Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Idul Adha, Qurban, dan Hikamahnya

Diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah


PRAKTEK IBADAH

Dosen Pengampuh : MEA SUHERMAN, S.Pd.,M.Pd.,Kons.

DISUSUN OLEH :

Nama : Dadan Hamdani


Nim : 19201956

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM YAPISHA GARUT


2019 M/ 1441 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya
yang telah dilimpahkan bagi kita , sehingga kami dapat merangkai kata dalam menyajikan
makalah “PRAKTEK IBADAH IDUL ADHA, QURBAN DAN HIKMAHNYA” ini dapat diselesaikan
dengan baik.
           
Penyusunan karya tulis ini di latar belakangi oleh keinginan penulis untuk
memberikan informasi seputaran “PRAKTEK IBADAH IDUL ADHA, QURBAN DAN
HIKMAHNYA” kepada para pembaca. Penulisan Karya Ilmiah ini berdasarkan fakta yang ada
di sekitar kita yang mungkin tidak kita sadari. Kami berharap Karya tulis Ilmiah ini dapat
membimbing para pembaca agar memahami dan berpartisipasi dalam masalah praktek
ibadah.

Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Karya Ilmiah yang disusun ini
masih belum atau jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat kami butuhkan untuk lanjutan penyempurnaan penyusunan Karya Ilmiah berikutnya.

Akhir kata, tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas segala bentuk dukungan data
dari berbagai pihak dan buku demi kelangsungan penyelesaian dalam penulisan Karya
Ilmiah  yang kami buat ini
                       
                       

                                                                                                                       
Penyusun ,
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
a. Sejarah Idul Adha (Idul Qurban) dan Ibadah di Bulan Dzulhijah..............................2
b. Pengertian Qurban dan Pengamalannya.................................................................5
c. Hikmah Qurban........................................................................................................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................................9
B. Daftar Pustaka.......................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perintah berqurban diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan untuk
seluruh umat islam berlaku sampai akhir zaman, perintah berqurban mulai pada tahun
kedua hijrah bersamaan dengan perintah mengerjakan shalat sunnat dua hari raya (Idul Fitri
dan Idul Adha).
Hari raya Idul Adha erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah kurban dan ibadah haji.
Dalam rangkaian ibadah tersebut erat kaitannya dengan nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim
adalah seorang nabi yang memiliki posisi mulia dalam agama Samawi. Qurban yang
disyari’at pada umat Nabi Muhammad SAW. Ini untuk mengingatkan kembali nikmat Allah
SWT kepada Nabi Ibrahim as, karena taat dan patuhnya kepada Allah Tuhan Yang Maha
Esa dan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Perintah tersebut kemudian
dilaksanakan oleh Rasulullah saw. dan beliau selalu berqurban selama sepuluh tahun,
hingga beliau meninggalkan dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Idul Adha dan apa saja amalan-amalan yang ada di dalamnya?
2. Bagaimana pengertian qurban dan pengamalannya?
