Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN INVESTGASI WABAH

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA


CAMPAK

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Yonathan Siswo Pratama 1610221022
Indah Putri Permatasari 1610221068
Meula Puspitasari Aulia 1610221037
Desti Winda Utami 1610221028
Saraswati Qonitah Thifal 1610221065
Luthfi Khairul 1610221080

Pembimbing :
Arwinda Nugraheni, SKM, M.Epid

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 11 SEPTEMBER-4 NOVEMBER 2017
ARTIKEL
Kota Sukabumi ditetapkan jadi daerah KLB campak

Sukabumi (ANTARA News) - Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, menetapkan Kota


Sukabumi, Jawa Barat menjadi daerah kejadian luar biasa (KLB) penyakit campak
yang mayoritas menjangkiti anak di bawah umur dan balita.
"Kami beserta pihak puskesmas dan posyandu sudah berupaya mengedukasi warga
bahwa vaksin imunisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah asli dan aman, namun
sayangnya masih banyak warga yang belum sadar akan pentingnya imunisasi
campak," kata Kepala Dinkes Kota Sukabumi, Ritanenny di Sukabumi,Jumat.
Menurutnya, setelah dilakukan investigasi epidemologi oleh petugas dinkes dan
puskesmas se-Kota Sukabumi, ke setiap rumah warga diketahui terdapat sekitar 70
anak yang terkena penyakit campak se-Kota Sukabumi. 
Seluruh anak yang terkena penyakit tersebut sampel darahnya sudah diambil, serta
sudah dikirim ke PT Bio Farma untuk dilakukan uji laboratorium. 
Selain itu, dari 70 anak yang terkena penyakit tersebut, sebanyak 67 anak
dinyatakan positif yakni sebanyak 60 anak dari Kota Sukabumi dan tujuh anak dari
Kabupaten Sukabumi, tetapi yang tinggal di Kota Sukabumi.
"Atas dasar tersebut, kami menetapkan kasus penyakit campak ini menjadi KLB
campak. Sedangkan yang menjadi salah satu dasar dan alasannya sebab kasusnya
selama 2 bulan terakhir mengalami peningkatan," tambahnya.
Rita mengatakan setelah kasus penyakit tersebut ditangani dan ditanggulangi,
sampai saat ini tidak terjadi komplikasi dan kematian pada anak yang terserang
penyakittersebut. 
Dikatakannya, sebenarnya penyakit campak ini dapat dicegah yakni dengan
memberi imunisasi campak kepada anak sebanyak tiga kali yakni saat usia
sembilan bulan, 24 bulan dan pada anak usia Kelas 1 SD.

Editor: Tasrief Tarmizi

2
I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masalah kesehatan yang masih menjadi prioritas di Indonesia adalah penyakit


menular, salah satu penyakit menular ada yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
yaitu campak. Campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus campak
dengan gejala prodormal seperti demam, batuk, coryza/pilek dan konjungtivitas,
kemudian diikuti dengan munculnya ruam makulopapuler yang menyeluruh diseluruh
tubuh. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh secret
orang yang telah terinfeksi. Campak lebih banyak menyebabkan keparahan pada anak-
anak di bawah lima tahun (balita). Hal ini disebabkan karena sistem imun belum
matang pada usia muda.
Berdasarkan data statistik WHO (2010) menyebutkan bahwa 1% kematian
pada anak usia dibawah lima tahun disebabkan oleh campak. Virus campak
menyebar melalui udara dengan penyebran droplet, kontak langsung, melalui sekret
hidung atau tenggorokan dari orang- orang yang terinfeksi dikarenakan ada orang yang
tidak vaksinasi campak. Infeksi virus campak terdapat di sebagian besar masyarakat
metropolitan dengan keadaan endemis dan mencapai proporsi untuk terjadi KLB
setiap 2-3 tahun.
Setiap tahun diperkirakan terdapat 30 juta kasus campak di dunia dengan
777.000 kasus kematian dan 202.000 kasus diantaranya berasal dari area Asia
Tenggara (Depkes, 2006). Indonesia termasuk negara berkembang yang insiden kasus
campaknya cukup tinggi pada tahun 2010 terdapat 16.529 kasus campak dan
dilaporkan Incidence Rate campak sebesar 0,73 per 10.000 penduduk.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2010) dilaporkan
incidence rate campak sebesar 2,21 per 10.000 penduduk. Jumlah kasus yang terjadi
pada KLB campak sebanyak 1759 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 6
kasus. Dari data Kota Sukabumi diketahui kasus campak menimbulkan KLB
campak dimana terjadi disepanjang tahun dan terdapatnya kematian akibat kasus
campak pada tahun 2010 sebanyak 2 orang.

