Anda di halaman 1dari 11

© 2018 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

JURNAL ILMU LINGKUNGAN


Volume 16 Issue 1 (2018) : 35-43 ISSN 1829-8907

Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan


Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik Depapre, Jayapura

Baigo Hamuna1, Rosye H.R. Tanjung 2, Suwito3, Hendra K. Maury2 dan Alianto4

1Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Cenderawasih; e-mail: bhamuna@yahoo.com.sg


2Jurusan Biologi, Universitas Cenderawasih
3Jurusan Kimia, Universitas Cenderawasih
4Jurusan Perikanan, Universitas Papua

ABSTRAK
Kondisi kualitas air suatu perairan yang baik sangat penting untuk mendukung kelulushidupan organisme yang hidup
di dalamnya. Penentuan status mutu air perlu dilakukan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan pencemaran
kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status mutu air dan menentukan indeks pencemaran
berdasarkan parameter fisika-kimia di perairan Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura. Pengambilan sampel kualitas
air dilakukan pada bulan Oktober 2017 di lima stasiun penelitian, kemudian hasilnya dibandingkan dengan baku
mutu air laut untuk biota laut berdasarkan KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
parameter yang masih sesuai baku mutu antara lain suhu, salinitas, sulfida dan kecerahan perairan, sedangkan
parameter yang telah melampaui baku mutu antara lain pH, ammonia total, nitrat dan fosfat. Berdasarkan hasil
perhitungan indeks pencemaran menunjukkan bahwa perairan Distrik Depapre berada dalam kategori tercemar
ringan hingga tercemar sedang.
Kata kunci: Baku Mutu, Indeks Pencemaran, Kualitas Air, Parameter Fisika-Kimia, Distrik Depapre

ABSTRACT
Good water quality is extremely important to support life of organisms. The determination of water quality status was
needed as reference to monitor water pollution. This study aimed to assess the status of water quality and determine
pollution index based on physical-chemical parameters in the Depapre District waters, Jayapura Regency. Sampling
was carried out in October 2017 across five research stations, then the results were compared with water quality
standards based on KEPMEN-LH No. 51 Tahun 2004 for marine biotas. The results showed that the parameters in
according to the quality standards are temperature, salinity, sulphide and water transparency, while those that have
exceeded the quality standards are pH, total ammonia, nitrate and phosphate. Based on the calculation of pollution
index indicates that the Depapre District waters was in light pollution to medium categories.
Keywords: Depapre District, Physical-Chemical Parameters, Pollution Index, Standards, Water Quality

Citation: Hamuna, B., Tanjung, R.H.R, Suwito, Maury H.K. dan Alianto. (2018).Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran
Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35-43,
doi:10.14710/jil.16.135-43

1. Pendahuluan
sebagai tempat pembuangan sampah. Menurut
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting Siahainenia (2001) dalam Damaianto dan Masduqi
ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan (2014), akan dijumpai berbagai jenis sampah dan
dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan bahan pencemar di laut, hal tersebut tentu dapat
di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang mengakibatkan degradasi lingkungan di wilayah
beragam dan sangat produktif serta memberikan pesisir dan ekosistem di sekitarnya. Sehingga,
nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. masuknya zat-zat organik dan anorganik ke badan air
Sejalan dengan pertambahan penduduk dan secara berlebihan, berdampak buruk pada perairan
peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, laut dan menyebabkan penurunan kualitas air laut
nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi secara fisik, kimia dan biologi.
dari tekanan terhadap pesisir adalah masalah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tentang
akibat dari berbagai kepentingan di wilayah tersebut. Pengendalian Pencemaran dan/atau Pengrusakan
Berbagai kegiatan di sepanjang pesisir laut dan Laut bahwa pencemaran laut adalah masuknya atau
paradigma sebagian masyarakat pesisir, yang dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
menganggap laut
35
Jurnal Ilmu Lingkungan (2018), 16 (1): 35-43, ISSN 1829-8907

komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai informasi dasar dan output yang dapat bermanfaat
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut bagi pemerintah daerah dan masyarakat umum,
tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau khususnya mengenai kualitas air laut sehingga dapat
fungsinya. Bahan pencemar yang masuk ke wilayah dijadikan sebagai masukan dalam pengelolaan
pesisir dan laut bisa berasal dari berbagai sumber. wilayah pesisir Kabupaten Jayapura.
Keadaan fisik bahan pencemar dari suatu sumber
bisa berbeda dari sumber yang lain, dengan 2. Metode Penelitian
komposisi yang berbeda-beda pula. Dengan demikian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan juga 2017 yang berlokasi di perairan Distrik Depapre,
bervariasi. Status mutu suatu perairan merupakan Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Titik
tingkat kondisi mutu perairan yang menunjukkan pengukuran dan pengambilan sampel air laut
kondisi cemar atau kondisi baik dalam waktu sebanyak 5 stasiun dengan karakteristik yang
tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu berbeda antar tiap stasiun, yaitu:
yang telah ditetapkan. 1) Perairan pantai wisata Harlem;
Wilayah perairan pesisir dan laut Kabupaten 2) Perairan pesisir Kampung Tablasupa (pemukiman
Jayapura termasuk dalam wilayah administrasi penduduk berada di perairan);
Provinsi Papua. Dalam perkembangannya, wilayah 3) Perairan Pulau Dua;
pesisir Kabupaten Jayapura mengalami 4) Perairan lokasi pembangunan pelabuhan Depapre;
pengembangan untuk berbagai macam kepentingan 5) Perairan Kampung Depapre (pemukiman
dan peruntukan, seperti kegiatan pelabuhan, penduduk berada di daratan).
pariwisata bahari, pemukiman dan maritim serta Pengukuran kualitas air laut secara insitu pada
pengembangan budidaya laut dan perikanan. setiap stasiun dilakukan sebanyak 5 kali ulangan,
Aktivitas-aktivitas tersebut tentunya akan dimana antara titik pengukuran berjarak 10 meter.
mempengaruhi kualitas wilayah pesisir. Sedangkan untuk pengambilan sampel air laut yang
Permasalahan yang sangat dominan bagi wilayah memerlukan analisis laboratorium dilakukan dengan
pesisir, pantai dan laut adalah terjadinya pencemaran memasukkan sampel air laut ke dalam botol Niskin
yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan disimpan dalam coolbox untuk dianalisis di
dan kuantitas sumberdaya pesisir dan laut. Laboratorium Ilmu kelautan dan Perikanan,
Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, Universitas Cenderawasih (Lab. IKL) dan
hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Jayapura (Lab.
tampung dari sumberdaya perairan yang pada KESDA). Adapun jenis parameter fisika dan kimia air
akhirnya menurunkan kekayaan sumberdaya alam. laut yang diuji dalam penelitian ini, serta metode
Menurut Gholizadeh et al. (2016) bahwa setiap pengukuran dan standar analisis yang digunakan
perubahan dalam ekosistem rentan akibat kegiatan disajikan pada Tabel 1.
antropogenik yang dapat membahayakan habitat ikan Analisis data hasil pengukuran insitu dan hasil
dan organisme air lainnya. analisis laboratorium parameter kualitas air
Masuknya pencemar organik dan anorganik ke dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan
badan air perairan pesisir pantai dapat menyebabkan membandingkan hasil yang diperoleh dengan baku
kualitas perairan mengalami degradasi fungsi secara mutu kualitas air laut untuk biota laut berdasarkan
biologis. Potensi perairan pesisir pantai dan laut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
sebagai sumber pangan bagi masyarakat akan Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, yang
terganggu. Cukup tingginya aktivitas manusia yang diantaranya dikhususkan untuk kehidupan biota laut.
ada di wilayah pesisir Kabupaten Jayapura Penentuan status pencemaran ditentukan
dikhawatirkan akan memberikan dampak dengan mengggunakan indeks pencemaran menurut
pencemaran terhadap kondisi kualitas perairan. Oleh Sumiotomo dan Nerow (1970) dalam Keputusan
