1 Laporan Investgasi Wabah
1 Laporan Investgasi Wabah
Disusun oleh:
Yonathan Siswo Pratama 1610221022
Indah Putri Permatasari 1610221068
Meula Puspitasari Aulia 1610221037
Desti Winda Utami 1610221028
Saraswati Qonitah Thifal 1610221065
Luthfi Khairul 1610221080
Pembimbing :
Arwinda Nugraheni, SKM, M.Epid
2
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
3
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran besarnya masalah KLB campak yang terjadi di
Kota Sukabumi.
b. Tujuan Khusus
- Untuk memastikan apakah telah terjadi KLB campak
- Untuk mendapatkan gambaran epidemiologi KLB campak
II. Metodologi
a. Metode Pengumpulan Data
Data didapatkan dari data sekunder, berupa laporan KLB campak bersumber
dari data surveilans Dinkes Kota Sukabumi.
b. Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di wilayah Dinas Kesehatan Kota Sukabumi
menggunakan data sekunder.
c. Responden
Semua penderita campak usia 0-14 tahun yang tercatat pada laporan C-1
kasus campak di Kota Sukabumi pada tahun 2010 – 2012.
d. Tim PE
Tim penyelidikan epidemiologi KLB campak meliputi petugas dari
Puskesmas dan Dinkes Kabupaten Selaras, antara lain :
1) Dokter
2) Perawat
3) Bidan
4) Tenaga aboratorium
5) Epidemiolog
e. Peralatan
1) Obat-obatan
2) Peralatan pengmabilan sampel
3) APD (sarung tangan, masker)
4
4) Antiseptik
5) Instrumen (kuesioner PE campak)
5
sebanyak 41 kasus, kemudian turun dan naik sepanjang tahun hingga pada
bulan September menjadi 21 kasus. Sedangkan pada tahun 2012, distribusi
penderita campak berdasarkan bulan kejadian KLB di Kota Sukabumi hanya
terjadi pada bulan Mei sebanyak 5 kasus. Dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa kasus campak pada KLB campak dari tahun 2010-2012 kasus campak
sering tinggi pada bulan Desember - April.
b. Distribusi Penderita Campak Berdasarkan Tempat
6
Tabel Distribusi Kasus Campak Pada KLB Campak Berdasarkan Desa
7
Berdasarkan peta kasus campak diatas dapat diketahui bahwa penderita
campak tahun 2011 terdapat di 7 Kecamatan dimana paling tinggi terdapat di
Kecamatan Kibin sebanyak 22 kasus campak, kemudian diikuti Kecamatan
Pontang sebanyak 19 kasus campak, Kecamatan Jawilan sebanyak 12 kasus
campak, Kecamatan Bojonegara sebanyak 10 kasus, Kecamatan Tanara
sebanyak 9 kasus campak, Kecamatan Cikeusal sebanyak 6 kasus campak
dan terendah di kecamatan Pamarayan terdapat 5 kasus campak.
6 Ciagel 12 112%
7 Wanayasa 19 71.9%
8 Cerukcuk 9 40.2%
9 Karang Kepuh 10 100%
8
Berdasarkan peta kasus campak diatas dapat diketahui bahwa penderita
campak tahun 2012 terdapat di 1 Kecamatan dimana hanya terdapat di
Kecamatan Baros sebanyak 5 kasus campak.
9
campak meyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga memudahkan
terjadinya komplikasi pada penderita tersebut (Depkes, 2008).
Distribusi penderita campak pada KLB Campak di Desa Cilayang
Kecamatan Cikeusal dan Desa Nanggung Kecamatan Kopo Kota
Sukabumi, didapat keterangan bahwa orang yang meninggal berada pada
golongan umur 0-4 tahun dengan komplikasi yang menyertai adalah
Bronchopneumonia dan dilihat dari status imunisasinya. Sehingga dengan
adanya faktor tersebut memperngaruhi kondisi fisik penderita campak
yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Hal ini dapat disebabkan
karena penderita memiliki komplikasi dapat dikatakan sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Supriati (2000) didapatkan
CFR tertinggi pada golongan umur 1-4 tahun sebesar 8.26% dengan
komplikasi adalah diare.
d. Berdasarkan waktu
Berdasarkan hasil investigasi di Kota Sukabumi tahun 2011 – 2012.
e. Berdasarkan tempat
Kasus KLB campak ini terjadi di Kota Sukabumi dengan jumlah kasus pada
tahun 2010 sebanyak 137 orang, tahun 2011 sebanyak 93 orang dan tahun
2012 sebanyak 5 orang.
4. Sumber penularan
Pada laporan ini terdapat fenomena yang cukup menarik yaitu kasus campak pada
KLB campak dari tahun 2010-2012 kasus campak sering tinggi pada bulan
Desember - April. Faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak pada bulan
tersebut misalnya karena pada bulan tersebut musim hujan dimana udara menjadi
lebih lembab dari pada musim kemarau. Kelembaban yang tinggi dapat
mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan
kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban di
Kota Sukabumi rata-rata sekitar 78% (Profil Kesehatan Kota Sukabumi, 2010)
dan menurut Nurani (2012) kemungkinan menyebabkan transmisi penyebaran
10
virus campak lebih tinggi. Prevalensi transmisi penyebaran virus campak lebih
tinggi pada tempat dengan kelembaban tinggi.