3
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran besarnya masalah KLB campak yang terjadi di
Kota Sukabumi.
b. Tujuan Khusus
- Untuk memastikan apakah telah terjadi KLB campak
- Untuk mendapatkan gambaran epidemiologi KLB campak

II. Metodologi
a. Metode Pengumpulan Data
Data didapatkan dari data sekunder, berupa laporan KLB campak bersumber
dari data surveilans Dinkes Kota Sukabumi.
b. Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di wilayah Dinas Kesehatan Kota Sukabumi
menggunakan data sekunder.
c. Responden
Semua penderita campak usia 0-14 tahun yang tercatat pada laporan C-1
kasus campak di Kota Sukabumi pada tahun 2010 – 2012.
d. Tim PE
Tim penyelidikan epidemiologi KLB campak meliputi petugas dari
Puskesmas dan Dinkes Kabupaten Selaras, antara lain :
1) Dokter
2) Perawat
3) Bidan
4) Tenaga aboratorium
5) Epidemiolog
e. Peralatan
1) Obat-obatan
2) Peralatan pengmabilan sampel
3) APD (sarung tangan, masker)

4
4) Antiseptik
5) Instrumen (kuesioner PE campak)

III. HASIL PENYELIDIKAN


1. Memastikan adanya KLB
Peningkatan kasus campak secara teori sudah termasuk kejadian luar biasa. Sebab,
Sebab, dengan melihat catatan laporan bulanan dan mingguan penyakit campak,
maka peningkatannya sudah melebihi kasus pada periode sebelumnya maupun
peningkatan kasus dari minggu sebelumnya, bahkan peningkatannya lebih dari
dua kali dibandingkan dengan kasus campak minggu sebelumnya.
2. Diagnosis
Tujuan dalam pemastian diagnosis adalah
a. Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut
b. Untuk menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang
menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan.
Diagnosis pasti campak ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium berupa IgM
campak dengan tetap mempertimbangan biaya, waktu dan fasilitas pemeriksaan
penunjang. Diagnosis secara klinis didapatkan pada responden dengan gejala
klinis seperti demam, bercak kemerahan/ rash, batuk, pilek, dan mata merah/
conjunctivitis. Selanjutnya, dari gejala klinis diatas dibandingkan dengan gejala
klinis pada diagnosa banding yang ada diduga kejadian peningkatan kasus di
wilayah Kab. Sukabumi.
3. Gambaran epidemiologi
a. Distribusi Penderita Campak Berdasarkan Bulan
Distribusi penderita KLB campak berdasarkan bulan kejadian KLB di
Kota Sukabumi tahun 2010 kasus campak mengalami peningkatan pada bulan
Mei yaitu sebanyak 34 kasus, serta mengalami penurunan pada bulan Agustus
menjadi 21 kasus.
Pada tahun 2011, distribusi penderita campak berdasarkan bulan
kejadian KLB di Kota Sukabumi terjadi peningkatan pada bulan Januari

5
sebanyak 41 kasus, kemudian turun dan naik sepanjang tahun hingga pada
bulan September menjadi 21 kasus. Sedangkan pada tahun 2012, distribusi
penderita campak berdasarkan bulan kejadian KLB di Kota Sukabumi hanya
terjadi pada bulan Mei sebanyak 5 kasus. Dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa kasus campak pada KLB campak dari tahun 2010-2012 kasus campak
sering tinggi pada bulan Desember - April.
b. Distribusi Penderita Campak Berdasarkan Tempat

Peta 1. Kasus campak tahun 2010


Berdasarkan peta kasus campak diatas dapat diketahui bahwa penderita
campak tahun 2010 terdapat di 8 Kecamatan dimana paling tinggi terdapat di
Kecamatan Cikeusal sebanyak 40 kasus campak, kemudian diikuti
Kecamatan Jawilan sebanyak 21 kasus campak, Kecamatan Baros sebanyak
19 kasus campak, Kecamatan Tunjungteja sebanyak 17 kasus, Kecamatan
Kopo sebanyak 15 kasus campak, Kecamatan Pematang sebanyak 12 kasus
campak, Kecamatan Pamarayan 7 kasus campak dan terendah di
Kecamatan Mancak terdapat 6 kasus campak.

