Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


SEKTOR INFORMAL

TOPIK I
Kelompok I
Lita Amalia 191000001
Muhammad Fikri 191000002
Salwa Atika 191000003
Bella Afifah Nasution 191000004
Dodi Ardiansyah Panggabean 191000005

Dosen
Dra. Lina Tarigan, Apt., MS
NIP 195908061988112001

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. Pengertian, Ruang Lingkup Kesehatan dan Sektor Informal


1.1. Pengertian Kesehatan Kerja

Pengertian kesehatan kerja adalah adanya jaminan kesehatan pada saat melakukan
pekerjaan. Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja
di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara
ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
Kesehatan kerja menurut Suma’mur didefinisikan sebagai spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit
umum.
Notoatmodjo menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah merupakan aplikasi
kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan
sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan
masyarakat sekitar perusahan tersebut. Ciri pokoknya adalah preventif (pencegahan penyakit)
dan promotif (peningkatan kesehatan). Oleh sebab itu, dalam kesehatan kerja pedomannya
ialah: “ penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah”. Dari aspek ekonomi,
penyelenggaraan kesehatan kerja bagi suatu perusahaan adalah sangat menguntungkan karena
tujuan akhir dari kesehatan kerja ialah meningkatkan produktifitas seoptimal mungkin.
Secara eksplisit rumusan atau batasannya adalah bahwa hakikat kesehatan kerja mencakup
dua hal, yakni:
1. Pertama : sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
2. Kedua : sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningkatnya efisiensi dan produktifitas.

1.2. Pengertian Sektor Informal


Pengertian sektor informal adalah pembagian sektor usaha yang biasanya dengan
skala usaha kecil. Istilah sektor informal pertama kali dikemukakan oleh Hart (1971) seorang
antropolog Inggris, dalam rangka memecahkan masalah ketenagakerjaan di Kenya, dengan
menggambaran sektor informal sebagai bagian dari angkatan kerja di kota yang ada di luar
pasar kerja yang teroganisir. Mulai saat ini, sektor informal telah disebut sebagai suatu
konsep yang memberikan harapan dan disempurnakan lagi oleh ILO (International Labour
Organization) yang mempelajari kesempatan kerja di Kenya dalam rangka program
kesempatan kerja dunia. 

Istilah sektor informal pertama kali dikemukakan  Keith Hart (1971)  antropolog
Inggris masalah ketenagakerjaan  Kenya menggambarkan sektor informal sebagai
bagian angkatan kerja kota yang berada diluar pasar tenaga terorganisasi (Mulyana, 2011).
Menurut Alma, (2001: 63) memberikan pengertian bahwa, istilah sektor informal biasanya
digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil.

Ciri lain:

1. Tidak memiliki ijin tempat usaha (biasanya hanya ijin dari RW setempat)
2. Modal tidak terlalu besar, relatif kecil
3. Jumlah pekerja tidak terlalu banyak
4. Tidak memerlukan pendidikan formal, keahlian khusus  berdasarkan pengalaman
5. Teknologi yang digunakan sangat sederhana
6. Kurang terorganisir
7. Jam usaha tidak teratur
8. Ruang lingkup usahanya kecil
9. Umumnya dilakukan  anggota keluarga
10. Jenis usaha pengrajinan ,perdagangan dan jasa
11. Hasil produksi cenderung  segmen menengah ke bawah
12. Biaya pungutan yang dikeluarkan cukup banyak.

Dalam laporan ILO tersebut dan dari berbagai penelitian tentang sektor informal di
Indonesia, telah menghasilkan 10 ciri pokok sektor informal sebagai berikut:  
1. Kegiatan usaha tidak terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak
mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor formal 
2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.  
3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. 
4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah
tidak sampai ke sektor ini.  
5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu subsektor ke lain subsektor. 
6. Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif.
7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.  
8. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man-enter prises dan kalau
mempekerjakan buruh berasal dari keluarga. 
9. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari
lembaga keuangan yang tidak resmi.  
10. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh masyarakat desa/kota yang
berpenghasilan rendah. 

Disamping itu ILO menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu lolos
dari pencacahan, pengaturan dan perlindungan oleh pemerintahan tetapi mempunyai makna
ekonomi karena bersifat kompetitif dan padat karya, memakai input dan teknologi lokal serta
beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh masyarakat lokal. Kegiatan-kegiatan inilah
yang kemudian dinobatkan sebagai sektor informal (Permatasari, 2008). Sektor informal pada
umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas seperti sangat bervariasinya bidang
kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara
perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja dan teknologi yang dipakai
relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya.

