Anda di halaman 1dari 10

TUGAS FILSAFAT PANCASILA

AGAMA SEBAGAI SENJATA POLITIK DI NEGARA INDONESIA

Disusun oleh

Ignatius Satria Aji W

51418022

FAKULTAS EKONOMI/BISNIS

JURUSAN MANAJEMEN

Universitas Widya Mandala


Madiun

2018
ABSTRAK

Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar.Masyarakat dan bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai keragaman sosial, budaya, etnis, agama, aspirasi politik dan lain-lain,
sehingga bangsa ini secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat multikultural.
Pemahaman serta kesadara tentang multikuluralisme sebenarnya sudah muncul sejak pendiri
bangsa mendesain kebudayaan bangsa Indonesia. Tetapi pemahaman akan multikulturalisme
mulai keluar dari konsep dasar. Artinya, bagi bangsa Indonesia masa kini konsep
multikulturalisme mulai hilang. Kesadaran akan multikulturalisme dipendam atas nama
persatuan dan stabilitas Negara. Munculah kemudian paham “monokulturalisme” yang
bercirikan penyeragaman aspek, sistem politik sosial. Konsep multikulturalisme tidak dapat
begitu saja di samakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang
menjadi ciri masyarakat majemuk.Multikultural menekankan keanekaragaman kebudayaan
dalam kesederajatan.Ulasan mengenai multikulturalisme akan menyentuh berbagai
permasalahan yang mendukung ideology ini, yaitu politik, HAM, penghormatan antar
golongan minoritas , prinsip etika-moral, dan mutu produktivitas.Relasi antara agama dan
politik itu sangat dinamis, unik, menarik. Secara teori hubungan agama dan politik adalah
sejajar bukan saling mendominasi dan menguasai, tetapi saling melengkapi dan
menguntungkan satu sama lain. Tetapi di sisi lain agama dan politik bisa menjadi musuh,
dengan kata lain hubungan agama dan politik di tentukan oleh siapa yang lebih dominan di
antara keduanya

Kata Kunci : Politik agama, Konflik, Multikultural


DAFTAR ISI

TUGAS FILSAFAT PANCASILA...................................................................................................................i


AGAMA SEBAGAI SENJATA POLITIK DI NEGARA INDONESIA...................................................................i
ABSTRAK................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................iii
A. AGAMA DALAM POLITIK INDONESIA............................................................................................iii
B. POLITIK AGAMA MENURUT TEORI FILSAFAT PANCASILA.............................................................vii
C. ANALISA MASALAH MENURUT FILSAFAT PANCASILA..................................................................viii
BAB 3 KESIMPULAN...............................................................................................................................ix
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................x

Agama adalah kepercayaan pribadi yang di anut oleh semua orang.Sebagian orang memang
sangat mencintai agamanya dan membela mati-matian agama yang di anutnya tersebut,
namun cara mereka membela agamnya itu salah, di Indonesia sendiri ada berbagai macam
agama antara lain: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan Katolik, di Indonesia agama
sudah menjadi alat dan senjata untuk berpolitik, mereka menggunakan agama untuk
menjatuhkan orang lain dan membujuk orang agar tidak menyukai orang tersebut. Kita
memang bebas memilih agama apapun karena Negara Indonesia adalah Negara demokrasi
yang terikat oleh pancasila, maksudnya adalah Negara Indonesia diatur dalam 5 Sila di dalam
pancasila.

BAB 2 PEMBAHASAN

A. AGAMA DALAM POLITIK INDONESIA

Kasus ahok yang di duga melecehkan agama berawal dari pidato Ahok yang menyinggung
tentang ayat dalam agama islam di depan para nelayan dan para warga di Kepulauan Seribu
pada tanggal 30 oktober 2016.
Tidak lama setelah itu muncul cuplikan rekaman video pidato Ahok yang diunggah oleh Buni
Yani Dalam cuplikan video ahok berkata “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja
dalam hati kecil bapak-ibu enggak bisa pilih saya, ya dibohongin pake surat Al Maidah surat
51 macam-macam gitu, lho. Itu hak bapak-ibu. Ya. Jadi, kalo bapak-ibu, perasaan enggak
bisa pilih, nih, karena takut masuk neraka, dibodohin gitu, ya, enggak apa-apa. Karena ini kan
panggilan pribadi bapak-ibu. Program ini jalan saja. Ya, jadi bapak ibu-enggak usah merasa
enggak enak dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok. Enggak suka sama Ahok. Tapi
programnya, gue kalo terima, gue enggak enak dong ama dia, gue utang budi. Jangan. Kalau
bapak-ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan, lho, kena stroke,” ungghan
video itu menjadi viral dan atas tindakannya, Ahok didakwa dengan pasal berlapis, yakni
Pasal 156a atau Pasal 156 KUHP. Namun jaksa menilai Ahok terbukti dalam dakwaan
alternatif kedua, yakni menghina golongan tertentu. Ia diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun. Jaksa menuntut Ahok dipidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan
selama 2 bulan dan Buni juga menjadi tersangka atas postingan yang menimbulkan unsur
SARA yang mematik permusuhan bernuasa suku, agama, dan ras.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan video Ahok yang menyinggung surat Al-
Maidah 51 saat berbicara di Pulau Seribu adalah penistaan agama. Setelah melakukan kajian,
MUI menyebut ucapan Ahok memiliki konsekuensi hukum.