6
Tabel Distribusi Kasus Campak Pada KLB Campak Berdasarkan Desa

No Desa Kasus campak


1 Bj. Menteng 9
2 Malanggah 8
3 Nanggung 15
4 Panyirapan masjid 19
5 Binong 7
6 Pasirwaru 6
7 Sukarame 10
8 Panyabrangan 6
9 Cilayang 13
10 Gandayasa 11
11 Sukajadi 12
12 Pasirbuyut 21

Berdasarkan tabel diketahui bahwa distribusi kasus campak pada KLB


campak berdasarkan Desa di Kota Sukabumi tahun 2010 terdapat 12 Desa
yaitu desa Bj Menteng, Malanggah, Nanggung, Panyirapan Masjid, Binong,
Pasirwaru, Sukarame, Panyabrangan, Cilayang, Gandayasa, Sukajadi, dan
Pasirbuyut.

Peta 2. Kasus campak tahun 2011

7
Berdasarkan peta kasus campak diatas dapat diketahui bahwa penderita
campak tahun 2011 terdapat di 7 Kecamatan dimana paling tinggi terdapat di
Kecamatan Kibin sebanyak 22 kasus campak, kemudian diikuti Kecamatan
Pontang sebanyak 19 kasus campak, Kecamatan Jawilan sebanyak 12 kasus
campak, Kecamatan Bojonegara sebanyak 10 kasus, Kecamatan Tanara
sebanyak 9 kasus campak, Kecamatan Cikeusal sebanyak 6 kasus campak
dan terendah di kecamatan Pamarayan terdapat 5 kasus campak.

Tabel Distribusi Kasus Campak Pada KLB Campak Berdasarkan Desa

NoDesa Kasus Campak Cakupan Imunisasi


1 Sukasari 10 138%
2 Kp Baru 5 100%
3 Cimaung 6 71.3%
4 Kareo 12 93%
5 Sukamaju 10 105%

6 Ciagel 12 112%
7 Wanayasa 19 71.9%

8 Cerukcuk 9 40.2%
9 Karang Kepuh 10 100%

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa distribusi kasus campak pada


KLB campak berdasarkan Desa di Kota Sukabumi tahun 2011 terdapat 9
Desa yaitu desa Sukasari, Kp Baru, Cimaung, Kareo, Sukamaju, Ciagel,
Wanayasa, Cerukcuk, dan Karang Kepuh.

Peta 3. Kasus campak tahun 2012

8
Berdasarkan peta kasus campak diatas dapat diketahui bahwa penderita
campak tahun 2012 terdapat di 1 Kecamatan dimana hanya terdapat di
Kecamatan Baros sebanyak 5 kasus campak.

Tabel Distribusi Kasus Campak Pada KLB Campak Berdasarkan Desa

No Desa Kasus Cakupan Imunisasi


Campak
1 Sukaindah 5 42%

Berdasarkan tabel diketahui bahwa distribusi kasus campak pada


KLB campak berdasarkan Desa di Kota Sukabumi tahun 2012 terdapat 1
Desa yaitu desa Sukaindah.
c. Distribusi Penderita Campak Berdasarkan Orang
Tabel Distribusi CFR Kasus Campak Berdasarkan Kategori Umur

Berdasarkan hasil penelitian penderita campak pada KLB campak di Kota


Sukabumi tahun 2010- 2012 terlihat CFR hanya terjadi pada tahun 2010
sebanyak 2 kasus meninggal yaitu pada golongan umur 0-4 tahun sebesar
2.58%. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh usia kurang dari 5
tahun lebih rendah dibandingkan pada golongan usia 5-9 tahun dan 10-14
tahun. CFR merupakan tolak ukur untuk mengetahui tingkat keganasan
penyakit dan efektifitas upaya penanggulangannya. Diketahui bahwa
kematian akibat penyakit campak bukan disebabkan langsung oleh
penyakit campak itu sendiri tetapi oleh karena komplikasinya. Penyakit