3. Apakah hikmah dari berqurban?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah Idul Adha dan apa saja amalan-amalan yang ada di dalamnya?
2. Untuk mengetahui pengertian qurban dan pengamalannya?
3. Untuk mengetahui hikmah dari berqurban?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Idul Adha (Idul Qurban) dan Ibadah di Bulan Dzulhijah
1. Sejarah Idul Adha (Idul Qurban)
Idul Adha disebut juga Idul Qurban atau hari raya qurban, karena pada hari itu
dilaksanakan ibadah qurban, yaitu menyembelih hewan ternak yang sudah ditentukan.
Idul Adha dirayakan pada tanggal 10 bulan Dzulhijah dengan mengerjakan shalat Idul Adha
dan penyembelihan hewan qurban. Ibadah ini disyariatkan pada tahun pertama Nabi
Muhammad SAW. sampai di Madinah. Disebutkan dalam hadis sebagai berikut:
Artinya: Dari ‘Aisyah diriwayatkan bahwa, beliau mengatakan: Rasulullah saw. bersabda:
Idul Fitri adalah hari ketika orang berbuka puasa dan Idul Adha adalah hari ketika orang
menyembelih qurban”)HR at-Turmudzi(.[1]
Di setiap merayakan Idhul Adha, kita sesungguhnya diajak berpikir sejenak tapi mendalam
maknanya. Utamanya dalam upaya untuk mengenang keteladanan Nabiyullah Ibrahim a.s.
dan Siti Hajar a.s. ketika ingin mendapatkan hingga melahirkan, mendidik dan mengasuh
anak shalih putra Nabi Ibrahim yang bernama Ismail tersebut dan pada akhirnya juga
menjadi salah satu nabi Allah SWT.
Ibadah penyembelihan hewan qurban yang menjadi bagian dari syari’at Islam yang selalu
dilaksanakan setelah shalat Ied setiap tahun adalah bentuk penjelmaan dari keshalihan,
ketaqwaan, dan keikhlasan nabi Ismail kepada Tuhannya. Sejarahnya sejalan dengan pola
asuh demokratis bernuansa Islami sebagaimana ditunjukkan Nabi Ibrahim sebagai orang tua
ketika ia bermimpi diperintah Allah SWT. untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi
Ismail as. Nabi Ibrahim tidak lantas menyembelih putranya begitu saja, tetapi ia justru
mengajak dialog dan memberi tawaran sekaligus meminta masukan dan bahkan
persetujuan anaknya.
Apa dan bagaimana respon putra dari Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail? Ternyata Nabi Ismail
as. sebagai putra Nabi Ibrahim menyambut baik dengan penuh Ikhlas menerima tawaran
ayahandanya untuk disembelih sebagai pembuktian cintanya kepada Allah SWT. melebihi
segalanya, yang kemudian diganti Allah dengan domba. Inilah cerita dibalik peristiwa
penyembelihan hewan qurban serta merupakan suatu perwujudan sikap keshalehan,
ketaqwaan, dan keikhlasan Nabi Ismail yang diabadikan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat
102 dan sejarah hidupnya menjadi napak tilas pelaksanaan haji sampai hari ini dan akhir
hayat nanti. Subhanallah.[2]
2
2. Ibadah di Bulan Dzulhijah
a. Memperbanyak amal saleh
Rasulullah saw. memberikan tuntunan agar pada awal-awal bulan Zulhijjah umat
Islam meningkatkan amal saleh dan memperbanyak bacaan tahlil, tahmid dan takbir.
Hal ini berdasarkan hadis-hadis Nabi saw. sebagai berikut:
Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. diriwayatkan bahwa beliau bersabda: Tiada
hari-hari yang lebih disukai Allah untuk beribadat kepada-Nya daripada sepuluh hari
(permulaan) bulan Zulhijjah, berpuasa setiap hari sebanding dengan puasa satu tahun
dan shalat pada malam harinya sama dengan shalat pada Lailatul-Qadar” [HR at-Turmudzi,
Ibnu Majah dan al-Baihaqi].[3]