Fatwa MUI itu membuat sejumlah umat Muslim juga melaporkan Ahok ke polisi. Mereka
menganggap Ahok telah melakukan penistaan agama melalui kata-katanya. Salah satunya
Front Pembela Islam (FPI).

Di bawah kepemimpinan Muhammad Rizieq Syihab, FPI menjadi garda terdepan untuk
meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Mereka menggelar demo di depan
Balai Kota DKI Jakarta pada 14 Oktober 2016 lalu. Merasa tidak ditanggapi, mereka lantas
mengumumkan akan menggelar Demo lanjutan, aksi ini diberi nama Demo Bela Islam jilid
II, yang digelar 4 November 2016 lalu.

Demo pun digelar, masyarakat memenuhi jalan protokol di pusat pemerintahan. Seputar jalan
Medan Merdeka, hingga MH Thamrin dipenuhi lautan manusia.

Para pendemo mendesak agar Presiden Jokowi hadir dan menemui mereka, namun hingga
malam permintaan itu tak dipenuhi. Sayangnya, aksi damai yang berlangsung pada siang
harinya dirusak dengan kericuhan di depan Istana. Polisi dan pendemo terlibat bentrokan
fisik, mulai dari lemparan batu, botol hingga dibalas dengan tembakan gas air mata.

Melihat aksi mulai berlangsung anarkis, Jokowi kembali ke Istana jelang tengah malam. Dia
menggelar rapat terbatas secara mendadak. Lewat tengah malam, dia meminta rakyat agar
tenang dan tetap beraktivitas.

Di hari yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengumumkan gelar perkara akan
dilakukan secara terbuka. Kebijakan itu diambil berdasarkan permintaan Jokowi. Gelar
perkara pun dilaksanakan Selasa (15/11). Semua pihak dipanggil, termasuk anggota DPR.
Dimulai pukul 09.15 WIB, gelar perkara resmi ditutup pukul 20.30 WIB.

Esok harinya, Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan penistaan agama dari
penyelidikan menjadi penyidikan. Penyidik juga menetapkan Gubernur non-aktif DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka.

Kehebohan kasus Ahok tak sampai di situ. Usai ditetapkan sebagai tersangka, sejumlah
eleman masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Pengawal Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (GNPF-MUI) mendesak kasus Ahok segera disidangkan.

Aksi ini berlanjut dengan Aksi Bela Islam Jilid 2 yang digelar 2 Desember 2017 atau disebut
212. Inilah aksi terbesar selama ini dengan pengikut mencapai jutaan orang. Demo berikutnya
masih digelar hingga Aksi 505 yang digelar Sabtu, 5 Mei 2018.

Kasus dugaan penistaan agama ini membuat perolehan suara Ahok- Djarot amblas. Pada
putaran kedua, Anies Baswedan- Sandiaga Uno berhasil memenangkan Pilkada DKI Jakarta.

Sidang kasus Ahok berlangsung lebih dari 20 kali. Mengundang berbagai macam ahli, mulai
ahli komunikasi sampai ahli agama.

Pada sidang ke-21 yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Kementerian Pertanian,
Jakarta Selatan, ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto. Ahok divonis
lebih berat dari tuntutan. Dalam penuntutan, Ahok dituntut jaksa satu tahun penjara dengan
dua tahun percobaan.
"Terbukti secara sah melakukan tindak pidana penodaan agama, penjara 2 tahun," kata
Dwiarso.

Ahok sempat menyatakan akan banding, namun urung dilakukan. Ahok malah menyatakan
mundur dari jabatan Gubernur DKI. Permohonan pengunduran diri tersebut telah
ditandatangani mantan Bupati Belitung Timur itu tertanggal 23 Mei 2017.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, Basuki atau
akrab disapa Ahok itu langsung mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko
Widodo.