9
campak meyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga memudahkan
terjadinya komplikasi pada penderita tersebut (Depkes, 2008).
Distribusi penderita campak pada KLB Campak di Desa Cilayang
Kecamatan Cikeusal dan Desa Nanggung Kecamatan Kopo Kota
Sukabumi, didapat keterangan bahwa orang yang meninggal berada pada
golongan umur 0-4 tahun dengan komplikasi yang menyertai adalah
Bronchopneumonia dan dilihat dari status imunisasinya. Sehingga dengan
adanya faktor tersebut memperngaruhi kondisi fisik penderita campak
yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Hal ini dapat disebabkan
karena penderita memiliki komplikasi dapat dikatakan sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriati (2000) didapatkan
CFR tertinggi pada golongan umur 1-4 tahun sebesar 8.26% dengan
komplikasi adalah diare.
d. Berdasarkan waktu
Berdasarkan hasil investigasi di Kota Sukabumi tahun 2011 – 2012.
e. Berdasarkan tempat
Kasus KLB campak ini terjadi di Kota Sukabumi dengan jumlah kasus pada
tahun 2010 sebanyak 137 orang, tahun 2011 sebanyak 93 orang dan tahun
2012 sebanyak 5 orang.
4. Sumber penularan
Pada laporan ini terdapat fenomena yang cukup menarik yaitu kasus campak pada
KLB campak dari tahun 2010-2012 kasus campak sering tinggi pada bulan
Desember - April. Faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak pada bulan
tersebut misalnya karena pada bulan tersebut musim hujan dimana udara menjadi
lebih lembab dari pada musim kemarau. Kelembaban yang tinggi dapat
mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan
kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban di
Kota Sukabumi rata-rata sekitar 78% (Profil Kesehatan Kota Sukabumi, 2010)
dan menurut Nurani (2012) kemungkinan menyebabkan transmisi penyebaran

10
virus campak lebih tinggi. Prevalensi transmisi penyebaran virus campak lebih
tinggi pada tempat dengan kelembaban tinggi.
Campak merupakan penyakit yang mempunyai periodisitas tahunan (cyclic)
dimana campak bersifat endemis/berjangkit sepanjang tahun, bisa muncul kapan
saja sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Menurut penelitian Indriyanti
(2001) di Provinsi Jawa Barat mengungkapkan bahwa Indonesia tidak memiliki
pola tertentu (siklik musim). Seperti dikemukakan oleh Morley dalam teorinya
juga tidak ada siklik musiman terhadap prevalensi campak, walaupun makin dekat
suatu negara dengan garis khatulistiwa maka bentuk siklik musimannya akan
semakin tidak tampak. Siklik musiman dari insidens penyakit campak
kemungkinan berhubungan dengan temperatur udara, di daerah endemik seperti di
Indonesia terjadi pada awal musim hujan dan musim kemarau.

5. Gambaran wilayah
Kota Sukabumi terletak diujung barat bagian utara pulau Jawa dan merupakan
pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa,
berjarak ±70 km dari Ibukota Jakarta. Secara Geografis wilayah Kota Sukabumi
o o o
terletak pada koordinat 50 50’ sampai dengan 60 21’ Lintang Selatan dan 105 0’
o
sampai dengan 106 22’ Bujur Timur. Kota Sukabumi memiliki wilayah dengan
luas 1.467,35 Km² dan sumber daya alam yang banyak namun masih terbatas
o
dalam pemanfaatannya. Suhu udara di Kota Sukabumi berkisar 23,1-31,3 C.

IV. PEMBAHASAN
Telah terjadi Kejadian Luar Biasa Penyakit Campak di Kota Sukabumi dengan
jumlah kasus pada tahun 2010 sebanyak 137 orang, tahun 2011 sebanyak 93 orang dan
tahun 2012 sebanyak 5 orang dengan gejala demam, batuk, pilek konjungtivitis (mata
merah) dan rash.

11
Peningkatan kasus Campak ini ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa di
wilayah Kota Sukabumi mengacu pada definisi terjadinya penambahan kasus 2 kali
lebih banyak dibandingkan dengan kasus minggu yang lalu.