b. Puasa Arafah
Puasa Arafah ialah puasa yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijah, pada saat kaum
muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji wukuf di Padang Arafah. Sedangkan bagi
kaum muslimin yang sedang wukuf di Arafah dilarang berpuasa. Puasa Arafah dapat
menghapus dosa selama dua tahun, yang lalu dan yang akan datang. Hal ini berdasarkan
pada hadis berikut:
Artinya: Dari Qatadah diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: Puasa
pada hari Arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun yang lalu dan yang akan datang,
sedang puasa Asyura dapat menghapus dosa tahun yang lalu [HR. Jamaah ahli hadis kecuali
al-Bukhari dan at-Turmudzi].
Artinya: Dari Abu Haurairah diriwayatkan bahwa ia berkata: Rasulullah saw. Melarang puasa
pada hari Arafah bagi orang yang sedang wukuf di Arafah [HR. Ahmad dan Abu Dawud].[4]

c. Takbir Idul Adha


Takbir adalah ekspresi kesadaran terhadap keagungan asma Allah dan kenisbian
manusia di hadapan-Nya serta sebagai tanda syukur atas petunjuk yang diberikan-Nya.
Takbir juga merupakan syiar agama Islam. Takbir dapat dilakukan di masjid-masjid, di
rumah-rumah dan di jalan-jalan, baik oleh mereka yang mukim maupun mereka yang
musafir. Dalam pelaksanaan takbir (di masyarakat lebih dikenal dengan sebutan takbiran)
umat Islam diharapkan tetap dapat menjaga ketertiban umum. Ucapan takbir itu adalah:
Artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha
Besar, Allah Maha Besar dan segalapuji bagi Allah.[5]
3
d. Berhias dengan Memakai Pakaian Bagus dan Wangi-wangian
Orang yang menghadiri shalat Idul Adha baik laki-laki maupun perempuan dituntunkan
agar berpenampilan rapi, yaitu dengan berhias, memakai pakaian bagus (tidak harus mahal,
yang penting rapi dan bersih), dan wangi-wangian sewajarnya.
e. Tidak Makan Sejak Fajar Sampai Dengan Selesai Shalat Idul Adha
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri adalah agar tidak
disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha
dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera
disembelih dan dinikmati setelah shalat Id.
f. Dianjurkan Berangkat Dengan Berjalan Kaki dan pulang melalui jalan lain
Artinya: Diriwayatkan dari Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya dari
kakeknya, bahwasanya Nabi saw mendatangi shalat ‘Id dengan berjalan kaki dan beliau
pulang melalui jalan lain dari yang dilaluinya ketika pergi. (HR. Ibnu Majah)[6]
g. Shalat dengan Dihadiri Semua Umat Islam
Idul Adha merupakan peristiwa penting dan hari besar Islam yang penuh berkah dan
kegembiraan. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat ini dihadiri oleh semua orang Muslim,
baik tua, muda, dewasa, anak-anak, laki-laki dan perempuan, bahkan perempuan yang
sedang haid, juga diperintahkan oleh Nabi saw supaya hadir. Hanya saja mereka tidak ikut
shalat dan tidak masuk ke dalam shaf shalat, namun ikut mendengarkan pesan-pesan Idul
Adha yang disampaikan oleh khatib.
Artinya: Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah al-Anshariyah ia berkata: Rasulullah saw.
Memerintahkan kami untuk menyertakan gadis remaja, wanita yang sedanh haid, dan
wanita pingitan. Adapun wanita yang sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat
shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya dan dakwah yang disampaikan khatib
bersama kaum muslimin [HR. Ahmad][7]
4
B. Pengertian Qurban dan Pengamalannya
1. Pengertian Qurban
Kata qurban berasal dari qaruba-yaqrubu-qurbanan yang berarti hampir, dekat, atau
mendekati. Qurban yang dalam bahasa Arabnya disebut sebagai udh-hiyah merupakan
bentuk jama’ dari kata dlahiyah yang berarti binatang sembelihan, yang disembelih pada
hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah) dan hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijah) dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah, karena datangnya hari raya tersebut dengan niat semata-
mata karena Allah SWT. Qurban disebut juga sebagai nahr (ibadah qurban).[8]
Hal ini sesuai dengan ungkapan As-Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh as-Sunnah, Jilid III, hal 197.
mengatakan bahwa:
“Al-Udhhiyyah adalah nama bagi binatang yang disembelih baik unta, sapi dan
kambing pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq untukmendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala”.[9]

2. Dasar Hukum Qurban


Dasar hukum berqurban adalah berdasarkan firman Allah SWT. dan hadis Rasulullah saw. :
a. Surat Al-Kautsar (108): 02
Artinya: Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS. Al-Kautsar ayat 2).
b. Surat Al-Hajj (22): 36
Artinya: Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian daripada syi’ar
Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah olehmu nama
Allah ketika kamu menyembelih dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian
apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang-orang
yang tidak minta-minta dan orang-orang yang minta-minta. Demikianlah Kami
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS.Al-Hajj:
36)[10]
c. Hadis Nabi
Artinya: Rasulullah saw. Bersabda: Tidak ada amal manusia yang lebih disukai Allah pada
hari nahr (selain) daripada mengalirkan darah (berqurban). Sesungguhnya orang yang
berqurban itu datang pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu dan kuku binatang
qurbannya dan sesungguhnya darah yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada
Allah sebelum mengalir ke tanah. Maka sucikanlah dirimu dengan berqurban” [HR at-
Turmudzi].[11]
Seluruh ulama sepakat bahwa berqurban merupakan amaliyah ibadah yang disyari’atkan.
Mereka hanya berbeda dalam hal kedudukan hukum qurban ini. Sebagian mengatakan
hukumnya wajib, sebagian lagi mengatakan hukumnya sunnat, sunnat muakkad dan
sunnat kifayah.
5
Menurut Imam Malik berqurban itu wajib bagi orang yang mampu atau yang kuat
ekonominya. Menurut Imam Abu Hanifah berqurban itu wajib bagi orang yang bermukim
(tidak bepergian/musyafir) dan yang mempunyai kesanggupan ekonomi/biaya. Menurut
Imam Syafi’ie berqurban itu merupakan sunnat muakkad bagi orang-orang yang mempunyai
kemampuan ekonomi/biaya.[12]
3. Hewan Qurban
Hewan yang dapat dijadikan sebagai hewan qurban adalah bahimah al-an’am (hewan
ternak) yang meliputi: kibas, biri-biri, domba atau kambing, sapi atau kerbau, dan unta.
Hewan ternak tersebut memenuhi syarat (sah) dijadikan qurban apabila:

Kibas, biri-biri atau domba, sudah berusia satu tahun atau lebih atau telah tanggal gigi
depannya.
Kambing, sudah berusia dua tahun atau lebih.
Sapi atau kerbau, sudah berusia dua tahun atau lebih, minimal telah memasuki tahun
ketiga.
Unta, sudah berusia lima tahun dan memasuki tahun ke enam.[13]

Disamping memenuhi persyaratan umur, hewan yang akan dijadikan qurban juga harus
dalam keadaan:

Sehat, bertanduk lengkap (al-aqran), gemuk badannya atau berdaging (samin), dan warna
putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya (al-amlah).
Tidak cacat secara fisik seperti buta (al-‘auraa) walau hanya sebelah, pincang, terlalu
kurus, berkudis, rontok giginya, telinga, terpotong ekornya, yang semua kecacatan tersebut
tampak jelas terlihat.
Tidak dalam keadaan hamil (mengandung)[14]
4. Jumlah Hewan Qurban
Pada prinsipnya perintah berkurban ditujukan kepada satu orang, yaitu satu ekor kambing
atau domba untuk satu orang, dan satu ekor unta, sapi atau kerbau untuk tujuh orang.
Namun demikian ada kebolehan berkurban atas nama keluarga, yaitu satu ekor kambing
atau domba untuk satu orang dan keluarganya. Apabila seseorang atau satu keluarga
ingin berkurban dengan satu unta, satu orang ingin berkurban dengan dua kambing dan
seterusnya, hal ini dibolehkan bahkan dianjurkan, sesuai dengan perbuatan Nabi
Muhammad saw. yang berkurban dengan dua ekor kambing. [15]
6
5. Waktu Penyembelihan Hewan Qurban
Waktu penyembelihan kurban adalah pada hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (hari
Tasyriq). Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam, keduanya diperbolehkan.
Namun menurut Syekh Al-Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih
baik. Kemudian, para ulama sepakat bahwa menyembelih kurban tidak boleh dilakukan
sebelum terbitnya fajar di hari Idul Adha. Waktu yang paling utama untuk penyembelihan
hewan kurban adalah pada pagi hari Idul Adha (tanggal 10 Dzul Hijjah). Hal ini menjadi jalan
bagi shohibul qurban untuk mendapatkan keutamaan melakukan amal shalih di sepuluh
hari pertama bulan DzulHijah.[16]
6. Penyembelih Qurban
Orang yang menyembelih hewan qurban diutamakan shahibul qurban (orang yang
berqurban) sendiri, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw. Apabila shahibul qurban
tidak mampu untuk menyembelih sendiri hewan qurbannya, penyembelihan bisa
dilakukan (diwakilkan) oleh orang lain. [17]
7. Tata Cara Menyembelih Hewan Qurban
Adapun tata cara penyembelihan hewan kurban harus memenuhi tata cara penyembelihan
dan syarat-syaratnya yaitu:
- Menggunakan alat yang tajam dan sesuai.
- Rebahakan tubuh hewan dengan lambung kirinya dengan muka menghadap kiblat.
- Ikat semua kakinya dengan tali, kecuali kaki sebelah kanan bagian belakang.
- Letakkan kaki (si penyembelih) ke atas atau leher atau muka hewan, agar hewan
tidak dapat menggerakkan kepalanya.
- Menyembelih hewan qurban dengan menyebut nama Allah, membaca shalawat,
takbir, dan berniat qurban untuk dirinya atu orang lain (jika mewakili).
Niat qurban untuk diri sendiri:
Artinya: Ya Allah inilah (qurbanku), ni’mat pemberian-Mu dan disampaikan kepada-Mu.
Maka terimalah dariku.
Niat qurban untuk orang lain:
Sebutkan nama orang berqurban.
- Mulai menyembelih dengan memutus dua urat nadi yang ada di leher hewan
qurban[18]
8. Pembagian Hewan Qurban
Kalau kita perhatikan sejumlah hadits yang menyangkut pembagian daging qurban, jelaslah
bahwa tidak seluruh daging qurban itu dibagikan kepada fakir miskin. Kecuali qurban yang
dilakukan karena nadzar, maka daging qurbannya seluruhnya diserahkan kepada fakir
