Anda di halaman 1dari 4

1.

6 Mitigasi Bencana Kekeringan


            Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim
dari daerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan
memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan
iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan
kekeringan.

Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang
ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air
aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah
hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air
yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan
contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi
air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan
kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut
dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang
berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim
kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau
serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak. Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan
kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran
permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan
secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh
air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Rorak cocok untuk
daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau infiltrasinya
rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.
2) Saluran buntu. Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang
beberapa meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa
dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama
(berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman
dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit). Bibit yang baru dipindahkan dari polybag
ke kebun, seharusnya dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit'
merupakan lubang kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di
dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar
tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian
tanaman.
4) Embung. Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran
permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah
aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air
aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari
tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan
untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama
musim kemarau. Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar
liatnya supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya
tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan
dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.
5) Bendungan Kecil (cek dam). Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang
hanya dialiri air selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau
mengalami kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut
terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi
lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya.
Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air
minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah. Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di
dalam bak atau tangki untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk
mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air
dari mata air karena pada awal musim hujan, air hujan mengandung debu yang
cukup tinggi.

Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi


yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
a) Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
 Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.
 Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.
 Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang
mempunyai waduk.
 Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
 Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.
 Penyiapan cadangan pangan.
 Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.
 Persiapan tindak darurat.
 Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
 Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
 Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Penyediaan pompa air.
b) Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
 Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di
hulu.
 Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
 Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai.
 Penggunaan air secara hemat.
 Penciptaan alat sanitasi hemat air.
 Pembangunan prasarana daur ulang air.
 Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.

2. Saat terjadi Bencana


Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan
dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air
dapat dilakukan melalui:
 Membuat hujan buatan: Hujan buatan bermanfaat untuk membantu daerah yang
sedang mengalami kekeringan, pengisian waduk, keperluan air bersih, irigasi,
dan sebagainya. Karena hujan buatan ini merupakan teknologi modifikasi cuaca,
maka hujan buatan bisa terjadi kapan saja tanpa harus menunggu musim hujan.
Hujan buatan umumnya diciptakan dengan tujuan untuk membantu daerah yang
sangat kering akibat sudah lama tidak turun hujan sehingga dapat mengganggu
kehidupan di darat mulai dari sawah kering, gagal panen, sumur kering,
sungai / danau kering, tanah retak-retak, kesulitan air bersih, hewan dan
tumbuhan pada mati dan lain sebagainya. Dengan adanya hujan buatan
diharapkan mampu menyuplai kebutuhan air makhluk hidup di bawahnya dan
membuat masyarakat hidup bahagia dan sejahtera.
 Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
 Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
 Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Penyediaan pompa air.
 Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).

Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait antara
lain dengan upaya:   
a. Dampak Sosial:
 Penyelesaian konflik antar pengguna air.
 Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan.
b.    Dampak Ekonom:
 Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi
fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air, penghentian perusakan hutan,
dll.
 Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur ulang
pemakaian air.
 Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/ hutan melalui
diversifikasi usaha.
 Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian melalui perbaikan
sistem pemasaran.
c.   Dampak Keamanan:
 Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
 Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.
a. Dampak Lingkungan:
 Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
 Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
 Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim kemarau.
 Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui pencegahan pencemaran
udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kebakaran
yang menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
 Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan dengan cara
tanpa pembakaran.

3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang
akibat bencana kekeringan antara lain:
 Bantuan sarana produksi pertanian.
 Bantuan modal kerja.
 Bantuan pangan dan pelayanan medis.
 Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa,
dll.
 Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
 Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem fisik dan
sistem lingkungan, sehingga manajemen kekeringan merupakan suatu tanggung jawab
sosial, yang pada dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan
mengurangi/meminimalkan dampak (Yevjevich-1978).

Anda mungkin juga menyukai