Anda di halaman 1dari 113

MASTERCLASS OPTIMA

IPD - INFEKSI
DR. MARCELA YOLINA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a m e d i s . c o m
INFEKSI DENGUE
Infeksi Dengue
• Definisi : Penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi
kriteria WHO untuk DBD
• dicurigai apabila ditemukan demam tinggi (40°C)
diikuti 2 dari gejala berikut:
– nyeri kepala,
– nyeri dibelakang mata,
– nyeri otot dan sendi,
– mual, muntah, atau timbul bintik merah.
• Gejala ini muncul selama 2-7 hari setelah 4-10 hari dari
pertama gigitan nyamuk yang terinfeksi.
INFEKSI DENGUE
Serologi Infeksi Dengue
• NS1:
– antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
– Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
– Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
– Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
– IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial phase,
illness,  by about 2 weeks & undetectable after persist from several months to a lifelong period.
2–3 months.
• IgG: detectable at low level by the end of the first • IgM: significantly lower in secondary infection
week & remain for a longer period (for many cases.
years).

Infeksi Primer Infeksi Sekunder


• Transfusi trombosit:
• Hanya diberikan pada
DBD dengan
perdarahan masif (4-5
ml/kgBB/jam) dengan
jumlah trombosit
<100.000/uL, dengan
atau tanpa DIC.
• Pasien DBD
trombositopenia tanpa
perdarahan masif tidak
diberikan transfusi
trombosit.
MALARIA
Malaria
• Penyebab: oleh infeksi parasit
Plasmodium
• Transmisi: gigitan nyamuk Anopheles
• Gejala: demam, menggigil, nyeri kepala,
nyeri sendi, gejala GI tract (mual, muntah,
etc.)
• Jenis plasmodium:
– Plasmodium vivax  malaria tertiana
benigna/malaria vivax
– Plasmodium falciparum malaria
tertiana maligna/ malaria Tropicana
– Plasmodium malariae  malaria
kuartana
– Plasmodium ovale  malaria tertiana
benigna ovale
– Plasmodium knowlesi
Malaria
Malaria: Plasmodium falciparum
Malaria: Plasmodium vivax
Malaria: Plasmodium ovale
Malaria: Plasmodium malariae
• Sel darah merah ukuran
normal/lebih kecil (3/4 ukuran
normal)
• Trofozoit: ada band forms atau
basket form
• Schizonts: 6-12 merozoite
dengan nucleus yang besar,
merozoite dapat tersusun
dengan pola rosette
• Gametosit: bentuk bulat atau
oval, dapat mengisi hamper
keseluruhan sel darah merah

https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/Pmalariae_benchaidV2.pdf
Malaria: Plasmodium knowlesi
• Endemis di Asia Tenggara, transmisi dari kera ekor
Panjang (Macaca fasicularis)
• Morfologi trofozoit band-shaped dan schizont
berpigmen dalam sel darah merah mirip P. malariae
(sering mis-identifikasi). Beberapa gambaran ring
mirip P. falciparum
• “Commercially available rapid diagnostic tests do
not distinguish P. knowlesi from other forms of
human malaria parasites. Lactate dehydrogenase
produced by the 4 other Plasmodium spp. (pLDH)
that cause human malaria is also present in P.
knowlesi. Antibodies specific for pLDH of P.
falciparum and P. vivax cross-react with pLDH of P.
knowlesi and therefore cannot be used to reliably
distinguish P. knowlesi from mixed infections”
• P. knowlesi bermultiplikasi setiap hari dan
menyebabkan high parasitemia  dapat bersifat
fatal, komplikasi distress napas (paling sering)
• Konfirmasi: PCR
• Terapi: Rekomendasi sama dengan malaria akibat P.
falciparum

https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/15/9/pdfs/09-0358.pdf
https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/16/4/pdfs/09-1624.pdf
Malaria the disease

• Malaria tertiana: 48h


between fevers (P. vivax
and ovale)

• Malaria quartana: 72h


between fevers (P.
malariae)

• Malaria tropica: irregular


high fever (P. falciparum)
Pengobatan Malaria
• Pengobatan malaria falsiparum, knowlesi dan vivaks saat ini
menggunakan DHP ditambah primakuin.
• Dosis DHP untuk malaria falsiparum, malaria knowlesi, malaria vivaks
adalah sama
• Primakuin untuk malaria falsiparum dan malaria knowlesi hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB
• Primakuin untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg
/kgBB.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu
hamil.
Pengobatan Malaria
• Lini kedua Malaria Falciparum
– Kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin
• Doksisiklin (untuk anak < 8 tahun dan ibu hamil kontraindikasi sehingga diberi
klindamisin).
• Primakuin kontraindikasi pada ibu hamil dan bayi <6 bulan
• Lini kedua Malaria Vivaks
– Kina + primakuin
• Dosis:
– Kina: 3x10 mg/kgBB/kali PO, selama 7 hari
– Tetrasiklin : 4 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari selama 7 hari
– Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari (0.5 mg bila relaps) (Lama pemberian
primakuin sesuai dengan jenis infeksi malarianya)
– Doksisiklin (diberikan selama 7 hari):
• Usia > 15 tahun : 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
• Usia 8-14 tahun : 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
– Klindamisin : 10 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
Pengobatan Malaria dengan DHP
dan Primakuin

1 atau
14
hari*

* Jika infeksi malaria falciparum maka primakuin hanya diberikan sekali dosis
tunggal, sedangkan jika infeksi malaria vivaks atau campuran falsiparum dan vivaks,
maka primakuin diberikan selama 14 hari
Catatan
• Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
• Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
• Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan
selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan
malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah
sakit.
Malaria Berat pada P. falciparum
• Malaria berat adalah ditemukannya Plasmodium falciparum
stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau
didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO, 2015):
– Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
– Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
– Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
– Distres pernafasan
– Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan
sistolik <80 mm Hg (pada anak: <70 mmHg) 6. Jaundice
(bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)
– Hemoglobinuria
– Perdarahan spontan abnormal
– Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92%
Cerebral Malaria

• Possible cause:
• Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
→ sekuestrasi →
severe malaria
•  permeability of the
blood brain barrier
• Excessive induction
ofcytokines

http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Malaria Berat
Kriteria laboratorium malaria berat:
• Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
• Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
• Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa, Hb<7gr% atau hematokrit
<15%)
• Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit
/μl di daerah endemis tinggi) 5
• Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
• Hemoglobinuria
• Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Tatalaksana malaria berat di faskes
primer nonperawatan
• Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat
inap langsung dirujuk
• Sebelum dirujuk berikan terapi awal artesunat
intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb).
Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat
• Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika
tidak tersedia dapat diberikan kina drip.
• Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60
mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam
ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
• Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan
Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat
diberikan secara bolus perlahan-lahan.
• Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb
intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya
diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari
sampai penderita mampu minum obat.
Profilaksis Malaria

NON FARMAKOLOGIS
• Tidur menggunakan kelambu yang sudah
dicelup pestisida
• Menggunakan obat pembunuh nyamuk
(mosquito repellant)
• Proteksi diri saat keluar dari rumah (baju
berlengan panjang, kus/stocking)
• Proteksi kamar atau ruangan menggunakan
kawat anti nyamuk
Profilaksis Malaria
FARMAKOLOGISKemoprofilaksis saat ke daerah
endemis
• Daerah sensitif klorokuin
2 tablet klorokuin (250 mg) tiap minggu sejak 1 minggu
• Ibu hamil
sebelum berangkat hingga 4 minggu setelah kembali
• Imunitas rendah

• Resisten klorokuin : doksisiklin 100 mg/hari (sejak 1-2 hari sebelum berangkat s.d. 4
minggu setelah pulang) atau meflokuin 250 mg/minggu (sejak 2 minggu sblm berangkat
hingga 4 minggu setelah kembali) atau klorokuin 2 tablet/minggu + proguanil 200 mg/hari

• Alternatif : primakuin 0.5 mg/kgBB/hari (1-2 hari sebelum berangkat hingga 1 minggu
setelah pulang)
DEMAM TIFOID
Demam Typhoid
• Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhi atau Salmonella partatyphii
• Gejala dan tanda klinis
– demam naik secara bertangga terutama pada sore dan malam
hari
– sakit kepala
– nyeri otot
– anoreksia, mual, muntah
– obstipasi atau diare, kesadaran berkabut,
– bradikardia relatif
– lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah,
serta tremor),
– hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen,
– roseolae (jarang pada orang Indonesia).
Patofisiologi Demam Tifoid
• S. Typhi masuk 
sampai usus halus 
menembus sel epitel 
ke lamina propria 
difagosit makrofag 
berkembang biak dalam
makrofag  ke Plak
Peyeri  KGB
mesenterika  duktus
torasikus  bakterimia
 ke hepar& lien 
bakterimia dan
diekskresikan bersama
cairan empedu ke lumen
usus
Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week. (gold standard)


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in
carriers.
Kultur Typhoid
• Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
• Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
• Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
• Biakan sumsum tulang merupakan metode dengan sensitivitas
tertinggi karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil
positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
– Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.
Widal test:
• Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H dari salmonella.
• Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari hasil pertama.
• Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H meningkat setelah 10-
12 hari.
• Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel karena antibodi
terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga 1/160 pada populasi normal.
Karena itu, sebagian memakai batas titer H dan/ O ≥ 1/320 sebagai nilai
yang signifikan.
Typhidot
• Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
• Positif setelah infeksi hari 2-3.

Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.

A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid
(WHO 2011)
• Kloramfenikol 4x500 mg PO
Demam Tifoid atau IV diberikan sampai 7
hari bebas demam
• Kotrimoksazol 2x2 tablet (1
Golongan Fluorokionolon:
tablet : Sulfametoksazol
• Norfloksasin 2x400mg/hari 400mg dan Trimetoprim 80
selama 14 hari mg) diberikan selama 2
• Siprofloksasin 2x500mg minggu.
selama 6 hari (5-7 hari) • Ampisilin dan Amoksisilin 50-
150mg/KgBB selama 2
• Ofloksasin 2x400 mg/hari
minggu
selama 7 hari
• Sefalosporin generasi ketiga
• Pefloksasin 400 mg/hari IV 4 gr dalam dekstrosa 100cc
selama 7 hari diberikan selama ½ jam sekali
• Fleroksasin 400 mg/hari sehari selama 3-5 hari.
selama 7 hari • Cefixime dapat diberikan 7-
14 hari.
PPK Dokter di Fasyankes (IDI 2014)
• Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
– Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
– Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral.
– Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat.
– Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
– Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat
dengan baik di rekam medik pasien

• Terapi simptomatik:
– untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.

• Terapi definitif :
– Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoksisilin
(aman untuk penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprim-sulfametoxazole
(Kotrimoksazol).
– Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan
antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak
dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).
PPK Dokter di
Fasyankes (IDI 2014)
INFEKSI CACING
Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3
berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella
streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

• Fase gejala filariasis limfatik:


– Mikrofilaremia asimtomatik
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis
retrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk,
mengi, anoreksia, malaise, sesak)
– Limfedema ireversibel kronik

• Grading limfedema (WHO, 1992):


– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Distribusi Cacing Filaria di Indonesia

Subdit Fiariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
• Panjang: lebar kepala
sama
WUCHERERIA
• Inti teratur
BANCROFTII
• Tidak terdapat inti di
ekor

• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala
M A L AY I 2:1
• Inti tidak teratur
• Inti di ekor 2-5 buah

• Perbandingan
panjang:lebar kepala
BRUGIA 3:1
TIMORI • Inti tidak teratur
• Inti di ekor 5-8 buah
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB

• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
– Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 150 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi (DEC + Albendazol 400
mg/tahun selama 5 tahun)
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Parasitologi Kedokteran, FKUI
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
• Rasa tidak enak pada perut (gangguan
lambung); kejang perut, diselingi diare;
kehilangan berat badan; dan demam; ileus
obstruktif
• Telur
– Fertilized: bulat, bile stained (coklat),
dilapisi vitelin dan unstructured
albuminoid (tidak teratur), ukuran
diameter 50 dan 75 mcm
– Unfertilized: lonjong, permukaan bisa
tidak teratur atau teratur (dekortikated),
dinding lebih tipis, ukuran diameter 43
dan 95 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3
hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Nekatoriasis (Cacing Tambang)
Gejala
• Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah;
anemia

Telur
• Dinding tipis & transparan,
berisi 4-8 sel embrio atau
embrio cacing
• Diameter 40 dan 55 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3 hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB selama 3 hari
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
• nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
• Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
• Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg selama 3 hari
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
– Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB
2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama
Taeniasis & Sistiserkosis (Cacing Pita)
Gejala
• mual, konstipasi, diare; sakit perut;
lemah; kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan turun,
benjolan pada jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Telur
• Bulat dengan embrio berstria
radier tebal
• Berisi onkosfer dengan 6 kait
• Ukuran 31-34 mcm

DOC: Prazikuantel 5-10 mg/kgBB SD


(untuk anak ≤ 4 tahun safety dan
efficacy belum jelas)
Alternatif: Albendazole 15
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis
selama 15 hari
Proglotid Gravid T. Solium vs T. Saginata

Taenia Saginata Taenia Solium


• Folikel testis yang berjumlah 300-400 • Serupa dengan proglotid T. Saginata
namun jumlah folikel testisnya lebih
buah, tersebar di bidang dorsal sedikit, yaitu 150-200 buah

• Uterus tumbuh dari bagian anterior • Proglotid gravid mempunyai ukuran


ootip dan menjulur kebagian anterior panjang hampir sama dengan lebarnya
proglotid
• Jumlah cabang uterus: 7-12 buah pada
satu sisi
• Jumlah cabang uterus: 15-30 buah pada
satu sisinya dan tidak memiliki lubang • Lubang kelamin letaknya bergantian
uterus (porus uterinus) selang-seling pada sisi kanan atau kiri
strobila secara tidak beraturan
• Proglotid yang sudah gravid letaknya • Berisi kira-kira 30.000-50.000 buah
terminal dan sering terlepas dari telur.
strobila
P E R B E DA A N K A R A K T E R I ST I K
T. s a g i n a t a T. s o l i u m
Penyakit Taeniasis Taeniasis dan sistiserkosis
Panjang cacing dws 4-12 m 2-4 m & 8 m
∑ proglotid 1000-2000 800-1000
Skolek Tanpa rostelum/kait-kait Punya rostelum + kait-kait

Proglotid Keluar sendiri scr aktif Keluar bersama tinja 2-3 progl.
satu-satu
Matang Ovarium 2 lobus Ovarium trilobus
Gravid 15-30 cabang lateral 7-12 cabang lateral
∑ telur/proglotid 100.000 30.000-50.000
Larva Cystisercus bovis Cystisercus cellulose
Hospes perantara Sapi Babi dan manusia
Cara infeksi Makan daging sapi yg Makan daging babi yg mengandung
mengandung cystisercus cystisercus cellulose (mjd taeniasis)
bovis dan tertelan telur (mjd sistiserkosis)
Neurocysticercosis
• Cysticercosispenyakit akibat infeksi T. Solium
• Neurocysticercosis  penyakit akibat infeksi T. solium
ke CNS
• Terbagi menjadi parenkimal dan ekstraparenkimal
- Pada parenkimal, penyakit terjadi karena T. solium menginfeksi
parenkim otak
- Pada ekstraparenkimal, penyakit terjadi karena T. solium bermigrasi ke
dalam CSF dan masuk ke ventrikel, sisterna, subarachnoid, dan juga
mata dan medulla spinalis
• Akan tetapi, 80% asimptomatik
• Gejala umum: kejang, peningkatan TIK,
meningoensefalitis, gangguan psikiatri, stroke, dan
radikulopati dan/atau myelopati
Neurocysticercosis
• Neurocysticercosis parenkimal
- Kejang fokal, fokal dengan parsial umum, atau umum
- Nyeri kepala seperti migrain atau tension
- Defisit neurokognitifsulit mempelajari sesuatu, depresi, bahkan
psikotik
• Neurocysticercosis ekstraparenkimal
- Nyeri kepala
- Hidrosefalus
- Peningkatan TIK (mual, muntah, nyeri kepala, penurunan
kesadaran, dsb)
- Jika terdapat di basilar cisterns bisa menyebabkan hidrosefalus
komunikans atau bahkan lacunar infarct
- Jika ada di spinalradiculopaty
- Jika di matagangguan penglihatan
Neurocysticercosis
• Tatalaksana
– Mengatasi peningkatan TIK (bedah dan atau kortikosteroid) dan kejang, jika
ada.
• Operasi eksisi pada lesi
• Antikonvulsan jika kejang
• Kortikosteroidjika ada edema serebri atau vaskulitis (prednisone 1mg/kgBB/hari)

• Setelah itu, bisa diberikan antiparasit dan anti-inflamasi. Antiparasit


tidak boleh diberikan pada pasien dengan tanda peningkatan TIK
dan harus ditambah steroid sebelum dan selama pemberian.
– Untuk pasien dengan satu atau dua kista, pengobatan terdiri dari albendazole
(15 mg/kgBB/2 dosis per hari maks 1200 mg per hari) selama 10-14 hari.
– Untuk pasien dengan lebih dari dua kista, pengobatan terdiri dari albendazole
(15 mg / kgBB/2 dosis per hari maks 1200 mg per hari) dan praziquantel (50
mg/kgBB/3 dosis per hari) selama 10-14 hari
Schistosoma
• Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis

• Spesies tersering: S. japonicum dan


S. haematobium

• Morfologi dan Daur Hidup


– Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena-vena usus, vesikalis dan
prostatika
– Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis gynaecophorus, tempat
cacing betina
– Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi mirasidium, mempunyai
duri dan letaknya tergantung spesies
– Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di
jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kencing
– Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium
Daur Hidup Schistosoma sp.
Schistosoma Haematobium
• Tersebar terutama di Afrika dan Timur Tengah
• Ukuran telur: panjang 110-170 µm dan lebar 40-70
µm, memiliki tonjolan spinal
• Telur mengandung mirasidium matur yang tersebar
di urin
Schistosoma japonicum
TELUR
BENTUK : BULAT AGAK LONJONG DNG
TONJOLAN DI BAGIAN
LATERAL DEKAT KUTUB
UKURAN : 100 x 65 µm
TELUR BERISI EMBRIO
TANPA OPERKULUM
Tersebar di daerah Timur (termasuk
Indonesia)