miskin (yang berqurban tidak boleh mengambil bagiannya).
7
Seluruh daging qurban yang ada sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian yang timbangannya
tidak sama. Sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk dihadiahkan dan sebagian lagi
untuk disedekahkan kepada fakir miskin, dan yang disedekahkan ini porsinya harus lebih
banyak.[19]
C. Hikmah Qurban
Hikmah disyariatkannya berqurban antara lain;
1. Sebagai ungkapan syukur kepada Allah yang telah memberikan ni’mat yang banyak
kepada kita.
2. Bagi orang yang beriman kepada Allah, dapat mengambil pelajaran dari keluarga nabi
Ibrahim as. yaitu:
a. Kesabaran nabi Ibrahim dan putranya Ismail as. ketika keduanya menjalankan perintah
Allah.
b. Mengutamakan ketaatan kepada Allah dan mencintai-Nya dari mencintai diri dan
anaknya.
3. Sebagai realisasi ketaqwaan seseorang kepada Allah
4. Membangun kesadaran tentang kepedulian terhadap sesama, terutama terhadap
orang miskin.[20]
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hari raya Idul Adha merupakan hari raya umat Islam setelah Idul Fitri yang di dalamnya
terdapat tradisi qurban, Shalat Id, dan lain sebagainya yang selalu diperingati setiap tanggal
10 Dzulhijah. Di dalamnya terdapat pula amalan-amala yang hanya bisa ditemui di Idul
Adha. Seperti puasa Arafah, takbir, dzikir, qurban, dan lain sebagainya. Suatu hari yang di
dalamnya terdapat peristiwa penyembelihan nabi Ismail as. Oleh ayahnya nabi Ibrahim yang
kemudian digantikan dengan domba.
Qurban adalah penyembelihan hewan sesembelihan yang diadakan di hari raya Idul Adha
dan hari-hari tasyrik dengan ketentuan tertentu dan semata-mata karena Allah. Yang di
dalamnya juga terkandung hikmah yang sangat besar.
9
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin. Kurban dan Idul Adha. Yogyakarta: Rumah Tajdid. 2016.
Baits, Ammi Nur. Panduan Praktis Qurban. E-book, www.yufid.com.
Mahfud, Choirul. Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, Vol I, No. 6. Surabaya:
ITS dan LKAS. 2013.
Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah. Tuntunan Idain dan Kurban.
Yogyakarta: Rumah Tajdid. 2005..
Rasyidi dan Aserani Kurdi. Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban. Tabalong: Lembaga
Pengembangan Da’wah Tertulis. 2007.
10
[1] Amirudin, Kurban dan Idul Adha (Yogyakarta: Rumah Tajdid, 2016), 7.
[2] Chorul Mahfud, Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, Vol I, No. 6
(Surabaya: ITS dan LKAS, 2013), 11.
[3] Amirudin, Kurban dan Idul Adha, 3.
[4] Ibid., 5.
[5] Ibid., 6.
[6] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Kurban
(Yogyakarta: Rumah Tajdid, 2005), 9.
[7] Ibid., 10.
[8] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban (Tabalong: Lembaga
Pengembangan Da’wah Tertulis, 2007), 1.
[9] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Qurban, 17.
[10] Amirudin, Kurban dan Idul Adha, 22.
[11] Ibid., 23.
[12] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban, 4-5.
[13] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Kurban, 20.
[14] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban, 3 dan 15.
[15] Amirudin, Kurban dan Idul Adha, 26-27.
[16] Ammi Nur Baits, Panduan Praktis Qurban (E-book, www.yufid.com), 20-21.
[17] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Qurban, 23.
[18] Ibid., 24-25.
[19] Rasyidi dan Aserani Kurdi, Tuntunan Ringkas Ibadah Kurban, 32-33.
[20] Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Tuntunan Idain dan Qurban, 20.
11

Anda mungkin juga menyukai