V. URAIAN DAMPAK DAN PENANGGULANGAN


Gejala yang terjadi akibat penyakit campak bergantung pada imunitas
seseorang, pathogenesis penyakit terkait virulensi virus, usia, dan pengetahuan ibu
dikarenakan sering menyerang kepada kelompok usia anak-anak pra sekolah.
Berikut gejala yang dapat timbul berdasarkan petogenesis campak :
Hari Pathogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup dan
melekat pada permukaan epitel nasofaring
ataupun konjungtiva. Infeksi terjadi di sel
epitel dan virus bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik
regional.
2-3 Viremia primer.
3-5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran
napas, virus melekat pertama kali, juga di
sistem retikuloendotelial regional dan
kemudian menyebar.
5-7 Viremia sekunder.
7-11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran
napas.
11-14 Virus terdapat di darah, saluran napas,
kulit, dan organ-organ tubuh lain.
15-17 Viremia berkurang dan menghilang.

12
Gambaran klinis :
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari).
Stadium prodromal:
berlangsung kirakira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam yang dapat
mencapai 39,50 C ± 1,10 C. Selain demam, dapat timbul gejala berupa malaise, coryza
(peradangan akut membran mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata merah), dan
batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan
yang disebabkan oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan
sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa
buccal yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam.
Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya
didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar, kurang
lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis.
Stadium eksantem:
timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas
rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas
atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari.
Demam umumnya memuncak (mencapai 400 C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya
ruam. Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan
adanya komplikasi.
Stadium penyembuhan (konvalesens):
setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya.
Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam
7-10 hari.

13
Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:
 Usia muda, terutama di bawah 1 tahun Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
 Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
 Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, atau keganasan
 Anak dengan defisiensi vitamin
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain: Saluran pernapasan:
bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)
 Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
 Telinga: otitis media
 Susunan saraf pusat :
Ensefalitis akut timbul pada 0,01 – 0,1% kasus campak. Gejala berupa demam,
nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara
hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-limited
(dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang
cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan pendengaran,
gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang. – Subacute
Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif susunan saraf
pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul beberapa tahun

14
setelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah
laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan motorik. „ Mata:
keratitis „ Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder PROGNOSIS
Campak merupakan self limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas
dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang
mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian
mencapai 1-3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.

Penanggulangan
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella) dalam rangka menanggulangi dampak terkait status
imunitas pasien. Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014, vaksin
campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat diberikan pada
usia 2 tahun.
Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi
campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6
tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.8

Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari ke 5-6

15
sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipien, yang timbul pada hari ke 7 s/d 10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama
2-4 hari.8 Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan sistem saraf pusat,
seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Efek samping tersebut dalam 30
hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.6,8 Reaksi KIPI
vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000 anak berusia 1-2
tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung
2-3 hari. Vaksinasi MMR dapat menyebabkan efek samping demam, terutama karena
komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak akan mengalami demam >39,40 C
setelah imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari
setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi, dapat
terjadi kejang demam pada 0,1% anak.
Dalam menanggulangi risiko campak perlu diperlukan juga adanya
peningkatan pengetahuan ibu melalui sosialisasi penyuluhan mengenai apa itu
campak, gejala penyakit campak, serta pentingnya untuk mengetahui pencegahan
dengan membawa anak imunisasi dan mengisolasi anak dari penderita campak untuk
mencegah penularan, dan konsultasi berobat kedokter terdekat.

VI. SARAN
a. Dengan melihat gambaran penderita campak pada KLB campak dimana
frekuensi kelompok umur 0-4 tahun cukup tinggi maka diharapkan Kota
Sukabumi meningkatkan cakupan imunisasi campak pada sasaran kelompok
umur dibawah lima tahun.
b. Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi
campak, agar masyarakat paham akan manfaat dari imunisasi dan
memberikan ada efek samping dari imunisasi tersebut.
c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara mendalam tentang variabel-
variabel lain yang kemungkinan berkaitan dengan gambaran kasus campak
pada KLB campak di Kota Sukabumi dan untuk mengetahui hubungan faktor-
faktor risiko yang mempengaruhi kasus campak pada KLb campak.

16

Anda mungkin juga menyukai