OPINI

Di jaman sekarang agama sudah di jadikan senjata politik untuk menjatuhkan orang lain.
Mereka sengaja menyebar berita-berita hoax dengan mengatas namakan agama.Banyak orang
yang memanfaatkan agama untuk kepentingan politik. Bila Negara Indonesia adalah Negara
yang multikultural tidak mungkin hal semacam ini bisa terjadi, mungkin permasalah seperti
ini bisa terjadi karena toleransi yang rendah antar masyarakat. Soekarno pernah bercita-cita
mendirikan Negara yang memiliki berbagai macam suku, agama, ras, budaya dan lain-lain.
Ancaman mendasar terhadap Negara demokratis yang multikultural adalah munculan budaya
sektarian, salah satunya perwujudan sektarian adalah sikap anti toleran terhadap “yang lain”.

Indonesia di kenal dengan keanekaragaman suku, budaya, agama, dan rasnya. Tetapi baru-
baru ini muncul konflik yang berbau tentang politik agama.Tidak dapat di pungkiri bahwa
agama memiliki peran yang sangat kuat di Indonesia. Banyak yang menyalah gunakan agama
untuk kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok mereka. Kelompok- kelompok ini
tidak segan-segan untuk menyalahgunakan agama mereka demi mencapai kepentingan
mereka sendiri.Merebaknya kelompok – kelompok sektarian di Indonesia menyebabkan
budaya multikultural di Indonesia hilang. Kelompok-kelompok inilah yang dapat
menyebabkan Negara Indonesia bisa hancur di kemudian hari.Politik dan agama memang
tidak bisa di pisahkan karena agama dan pancasila itu saling menopang satu sama lain.
Menggunakan agama untuk kepentingan politik itu di larang dalam agama manapun. Agama
mengajarkan kita tentang kebaikan-kebaikan bukan untuk menjatuhkan atau menjegal orang
lain. Sebagai contoh Gubernur DKI Jakarta yang di jegal dengan alasan bahwa orang
“Kristen” tidak layak untuk memimpin Jakarta yang mayoritasnya beragama Islam, jika
memang orang tersebut bisa atau mampu memimpin Jakarta menuju yang lebih baik mengapa
tidak? Mengapa mereka ingin memiliki pemimpin yang seagama? Bagaimana jika orang
yang seagama tersebut malah membuat Jakarta menjadi semrawut? Apakah mereka akan
tetap memilih orang yang seagama atas dasar agama yang sama? Memang pendapat setiap
orang bereda- beda, ada yang memilih pemimpin agama karena seiman ada juga orang yang
memilih pemimpin karena pemimpin tersebut karena orang tersebut memang layak untuk
menjadi pemimpin.Apakah dalam UUD kita mencantumkan “Dilarang memimpin negara jika
bukan beragama islam?” tentu di dalam UUD kita tidak mengatur hal-hal semacam itu,
Lantas mengapa mereka beranggapan bahwa yang harus memimpin Jakarta harus memeluk
agama Islam? Hal ini dapat terjadi karena faktor sektarianisme yang timbul dalam
masyarakat. Dasar untuk demokrasi ala Soekarno adalah “semua buat semua” Demokrasi
seperti ini Mengimplisitkan prinsip musyawarah dan bukanya suara terbanyak karena bagi
Soekarno suara terbanyak justru akan melahirkan kesewenang-wenangan dan penindasan atas
minoritas. Soekarno tidak lagi menyetujui penggunakan terminologi minoritas-mayoritas
dalam membangun tata demokrasi Indonesia.Mengapa? Karena terminologi itu lahir dari
kultur liberal. Sistem yang di anut oleh Soekarno adalah sistem gotong royong yang jelas
tidak akan meninggalkan kaum minoritas dan bahkan sebaliknya, gotong royong akan
merangkul semua kedalam suasana kebersamaan.

B. POLITIK AGAMA MENURUT TEORI FILSAFAT PANCASILA

Secara Ontologis : kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dasar Pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar ontologis
Pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila
Pancasila. Pancasila sebagai dasar filsafat. Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat kodrat monodualis yaitu
sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial, serta kedudukannya sebagai
makhluk pribadi yang berdiri sendiri sekaligus juga sebagai makhluk Tuhan.Manusia sebagai
pelaku berpolitik.
Kajian aksiologi : Filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas nilai praksis atau manfaat
suatu pengetahuan mengenai Pancasila. Hal ini disebabkan karena sila-sila Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, nilai-nilai dasar yang terkandung
di dalam Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh. Aksiologi
Pancasila ini mengandung arti bahwa kita membahas filsafat nilai Pancasila. Secara
aksiologi, bangsa Indonesia merupaka pendukung nilai-nilai Pancasila.

