Anda di halaman 1dari 14

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Nematoda
Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak
bersegmen, dan tubuhnya bilateral simetrik. Tubuhnya sudah mempunyai
saluran pencernaan (system digestive), mulut (oral), kerongkongan (sofagus),
usus (intestinum), dan anus. (Onggowaluyo), 2002).
Nematoda mempunyai jumlah spesies terbesar diantara cacing-cacing yang
hidup sebagai parasit. Cacing-cacing tersebut berbeda dalam habitat, daur
hidup dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship). (Gandahusada,
2006).
2. Nematoda Usus
Nematoda Usus adalah nematoda yang berhabitat disaluran pencernaan
manusia dan hewan. Manusia merupakan hospes beberapa Nematoda intestinal.
Sebagian besar dari Nematoda ini adalah penyebab masalah kesehatan
masyarakat ada di Indonesia. Nematoda Usus terdapat beberapa spesies yang
tergolong “Soil Transmilted Helminth”, yaitu Nematoda yang dalam siklus
hidupnya untuk mencapai stadium efektif, memerlukan tanah dengan kondisi
tertentu. (Safar, 2009).
3. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang
yang tersebar luas diselurus dunia, terutama di daerah tropis yang kelembaban
udaranya tinggi. Diinfeksi cacing ini endemis dibanyak daerah dengan jumlah
penderita lebih dari 60%. Tempat hidup cacing dewasa adalah didalam usus
halus manusia, tapi kadang-kadang cacing ini dijumpai mengembara dibagian
usus lainnya. (Soedarto, 2010).
a. Klasifikasi Ascaris lumbricoides
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
6

Sub Kelas : Phasmida


Familia : Ascarididae
Ordo : Rhabdidata
Sub-ordo : Ascaridata
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
(Irianto, 2009)
b. Morfologi Ascaris lumbricoides
Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar diantara Nematoda
intestinal yang lain. Bentuknya silindrik dan ujung anterior lancip. Bagian
anterior dilengkapi oleh tiga bibir (triplet) yang tumbuh dengan sempurna.
Cacing betina panjangnya 20-35 cm, sedangkan yang jantan panjangnya 15-31
cm. Cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral,
dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm, sedangkan
pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus, dan 1/3 pada
anterior tubuhnya terdapat dicincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai
kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus.
(Onggowaluyo, 2002).
Telur mempunyai empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidak
dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya
60x42 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari
jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel
telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang dari pada
tipe yang dibuahi, besarnya 90x40mikron, dan dinding luarnya lebih tipis.
Sedangkan telur dekortikasi yaitu telur yang lapisan luarnya (albuminoid)
sudah hilang (Onggowaluyo, 2002).
7

Sumber : Prianto, 2008


Gambar 2.1 : A. Cacing dewasa jantan Ascaris lumbricoides
B. Cacing dewasa betina Ascaris lumbricoides
perbesaran makroskopis.

Albumin
(luar)

Granula Hialin
halus (tengah)
Vitalin
(dalam)
Sumber : Prianto, 2008
Gambar 2. 2. Telur cacing Ascaris lumbricoides dibuahi (fertil) bentuk
oval/lonjong/bulatPerbesaran 40x10.

Lapisan albumin tidak


tampak

Lapisan hialin

Granula halus Lapisan Vitalin

Sumber : Prianto, 2008


Gambar 2.3 Telur cacing Ascaris lumbricoides dekortikasi
bentuk lonjong Perbesaran 40x10.
8

Granula
kasar

Dinding tiga
lapis tipis

Sumber : Prianto, 2006\


Gambar 2.4 Telur cacing Ascaris lumbricoides tidak
dibuahi (infertil)bentuk oval, lebih Panjang Perbesaran
40x10.
c. Siklus hidup ascaris lumbricoides
Telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infeksi dalam kurun
waktu kurang lebih 3 minggu, apabila bentuk infeksi ini tertelan oleh manusia,
maka telur akan menetas didalam usus halus kemudian larvanya akan
menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe
selanjutnya menuju jantung, paru-paru, trachea dan sampai ke faring, karena
itulah penderita menjadi batuk sehingga larva cacing ini menjadi ke esophagus
dan akhirnya menuju ke usus halus kemudian berkembang biak menjadi
dewasa. Waktu yang diperlukan dalam perkembangbiakan ini kurang lebih 2
bulan (Hasyimi, 2010).
9

Sumber : Safar, 2009


Gambar2.5 Siklus hidup Ascaris lumbricoides.