Di sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada umumnya


mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan kekurangan modal. Oleh sebab itu 
produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan
bisnis yang ada di sektor formal. Selain itu mereka yang berada di sektor informal tersebut
juga tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan fasilitas kesejahteraan. Sektor informal di
kota selama era pembangunan ini antara lain dipadati oleh kelompok migrant sekuler. Motif
utama mereka bermigrasi adalah alasan ekonomi. Hal ini didasari atas adanya perbedaan
tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di kota terdapat
kesempatan ekonomi yang lebih luas dibandingkan dengan di pedesaan (Todaro, 1999). 

Sektor informal ini memiliki banyak keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dalam
perekonomian perkotaan, bahkan nasional secara keseluruhan. Pertama-tama sektor informal
ini terkait dengan sektor pedesaan dalam pengertian kawasan atau sektor pedesaan
merupakan sumber kelebihan tenaga kerja miskin. Yang kemudian mengisi sektor informal 
di daerah perkotaan guna menghindari kemiskinan dan pengangguran di desa. 

Selain itu sektor informal juga terkait erat dengan sektor formal perkotaan dalam
pengertian sektor formal sesungguhhnya tergantung pada sektor informal dalam penyediaan
input-input produksi dan tenaga kerja murah. Keterbatasan modal kerja merupakan kendala
utama bagi kegiatan-kegiatan sektor informal. Oleh karena itu pemberian kredit lunak akan
sangat membantu unit-unit usaha kecil dalam sektor informal untuk berkembang dan
membuahkan keuntungan yang lebih banyak, sehingga pada akhirnya akan mampu
menciptakan pendapatan dan lapangan kerja yang lebih banyak lagi. Lebih dari itu sektor
informal itu sendiri telah membuktikan kemampuan dalam menciptakan lapangan kerja dan
pendapatan bagi angkatan kerja di daerah-daerah perkotaan. 

Karakteristik yang melekat pada sektor informal bisa merupakan kelebihan atau
kekuatannya yang potensial. Di sisi lain pada kekuatan tersebut tersirat kekurangan atau
kelemahan yang justru menjadi penghambat perkembangannya (growth constraints).
Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal
akan menentukan prospek perkembangan sektor informal di Indonesia.

1.3 Ruang Lingkup


1.3.1. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja Sektor Informal

Sektor informal di Indonesia tersebar luas di berbagai wilayah:

1. Kota : Industri Rumahan


a) Pedagang kecil-kecilan  warung , gorengan,bakso, siomay, paket
internet/pulsa
b) Usaha jasa  pangkas, salon, tukang jahit/sepatu /ojek,bayar listrik,telpon,air,
penyapu jalan,asisten rumah tangga

2. Desa Desa Terpencil : Home industri


a) Pedagang kecil-kecilaan c) Nelayan
b) Petani, d) Penenun

1.3.2 Ruang Lingkup Kegiatan Pelayanan Kesehatan Kerja

Berikut ini adalah ruang lingkup pelayanan kesehatan kerja yaitu:

 Pemeriksaan dan seleksi calon pekerja & pekerja


 Pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif)
 Peningkatan mutu & kondisi tempat kerja
 Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja & lingkungan kerja
 Pembentukan & pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan
kesehatan kerja
BAB II

POS PROGRAM UPAYA KESEHATAN KERJA (POS UKK)

2. Pos UKK
2.1 Definisi

Pos UKK ialah merupakan wadah untuk UKBM pada pekerja sektor informal yang
dikelola dan diselenggarkan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat pekerja melalui
pemberian pelayanan kesehatan dengan pendekatan utama promotif dan preventif, disertai
kuratif dan rehabilitatif sederhana/terbatas.

Pos UKK ini dibentuk oleh  pekerja dan memperoleh pembinaan secara terpadu oleh
Dinas Kesehatan melalui puskesmas. Kelompok pekerja yang tergabung dalam Pos UKK
perlu diupayakan pekerjaan sejenis.

Pos UKK juga dibentuk untuk mengatasi masalah pada kecelakaan kerja yang dapat
disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, tindakan tidak aman (unsafe action) seperti
tingkah laku atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan. Kedua, kondisi yang tidak
aman (unsafe condition) yaitu keadaan yang akan menyebabkan kecelakaan.