Campak merupakan penyakit yang mempunyai periodisitas tahunan (cyclic)
dimana campak bersifat endemis/berjangkit sepanjang tahun, bisa muncul kapan
saja sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Menurut penelitian Indriyanti
(2001) di Provinsi Jawa Barat mengungkapkan bahwa Indonesia tidak memiliki
pola tertentu (siklik musim). Seperti dikemukakan oleh Morley dalam teorinya
juga tidak ada siklik musiman terhadap prevalensi campak, walaupun makin dekat
suatu negara dengan garis khatulistiwa maka bentuk siklik musimannya akan
semakin tidak tampak. Siklik musiman dari insidens penyakit campak
kemungkinan berhubungan dengan temperatur udara, di daerah endemik seperti di
Indonesia terjadi pada awal musim hujan dan musim kemarau.
5. Gambaran wilayah
Kota Sukabumi terletak diujung barat bagian utara pulau Jawa dan merupakan
pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa,
berjarak ±70 km dari Ibukota Jakarta. Secara Geografis wilayah Kota Sukabumi
o o o
terletak pada koordinat 50 50’ sampai dengan 60 21’ Lintang Selatan dan 105 0’
o
sampai dengan 106 22’ Bujur Timur. Kota Sukabumi memiliki wilayah dengan
luas 1.467,35 Km² dan sumber daya alam yang banyak namun masih terbatas
o
dalam pemanfaatannya. Suhu udara di Kota Sukabumi berkisar 23,1-31,3 C.
IV. PEMBAHASAN
Telah terjadi Kejadian Luar Biasa Penyakit Campak di Kota Sukabumi dengan
jumlah kasus pada tahun 2010 sebanyak 137 orang, tahun 2011 sebanyak 93 orang dan
tahun 2012 sebanyak 5 orang dengan gejala demam, batuk, pilek konjungtivitis (mata
merah) dan rash.
11
Peningkatan kasus Campak ini ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa di
wilayah Kota Sukabumi mengacu pada definisi terjadinya penambahan kasus 2 kali
lebih banyak dibandingkan dengan kasus minggu yang lalu.
12
Gambaran klinis :
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari).
Stadium prodromal:
berlangsung kirakira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai dengan demam yang dapat
mencapai 39,50 C ± 1,10 C. Selain demam, dapat timbul gejala berupa malaise, coryza
(peradangan akut membran mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata merah), dan
batuk. Gejala-gejala saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan
yang disebabkan oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan
sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa
buccal yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam.
Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya
didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar, kurang
lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis.
Stadium eksantem:
timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas
rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas
atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari.
Demam umumnya memuncak (mencapai 400 C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya
ruam. Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan
adanya komplikasi.
Stadium penyembuhan (konvalesens):
setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya.
Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam
7-10 hari.
13
Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:
Usia muda, terutama di bawah 1 tahun Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,
malnutrisi, atau keganasan
Anak dengan defisiensi vitamin
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain: Saluran pernapasan:
bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)
Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi
Telinga: otitis media
Susunan saraf pusat :
Ensefalitis akut timbul pada 0,01 – 0,1% kasus campak. Gejala berupa demam,
nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara
hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-limited
(dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang
cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan pendengaran,
gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang. – Subacute
Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif susunan saraf
pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul beberapa tahun
14
setelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah
laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan motorik. Mata:
keratitis Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder PROGNOSIS
Campak merupakan self limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas
dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang
mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian
mencapai 1-3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.
Penanggulangan
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella) dalam rangka menanggulangi dampak terkait status
imunitas pasien. Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014, vaksin
campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat diberikan pada
usia 2 tahun.
Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi
campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6
tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.8
Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti
kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pasca-
vaksinasi campak berupa demam pada 5-15% kasus, yang dimulai pada hari ke 5-6
15
sesudah imunisasi, dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipien, yang timbul pada hari ke 7 s/d 10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama
2-4 hari.8 Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan gangguan sistem saraf pusat,
seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi. Efek samping tersebut dalam 30
hari sesudah imunisasi diperkirakan 1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.6,8 Reaksi KIPI
vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup 6000 anak berusia 1-2
tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung
2-3 hari. Vaksinasi MMR dapat menyebabkan efek samping demam, terutama karena
komponen campak. Kurang lebih 5-15% anak akan mengalami demam >39,40 C
setelah imunisasi MMR. Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7-12 hari
setelah imunisasi, ada yang selama 1-2 hari. Dalam 6-11 hari setelah imunisasi, dapat
terjadi kejang demam pada 0,1% anak.
Dalam menanggulangi risiko campak perlu diperlukan juga adanya
peningkatan pengetahuan ibu melalui sosialisasi penyuluhan mengenai apa itu
campak, gejala penyakit campak, serta pentingnya untuk mengetahui pencegahan
dengan membawa anak imunisasi dan mengisolasi anak dari penderita campak untuk
mencegah penularan, dan konsultasi berobat kedokter terdekat.
VI. SARAN
a. Dengan melihat gambaran penderita campak pada KLB campak dimana
frekuensi kelompok umur 0-4 tahun cukup tinggi maka diharapkan Kota
Sukabumi meningkatkan cakupan imunisasi campak pada sasaran kelompok
umur dibawah lima tahun.
b. Pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi
campak, agar masyarakat paham akan manfaat dari imunisasi dan
memberikan ada efek samping dari imunisasi tersebut.
c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara mendalam tentang variabel-
variabel lain yang kemungkinan berkaitan dengan gambaran kasus campak
pada KLB campak di Kota Sukabumi dan untuk mengetahui hubungan faktor-
faktor risiko yang mempengaruhi kasus campak pada KLb campak.
16