d. Patogenesis dan Gejala Klinik Ascaris lumbricoides


Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides merupakan infeksi
yang sangat umum. Kebanyakan penderitanya adalah anak-anak. Infeksi ini
dapat menimbulkan kematian, baik di karenakan larva maupun cacing
dewasanya. Larva cacing Ascaris lumbricoides dapat menimbulkan hepatitis,
Ascariasis pneumonia, juga kutaneus adema, yaitu adema pada kulit, terhadap
anak-anak dapat mengakibatkan nausea (rasa mual), kolik (mulas), diare,
urtikaria (gatal-gatal), kejang-kejang, meningitis (radang selaput otak), juga
kadang-kadang menimbulkan demam, apatis, rasa mengantuk, strabismus
(mata juling), dan paralysis (kelumpuhan) dari anggota badan. Terjadi hepatitis
di karenakan larva cacing menembus dinding usus dan terbawa aliran darah
vena ke dalam hati, sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada hati (Irianto,
2009).
e. Diagnosis
Diagnosa akan lebih mudah ditegakkan apabila di temukan cacing dewasa
keluar melalui lubang hidung, mulut, atau anus, bersama bahan muntahan atau
bersama feses. Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan specimen feses
10

dapat dilakukan dengan menentukan bentuk diagnostic berupa telur cacing.


(Prasetyo, 2013).
f. Pengobatan
Berbagai obat cacing yang efektif untuk mengobati askariasis dan hanya
menimbulkan sedikit efek samping adalah mebendazol, pirantel pamoat,
albendazol dan levamisol. Obat-obat cacing ini diberikan dengan takaran
sebagai berikut :
1) Mebendazol, 500 mg dosis tunggal
2) Pirantel, dosis tunggal 10 mg/kg berat badan(base) maksimum 1.0g
3) Albendazol, 400 mg dosis tunggal
4) Levamisol, 120 mg dosis tunggal (dewasa), 2,5 mg/kg berat badan dosis
tunggal (anak). Selain itu piperasin dan obat cacing lainnya masih dapat
dipergunakan untuk mengobati penderita askariasis. (Soedarto,2011).
4. Trichuris trichiura
Hospes definitifnya manusia. Cacing dewasa hidup dalam usus besar
manusia, terutama di daerah sekum dan colon. Cacing ini juga kadang di
temukan diapendiks dan ileum bagian distal. Penyakit yang disebabkan cacing
ini disebut trikuriasis (Onggowaluyo, 2002:15).
a. Klasifikasi Trichuris trichiura
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Aphasmida
Ordo : Enoplida
Super Famili : Trichuriudea
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura
Sumber: Irianto,2009:12.
b. Morfologi Trichuris trichiura
Cacing dewasa mempunyai cambuk sehingga disebut cacing cambuk. Tiga
3/5 bagian interior tubuh halus seperti benang, pada ujungnya terdapat kepala,
11

esophagus sempit berdinding tipis terdiri dari satu sel, tidak memiliki bulbus
esophagus. Bagian anteriror yang halus ini akan menancapkan dirinya pada
mukosa usus. 2/5 bagian posterior lebih tebal, berisi usus, dan perangkat alat
kelamin (Natadisastra, 2009).
Telur cacing khas bentuknya seperti tempayan (tong) dan kedua ujungnya
dilengkapi dengan tutup (operkulim) kulit telur berwarna kuning dan
mempunyai 2 kutub jernih yang menonjol (Onggowaluyo, 2002).
Panjang cacing betina antara 35 mm-50 mm, sedangkan cacing jantan 30
mm-40 mm. Biasanya menempati daerah cocum dan apendix. Menular melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi telurnya (Entjang, 2003).

Sumber : Prianto, 2006


Gambar 2.6 Cacing dewasa Trichuris trichiura (A. Jantan, B. Betina)
Perbesaran makroskopis.

Dinding sel

Mukoid plug

Granula

Sumber : Prianto, 2006


Gambar 2.7 Telur Trichuris trichiura bentuk seperti tempayan
dengan tonjolan di kedua ujungnya Perbesaran 40x10.
12

c. Siklus hidup Trichuris trichiura


Telur cacing ini mempunyai pematangan dan menjadi infektif ditanah
dalam 3-4 minggu lamanya. Jika manusia tertelan telur cacing yang infektif,
maka didalam usus halus dinding telur pecah dan larva keluar menuju sekum
lalu berkembang biak menjadi cacing dewasa. Waktu satu bulan sejak
masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing telah menjadi cacing dewasa
dan cacing betina sudah mulai mampu bertelur. Trichuris trichiura dewasa
dapat hidup beberapa tahun lamanya didalam usus manusia.
(Soedarto,2010:193).