2.2 Landasan Hukum

Landasan hukum Pos Upaya Kesehatan Kerja terdapat pada Permenkes No. 100 tahun
2015 tentang Pos UKK Terintegritas. Pada peraturan ini membahas tentang upaya kesehatan
berbasis masyarakat pada pekerja sektor informal yang dikelola dan diselenggarakan dari,
oleh untuk dan besama masyarakat pekeja melalui pemberian pelayanan kesehatan dengan
pendekatan utama promotif dan preventif disertai kuratif dan rehabilitatif sedehana/terbatas
yang betjuan menurnkan insiden dan prevelensi penyakit pada pekerja (penyakit menular,
penyakit tidak menular, penyakit akibat kerja, dan kecelakaaan kerja) sehingga dapat
menimbulkan produktivitas kerja. Adapun yang dibahas dalam peraturan ini ialah persyaratan
pembentukan, sarana dan prasarana, pendanaan, pencatatan dan pelaporan, dan pembinaan,
pemantauan dan evalasi.

Dasar hukum lainnya tentang pembentukan Pos UKK diantaranya:

 Undang-undang 1945 pasal 28


 Undang-undang No. 1/1970 tentang Tenaga Kerja
 Undang-undang No. 23 Tahun 1992 pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
 Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
 Kepmenkes 128/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
 Permenaker 1758/2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Dasar
 Kemennaker tentang kewajiban melapor PAK/PAHK.

2.3 Data Pos UKK di Wilayah Sumatera Utara

Berikut data jumlah Pos UKK yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2013, diantaranya :

Kota/Kabupaten Nama Puskesmas Jumlah

Deli Serdang Namorambe 1

Deli Serdang Biru-biru 10

Deli Serdang Bangun Purba 7

Deli Serdang Tanjung Morawa 1

Pematang Siantar Tomuan 1

Berikut data jumlah Pos UKK yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2014, diantaranya :

Kota/Kabupaten Nama Puskesmas Jumlah


Deli Serdang Tanjung Morawa 1
Deli Serdang Pancur Batu 2
Labuhanbatu Utara Aek Korsik 1
Labuhanbatu Utara Tanjung Leidong 1

3. Sarana Manajemen Pos UKK

Sasaran pos kesehatan ini adalah kelompok pekerja terutama kelompok pekerja
informal. Dalam indikator Renstra Kemenkes RI Tahun 2015-2019, ditargetkan setiap
puskesmas dapat membentuk minimal 1 Pos UKK. Jenis pekerjaan informal pada umumnya
kelompok pekerja mayoritas dari kelompok nelayan, buruh,petani, pedagang dan industri
rumah tangga. 
Untuk menggerakkan kegiatan di Pos UKK dibutuhkan seorang kader Pos UKK.
Kader Pos UKK adalah kader yang berasal dari pekerjaatau kader dari
Posyandu, Posbindu dan pos kesehatan lainnya yang sudah terlatih dan/atau
bersertifikat telah mengikuti pelatihan kader kesehatan kerja serta mempunyai
kemauan dan kemampuan bekerja secarasukarela untuk meningkatkan dan
memeliharakesehatan diri sendiri dan kelompoknya agar dapat bekerja dengan
aman, sehat dan produktif dalam bekerja (Kemenkes RI, 2015).

Syarat untuk menjadi kader Pos UKK ialah:

• Anggota masyarakat pekerja yang dipilih

• Dapat membaca dan menulis huruf latin

• Tinggal di lingkungan tempat kerja tersebut

• Mau dan mampu bekerja untuk masyarakat pekerja di lingkungannya secara


sukarela

• Mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat pekerja

• Sudah dilatih dan paham prinsip-prinsip kesehatan kerja.

Tugas dan fungsi kader Pos UKK berdasarkan Permenkes No. 100 tahun 2015
sebagai berikut:

1. Mempersiapkan dan melaksanakan pertemuan tingkat desa.

2. Mempersiapkan dan melaksanakan serta membahas Survei Mawas Diri

bersama petugas Puskesmas/kesehatan dan Lembaga Masyarakat Desa (LMD).

3. Menyajikan hasil survei mawas diri dalam kelompok pekerja di desa dalam MMD.

4. Menentukan masalah dan kebutuhan kesehatan kerja dan kegiatan penanggulangan yang
dipilih pekerja dalam musyawarah pekerja.

