentuk isodiametric, polihidral, dinding
tipis berisi aleuron, hablur kalsium oksalat berbentuk roset(Anonym, 1989)
3. Sistematika tumbuhan lamtoro menurut Steenis cit, Fauziyah (2008)
Sistematika tumbuhan lamtoro adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena leucocephala L.
Nama umum tumbuhan adalah lamtoro. Tumbuhan ini dikenal masyarakat
Indonesia dengan nama daerah yaitu: pete cina, pete selong (Sumatera), pete
selong ( Sunda), lamtoro, peutey, selamtara, pelending, kamalandingan(Jawa),
(Madura) kalandingan(Arisandi, 2006)
Sinonim Leucaena leucocephala L. adalah Leucaena glauca L. ( Lmk ) De
Wit. Nama asing lamtoro Yin he huan (C), Wild tamarind (L) dan nama simplisia
lamtoro adalah semen leucaenae leucocephalae
Table 1. Kandungan zat gizi dalam biji Lamtoro yang sudah tua dalam 100 gr menurut
Thomas cit, Endang(2012)
Pada proses perbaikan jaringan atau penyembuhan luka akibat luka akan
mengalami fase inflamasi, poliferativ, dan remodeling, pada proses ini, pada
Tabel 1 dilihatkan terdapat kandungan biji lamtoro yang dapat mempengaruhi
proses penyembuhan luka dengan cara sebagai berikut :
1. Protein : Hasil penelitian membuktikan bahwa gangguan proliferasi fibroblast,
neoangiogenesis, sintesis kolagen dan remondeling pada luka dikarenakan
karena adanya kekurangan protein. Selain itu juga mempengaruhi mekanisme
kekebalan, fungsi leukosit seperti pagositosis.
2. Karbohidrat dibutuhkan untuk suplai energi selular
3. Vitamin A : vitamin A diperlukan untuk sintesis kolagen dan epitelisasi pada
proses penyembuhan luka.
4. Vitamin C : vitamin C berguna untuk sintesis kolagen dan meningkatkan
resistensi terhadap infeksi
5. Vitamin K : vitamin K untuk sintesis protombin dan beberapa factor
pembekuan darah yang diperlukan untuk mencegah pendarahan yang
berlebihan pada luka.
6. Zat Besi : zat besi berguna untuk sintesis kolagen , sintesis hemoglobin dan
mencegah iskemik pada jaringan(Suriadi, 2004).
Selain memiliki zat gizi, biji lamtoro memiliki zat anti gizi yaitu tanin.
Menurut Robinson (1995) Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari
campuran senyawa polifenol kompleks. Tanin tersebar dalam setiap tanaman
yang berbatang. Tanin berada dalam jumlah tertentu, biasanya berada pada bagian
yang spesifik tanaman seperti daun, buah, akar dan batang. Tanin merupakan
senyawa kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sukar untuk
dipisahkan karena tidak dalam bentuk kristal (Robert,1997).
Tanin merupakan kandungan tumbuhan yang bersifat fenol dan
mempunyai rasa sepat. Tanin biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis,
berwarna coklat kuning yang larut dalam organik yang polar. Tanin memiliki
kemampuan sebagai antimikroba serta dapat meningkatkan epitelialisasi pasca
proses penyembuhan luka. Tanin juga mempunyai aktivitas antioksidan
menghambat pertumbuhan tumor dan enzim (Harborne, 1987). Teori lain
menyebutkan bahwa tanin mempunyai daya antiseptik yaitu mencegah
kerusakan yang disebabkan bakteri atau jamur berfungsi sebagai astringen
yang dapat menyebabkan penutupan pori-pori kulit, menghentikan pendarahan
yang ringan (Anief, 1997).
Selain tanin berbagai kandungan yang terdapat dalam biji lamtoro yang
diperkirakan sebagai antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dipercaya
sebagai salah satu komponen penting dalam proses penyembuhan luka.
Flavonoid menginhibisi pertumbuhan fibroblast sehingga memberikan
keuntungan pada perawatan luka. Penggunaan Flavonoid dalam bentuk
aglikon bersifat nonpolar, sedangkan dalam bentuk glikosida bersifat polar.
Berdasarkan sifat flavonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat digunakan
etanol 70% sebagai bahan penyarinya, karena etanol 70% bersifat semi polar
yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-polar.
Flavonoid dan tanin juga bertanggung jawab dalam proses remodelling pada
penyembuhan luka.
2. Laserasi : Bentuk luka tidak teratur karena ditimbulkan benda tumpul, tepi
luka bervariasi hingga tidak teratur.
3. Penetrating wound : terjadi karena benda tajam atau peluru. Luka dapat
beupa tajam atau kecil, tergantung atas benda tajamnya.
4. Avulasi : Luka berbentuk flap, bila sirkulasi flap baik maka luka mudah
sembuh, bila sirkulasi buruk maka mudah terjadi nekrosis.
5. Open crusing injury : gabungan dari keempat luka diatas.
Berbagai klasifikasi luka dapat tumpang tindih yang satu dengan yang lain
menurut Sudjatmiko, G et al (2009) mengklasifikasikan luka antara lain:
1. Luka sayat adalah luka akibat benda tajam, biasanya tepi lukanya
lurus/teratur.
2. Luka robek (lacerated wound) adalah terjadi akibat trauma oleh benda yang
tidak tajam misalnya tepi meja, bagian dari kendaraan bermotor dan
sebagainya. Tapi luka tidak rata.
5. Luka insisi (incised wounds) terjadi karena diiris oleh instrument yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan.
6. Luka eksisi adalah luka yang dibuat dengan cara adanya pengambilan
jaringan.
7. Luka basah adalah luka yang masih mengeluarkan cairan eksudat (bila kasa
kering ditempelkan pada luka, akan terisi eksudat).
8. Luka kering adalah luka yang tidak lagi mengeluarkan eksudat. Biasanya
setelah hari ke-7 pada saat telah terbentuk fibrin sebagai perekat tepi luka
yang cukup kuat sehingga jahitan kulit bisa diangkat.
10. Luka Remuk (Crush injury) adanya luka akibat trauma yang meremukan
ekstremitas, sering terjadi pada kaki yang terjepit atau dijatuhi beban berat.
Luka terdiri dari memar, fraktur, kerusakan vaskuler atau kombinasi antara
keadaan tersebut
1. Fase inflamasi
2. fase proliferatif
fase poliferatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma. Pada fase
ini ditandai terjadi proses granulasi dan kontraksi. Fase poliferasi ditandai
dengan pembentukan jaringan granulasi dalam luka, pada fase ini
macrofag dan limposit masih ikut berperan. Proses ini tergantung pada
metabolik, konsentrasi oksigen dan factor pertumbuhan. Dalam beberapa
jam setelah injury, terjadi epitelisasi dimana epidermal yang mencakup
sebagian besar keratinocytes mulai bermigrasi dan mengalami deferensiasi
untuk menyusun kembali fungsi barrier epidermis. Pada proses ini
diketahui sebagai epitelisasi, juga meningkatkan produksi extraseluler
matriks, growth factor, sitokinin dan angiotensisn.
3. Fase Remodeling
Homeostatis, koagulasi,
agregasi, platelet
Inflamasi : Granulosites,
macrophage,
pagositosis
Fibroblas
Epitelialisasi
Penyembuhan luka