karena itu, untuk melestarikan fungsi pesisir dan laut Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
perlu dilakukan pengelolaan kualitas dan 2004 sebagai berikut.
pengendalian pencemaran air laut untuk kepentingan
sekarang dan mendatang serta keseimbangan
ekologis. Untuk mewujudkan peningkatan (Ci/Lij)2 +(Ci/Lij)2
MR
pengelolaan kualitas air laut salah satunya diperlukan PIj=
2
suatu kajian dan pemetaan terhadap kualitas air laut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas
perairan Distrik Depapre, Kabupaten Dimana:
Jayapura yang hanya a t untuk biota laut
difokuskan pada i dan untuk
konsentrasi beberapa r mengetahui status
parameter fisika dan l mutu kualitas air
kimia perairan yang a laut dengan
tertera pada baku mutu u menggunakan
36
© 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R, Suwito, Maury H.K., Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik
Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35-43, doi:10.14710/jil.16.1.35-43
metode Indeks L : Konsentrasi yang digunakan untuk
sebagai perairan
Pencemaran (IP) parameter biota laut dan aktivitas
tercemar. Adapun hasil
berdasarkan parameter i kualitas air lain secara ideal harus
pengukuran lapangan
tersebut. Hasil dari dalam baku memenuhi standar, baik
dan hasil analisis
C mutu secara fisik, kimia, dan
laboratorium terhadap
peruntukan air biologi. Nilai kualitas
kualitas beberapa
i (j) perairan laut yang
parameter fisika dan
: Konsentrasi melampaui ambang
kimia perairan Distrik
P parameter batas maksimum untuk
Depapre, Kabupaten
kualitas air hasil peruntukannya akan
Jayapura disajikan pada
survei digolongkan
I Tabel 2 sebagai berikut.
: Indeks
pencemaran bagi Tabel 2. Hasil
j peruntukan (j) pengukuran dan analisis
(Ci kualitas fisika dan kimia
: air laut perairan
/L
Nilai 1. 0≤PIj≤1,0 : Depapre
ij)
Ci/Li Memenuhi baku R
M
j mutu ata-Rata Hasil Pengukuran/Analisis2)
(Ci Parameter Satuan Baku
Mak (
/L Mutu1)
simu k
ij) S
m o
R n Parameter Fisika
: Kecerahan m Coral: >5 1
d
Nilai Mangrove: -
i
Ci/Li Lamun: >3
s
j i Suhu oC Coral: 28-30 29
Rata Mangrove: 28-32
-rata Lamun: 28-30
b
Parameter Kimia
a
Salinitas ‰ Coral: 33-34 3
i
Mangrove: s/d 34
k
Lamun: 33-34
) pH - 7 – 8,5 6,
Adapun hubungan 2. 1,0<PIj<5,0 : Dissolved Oxygen (DO) mg/l >5 5
tingkat ketercemaran Tercemar ringan Biochemical Oxygen Demand mg/l 20
dengan kriteria indeks 3. 5,0<PIj≤10 : (BOD5)
pencemaran Tercemar sedang Ammonia Total mg/l 0,3 11
berdasarkan Keputusan (NH3-N)
4. PIj>10 :
Menteri Negara Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015 1,
Tercemar berat
Lingkungan Hidup Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008 0
Sulfida (H2S) mg/l 0,01 0
Nomor 115 Tahun 2003
Sumber: 1)Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
tentang Penetapan
tahun 2004; 2)Analisis data tahun 2017
Status Mutu Air sebagai
berikut: 3.1. Kecerahan
proses asimilasi dalam
Perairan
Tabel 1. Parameter air, lapisan-lapisan
Kecerahan
dan metode analisis mana yang tidak keruh,
kualitas air laut merupakan tingkat
dan yang paling keruh.
transparansi perairan
Parameter Tipe Analisis Perairan yang memiliki
yang dapat diamati
Parameter Fisika: nilai kecerahan rendah
secara visual
Kecerahan Insitu pada waktu cuaca yang
menggunakan secchi
Suhu Insitu normal dapat
Parameter Kimia: disk. Dengan
memberikan suatu
Salinitas Insitu mengetahui kecerahan
petunjuk atau indikasi
pH Insitu suatu perairan kita
banyaknya partikel-
Dissolved Oxygen (DO) Insitu dapat mengetahui
partikel tersuspensi
Biochemical Oxygen Demand (BOD5) Lab. IKL sampai dimana masih
Ammonia Total (NH3-N) Lab. KESDA
dalam perairan
ada kemungkinan
Nitrat (NO3-N) Lab. KESDA tersebut.
terjadi
Fosfat (PO4-P) Lab. KESDA
Sulfida (H2S) Lab. KESDA Berdasarkan hasil Depapre masih
pengamatan, secara tergolong baik, dengan
3. Hasil dan Kualitas air laut umum tingkat tingkat kecerahan air
Pembahasan kecerahan perairan laut laut berkisar antara 2 –
37
© 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2018), 16 (1): 35-43, ISSN 1829-8907