5. Menentukan lokasi Pos UKK.

6. Melaksanakan kegiatan sehari-hari Pos UKK.

7. Melaksanakan pertemuan tingkat desa.

8. Melaksanakn SMD.
9. Melaksanakan Musyawarah Masyarakat Desa.

10. Membentuk Pos UKK.

Buruh angkut barang merupakan satu dari sekian banyak jenis pekerjaan disektor
informal. Kehadiran buruh angkut sangat berdominan terhadap kegiatan jual beli . Seperti
halnya disumatera Utara selain banyak kegiatan jual beli yang melibatkan tenaga para buruh
angkut.selain itu pekerja sektor informal yang satu ini sering dijumpai didaerah pesisir untuk
membongkar dan memuat kapal yang berlabuh didermaga. Buruh angkut pada umumnya
menggunakan tenaga yang cukup besar dan lebih dominan dilakukan disiang hari, sehingga
banyak kelainan yang mungkin dialami seperti penyakit kulit, karena cenderung
menggunakan pakaian yang basah karena keringat bahkan terkadang tidak mengenakan baju
dalam bekerja sehingga dikhawatirkan terkena kanker kulit. Penyakit tulang juga bisa dialami
karena ketidak seimbangan beban yang diangkut dengan kemampuan yang dimiliki. Tidak
sedikit juga para buruh angkut yang mengalami sesak nafas karena terpapar oleh debu dan
sangat jarang mengenakan masker dalam bekerja. Namun dalam penanganannya masih
sangat minim berhubung jarangnya ditemukan Pos UKK apabila terjadi kecelakaan kerja
terhadap pekerja seperti demikian.

4. Sarana dan Prasarana Pos UKK

Lokasi untuk pelaksanaan pos ukk harus berada di lingkungan kelompok kerja. Untuk
melaksanakan kegiatan Pos UKK Terintegrasi bisa menggunakan sarana yang tersedia (dalam
ruang atau luar ruang) baik sendiri maupun gabungan dengan usaha lain yang bisa
difungsikan untuk tempat berkumpul dan melakukan kegiatan. Peralatan dan prasarana yang
tersedia sekurangnya, terdiri dari:

1. Meja;
2. Kursi;
3. Timbangan badan;
4. Alat ukur tinggi badan;
5. Tensimeter digital;
6. Alat ukur lingkar perut;
7. Lampu senter;
8. Kotak P3K dan isinya (P3K kit);
9. Media KIE;
10. Alat tulis dan buku untuk pencatatan pelaporan;
11. Obat bebas;
12. Contoh APD sesuai dengan jenis pekerjaan;
13. Buku panduan.

5. Proses Manajemen Program Upaya Kesehatan Kerja

5.1 Perencanaan

Perencanaan upaya kesehatan kerja bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan


dan produktivitas pekerja yang dilaksanakan pada Puskesmas berdasarkan Pemenkes No. 100
tahun 2015 adalahsebagai berikut:

1 Melakukan sosialisasi di internal Puskesmas.


2 Pembentukan Tim Kesehatan Kerja yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
3 Membuat rencana kerja untuk kegiatan penyelenggaraan Pos UKK.
4 Advokasi kepada camat, kepala desa/lurah, pamong/tokoh masyarakat/tokoh agama,
pengusaha untuk mendapat dukungan/penguatan komitmen dan penyebarluasan informasi
tentang kegiatan Pos UKK serta koordinasi lintas sektor.
5 Survei Mawas Diri (SMD) dalam rangka mengumpulkan data dasar, informasi besaran
masalah pada pekerja, jumlah pekerja, jenis pekerjaan di berbagai sektor khususnya pada
kelompok usaha skala mandiri dan kecil, sarana prasaran dan sumber daya di tingkat
kecamatan/kelurahan/desa.

5.2 Pengorganisasian

Menurut Subariyah (2017) mengatakan pembentukan organisasi kepengurusan Pos


UKK merupakan syarat dasar dalam awal pembentukan Pos UKK yang telah dijelaskan
dalam Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia.
Kepengurusan Pos UKK minimal kader, sekretaris, dan anggota yang bertujuan untuk
mengurus pelaksanaan kegiatan pada Pos UKK.

