PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan
dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan
dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir ini tidak terdapat perubahan angka
kejadian meskipun telah dicapai kemajuan dalam pengelolaan atau terapi. Di Amerika
Serikat angka kejadiannya berkisar antara 50-150 per 100.000 penduduk per tahun. Angka
kematiannya bervariasi antara 4-14% tergantung pada kondisi pasien dan penanganan yang
tepat. Pasien dengan komplikasi atau tanpa komplikasi di Amerika serikat rata-rata lama
rawat inap adalah 4,4 dan 2,7 hari dengan biaya perawatan sebesar 5632 US dollar dan 3402
US dollar. Umumnya 80% dari kasus dapat berhenti dengan sendirinya. 10% kasus
membutuhkan prosedur intervensi untuk mengontrol perdarahan.
Perdarahan SCBA adalah perdarahan lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah
proksimal ligamentum treitz, mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas
dari jejunum. Penyebab utama perdarahan SCBA di Indonesia adalah varises karena sirosis
hati, sedangkan di Negara Eropa dan Amerika penyebab terbanyak berasal dari ulkus
peptikum. Manifestasi klinik yang timbul berupa hematemesis, melena, haematochezia,
perdarahan tersamar dan gejala atau tanda kehilangan darah misalnya anemia, sakit kepala,
sinkop, angina atau sesak nafas. Faktor risiko perdarahan SCBA adalah usia, jenis kelamin,
pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), pemakaian obat antiplatelet,
mengkonsumsi alkohol, merokok, riwayat gastritis, diabetes mellitus, dan infeksi bakteri
Helicobacter pylori. Pemeriksaan endoskopi merupakan pilihan utama dalam mendiagnosis
dengan akurasi diagnosis >90%. Tindakan endoskopi selain digunakan untuk kepentingan
diagnostik dapat digunakan sebagai terapi.
1.3. Tujuan
Kerusakan mukosa dan robeknya pembuluh darah pada perdarahan SCBA akan merangsang sel-
sel inflamasi lokal, seperti monosit, makrofag dan neutrofil, untuk melepaskan sitokin-sitokin
proinflamasi ke dalam aliran darah. Sitokin- sitokin tersebut adalah interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8
dan tumor necrosis factor-a (TNF-a) (Afessa, 1999; Koseoglu dkk, 2009). Pelepasan sitokin-
sitokin tersebut akan merangsang hati untuk memproduksi protein fase akut, salah satunya
adalah CRP, dan menstimuli sumsum tulang untuk memproduksi leukosit lebih banyak ke aliran
darah perifer (Koseoglu dkk, 2009; Namas dkk, 2009). Ada pun tujuan dari proses inflamasi ini
adalah mengeliminasi sel dan jaringan yang telah rusak atau nekrosis dan memulai proses
penyembuhan dari jaringan.
Hilangnya darah di intravaskular akibat perdarahan SCBA akan mengakibatkan menurunnya
kadar Hb sehingga pasokan oksigen ke jaringan pun akan berkurang (Bonanno, 2012). Hal ini
akan mengaktivasi sistem kompensasi di dalam tubuh. Sistem kompensasi tersebut terdiri dari
aktivasi sistem simpatis dan mekanisme kompensasi humoral. Aktivasi sistem simpatis akan
meningkatkan denyut jantung, kekuatan kontraktilitas jantung dan vasokonstriksi sistemik untuk
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik. Mekanisme kompensasi humoral terdiri atas
pelepasan catecholamine, aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan pelepasan
vasopressin. Pelepasan catecholamine dan aktivasi sistem renin- angiotensin-aldosteron akan
mengakibatkan vasokonstriksi perifer dan peningkatan efek aktivasi sistem simpatis. Ada pun
efek lain dari sistem renin-angiotensin- aldosteron adalah meningkatkan reabsorbsi air dan garam
melalui ginjal. Pelepasan vasopressin akan merangsang refleks haus dan berperan pula pada
reabsorbsi air melalui ginjal. Peran dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan vasopressin
bertujuan untuk meningkatkan volume intravaskuler yang berkurang akibat terjadinya
perdarahan SCBA (Bonanno, 2012; Klabunde, 2012).
Tujuan utama dari aktivasi kedua sistem kompensasi, sistem simpatis dan mekanisme humoral,
adalah meningkatkan kembali tekanan arteri dan volume intravaskular sehingga perfusi dan
pasokan oksigen pada jantung dan otak dapat terjaga (Klabunde, 2012). Ada pun perfusi pada
ginjal, usus, liver dan otot dapat mengalami penurunan akibat vasokonstriksi perifer yang timbul
sebagai respon dari aktivasi sistem simpatis dan mekanisme kompensasi humoral. Menurunnya
perfusi pada ginjal dan liver akan mengakibatkan iskemik sehingga terjadi gangguan pada fungsi
kedua organ tersebut (Guiterrez dkk, 2004; Klabunde, 2012). Hal inilah yang menyebabkan
peningkatan kadar creatinine serum dan ALT pada perdarahan SCBA.