SERKARIA
Schistosoma sp
EKOR BERCABANG
Gejala Klinis & Pemeriksaan Penunjang
– Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan
dan jumlah cacing
– Keluhan
• S. mansoni & japonicum: demam Katamaya, fibrosis periportal,
hipertensi portal, granuloma pada otak & spinal
• S. haematobium: hematuria, skar, kalsifikasi, karsinoma sel
skuamosa, granuloma pada otak dan spinal
– Pada infeksi berat → Sindroma disentri
– Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali;
terjadi 6-8 bulan setelah infeksi

– Pemeriksaan Penunjang
• Mikroskopik feses: semua spesies
• Mikroskopik urin: spesies haematobium

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
Fascioliasis
(Liver Flukes/ Fasciola Hepatica)

• Biasanya menginfeksi duktus biliaris dan hati, namun dapat


mengenai bagian tubuh yang lain

• Fase Akut: gejala muncul akibat migrasi parasit dari


intestinal ke dan melewati hati

• Gejala dan Tanda


– Masalah GI seperti mual, muntah, nyeri perut,
– Demam, ruam, dan sulit bernapas dapat terjadi
http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm

Fase Infeksi
• Acute Phase
– Rarely seen in humans
– Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once.
– After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent
symptoms
– vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present.
– Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae
penetrate the liver capsule
– Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.
• Chronic Phase
– Much more common in human populations
– Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children)
– These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large
adult worms and their metabolic waste in the bile ducts.
– Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a
term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.
• Halzoun
– a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx
– This occurs when an individual consumes infected raw liver.
– The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable
pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration
– The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.
• Ectopic Infection
– Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity,
intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.
Fasciola Hepatica: Siklus Hidup
Fasciola Hepatica: Tatalaksana
• DOC: Triclabendazole
– Dosis: 10 mg/kg/dosis, 1-
2 hari

• Alternatif: Nitazoxanide
– Untuk fase kronik
– 2x500 mg/hari selama 7
hari

• Praziquantel: poorly A, B, C: Telur Fasciola hepatica. Pengecatan: iodine.


response A,B bentuk membulat; C. Terlihat operculum pada terminal

• Mebendazol, albendazol
– Tidak efektif untuk
mengobati fasciola

http://emedicine.medscape.com/article/997890-treatment
http://reference.medscape.com/drug/biltricide-praziquantel-342666
Fasciolopsis Buski
(Intestinal Fluke)
• Also called asia giant intestinal • Symptoms
fluke – Many people do not have
• Prevalent in southeast asia symptoms
and lives in humans and pigs’ – Symptoms are due to
inflammation, ulceration, and
intestines microabscesses
• Related to growing water – abdominal pain and diarrhea
plants and feeding pigs on can occur 1 or 2 months after
water plants infection.
• Treatment: – heavy infections:
• intestinal obstruction,
– Praziquantel as a single dose 25
mg/kg (10-20 mg/kg may be • abdominal pain,
sufficient) • nausea, vomiting,
• Fever
– Albendazole (400 mg orally on • Allergic reactions and swelling of
empty stomach twice daily for the face and legs can also occur -
three days) may also be used - and anemia may be present

https://www.uptodate.com/contents/intestinal-
https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment flukes?source=search_result&search=fasciolopsis%20buski&selecte
dTitle=1~5#H3
https://www.cdc.gov/parasites/
fasciolopsis/biology.html

Life Cycle

1. Site of inhabitation: small intestine 4. Medium of water plants: chestnut, water


2. Infective stage: metacercaria bamboo and caltrop
5. Intermediate hosts: Planorbis snail
3. Infective mode: eating raw water 6. Reservoir host: pig
plants with metacercariae 7. Life span: 1-4 years
• Egg is oval in shape,
slight yellow in color,
130-140×80-85µ(the
largest helminth egg)
• Thinner shell with an
operculum encloses an
ovum and 20-40 yolk
cells
• Endemic at:
• Southeast asia
• China
• India
• Korea

https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment
Nama cacing Gejala Klinis Morfologi Bentuk