Sumber : Sutanto, 2013


Gambar 2.8 Siklus hidup Trichuris trichiura.

d. Patogenesis dan gejala klinis


Infeksi kronis dan sangat berat menunjukan gejala-gejala anemia berat,
Hb rendah, karena seekor cacing tiap hari menghisap darah kurang lebih
0,005 cc. Diare dengan tinja sedikit darah, sakit perut, mual, muntah, dan
berat badan menurun. (Natadisastra,2009:80)
e. Diagnosa
Trichuriasis dapat ditegakkan diagnosanya berdasarkan ditemukannya
telur cacing Trichuris trichiura dalam tinja atau menentukan cacing dewasa
pada anus atau prolaps rekti. (Natadisastra, 2009:80)
13

f. Pengobatan
Karena cacing dewasa membenamkan kepalanya didalam dinding usus,
Maka pengobatan terhadap infeksi cacing ini sukar di lakukan dengan cepat.
Pengobatan cacing trichurus trichiura sebaiknya diberikan kombinasi dua
obat cacing secara bersamaa-sama, yaitu kombinasi pirantel pamoate dan
oksantel pamoat. Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat
badan dan oksantel pamoat dengan dosis 10-20 mg/kg berat badan/hari.
Kombinasi ini diberikan bersama dalam bentuk dosis tunggal
(Soedarto,2010).
5. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
Cacing ini menyebebkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Penyebaran
cacing ini diseluruh daerah katulistiwa dan ditempat lain dengan keadaan
yang sesuai, misalnya didaerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di
Indonesia yang cukup tinggi. (Hasyimi, 2010).
a. Klasifikasi Cacing tambang
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub Kelas : Phasmida
Ordo : Rhabsitida
Sub Ordo : Strongylate
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma dan Necator
Spesies : Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
(Irianto,2009).
b. Morfologi cacing tambang
Telur cacing tambang mirip satu spesies dengan spesies lainnya,
sehingga susah dibedakan. Telur bentuk lonjong, tidak berwarna berukuran
sekitar 65x40 mikron, dinding tipis, tembus sinar, dan berisi embrio yang
mempunyai empat blastomer. Cacing tambang mempunyai dua stadium larva
yaitu larva rhabditiform tidak infektif dan larva filariform infektif. Larva
rhabditiform bentuk tubuhnya agak gemuk dengan panjang sekitar 250
14

mikron dan larva filaform yang berbentuk langsing panjang tubuhnya sekitar.
600 mikron (Soedarto,2010).
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing betina
Ancylostoma duodenale ukuran 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5
mm, bentuknya menyerupai huruf C. Necator americanus berbentuk huruf S,
yang betina 9-11 x 0,4 mm dan yang jantan 7-9 x 0,3 mm. Rongga mulut
Ancylostoma duodenale mempunyai dua pasang gigi, Necator americanus
mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin pada yang jantan adalah
tunggal yang di sebut bursa copalatrix. Ancylostoma duodenale betina dalam
satu hari bertelur 10.000 butir, sedang Necator americanus 9.000 butir. Telur
dari keduan spesies ini tidak dapat di bedakan, ukurannya 40-60 mikron,
bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. (Safar,2010).

Sumber: Belajarterusbiologi.blogspot.com/2011/03/nemathelminthes.html
Gambar 2.9Cacing tambang dewasaCacing Dewasa
N.americanus,Perbesaran makroskopis

Sumber :Belajarterusbiologi.blogspot.com/2011/03/nemathelminthes.html
Gambar 2.10 Cacing dewasa A.duodenale, Perbesaran makroskopis.
15

Granula bersegmen

Dinding satu lapis


tipis
Sumber : Prianto, 2002
Gambar 2.11 Telur cacing tambang.

Anterior mulut terbuka


A B Anterior mulut terbuka

Eosofagus
Eosofagus

Posterior, ekor berujung lancip Posterior ekor berujung lancip

Sumber : Prianto, 2006


Gambar 2.12A. Larva Rabditiform, B. Larva Filariform.

c. Siklus hidup cacing tambang.


Cacing tambang dewasa hidup didalam rongga usus halus serta melekat
pada mukosa dinding usus. Cacing akan bertelur kemudian telur-telur tersebut
akan keluar bersama dengan tinja. Dalam waktu kurang lebih satu setengah
hari akan keluar larva rhabditiform kemudian apabila setelah lebih dari satu
setengah hari rhabditiform akan berubah menjadi bentuk runcing, filariform
yang mampu menembus kulit manusia. Setelah larva menembus kulit
manusia, larva akan menuju kapiler darah selanjutnya menuju jantung bagian
kanan kemudian menuju paru-paru. Dari paru-paru, larva akan menuju ke
bronchus dan trachea kemudian kelaring dan akhirnya kembali ke usus halus.
(Hasyimi, 2010).
16

Sumber : Safar, 2010


Gambar 2.13Siklus hidup Cacing Tambang.

d. Patogenesis dan gejala klinis Cacing tambang.