13 meter. Sebagian yang paling mudah antar stasiun


Berdasarkan baku
besar hasil pengamatan untuk diteliti dan pengamatan. Pada
mutu air laut untuk
masih di atas baku ditentukan. Aktivitas umumnya suhu
biota laut dalam
mutu air laut untuk metabolisme serta permukaan perairan
Keputusan Menteri
biota laut dalam penyebaran organisme adalah berkisar antara
Negara Lingkungan
Keputusan Menteri air banyak dipengaruhi 28 – 31°C (Nontji,
Hidup No. 51 tahun
Negara Lingkungan oleh suhu air (Nontji, 2005). Kisaran suhu
2004, maka suhu
Hidup No. 51 tahun 2005). Suhu juga sangat hassil pengukuran
perairan laut Depapre
2004, kecuali pada berpengaruh terhadap tersebut juga masih
masih berada dalam
stasiun 5 (perairan kehidupan dan dalam kisaran nilai suhu
batas normal dan
Kampung Depapre) pertumbuhan biota air, permukaan laut bulanan
sesuai dengan
dengan tingkat suhu pada badan air di perairan Jayapura
kebutuhan untuk
kecerahan hanya 2 dipengaruhi oleh yang berkisar antara 25
metabolisme biota laut
meter dan berada musim, lintang, waktu – 31°C dengan suhu dan ekosistem pesisir
dibawah nilai baku dalam hari, sirkulasi dominan berkisar laut seperti karang,
mutu kualitas air laut, udara, penutupan awan antara antara 27 – 29°C lamun dan mangrove.
dimana pada stsiun 5 dan aliran serta (Hamuna et al., 2015).
tersebut tidak terdapat kedalaman air. Suhu
3.3. Salinitas
karang dan lamun, dan perairan berperan
Salinitas adalah
didominasi oleh mengendalikan kondisi
konsentrasi seluruh
substrat lumpur. ekosistem perairan.
larutan garam yang
Rendahnya tingkat Peningkatan suhu
diperoleh dalam air
kecerahan pada stasiun menyebabkan
laut, dimana salinitas
5 disebabkan karena peningkatan
air berpengaruh
banyaknya suplai dekomposisi bahan
terhadap tekanan
sedimen dan partikel organik oleh mikroba
osmotik air, semakin
yang terlarut, bahan (Effendi, 2003).
tinggi salinitas maka
organik dan anorganik Kenaikan suhu dapat
akan semakin besar
melalui aliran run off menyebabkan
pula tekanan
dari daratan dan stratifikasi atau
osmotiknya (Gufran
menyebabkan tingkat pelapisan air,
dan Baso, 2007 dalam
kekeruhan perairan stratifikasi air ini dapat
Widiadmoko, 2013).
yang tinggi. Menurut berpengaruh terhadap
Perbedaan salinitas
Davis (1995) dalam pengadukan air dan
perairan dapat terjadi
Widiadmoko, (2013), diperlukan dalam
karena adanya
kemampuan cahaya rangka penyebaran
perbedaan penguapan
matahari untuk oksigen sehingga
dan presipitasi.
menembus sampai ke dengan adanya
Hasil pengukuran
dasar perairan pelapisan air tersebut di
salinitas di perairan
dipengaruhi oleh lapisan dasar tidak
laut Depapre tidak
kekeruhan (turbidity) menjadi anaerob.
terlalu berbeda jauh
air. Oleh karena itu, Perubahan suhu
antar stasiun
tingkat kecerahan dan permukaan dapat
pengamatan (30 –
kekeruhan air laut berpengaruh terhadap
34‰) dan dapat
sangat berpengaruh proses fisik, kimia dan
dikatakan bahwa nilai
pada pertumbuhan biologi di perairan
yang didapatkan
biota laut. Tingkat tersebut
bersifat heterogen
kecerahan air laut (Kusumaningtyas et al.,
dengan variasi nilai
sangat menentukan 2014).
yang tidak terlalu besar
tingkat fotosintesis Hasil pengukuran kecuali salinitas pada
biota yang ada di suhu permukaan laut stasiun 5. Nilai salinitas
perairan laut. langsung secara tersebut tidak berbeda
langsung di lapangan jauh dengan nilai
3.2. Suhu Perairan (insitu), diperoleh salinitas perairan
Suhu perairan bahwa suhu perairan Indonesia, dimana
merupakan salah satu Depapre yang relatif secara umum
faktor yang amat sama yaitu berkisar permukaan perairan
penting bagi kehidupan antara 29,2 – 29,7°C. Indonesia rata- rata
organisme di perairan. Keadaan suhu perairan berkisar antara 32 –
Suhu merupakan salah yang diperoleh 34‰ (Dahuri et al.,
satu faktor eksternal cenderung relatif sama 1996).
38
© 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Hamuna, B., Tanjung, R.H.R, Suwito, Maury H.K., Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di Perairan Distrik
Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35-43, doi:10.14710/jil.16.1.35-43
Rendahnya baku mutu dan tidak membahayakan Umumnya oksigen
salinitas pada stasiun bisa untuk kelangsungan hidup dijumpai pada lapisan
5 (perairan Kampung pertumbuhan biota organisme karena akan permukaan karena
Depapre) disebabkan laut secara optimal, mengganggu proses oksigen dari udara di
karena adanya suplai seperti karang dan metabolisme dan dekatnya dapat secara
air tawar melalui lamun serta kegiatan respirasi. langsung larut berdifusi
aliran sungai yang budidaya biota laut, Berdasarkan ke dalam air laut
bermuara di perairan namun masih sesuai Keputusan Menteri (Hutabarat dan Evans,
laut. Seiring dengan untuk pertumbuhan Negara Lingkungan 1985). Kebutuhan
pendapat Hutabarat mangrove. Hidup No. 51 tahun organisme terhadap
dan Evans (1984) 2004, pH perairan oksigen terlarut relatif
bahwa daerah estuaria 3.4. pH (Derajat Depapre lebih rendah bervariasi tergantung
adalah daerah dimana Keasaman) dari baku mutu yang pada jenis, stadium dan
kadar salinitasnya Derajat keasaman dianjurkan untuk biota aktifitasnya (Gemilang
berkurang karena (pH) merupakan laut (kecuali stasiun 4). et al., 2017).
adanya pengaruh air logaritma negatif dari Rendahnya pH hasil Hasil pengukuran
tawar yang masuk dan konsentrasi ion-ion pengukuran dapat saja DO pada stasiun
juga disebabkan oleh hidrogen yang terlepas terjadi karena pH di pengamatan cukup
terjadinya pasang dalam suatu cairan dan suatu perairan bervariasi berkisar
surut di daerah itu. merupakan indikator dipengaruhi oleh antara 5,1 – 5,6 mg/l.
Keragaman salinitas baik buruknya suatu beberapa faktor antara Pada setiap stasiun
dalam air laut akan perairan. pH suatu lain aktivitas fotosintesa pengambilan data, nilai
mempengaruhi jasad- perairan merupakan biota laut, suhu dan DO yang diperoleh
jasad hidup akuatik salah satu parameter salinitas perairan. menandakan perairan
berdasarkan kimia yang cukup Kisaran pH hasil dalam kondisi sangat
kemampuan penting dalam pengukuran yang baik, dan masih
pengendalian berat memantau kestabilan diperoleh tersebut memenuhi standar baku
jenis dan keragaman perairan (Simanjuntak, masih dapat ditolerir mutu air laut dalam
tekanan osmotik. 2009). Variasi nilai pH karena memiliki selisih Keputusan Menteri
Berdasarkan baku perairan sangat yang cukup kecil dari Negara Lingkungan
mutu air laut dalam mempengaruhi biota di baku mutu minimum Hidup No. 51 tahun
Keputusan Menteri suatu perairan. Selain yaitu sekitar 0,1 – 0,42. 2004 untuk kehidupan
Negara Lingkungan itu, tingginya nilai pH Selain itu, menurut biota laut dengan nilai
Hidup No. 51 tahun sangat menentukan Odum (1971) bahwa DO >5 mg/l, sehingga
2004, sebagian besar dominasi fitoplankton nilai pH antara 6,5 – 8,0 konsentrasi DO di
nilai salinitas pada yang mempengaruhi sebagai batas aman pH perairan Depapre masih
stasiun pengamatan tingkat produktivitas perairan untuk tergolong masih sesuai
masih sesuai dengan primer suatu perairan kehidupan biota di untuk biota laut. DO
baku mutu air laut dimana keberadaan dalamnya. perairan Depapre bisa
untuk biota laut. dikatakan masih lebih
Salinitas pada stasiun fitoplankton 3.5. Dissolved Oxygen baik untuk mendukung
5 lebih rendah dari (DO) kehidupan biota laut
didukung oleh Oksigen terlarut dimana pada setiap
ketersediaanya nutrien perairan dekat muara (Dissolved Oxygen/DO) stasiun pengamatan
di perairan laut sungai, serta Silalahi et adalah total jumlah masih memenuhi baku
(Megawati et al., 2014). al. (2017) yang oksigen yang ada mutu bila dibandingkan
pH perairan mendapatkan pH (terlarut) di air. DO dengan hasil penelitian
depapre hasil perairan Maruni dibutuhkan oleh semua di perairan Papua yang
pengukuran relatif Manokwari berkisar jasad hidup untuk dilaporkan oleh Erari et
lebih rendah bila antara 7 – 8,3. Menurtu pernapasan, proses al.
dibandingkan dengan Dojlido dan Best (1993) metabolisme atau
pH hasil dari beberapa bahwa pH air laut relatif pertukaran zat yang
penelitian di perairan lebih stabil dan kemudian menghasilkan
Papua. Misalnya hasil biasanya berada dalam energi untuk
penelitian Erari et al. kisaran 7,5 dan 8,4, pertumbuhan dan
(2012) yang kecuali dekat pantai. pembiakan. Disamping
mendapatkan pH Nilai pH yang ideal bagi itu, oksigen juga
perairan Teluk Youtefa perairan adalah 7 – 8,5. dibutuhkan untuk
yang berkisar antara Kondisi perairan yang oksidasi bahan-bahan
6,28 – 8,7 di bagian laut sangat basa maupun organik dan anorganik
dan 7,25 – 7,76 di sangat asam akan dalam proses aerobik.

39
© 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2018), 16 (1): 35-43, ISSN 1829-8907

(2012) dan Silalahi et Biochemical merupakan parameter


al. (2017) dimana pada Oxygen Demand (BOD) umum yang dapat
beberapa stasiun merupakan suatu digunakan untuk
pengamatan karakteristik yang menentukan tingkat
menunjukkan menunjukkan jumlah pencemaran air dari
konsentrasi DO oksigen terlarut yang suatu sumber
perairan laut di bawah diperlukan oleh pencemaran.
baku mutu untuk biota mikroorganisme Berdasarkan kriteria
laut. tingkat pencemaran
Menurut untuk dari nilai BOD5, maka
Subarijanti (2005) perairan laut Depapre
dalam Kadim et al. mengurai tergolong dalam
(2017), kandungan tingkat pencemaran
oksigen dalam air yang atau mendekomposisi rendah hingga sedang.
ideal adalah antara 3 – bahan organik dalam Semakin tingginya
7 mg/l. Konsentrasi kondisi aerobik. BOD konsentrasi BOD
DO yang lebih tinggi adalah angka indeks mengindikasikan
pada stasiun 1 dan 2 untuk tolak ukur bahwa peraian tersebut
(5,6 mg/l) pencemar dari limbah telah tercemar,
kemungkinan yang berada dalam sedangkan konsentrasi
disebabkan karena suatu perairan. Makin BOD yang tingkat
pada kedua stasiun besar kosentrasi BOD pencemarannya masih
pengukuran tersebut suatu perairan, rendah dan dapat
terdapat biota vegetasi menunjukan dikategorikan sebagai
laut (lamun) yang konsentrasi bahan perairan yang baik.
cukup banyak. Kondisi organik di dalam air Tingkat pencemaran
tersebut sesuai dengan juga tinggi (Yudo, rendah jika nilai BOD5
pernyataan Salmin 2010). 0 – 10 mg/l,
(2005) bahwa sumber Hasil pengukuran sedangkan tingkat
utama oksigen dalam BOD5 (sekitar 70 – pencemaran sedang
suatu perairan berasal 80% dari nilai BOD jika nilai BOD5 10 – 20
hasil fotosintesis total) pada stasiun mg/l (Salmin, 2005).
organisme yang hidup pengamatan berkisar 8
dalam perairan –
tersebut, selain dari 13 mg/l. Nilai BOD5
proses difusi dari yang diperoleh masih
udara bebas. berada dibawah
Kandungan DO pada standar maksimum
suatu perairan sangat BOD5 yang dianjurkan
berhubungan dengan untuk biota laut dalam
tingkat pencemaran, Keputusan Menteri
jenis limbah dan Negara Lingkungan
banyaknya bahan Hidup No. 51 tahun
organik di suatu 2004 untuk kehidupan
perairan. Oleh karena biota laut dengan nilai
maksimal 20 mg/l.
itu, berdasarkan
BOD5 perairan
konsentrasi DO yang
Depapre masih dalam
diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa keadaan normal bila
dari nilai DO perairan dibandingkan dengan
laut Depapre tergolong BOD5 di perairan Teluk
dalam kategori tingkat Youtefa Tayapura yang
pencemaran rendah telah melebihi baku
dengan nilai DO mutu BOD5 di
>5 mg/l (Wirosarjono, perairan, yaitu lebih
1974 dalam Salmin, dari 27 mg/L di
2005). perairan muara sungai
dan sekitar 270 mg/l di
3.5. Biochemical perairan laut Teluk
Oxygen Demand Youtefa (Erari et al.,
(BOD5) 2012).
Parameter BOD
40
© 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
3.7. Ammonia Total (NH3-N) tidak).
Limbah merupakan salah satu masalah yang
harus ditangani dengan baik karena limbah dapat
mengandung bahan kimia yang berbahaya dan
beracun. Salah satu bahan kimia yang umum
terkandung dalam limbah adalah ammonia (NH3)
(Bonnin et al., 2008). Kadar ammonia dalam air laut
sangat bervariasi dan dapat berubah secara cepat.
Ammonia dapat bersifat toksik bagi biota jika
kadarnya melebihi ambang batas maksimum.
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi
ammonia total di perairan laut Depapre dari hasil
analisis berkisar 0,8 – 11,6 mg/l. Berdasarkan
standar baku mutu ammonia total dalam untuk biota
laut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 51 tahun 2004, maka konsentrasi ammonia total
di perairan Depapre sudah melebihi standar standar
baku mutu ammonia total di perairan laut yang
dianjurkan sebesar 0,3 mg/l untuk biota laut.
Sebagaimana diketahui bahwa ammonia merupakan
salah satu parameter pencemaran organik di
perairan, jika konsentrasi ammonia di perairan
terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi dapat
diduga adanya pencemaran (Alarest dan Sartika
(1987) dalam Widiadmoko (2013). Berdasarkan hasil
analisis, hanya pada stasiun 3 yang memiliki
konsentrasi ammonia total yang tergolong rendah
dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini dapat saja
disebabakn karena posisi stasiun 3 yang sedikit lebih
jauh dari wilayah pesisir. Apabila dibandingkan
dengan konsentrasi ammonia total di perairan lain di
Papua, maka didapatkan hasil yang relatif sama
dengan konsentrasi ammonia total di perairan Teluk
Youtefa Jayapura yang berkisar antara 0,5 – 16,1 di
perairan laut dan 1,2 – 10,1 di sekitar muara sungai
(Erari et al., 2012), serta lebih tinggi dibandingkan di
perairan Maruni Manokwari yang berkisar antara 0,1
– 2,4 mg/l (Silalahi et al., 2017).
Tingginya konsentrasi ammonia total di
perairan Depapre sebagian besar diduga berasal dari
limbah pemukiman dan pembuangan manusia dan
hewan dalam bentuk urin, dimana pemukiman
penduduk sebagian besar berada di wilayah pesisir
dan laut. Selain itu, secara alami senyawa ammonia di
perairan juga dapat berasal dari hasil metabolisme
hewan dan hasil proses dekomposisi bahan organik
oleh bakteri. Kadar ammonia yang tinggi dapat
diindikasikan adanya pencemaran bahan organik
yang berasal dari limbah domestik, limbah industri,
maupun limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).
Lebih lanjut menurut Effendi (2003) bahwa sumber
ammonia di perairan adalah hasil pemecahan
nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen
anorganik yang terdapat dalam air, juga berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota
akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba
dan jamur. Lebih lanjut menurut Effendi (2003),
meningkatnya kadar ammonia di laut berkaitan erat
dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai
(baik yang mengandung unsur nitrogen maupun
3.8. Fosfat (PO4-P) menyebabkan eutrofikasi. Menurut Anhwange (2012)
Fosfat (PO4-P) merupakan salah satu unsur bahwa tingkat maksimum fosfat yang disarankan
esensial bagi metabolisme dan pembentukan untuk sungai dan perairan yang telah dilaporkan
protein. Fosfat yang merupakan salah satu senyawa adalah 0,1 mg/l. Perairan yang nilai fosfatnya lebih
nutrien yang sangat penting di laut. Di perairan laut, dari 0.1 mg/l sebagai perairan eutrof, dimana
fosfat berada dalam bentuk anorganik dan organik perairan ini sering terjadi blooming fitoplankton
terlarut seta partikulat fosfat (Moriber, 1974 dalam (Subarijanti, 2005 dalam Kadim et al., 2017). Selain
Affan, 2010. Fosfat merupakan zat hara yang itu, dari hasil analisis diperoleh bahwa stasiun 3 yang
dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan berjarak cukup jauh dari wilayah pesisir memiliki
metabolisme fitoplankton dan organisme laut konsentrasi fosfat yang lebih rendah dibandingkan
lainnya dalam menentukan kesuburan perairan, stasiun lainnya. Menurut Hutagalung dan Rozak
kondisinya tidak stabil karena mudah mengalami (1997), pola sebaran yang menunjukkan konsentrasi
proses pengikisan, pelapukan dan pengenceran. yang lebih tinggi ke arah pantai ini disebabkan oleh
Distribusi fosfat dari daerah lepas pantai ke daerah dekatnya perairan dari sumber masukan fosfat dari
pantai menunjukkan konsentrasi yang semakin daratan. Pengaruh daratan terhadap masukan fosfat
tinggi menuju ke arah pantai. Thomas (1955) dalam ke perairan tersebut terlihat sangat besar.
Kadim et al. (2017), fosfor menjadi faktor pembatas Selain secara alami, sumber fosfat di perairan
yang sangat penting di perairan produktif dan tidak Depapre diduga berasal dari bersumber dari aktifitas
produktif, fosfor memainkan peranan penting dalam manusia, seperti buangan limbah domestik, dan
determinasi jumlah fitoplankton. kegiatan lainnya serta limpahan air dari aktifitas
Berdasarkan hasil analisis, konsentrasi pertanian masyarakat yang telah berlangsung dalam
kandungan fosfat pada stasiun pengukuran berkisar waktu yang lama, mengingat belum ada kawasan
0,016 – 1,19 mg/l. Nilai tersebut menandakan industri di sekitar lokasi penelitian. Menurut Moriber
bahwa kandungan fosfat di perairan Depapre telah (1974) dalam Affan (2010) bahwa senyawa fosfat di
melebihi standar baku mutu air laut untuk biota laut perairan berasal dari sumber alami seperti erosi
sebagaimana dalam Keputusan Menteri Negara tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan.
Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu 0,015 Konsentrasi meningkat dengan masuknya limbah
mg/l. Kondisi tersebut dapat berbahaya bagi biota domestik, industri dan pertanian atau perkebunan
laut yang hidup dalam perairan Depapre dan bisa yang banyak mengandung fosfat, hancuran bahan
organik dan mineral-mineral fosfat.
3.9. Nitrat (NO3-N) konsentrasi nitrat untuk biota laut adalah 0,008 mg/l.
Nitrat (NO3-N) adalah bentuk nitrogen utama di Hanya konsentrasi nitrat pada stasiun 2 yang masih
perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrient memenuhi baku mutu untuk biota laut. Kondisi ini
senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan sangat membahayakan biota laut, karena menurut
dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di Effendi (2003) bahwa konsentrasi nitrat-nitrogen
perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan
perkembangan organisme perairan apabila didukung terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan dan
oleh ketersedian nutrient. Nitrifikasi yang merupakan selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan
proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat tumbuhan air secara pesat (blooming). Cukup
adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan tingginya konsentrasi nitrat di perairan depapre
berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi ammonia
menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri nitrosomonas,
sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan
oleh nitrobacter (Effendi, 2003).
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi
nitrat di stasiun pengukuran berkisar 0,009 – 0,54
mg/l. Konsentrasi nitrat yang diperoleh pada
penelitian ini relatif hampir sama dengan perairan
Papua lainnya, seperti yang dilaporkan oleh Silalahi
(2017) bahwa konsentrasi nitrat di perairan Maruni
Manokwari berkisar antara 0,1 – 0,8 mg/l.
Berdasarkan kandungan nitrat, perairan Depapre
termasuk dalam perairan oligotrofik dengan kadar
nitrat antara 0 – 1 mg/l, Konsentrasi nitrat-nitrogen
pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari
0,1 mg/l (Effendi, 2003).
Berdasarkan baku mutu kandungan nitrat di
perairan dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, maka
kandungan nitrat di perairan Depapre sebagian besar
telah melebihi baku mutu, dimana standar baku mutu
dapat disebabkan oleh masukan bahan organik yang dengan standar baku mutu air laut untuk biota laut
tinggi dari aktivitas daratan yang dapat berupa erosi sebagaimana dalam Keputusan Menteri Negara
daratan, masukan limbah rumah tangga, limbah Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, yaitu 0,01
pertanian berupa sisa pemupukan dan lainnya yang mg/l. Rendahnya nilai tersebut menunjukkan masih
terbawa ke perairan laut. Menurut Casali et al. sedikitnya limbah rumah tangga yang mengandung
(2007) bahwa dampak dari kegiatan pertanian akan sulfida yang terbuang ke perairan laut. Selain itu,
menghasilkan limpasan, sedimen nitrat dan fosfat. diduga juga karena rendahnya proses pembusukkan
bahan-bahan organik yang mengandung belerang
3.10. Sulfida (H2S) oleh bakteri anaerob dan juga sebagai hasil reduksi
Sulfida (H2S) merupakan gas yang dihasil dari dengan kondisi anaerob terhadap sulfat oleh
dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme (Triana, 2005 dalam Apriliana et al.,
bakteri anaerob dan merupakan gas yang sangat 2014).
berbahaya bagi biota perairan serta menghasilkan
bau yang tidak enak. Penyumbang terbentuknya 3.11. Indeks Pencemaran Perairan Depapre
hidrogen sulfida berbesar yaitu kawasan Penentuan status mutu air pada perairan
pemukiman, pelabuhan dan industri. Sulfida yang Depapre didasarkan atas metode indeks pencemaran.
tidak terionisasi bersifat toksik terhadap kehidupan Suatu perairan dikatakan tercemar apabila tidak
biota perairan. dapat digunakan sesuai dengan peruntukaannya
Hasil analisis untuk konsentrasi sulfida pada secara normal. Hasil analisis nilai indeks pencemaran
perairan Depapre menunjukkan kandungan sulfida masing-masing stasiun pada penelitian ini
mempunyai nilai yang sama antar stasiun selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
pengukuran yaitu 0,003 mg/l dan masih sesuai

Gambar 1. Grafik indeks pencemaran perairan Depapre, Kabupaten Jayapura


Berdasarkan hasil perhitungan indeks kimia di pantai timur Kabupaten Bangka Tengan.
pencemaran (IP) pada Gambar 1, maka dapat Spektra, 10(2), 99-113.
diketahui bahwa semua stasiun pengamatan sudah Anhwange, B.A., Agbaji, E.B., and Gimba, E.C. 2012. Impact
keadaan tercemar ringan hingga sedang, dimana Assessment of Human Activities and Seasonal
hanya stasiun 3 termasuk dalam kategori tercemar Variation on River Benue, within Makurdi Metropolis.
ringan. Perbedaan tersebut dapat saja disebabkan Journal of Science and Technology, 2, 248-254.
karena posisi stasiun 3 yang merupakan pulau yang Apriliana, R., Rudiyanti, S., dan Purnomo, P.W. 2014.
Keanekaragaman jenis bakteri perairan dasar
tidak berpenghuni dan berlokasi cukup jauh dari
berdasarkan tipe tutupan permukaan perairan di
wilayah pesisir atau daratan, sehingga dampak dari Rawa Pening. Diponegoro Journal of Maquares, 3(2),
hasil aktifitas masyarakat di daratan sedikit 119-128.
berkurang. Hal ini dapat ditunjukkan dengan Bonnin, E.P., Biddinger, E.J., and Botte, G.G. 2008. Effect of
konsentrasi dari beberapa parameter lingkungan catalyst on electrolysis of ammonia efflents. Journal of
seperti ammonia total, fosfat dan nitrat memiliki Power Sources, 182, 284-290.
konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan stasiun Casali, J.R., Gimenez, J., Diez, J., Álvarez Mozos, J., de
lainnya, dimana 4 stasiun pengamatan lainnya Lersundi, D.V., Goni, M., Campo, M.A., Chahor, Y.,
Gastesi, R., and Lopez, J. 2010. Sediment production
merupakan daerah dengan tingkat aktifitas
and water quality of watersheds with contrasting land
masyarakat yang cukup tinggi. use in Navarre (Spain). Agricultural Water
Pada kategori tercemar ringan diperoleh nilai Management, 97, 1683–
indeks pencemaran 3,04 pada stasiun yang cukup 1694.
jauh dari wilayah pesisir, sedangkan kategori Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J. 1996.
tercemar pada wilayah pesisir diperoleh nilai indeks Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
pencemaran antara 6,25 – 7,69. Sebagian besar Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.
parameter yang telah melampaui baku mutu untuk Damaianto, B., dan Masduqi, A. 2014. Indeks pencemaran
biota laut antara lain pH, ammonia total, nitrat dan air laut pantai utara Kabupaten Tuban dengan
parameter logam. Jurnal Teknik Pomits, 13(1), 1-4.
fosfat. Walaupun belum ada kejadian eutrofikasi yang
Dojlido, J.R., and Best, G.A. 1993. Chemistry of Water and
dilaporkan hingga saat ini di perairan Distrik Water Polution. England: Ellis Horwood Ltd.
Depapre, kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan Erari, S.S., Mangimbulude, J., dan Lewerissa, K. 2012.
karena ammonia total, nitrat dan fosfat merupakan Pencemaran organik di perairan pesisir Pantai Teluk
parameter-parameter lingkungan yang mengandung Youtefa Kota Jayapura, Papua. Prosiding Seminar
zat hara dan nutrien yang apabila terdapat dalam Nasional Kimia Unesa 2012, C327-C340. Surabaya, 25
konsentrasi yang tinggi dan bahkan terus meningkat Pebruari 2012.
di perairan laut maka akan menyebabkan terjadinya Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Cetakan
eutrofikasi (blooming) yang sangat berbahaya bagi
Kelima. Yogjakarta: Kanisius.
biota laut lainnya. Gemilang, W.A., dan Kusumah, G. 2017. Status indeks
pencemaran perairan kawasan mangrove berdasarkan
penilaian fisika-kimia di pesisir Kecamatan Brebes
4. Kesimpulan Jawa Tengah. EnviroScienteae, 13(2), 171-180.
Gholizadeh, M.H., Melesse, A.M., and Reddi, L. 2016. A
Kondisi perairan Distrik Depapre berdasarkan hasil comprehensive review on water quality parameters
perhitungan indeks pencemaran tergolong dalam estimation using remote sensing techniques. Sensors,
kategori tercemar ringan dan tercemar berat. 16(8), 1298.
Perairan Pulau Dua termasuk dalam kategori Hamuna, B., Paulangan, Y.P., dan Dimara, L. 2015. Kajian
tercemar ringan, sedangkan perairan Pantai Harlem, suhu permukaan laut mengunakan data satelit Aqua-
Kampung Tablasupa, Kampung Depapre dan MODIS di perairan Jayapura, Papua. Depik, 4(3), 160-
167.
pelabuhan Depapre tergolong dalam kategori
Hutabarat, S., dan Evans, S.M. 1984. Pengantar Oseanografi.
tercemar sedang. Parameter lingkungan yang masih Jakarta: Universitas Indonesia Press.
sesuai dengan baku mutu untuk biota laut antara lain Hutagalung, H.P., dan Rozak, A. 1997. Penetuan Kadar
suhu, salinitas, DO, BOD5, sulfida dan kecerahan Nitrat. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota.
(kecuali perairan dekat muara sungai di Kampung Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi.
Depapre), sedangkan parameter yang telah Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
melampaui baku mutu antara lain pH, ammonia total, Kadim, M.K., Pasisingi, N., dan Paramata, A.R. 2017. Kajian
kualitas perairan Teluk Gorontalo dengan
fosfat dan nitrat. Peningkatan parameter-parameter
menggunakan metode STORET. Depik, 6(3), 235-241.
yang telah melampaui batas maksimum baku mutu Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan
berasal dari sumber alami dan limbah domestik dari Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003
aktifitas masyarakat cukup tinggi. tentang Penetapan Status Mutu Air.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
DAFTAR PUSTAKA 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Affan, J.M. 2010. Analisis potensi sumberdaya laut dan
kualitas perairan berdasarkan parameter fisika dan
Kusumaningtyas, M.A., Bramawanto, R., Daulat, A., dan
Pranowo, W.S. 2014. Kualitas perairan Natuna pada
musim transisi. Depik. 3(1), 10-20.
Megawati, C., Yusuf, M., dan Maslukah, L. 2014. Sebaran
kualitas perairan ditinjau dari zat hara, oksigen
terlarut dan pH di perairan selatan Bali Bagian
Selatan. Jurnal Oseanografi, 3(2), 142-150.
Nonji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Philadelphia: W.B
Sounders Company Ltd.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Pengrusakan Laut.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen
biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk
menentukan kualitas perairan. Oseana, 30(3), 21-26.
Silalahi, H.N., Manaf, M., dan Alianto. 2017. Status mutu
kualitas air laut Pantai Maruni Kabupaten Manokwari.
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik, 1(1), 33-42.
Simanjuntak, M. 2009. Hubungan faktor lingkungan kimia,
fisika terhadap distribusi plankton di perairan
Belitung Timur, Bangka Belitung. Journal of Fisheries
Sciences, 11(1), 31-45.
Widiadmoko, W. 2013. Pemantauan Kualitas Air Secara
Fisika dan Kimia di Perairan Teluk Hurun. Bandar
Lampung: Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung.
Yudo, S. 2010. Kondisi kualitas air Sungai Ciliwung di
Wilayah DKI Jakarta ditinjau dari parameter organik,
amoniak, fosfat, deterjen dan bakteri coli. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 6(1), 34-42.

Anda mungkin juga menyukai