Kondisi inflamasi yang terjadi pada perdarahan SCBA akibat rusaknya mukosa dan robeknya
pembuluh darah akan mengaktivasi trombosit untuk memulai proses hemostasis guna
menghentikan perdarahan yang terjadi. Aktivasi sistem hemostasis ini diperkuat pula oleh
sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a (Margetic, 2012; Davidson, 2013).
Trombosit berperan untuk membentuk kerangka dasar hemostasis guna menghentikan
perdarahan. Kerangka dasar hemostasis ini dikenal sebagai platelet plug, yang selanjutnya akan
dipadatkan oleh fibrin untuk membentuk hemostatic plug (Ferreira dkk, 2010; Gale, 2011). Ada
pun gangguan pada trombosit, baik berupa gangguan jumlah atau pun gangguan fungsi, akan
menghambat proses hemostasis untuk menghentikan perdarahan (Gale, 2011; Margetic, 2012,
Davidson, 2013). Berdasarkan hal tersebut, maka trombosit merupakan komponen penting pada
proses hemostasis untuk menghentikan perdarahan.
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara kadar CRP dengan perdarahan SCBA.
Peningkatan kadar CRP selain berkaitan dengan kerusakan jaringan pada perdarahan SCBA,
berkaitan pula dengan inflamasi aktif pada gaster (Boehme dkk, 2007; Koseoglu dkk, 2009;
Tomizawa dkk, 2014; Lee dkk, 2015). Ada pun leukosit dapat meningkat pula terkait dengan
proses inflamasi yang timbul pada perdarahan SCBA, hal ini telah ditunjukkan oleh penelitian
Chalasani dkk pada tahun 1997. Beberapa penelitian lain menyebutkan pula bahwa peningkatan
leukosit merupakan sistem kompensasi dari tubuh atas kehilangan darah secara akut (Koseoglu
dkk, 2009; Tomizawa dkk, 2016).
ALT dan creatinine merupakan salah satu parameter yang dapat menilai gangguan fungsi organ
akibat perdarahan SCBA. Peningkatan kadar kedua parameter tersebut mengindikasikan bahwa
perdarahan SCBA yang terjadi cukup berat, sehingga menimbulkan iskemik pada sistem organ,
khususnya ginjal dan hati (Taylor dkk, 2014; Laney dan Greene, 2015).
Gangguan pada trombosit akan mengakibatkan terganggunya proses hemostasis untuk
menghentikan perdarahan SCBA. Trombosit pada perdarahan akut akan mengalami peningkatan
mengingat adanya sistem kompensasi tubuh terhadap perdarahan akut, namun apabila kadar
trombosit menurun akan mengindikasikan adanya gangguan sistem koagulasi (Maltz dkk, 2000;
Laney dan Greene, 2015). Selain itu, kadar trombosit yang rendah disebutkan dapat digunakan
sebagai penanda beratnya hipertensi portal yang terjadi pada kasus-kasus dengan perdarahan
variseal (Carqueira dkk, 2012).
Berdasarkan atas hal-hal tersebut maka parameter-parameter yang dinilai pada skor C-WATCH
relevan digunakan untuk menilai risiko komplikasi perdarahan SCBA. Penelitian Hoffman dkk
(2015) menunjukkan bahwa skor C-WATCH <2 merupakan kelompok dengan risiko rendah
terjadinya komplikasi dan skor >2 adalah kelompok yang memerlukan perawatan rumah sakit
untuk dilakukan pemantauan dan terapi endoskopi. Ada pun nilai AUC pada penilitian tersebut
untuk skor C-WATCH adalah sebesar 0,723, hal ini mengindikasikan bahwa secara statistik skor
C-WATCH tergolong baik untuk mendeteksi secara dini adanya komplikasi perdarahan SCBA
(Hoffman dkk, 2015). Penggunaan skor ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut agar dapat
dipergunakan secara luas, mengingat skor ini masih tergolong baru.
Tabel 2.11. Penilaian Skor C-WATCH (Hoffmann dkk, 2015).
Variabel Skor
CRP
<5 0
>5 1
WBC
<11,300 0
>11,300 1
ALT
<35 (laki-laki) dan <50 (perempuan) 0
>35 (laki-laki) dan >50 (perempuan) 1
Trombosit
>150,000 0
50,000-150,000 1
<50,000 2
Creatinine
<1.1 (laki-laki) dan <0.9 (perempuan) 0
>1.1 (laki-laki) dan >0.9 (perempuan) 1
Hb
>14 (laki-laki) dan >12 (perempuan) 0
10-14 (laki-laki) dan 10-12 (perempuan) 1
<10 2