Larva di dalam paru menyebabkan lesi berupa bercak-bercak hemoragi.
Didalam usus cacing dewasa dengan mulutnya yang dilengkapi dengan
lempeng khitin pada Necator americanus dibagian dorsal dan dua pasang gigi
pada Ancylostoma duodenale menancapkan diri pada vili mukosa usus, yang
diisap kedalam mulut sehingga kapiler pecah, usus terluka dan keluar darah
yang kemudian masuk kedalam mulut cacing. Ada 2 pendapat yaitu cacing
menggunakan darah untuk hidupnya. Luka yang dibuat cacing akan terus
mengeluarkan darah dengan di keluarkan zat anti-beku oleh cacing. Pada
waktu melakukan kopulasi cacing-cacing jantan meninggalkan lokasinya
diusus, mencari cacing betina, sehingga terdapat luka dimana-mana yang
mengeluarkan darah. Semakin banyak cacing dewasa semakin banyak luka
yang di timbulkannya. Hal tersebut mengakibatkan anemia yang sifatnya
hipokrom normositer. (Prasetyo,2010)
e. Diagnosa
Infeksi dengan beberapa cacing tambang tidak akan menimbulkan gejala
klinik, dalam tinja segar di temukan banyak telur ciri-ciri khas, sedangkan
didalam spesimen tinja yang lama dapat di temukan larva rhabditiform atau
filariform. (Hadidjaja,2011).
17

1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Kecacingan Pada


Manusia
a) Faktor lingkungan
Area pertanian merupakan lahan yang relatif gembur karena sering
mengalami pengolahan oleh para petani untuk penaman tanaman pangan.
Lahan pertanian di desa tidak selalu berupa tanah persawahan, tetapi juga
berupa kebun di sekeliling rumah yang biasanya ditanami palawija, pohon jati
dan pohon produktif lainnya seperi pohon buah buahan. Rindangnya tanaman
ini akan membuat suasana tanah di kebun di sekeliling rumah menjadi teduh
dan sebagian tanah kebun tidak mendapat sinar matahari secara langsung.
Kondisi ini sagant disukai cacing tambang untuk perkembangbiakanya. Suhu
optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 28-30o C
sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan larva Ancylostoma duodenale
adalah 23-25oC. (Sumanto, 2010).
b) Faktor perilaku
Kebiasaan kurang baik seseorang seperti tidak menggunakan alas kaki
pada saat beraktivitas, tidak mencuci tangan sebelum makan, membiarkan
kuku tangan panjang dan kotor, yang dapat memicu terjadinya infeksi
kecacingan. (Sumanto, 2010).
c) Sanitasi sekolah
Kenyataan yang sering ditemui pada hampir sebagian besar Sekolah
Dasar dipedesaan memiliki kondisi sanitasi kamar mandi yang cukup
memprihatinkan hampir dapat dipastikan perawatan kamar mandi ini kurang
dari baik. kondisi sanitasi yang kurang baik inilah yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi cacing tambang pada anak sekolah dasar. (Sumanto, 2010).
d) Sanitasi rumah
Lingkungan rumah merupakan tempat berinteraksi paling lama dari
anggota keluarga termasuk di dalamnya adalah anak. Kondisi rumah yang
baik dalam hal sanitasi akan membantu meminimalkan terjadinya gangguan
kesehatan bagi penghuninya. Anak usia sekolah merupakan anggota keluarga
yang masih harus mendapatkan pengawasan dalam aktifitas kesehariannya.
Dalam hal kesehatan, prilaku bermain merupakan hal yang penting
18

diperhatikan dalam kaitannya dengan kondisi sanitasi lingkungan rumah.


Kondisi sanitasi lingkungan rumah yang baik tentu akan memberikan rasa
aman dan nyaman bagi anak untuk bermain. (Sumanto, 2010).
B. Kerangka konsep.
Penderita Nematoda usus
Siswa kelas 1 - 5 SDN 4 Ascaris lumbricoides,
Datarajan Kecamatan Ulu Trichuris trichiura, dan
Belu Kabupaten cacing tambang
Tanggamus. (Ancylostima duodenale dan
Necator americanus)

Anda mungkin juga menyukai