Anda di halaman 1dari 10

HARTA YANG BOLEH

DIHUTANGKAN
DI

OLEH:

KELOMPOK : 10
NAMA : RIZKI MUNAZAR
ZULFA FUADI
LIZA AFRAH

PERGURUAN TINGGI ISLAM


AL-HILAL SIGLI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Harta yang boleh dihutangkan”
dengan sebaik-baiknya. Adapun tujuan penulisan ini untuk menuntaskan tugas mata
pelajaran.

Penulis menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal
ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis  miliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Sigli, Agsutus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

A. Latar Belakang ...................................................................................


B. Rumusan Masalah...............................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................

A. Pengertian Harta.................................................................................
B. Harta yang boleh dihutangkan............................................................

BAB I PENUTUP................................................................................................

A. Kesimpulan ........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki. Ia termasuk
salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa harta atau secara khusus
makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, Allah SWT menyuruh
manusia untuk memperolehnya, memilikinya dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia
dan Allah melarang berbuat sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu.

Pemakalah kali ini akan menjelaskan definisi harta itu sendiri menurut para ulama
fuqaha, selanjutnya akan menjelaskan mengenai dalil-dalil yang memerintahkan manusia
agar mencari harta, dan juga fungsi harta itu sendiri bagi kehidupan umat manusia.

B.Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini
adalah “Untuk Lebih Paham Tentang Aspek Mengenai Harta”.

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka


dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

1.Pengertian Harta

2.Harta yang boleh di hutangkan


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HARTA

Harta dalam bahasa arab disebut al-maal, yang merupakan akar kata dari lafadz ___
yang berarti condong, cenderung, dan miring.
Dalam al-Muhith dan Lisan Arab, menjelaskan bahwa harta merupakan segala sesuatu
yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Dengan demikian
unta, kambing, sapi, tanah, emas, perak, dan segala sesuatu yang disukai oleh manusia dan
memiliki nilai (qimah), ialah harta kekayaan. 1
-Ibnu Asyr- mengatakan bahwa “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak,
tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki

Sedangkan harta (al-maal), menurut Hanafiyah


“ialah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan memungkinkan untuk
disimpan hingga dibutuhkan”2

Maksud pendapat di atas definisi harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang
bernilai dan dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan, tidak dapat
dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat termasuk dalam katagori sesuatu yang dapat
dimiliki, ia tidak termasuk harta. Sebaliknya tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang
tidak mungkin dipunyai tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari.
Begitu juga tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang pada gahlibnya tidak dapat
diambil manfaatnya, tetapi dapat dipunyai secara kongrit dimiliki, seperti segenggam tanah,
setetes air, seekor lebah, sebutir beras dan sebagainya.
Dengan demikian, konsep harta menurut Imam Hanafi yaitu segala sesuatu yang
memenuhi dua kriteria :

Pertama : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya menurut ghalib.
Kedua : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya secara kongkrit
(a’ayan) seperti tanah, barang-barang perlengkapan, ternak dan uang

1
Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal112.
2
ibid Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal113.
Menurut Jumhur Ulama’ Fiqh selain Hanafiyyah mendefinisikan konsep harta sebagai
berikut :

Dari pengertian di atas, Jumhur Ulama’ memberikan pandangan bahwa manfaat


termasuk harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan dzatnya. Intinya bahwa
segala macam manfaat-manfaat atas sesuatu benda tersebut dapat dikuasai dengan menguasai
tempat dan sumbernya, karena seseorang yang memiliki sebuah mobil misalnya, tentu akan
melarang orang lain mempergunakan mobil itu tanpa izinnya. 3
Maksud manfaat menurut Jumhur Ulama’ dalam pembahasan ini adalah faedah atau
kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak seperti mendiami rumah atau mengendarai
kendaraan. Adapun hak, yang ditetapkan syara’ kepada seseorang secara khusus dari
penguasaan sesuatu, terkadang dikaitkan dengan harta, seperti hak milik, hak minum, dan lain
lain. Akan tetapi terkadang tidak dikaitkan dengan harta, seperti hak mengasuh dan lain-lain.
Menurut Imam as-Suyuthi harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah meninggalkannya.
Jika baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang itu mungkin masih bermanfaat
bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi mereka. 4
Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep harta yang disampaikan
Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka mendefinisikan bahwa benda dan manfaat-
manfaat itu adalah kesatuan dalam katagori harta kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak
paten, hak mengarang, hak cipta dan sejenisnya.
Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang ditegaskan
oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk
keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang kongkrit. Dengan demikian tidak
termasuk di dalamnya pemilikan semata-semata atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini,
beliau menganalogikan konsep harta dalam persoalan waris dan wakaf, sebagaiman al-Kasyf
al-Kabir disebutkan bahwa zakat maupun waris hanya dapat terealisasi dengan menyerahkan
benda (harta atau tirkah dalam hal waris) yang kongkrit, dan tidak berlaku jika hanya
kepemilikan atas manfaat semata, tanpa menguasai wujudnya.