Organisasi penggerak dalam pelaksanaan upaya kesehatan kerja pada Pos UKK adalah
sebagai berikut:

1. Penanggungjawab: Kepala desa/Lurah


2. Pembina: Kepala Puskesmas
3. Tenaga pelaksana: Kader
5.3 Pelaksanaan

Pelaksanaan program upaya kesehatan kerja (UKK) adalah pelayanan


kesehatan, upaya rujukan, dan pelatihan kader dan masyarakat pekerja. Berikut
penjelasan masing-masing pelaksaan program upaya kesehatan kerja:

5.3.1 Pelayanan Kesehatan Promotif

Kegiatan promotif adalah serangkaian kegiatan kesehatan yang lebih


mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan(UU No. 36 tahun
2009).Kegiatan promosi pada Pos UKK yaitu penyuluhan atau konseling
kesehatan kerja, penyebarluasan informasi tentang kesehatan kerja, penimbangan tinggi
badan dan berat badan, aktivitas kebugaran bagi pekerja, sarasehan
intervensi menuju norma sehat dalam bekerja, surveilans kesehatan kerja melalui
pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan diseminasi, dan pencatatan
dan pelaporan (Permenkes, 2015).

Promosi kesehatan juga merupakan sesuatu kegiatan yang mempunyai


masukan (input), proses dan keluaran (output). Kegiatan promosi kesehatan guna
mencapai tujuan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor. Di
samping faktor metode, faktor materi atau pesannya, petugas yang melakukannya,
juga alat-alat bantu/alat peraga atau media yang dipakai. Agar mencapai suatu
hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara
harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran) tertentu harus
disesuaikan dengan sasaran atau media. Untuk sasaran kelompok maka
metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk
sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan
kelompok(Notoatmodjo, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, 2012).

5.3.2 Pelayanan Kesehatan Preventif

Kegiatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu


masalah kesehatan/penyakit (UU No. 36 tahun 2009). Menurut Permenkes No.
100 tahun 2015, kegiatan preventif pada Pos UKK meliputi inventarisasi jenis pekerjaan,
pengenalan risiko bahaya di tempat kerja, penyediaan contoh dan
kepatuhan penggunaan APD, upaya perbaikan lingkungan kerja, pengamatan
jentik di lingkungan kerja, membantu pelaksanaan pemeriksaan kesehatan awal
dan berkala oleh petugas kesehatan, deteksi dini penyakit kusta dan TB, deteksi
dini penyakit malaria, deteksi dini faktor risiko PTM, deteksi dini Hepatitis,
HIV/AIDS, PMS yang dilakukan oleh petugas kesehatan, pemberian imunisasi TT
pada wanita usia subur, calon pengantin dan ibu hamil, dan pemberian tablet Fe
pada ibu hamil dan pekerja anemia.

5.3.3 Pelayanan Kesehatan Kuratif

Kegiatan kuratif adalah serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan


untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,
pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin (UU No. 36 tahun 2009). Kegiatan kuratif pada Pos
UKK meliputi P3K sederhana, P3P sederhana, dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan
berupa kegiatan kuratif yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan
pusling.

DAFTAR PUSTAKA

LINK INTERNET :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37909/Cover.pdf;sequence=7 (21
September 2020).

https://jateng.tribunnews.com/2019/02/25/pentingnya-pos-unit-kesehatan-kerja-dalam-
peningkatan-kesehatan-pekerja-informal (21 September 2020).

https://www.slideshare.net/patenpisan/pmk-no-100-ttg-pos-upaya-kesehatan-kerja-
terintegrasi#:~:text=4.%20Pos%20Upaya%20Kesehatan%20Kerja,preventif%2C%20disertai
%20kuratif%20dan%20rehabilitatif (21 September 2020).

http://dinkes.sidoarjokab.go.id/2019/07/20/apa-itu-pos-ukk/ (21 September 2020).

https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-data-dasar-puskesmas.html (21
September 2020).

https://pakdosen.pengajar.co.id/kesehatan-kerja/ (22 September 2020)

https://www.safetyshoe.com/artikel-pengertian-materi-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-pdf/
(22 September 2020)

BUKU :

Buku Pedoman - International Labour Organization

DR.Suma’mur PK.,MSc,, Higiene Perusahaan dan Kesehatankerja (HIPERKES).


CV.Sagung Seto,2009,JAKARTA.

Ananta dan Supriyanto, Penelitian Tentang Sektor Informal,Jurnal Ekonomi


UGM,1999,Yogyakarta

Priyandi, Yundhito. Pemetaan Potensi Pembentukan Pos Upaya Kesehatan Kerja


Terintegrasi Di Wilayah Puskesmas Jurang Mangu Kota Tangerang Selatan Tahun 2017.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kemenkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 100 tahun 2015
tentang Pos Upaya Kesehatan Kerja Terintegrasi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Kemenkes RI. (2006). Pos Upaya Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai