Untuk memenuhi Tugas mata kuliah Manajemen Patient Safety
Dosen Pengampu : Ibu Dr. Ns. Lembah Andriani, S.Kep., M.MRS
Oleh: Sevia Ito Permadani (AOA0200937)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG OKTOBER 2021 A. Pengertian Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infection/Nosocomial Infection) adalah infe ksi yang didapat dari rumah sakit atau ketika penderita tersebut dirawat di rumah sakit. Nos okomial berasal dari kata Yunani nosocomium yang berarti rumah sakit. Jadi kata nosokom ial artinya "yang berasal dari rumah sakit”, sementara kata infeksi artinya terkena hama pen yakit1. Infeksi ini baru timbul sekurang-kurangnya dalam waktu 3 x 24 jam sejak mulai dir awat, dan bukan infeksi kelanjutan perawatan sebelumnya. Rumah sakit merupakan tempat yang memudahkan penularan berbagai penyakit inf eksi. Infeksi di rumah sakit ini juga dinamakan disebut juga sebagai ”Health-care Associate d Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections (HAIs)”, infeksi nosokomial ini merupaka n persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung kematia n pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau petugas rumah sakit dan dari petugas ru mah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak. B. Epidemiologi Infeksi Nosokomial Epidemologi adalah telah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya da n penyebaran penyakit pada sekelompok orang. Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluru h dunia dengan kejadian terbanyak di Negara termiskin dan Negara yang sedang berkemba ng karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah utama yang masih sulit untuk d i atasi. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur-Tengah, Asia Tenggara dan P asifik masih menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di Asia Te nggara dengan Prosentase 10 %. Tiga faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi (termasu k infeksi yang diperoleh dari Rumah Sakit yakni) : 1. Sumber Mikroorganisme yang dapat menmbulkan infeksi. 2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut. 3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme tersebut. C. Penularan Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab, yang ada pada sumber. Kuman keluar d ari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tem pat tertentu di pasien lain, karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (teru tama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan menerusk an rantai penularan lagi. D. Sumber Infeksi Nosokomial Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi nosokomial adal ah mikroorganisme.Bermacam-macam mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah sakit dan sebagian besar terdapat dalam tubuh inang manusi a yang sehat,seperti, Escherichia Coli, Klebsiella pneumonia, Candica albicans, Staphyloco cus aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis, Dan beberapa Actinomyces spp. Mikroorganisme penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi mikrobiota inang, bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat, operasi, maka pathogen dapat berkembang biak dan menyebabkan sakit.
Menurut Setyawati (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
infeksi nosokomial antara lain : a. Kuman penyakit (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi) b. Sumber infeksi c. Perantara atau pembawa kuman, d. Tempat masuk kuman pada hospes baru, e. Daya tahan tubuh hospes baru, f. Keadaan rumah sakit meliputi; Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah pasi en dan konstruksi rumah sakit, g. Pemakaian antibiotik yang irasional, h. Pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan sitostatika, tindakan invas if dan instrumentasi, i. Berat penyakit yang diderita E. Gejala-gejala Infeksi Nosokomial 1. Demam 2. Bernapas cepat, 3. Kebingungan mental, 4. Tekanan darah rendah, 5. Dikurangi urine output, Pasien dengan urinary tract infection Mei ada rasa sakit 6. Ketika kencing dan darah dalam air seni 7. Tinggi sel darah putih dihitung. 8. Radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidak mampuan untu k batuk. 9. Infeksi diterjemahkan: pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau lu ka di sekitar bedah atau luka. F. Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosocomial a. Agen infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sak it. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu meni mbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadi nya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: 1) Karakteristik mikroorganisme 2) Resistensi terhadap zat-zat antibiotika 3) Tingkat virulensi, dan 4) Banyaknya materi infeksius. Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyeb abkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang d idapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit i ni lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya mel alui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yan g didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yan g umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabk an penyakit pada orang normal. b. Respon dan toleransi tubuh pasien Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dal am hal ini adalah: 1) Usia 2) Status imunitas penderita 3) Penyakit yang diderita 4) Obesitas dan malnutrisi 5) Orang yang menggunakan obat-obatan 6) Imunosupresan dan steroid 7) Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap in feksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tu mor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula ber sifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pe rtahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan te rapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi. c. Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan peny ebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golo ngan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena da n jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran, makanan ya ng tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang. d. Resistensi antibiotika Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950- 1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhk an. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih r esisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas teruta ma terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisika n antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penggunaan anti biotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan penyebaran str ain yang resisten. Penyebab utamanya karena: 1) Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol 2) Dosis antibiotika yang tidak optimal 3) Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat 4) Kesalahan diagnose Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resi sten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obatobatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan p rofilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibioti ka, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresist en. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia. Infeksi nosokomial sangat mem pengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, serta menjadi sangat pent ing karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika. e. Faktor alat Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan s eptikemia. Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama tidak diganti-ganti juga menjadi penyebab utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. G. Penyakit Akibat Pengaruh Alat Medis 1. Infeksi Saluran Kemih Infeksi ini merupakan kejadian tersering, infeksinya dihubungkan dengan pengguna an kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabk an karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa wa ktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen. - Organisme yang menginfeksi : E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus. - Penyebaran : Mikroorganisme yang terdapat pada permukaan ujung kateter yan g masuk ke dalam uretra - Penyebab : kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena st erilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik. - Pencegahan : Alat yang digunakan harus di sterilkan terlebih dahulu. Dipastika n bahwa alat-alat tersebut steril dan tidak terkontaminasi oleh alat-alat yang tida k steril. 2. Pneumonia Nosokomial Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilato r, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. - Organisme penyebab infeksi : Berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, da n perut. Dari kelompok virus dapat disebabkan oleh cytomegalo virus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus. - Penyebaran : Infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respirato rius bagian bawah. - Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah: Tipe dan jenis pernapasan, Perok ok berat, Tidak sterilnya alat-alat bantu, Obesitas, Kualitas perawatan, Penyakit jantung kronis, Penyakit paru kronis, Beratnya kondisi pasien dan kegagalan org an, Tingkat penggunaan antibiotika, Penggunaan ventilator dan intubasi, Penuru nan kesadaran pasien - Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan in fluenza. Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebab kan karena Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi p enderita tuberkulosis yang tinggi, kebersihan udara harus sangat diperhatikan. 3. Bakteremi NosokomiaL Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian. - Organisme penyebab infeksi : Terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida. - Penyebaran : Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum s untik, kateter urin dan infus. - Penyebab : Panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, da n perawatan dari pemasangan kateter atau infus. 4. Tuberkulosis - Organisme penyebab infeksi : Mycobacterium tuberculose - Penyebab : Adanya strain bakteri yang multi drugs resisten. - Pencegahan : Identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan nega tif dalam ruangan. 5. Diarrhea dan gastroenteritis - Organisme penyebab infeksi : E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostri dium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan ente rovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A. - Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi : 1) Faktor intrinsik: Abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria Lemahnya motilitas intestinal, dan Perubahan pada flora normal. 2) Faktor ekstrinsik: Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.
6. Infeksi pembuluh darah
Penyebarannya melalui infus, kateter jantung dan suntikan. Infeksi ini dibagi menja di dua kategori utama: a) infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain b) Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama d ari sisi tubuh yang lain. Macam penyakit : Hepatitis B dan Hepatitis C Organisme penyebab infeksi : Virus hepatitis B, virus hepatitis C virus lain : Virus Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes Penyebaran : Transfusi darah atau produk darah dengan sumber darah yan g belum di-skrining. Dan Pemakaian berulang jarum, kanula atau alat medi s lainnya yang tidak steril. Pencegahan : Kewajiban skrining darah/produk darah dan organ transplant asi, Inaktivasi virus dalam produk turunan plasma, Praktek kontrol infeksi pada institusi kesehatan termasuk sterilisasi alat medis atau gigi (Kewaspad aan Universal atau Universal Precaution). H. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk: 1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tang an dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan dis infektan. 2. Mengontrol resiko penularan dan lingkungan. 3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cu kup, dan vaksinasi. 4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive 5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya. Cara pencegahan infeksi Nosokomial yaitu : 1. Dekontaminasi tangan Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hie gene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, K arena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, s edikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, clan waktu mencuci tangan yan g lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakuka n tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yan g perlu diingat adalah : memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menye ntuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yan g kita anggap telah terkontaminasi, clan segera mencuci tangan setelah melepas saru ng tangan. 2. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang d ilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau kedua nya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misal nya penyuntikan antibiotika).Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit mela lui jarum suntik maka diperlukan: • Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan • Pergunakan jarum steril • Penggunaan alat suntik yang disposable. Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitu pun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunaka n masker saat keluar dari kamar penderita. Sarung tangan, sebaiknya digunakan teru tama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan haru s selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yan g kotor, sanrung tangan harus segera diganti Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencega h percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses. 3. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sa ngat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bah wa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkalikali. Pengaturan ud ara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pema kaian penyaring udara, terutama bagi pendenita dengan status imun yang rendah ata u bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pe ngaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penulara n tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menja ga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat mengg unakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit per awatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toil et harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman da n mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah : Mempunyai kriteria mernbunuh kuman Mempunyai efek sebagai detergen Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein. Tidak sulit digunakan Tidak mudah menguap Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petug as maupun pasien Efektif Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak 4. Perbaiki ketahanan tubuh Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga k eseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya sepe rti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanism e ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perl u diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketaha nan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi d engan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus men ggunakan antibiotika. 5. Ruangan Isolasi Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat sua tu permisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yan g penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibat kan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjag a kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga s angat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sed ang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dal am satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.