Pancasila sebagai bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap
aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan yang terakhir keadilan. Pemilkiran
filsafat kenegaraan ini bertolak dari pandangan bahwa negara meupakan suatu persekutuan
hidup manusia atau organisasi kemasyarakata, dimana merupakan masyarakat hukum.

C. ANALISA MASALAH MENURUT FILSAFAT PANCASILA

Dalam kasus “Agama sebagai senjata politik” kasus ini adalah kasus yang penting untuk di
bahas karena Negara Indonesia adalah Negara demokrasi pancasila oleh karena itu warganya
berhak memilih agamanya sesuai dengan kepercayaanya.Berikut analisa masalah menurut
filsafat Pancasila :
Pertama, Kasus agama sebagai senjata politik tersebut melanggar sila pertama pada
pancasila karena di dalam sila pertama “Ketuhanan Yang Maha ESA”karena makna pada sila
ini menjelaskan bahwa menghormati serta bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda. Di dalam kasus di atas kita tidak melihat adanya kerja
sama antara pemeluk agama malah justru mereka menjatuhkan orang yang berbeda agama
dengan mereka.
Kedua, Kasus diatas juga melanggar sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
Makna dari sila ini adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan serta
mengembangkan sikap tenggang rasa agar tidak berbuat semena-mena terhadap orang lain.
Didalam kasus diatas melanggar sila kedua karena kita sebagai sesama warga Indonesia
harusnya saling menghargai antara satu sama lain dan kita tidak boleh menjudge orang lain
hanya karena kita tidak suka dengan orang karena hal tersebut tidak adil dan melanggal sila
kedua.
Ketiga, Kasus diatas juga melanggar sila ketiga pancasila. Sila ketiga memiliki makna kita
sebagai bangsa Indonesia harus bersatu dan saling tolong menolong satu sama lain tanpa
membedakan suku, agama ,ras dan antar golongan.Di kasus diatas melanggar sila ketiga
karena terjadi deskriminasi agama terhadap orang lain.
Keempat,Kasus diatas melanggar sila keempat pancasila.Sila keempat memiliki makna
setiap warga memiliki kedudukan yang sama dan setiap warga Negara harus mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan suatu masalah.Dalam kasus di atas warga
Indonesia mendiskriminasi warga Negara lain dan mereka juga tidak melakukan musyawarah
untuk menyelesaikan masalah mereka,mereka lebih memilih melakukan demo ketimbang
bermusyawarah.
Kelima, Kasus diatas melanggar sila kelima pancasila.Sila kelima memiliki makna berusaha
menolong orang lain sesuai dengan kemanpuan kita dan menjunjung tinggi hak dan kewajban
orang lain. Kasus diatas tidak terlihat bahwa warga Negara Indonesia menolong warga yang
lain, justu malah sebaliknya mereka menjatuhkan orang tersebut dengan memfitnahnya.

BAB 3 KESIMPULAN

Negara Indonesia adalah Negara multicultural dengan berbagai ras, budaya dan agamanya.
Warga Negara Indonesia berhak memilih agamanya sesuai keinginanya atau kepercayaanya
karena Indonesia adalah Negara demokrasi. Politik di Indonesia sudah di campur dengan
agama dan banyak orang-orang menggunakan agama untuk kepentingan politik demi
mendapatkan jabatan atau digunakan untuk menjegal atau menjatuhkan orang lain demi
kepentingan mereka. Banyak pula orang-orang menggunakan agama untuk menyebarkan
hoax.Sistem politik di Indonesia sudah rusak karena sudah di campuri dengan agama.
Meskipun agama memiliki peran yang penting dalam berpolitik tetapi jika agama tersebut di
salah gunakan juga tidak baik.Soekarno juga pernah berkata bahwa Negara Indonesia tidak
menganut sistem mayoritas diatas minoritas. Politik seharusnya tidak dicampur adukkan
dengan agama.Meskipun agama dan politik saling menopang tapi agama dan politik harus di
pisahkan. Politik itu harus mendapat pembenaran dari agama. Karena jika tidak paham-
paham yang bertabrakan akan menimbulkan masalah. Gerakan sektarian pada jaman ini di
dukung oleh para elite politik demi mendapatkan kekuasaan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Dewantara, Agustinus W. 2017. Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong. Yogyakarta:


PT Kanisius

Dewantara, Agustinus W. 2017. Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini. Yogyakarta: PT


Kanisius

Dewantara, A. (2017, August 8). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.

INTERNET

Rahmadi, Dedi. Kasus Penistaan Agama Oleh Ahok. 30 Desember 2017.


https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-penistaan-agama-oleh-ahok-hingga-dibui-2-
tahun.html

Anda mungkin juga menyukai