Fasciola Gangguan GIT • Cacing pipih spt daun


hepatika mual, muntah, nyeri • Cacing dewasa memiliki
abdomen, demam batil isap kepala dan
Peradangan, perut
penebalan,sumbatan • Telursulit dibedakan
sal.empedusiroris dengan F.buski, sdkt
periporta melebar pada
abopercular
• Telur dikeluarkan belum
matang, matang dalam
air berisi mirasidium
Fasciolopsis Sebagian besar • Cacing dewasa memiliki
buski asimptomatik. batil isap kepala dan
Nyeri perut perut
(epigastrium),diare kronik • Telurelips,dinding
diselingi konstipasi,tinja transparan,operkulum
berisi makanan yang tidak kecil nyaris tidak
tercerna,anemia akibat terlihat,imatur(tidak
perdarahan ada embrio)
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus
Strongyloidiasis

• Strongyloidiasis
merupakan infeksi
saluran cerna akibat
2 cacing nematoda
Strongyloides.
• Kedua cacing ini
adalah S. stercoralis
dan S. fuelleborni
(hanya di africa dan
papua new guinea)
Strongyloides stercoralis
• Acute infection: • Chronic Infection
– Can be completely
– Lower extremity itching asymptomatic
(mild erythematous – Abdominal pain that can be very
vague, crampy, burning
maculopapular rash at the • Often worse after eating
site of skin penetration) – Intermittent diarrhea
– Cough, dyspnea, wheezing • Can alternate with constipation
– Occasional n/v
– Low-grade fevers – Weight loss (if heavy infestation)
– Epigastric discomfort – Larva currens (“racing larva” – a
recurrent maculopapular or
serpiginous rash)
• Usually begins perianally and
extends up the buttocks, upper
thighs, abdomen
– Chronic urticaria
Gambaran telur strongyloides
• Shape:
– Oval clear, thin shelled
similar to hookworm but
smaller
– Eggs are lain in the
mucosa and hatch into
rhabditiform larvae and
pass to the lumen of the
intestines and out the
feces
– Eggs are seldom seen in
the stools
Transmission
• Penetration of intact skin by filariform larvae in the
soil, or ingestion through contaminated food or
water
• Larvae enter the circulation
– Lungs  alveoli  ascension up tracheobronchial tree 
swallowed  molt in the small bowel and mature into
adult female
• Females enter the intestinal mucosa and produce
several eggs daily through parthenogenesis (hatch
during transit through the gut)
Treatment
• First line therapy
Ivermectin, in a single dose, 200 µg/kg orally for 2 days
– Relative contraindications:
• confirmed or suspected concomitant Loa loa infection
• persons weighing less than 15kg
• pregnant or lactating women
• Alternative
• Albendazole, 400 mg orally two times a day for 7 days.
– Relative contraindications:
• hypersensitivity to benzimidazole compounds or any component
of product
• use should be avoided in the 1st trimester of pregnancy

https://www.cdc.gov/parasites/strongyloides/health_professionals/index.html#tx
Nama cacing Cacing dewasa Telur

Dinding tebal 2-3 lapis, bergerigi,


Ascaris lumbricoides berisi unsegmented ovum

kulit radial dan mempunyai 6 kait


Taenia solium didalamnya, berisi onkosfer dan
embriofor

ovale biconcave dengan dinding


Enterobius vermicularis
asimetris berisi larva cacing

ovale dengan sitoplasma jernih berisi


Ancylostoma duodenale
segmented ovum/ lobus 4-8
Necator americanus
mengandung larva

coklat kekuningan, duri terminal,


Schistosoma
transparan, ukuran 112-170 x 40-70
haematobium
µm

Tempayan dengan 2 operkulum atas-


Trichuris trichiura bawah
KEY POINTS
KEY POINTS
KEY POINTS
KEY POINTS
Albendazole
• Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing  produksi ATP
sebagai sumber energi <<  kematian cacing

• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

• Dosis sediaan : 400 mg per tablet.


– Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan

• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Mebendazole
• Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing  produksi ATP
sebagai sumber energi <<  kematian cacing

• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

• Dosis sediaan : 100 mg per tablet


– Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan

• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat

• Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi

• Cara kerja: Melumpuhkan cacing  mudah keluar bersama tinja


• Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum
bersama makanan, susu, atau jus

• Dosis: 10 mg/kg BB, tidak boleh melebihi 1 gram


– Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg.
– Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per
tablet, dan 250 mg per ml sirup
Prazikuantel

• Indikasi: Cacing pita, kista hidatid

• Cara Kerja: Meningkatkan permeabilitas membrane sel


trematoda dan cestoda terhadap kalsium, yang
menyebabkan paralisis, pelepasan, dan kematian
(Katzung, 2010).

• Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mengantuk dan


kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri
abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria,
artalgia, myalgia, dan demam berderajat rendah
INFEKSI HIV
HIV

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


Perjalanan Penyakit HIV
1. Acute HIV syndrome:
– Experienced in 50–70%
of individuals with HIV
infection
– acute clinical
syndrome occurs 3–6
weeks after primary
infection.
– The typical clinical
findings occur along
with a burst of plasma
viremia.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


Perjalanan Penyakit HIV
2. The Asymptomatic Stage—Clinical Latency
– The length of time from initial infection to the development of
clinical disease. Median time for untreated patients is 10 years.
– Active virus replication is ongoing and progressive during this
asymptomatic period.
– The rate of disease progression is directly correlated with HIV
RNA levels.
• Patients with high levels of HIV RNA in plasma progress to
symptomatic disease faster than do patients with low levels of HIV
RNA.
• During the asymptomatic period of HIV infection, the average rate of
CD4+ T cell decline is 50/L per year.
• When the CD4+ T cell count falls to <200/L, the resulting state of
immunodeficiency is severe enough to place the patient at high risk
for opportunistic infection and neoplasms and, hence, for clinically
apparent disease.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


Perjalanan Penyakit HIV
3. Symptomatic Disease
• Symptoms of HIV disease can
appear at any time during the
course of HIV infection.

• The more severe and life-


threatening complications of HIV
infection occur in patients with
CD4+ T cell counts <200/L.

• AIDS:
– HIV infection & a CD4+ T cell count
<200/L or
– HIV infection who develops one of
the HIV-associated diseases
considered to be indicative of a
severe defect in cell-mediated
immunity (category C)

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.


Stadium Klinis HIV/AIDS
Stadium Klinis HIV/AIDS
Diagnosis HIV
• Tes untuk diagnosis HIV
dilakukan dengan tes
antibodi menggunakan
strategi III (pemeriksaan
dengan menggunakan 3
jenis tes antibodi yang
berbeda sensitivitas dan
spesivisitasnya)
• (Permenkes No.87 2014 :
Pedoman Pengobatan
ARV)
Pemeriksaan HIV Pedoman 2014
• Ketiga tes tersebut dapat menggunakan
reagen tes cepat atau dengan ELISA.
• Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus
digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi
(>99%),
• Pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3)
menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi
(>99%).
Kriteria Interpretasi Tes Anti-HIV & Tindak
Lanjutnya
Hasil Kriteria Tindak Lanjut
Positif Bila hasil A1 reaktif, A2 reaktif dan A3 Rujuk ke Pengobatan HIV
reaktif
Negatif • Bila hasil A1 non reaktif • Bila tidak memiliki perilaku berisiko,
• Bila hasil A1 reaktif tapi pada dianjurkan perilaku hidup sehat
pengulangan A1 dan A2 non-reaktif • Bila berisiko, dianjurkan pemeriksaan
• Bila salah satu reaktif tapi tidak ulang minimum 3 bulan, 6 bulan dan 12
berisiko bulan dari pemeriksaan pertama sampai
satu tahun

Indeterminate • Bila dua hasil tes reaktif • Tes perlu diulang dengan spesimen baru
• Bila hanya 1 tes reaktif tapi minimal setelah dua minggu dari
mempunyai risiko pemeriksaan yang pertama.
• atau pasangan berisiko • Bila hasil tetap indeterminate, dilanjutkan
dengan pemeriksaan PCR.
• Bila sarana pemeriksaan PCR tidak
memungkinkan, rapid tes diulang 3 bulan,
6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan
yang pertama. Bila sampai satu tahun
hasil tetap “indeterminate” dan faktor
risiko rendah, hasil dapat dinyatakan
sebagai negatif
Rekomendasi inisiasi ARV pada Anak dan
Dewasa
Populasi
Rekomendasi
Dewasa dan anak > 5 tahun Inisiasi ARV pada orang terinfeksi HIV stadium klinis 3
a Pengobatan TB harus dimulai lebih dahulu,
kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8
dan 4a, atau jika jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3
minggu sejak mulai obat TB, tanpa
menghentikan terapi TB. Pada ODHA dengan Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan
CD4 kurang dari 50 sel/mm3, ARV harus
dimulai dalam 2 minggu setelah mulai berapapun jumlah CD4
pengobatan TB. Untuk ODHA dengan
meningitis kriptokokus, ARV dimulai setelah 5
 Koinfeksi TBa
minggu pengobatan kriptokokus.  Koinfeksi Hepatitis B
b Dengan memperhatikan kepatuhan
c Bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis  Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV
terinfeksi HIV dengan cara
presumtif, maka harus segera mendapat
 Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV negatif
terapi ARV. Bila dapat segera dilakukan (pasangan serodiskordan), untuk mengurangi risiko
diagnosis konfirmasi (mendapat kesempatan
pemeriksaan PCR DNA sebelum umur 18 bulan penularan
atau menunggu sampai umur 18 bulan
untuk dilakukan pemeriksaan antibodi HIV
 LSL, PS, atau Penasun (pengguna narkoba suntik)b
ulang), maka perlu dilakukan penilaian ulang  Pada wilayah dengan epidemi HIV meluas (> 1% pada
apakah anak pasti terdiagnosis HIV atau tidak.
Bila hasilnya negatif, maka pemberian ARV populasi umum atau ibu hamil)
dihentikan.

Anak < 5 tahun Inisiasi ARV tanpa melihat stadium klinis WHO dan
berapapun jumlah CD4c
ARV lini pertama untuk anak > 5 tahun dan dewasa, termasuk wanita
hamil dan menyusui, pasien koinfeksi hepatitis B, dan pasien dengan
koinfeksi TB

ARV Lini Pertama untuk dewasa


Paduan pilihan TDFa + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk
KDTc
Paduan AZTb + 3TC + EFV (atau NVP)
alternatif TDFa + 3TC (atau FTC) + NVP

aJangan memulai dengan TDF jika CCT hitung < 50 ml/menit, atau pada kasus
diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal
bJangan memulai dengan AZT jika Hb < 7 g/dl sebelum terapi
cKombinasi dosis terpadu (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV

• TDF: tenofovir, AZT: zidovudin, 3TC: lamivudin, EFV: efavirenz, NVP:


nevirapine, ABC: abacavir, LPV/r: lopinavir/ritonavir; FTC: emtricitabin
Efek Samping ARV
ARV Efek Samping ARV Efek Samping
TENOFOVIR Disfungsi tubulus renal LAMIVUDIN Neuropati perifer (jarang)
Sindrom Fanconi Lipoatrofi atau lipodistrofi
Penurunan densitas tulang Asidosis laktat
Asidosis laktat Hepatomegali dengan
Hepatomegali dengan steatosis steatosis
Eksaserbasi hepatitis B
ZIDOVUDIN Anemia NEVIRAPIN Hepatotoksik
Neutropenia berat Hipersensitivitas obat
Miopati
Lipoatrofi atau lipodistrofi
Intoleransi saluran cerna
Asidosis laktat
Hepatomegali dengan steatosis
EFAVIRENZ Toksisitas SSP STAVUDIN, Neuropati perifer
Hepatotoksik DIDANOSIN
Kejang
Hipersensitvitas
Ginekomastia
LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs

Multiplication can cause:


• Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
• Uremia & bacteriuria in the kidney
• Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
• Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Infeksi
• Anicteric leptospirosis (90%), follows a • Icteric leptospirosis or Weil's
biphasic course: disease (10%), monophasic
– Initial phase (4–7 days): course:
• sudden onset of fever,
• severe general malaise, – Prominent features are renal and
• muscular pain (esp calves), conjunctival liver malfunction, hemorrhage
congestion, and impaired consciousness,
• leptospires can be isolated from most – The combination of a direct
tissues. bilirubin < 20 mg/dL, a marked 
– Two days without fever follow. in CK, &  ALT & AST <200 units is
– Second phase (up to 30 days): suggestive of the diagnosis.
• leptospires are still detectable in the urine. – Hepatomegaly is found in 25% of
• Circulating antibodies emerge, meningeal cases.
inflammation, uveitis & rash develop.
Gejala dan Tanda
• Demam tinggi • Injeksi konjungtiva
mendadak • Ikterik
• Nyeri otot dan sendi • Nyeri tekan
• Sakit kepala gatroknemius
• Diare • Splenomegali
• Mual muntah • Hepatomegali
• Ruam di kulit
• Edema
Pemeriksaan Penunjang Leptospira
• Leukopenia Baku emas:
• Trombositopenia dapat • Pemeriksaan serologi IgM
terjadi antileptospira dengan
• Shift to the left metode Microscopic
• Bilirubin meningkat pada Agglutination Test (MAT)
Weil’s disease
• Pemeriksaan serologi IgM • Kultur (hasilnya seringkali
antileptospira dengan ELISA negatif)
– Hingga 10 hari penyakit,
spesimen diambil dari darah
atau LCS
– Minggu kedua sampai hari ke
30 setelah sembuh, spesimen
dari urine.
Tatalaksana Leptospirosis
Kasus rawat jalan Kasus rawat inap
• Diberikan 7 hari • Diberikan 7 hari
• DOC: Doxycycline (100 • Penicillin (1.5 million
mg PO bid) or units IV q6h) or
• Amoxicillin (500 mg PO • Ceftriaxone 1-2
tid) or gram/24 jam
• Ampicillin (500 mg PO • Cefotaxime 1 gram/6
tid) jam

Anda mungkin juga menyukai