3
Ibid hal 115

4
Ibid hal 115
B. Harta Yang Boleh Dihutangkan

Qardh adalah akad pinjaman yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama pada waktu
yang disepakati. Secara teknis, pinjaman ini diberikan oleh seseorang atau lembaga keuangan
syariah pada orang lain yang kemudian digunakan untuk kebutuhan yang mendesak.
Pembayarannya bisa dilakukan dengan diangsur atau lunas sekaligus.

Menurut Bank Indonesia, qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan
kewajiban peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu. Qard berlaku tanpa imbalan karena meminjamkan uang dengan
imbalan adalah riba. Riba Qardh tidak boleh dilakukan karena akad Qardh dalam islam
bertujuan untuk tolong-menolong dan bukan untuk mengambil keuntungan. Pada dasarnya
riba Qardh adalah hasil keuntungan yang didapatkan dari tambahan pembayaran pokok
pinjaman yang disyaratkan oleh peminjam, sehingga pemberi utang akan mendapatkan
kelebihan dari si penerima utang.

Contohnya saja, apabila ada pihak A yang meminjamkan uang sebesar 5 juta rupiah namun
kemudian meminta imbalan imbalan kepada pihak B sebesar 6 juta rupiah tanpa kejelasan
kelebihan uang satu juta tersebut digunakan untuk apa dan kenapa harus dibayarkan, hal
inilah yang disebut sebagai riba Qardh.

Syarat dan Rukun Qardh

Qardh dapat berlaku dengan sah jika semua pihak yang terlibat memenuhi syarat dan
rukunnya. Berikut syarat dan rukun dalam akad qardh:

Peminjam (muqtaridh). Pihak peminjam harus seorang yang Ahliyah mu’amalah, yang berarti
harus baligh, berakal waras, dan tidak mahjur (secara syariat tidak diperkenankan mengatur
hartanya sendiri).

Pemberi pinjaman (muqridh). Pihak pemberi pinjaman haruslah seorang Ahliyat at-Tabarru’
(layak bersosial), dengan arti mempunyai kecakapan dalam menggunakan hartanya secara
mutlak menurut pandangan syariat. Dalam qardh, seorang muqridh meminjamkan dananya
tanpa paksaan dari pihak lain.

Dalam perbankan syariah, qardh dijalankan sebagai fungsi sosial bank. Dananya biasa berasal
dari dana zakat, infaq, dan sadaqah yang dihimpun dari aghniya’ atau dari sebagian
keuntungan bank.
Barang/utang (Mauqud ‘Alaih). Barang yang digunakan sebagai obyek dalam qardh harus
dapat diakad salam. Dengan bisa diakad salam, maka barang tersebut dianggap sah untuk
dihutangkan.

Ijab qabul (shighat). Ucapan dalam ijab qabul harus dilakukan dengan jelas dan dapat
dipahami oleh kedua pihak, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Dalam perbankan syariah, akad Qardh memiliki beberapa syarat sebagai berikut:

Bank, yaitu pihak yang menyediakan dan meminjamkan uang.

Nasabah, pihak yang meminjam uang tersebut dari bank.

Proyeksi atau gambaran usaha, penjelasan mengenai tujuan terjadinya ikatan Al-Qardh atau
akad Qardh.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa benda yang
tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat
tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan pokok yang
diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi harta diantaranya kesempurnaan ibadah
mahdzah,memelihara dan meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan
dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi sepuluh bagian.

PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Dan pastinya makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008


Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.
Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001

Anda mungkin juga menyukai