Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN


DI BANGSAL BOUGENVILE 1 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Dasar

Disusun Oleh:
Fajar Pawestri
20/458070/KU/22344

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
I. KONSEP KISTOMA UTERI
A. Definisi
Kista adalah pertumbuhan berupa kantung yang tumbuh di bagian tubuh
tertentu. Kista ovarium merupakan suatu kantung yang berisi cairan atau materi
semi solid yang tumbuh pada ovarium (Schorge et al, 2009). Kista ovarium
mempunyai perukaan rata dan halus. Biasanya bertangkai, bilateral dan dapat
menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan dalam kista jernih dan berwarna
kuning (Winkjosastro, 2009).
B. Etiologi
Penyebab kista ovarium menurut Yatim (2008) pada perempuan usia dewasa
sampai menopouse karena gangguan perkembangan folikel ovarium sehingga tidak
terjadi ovulasi. Kista ovarium disebabkan oleh gangguan pembentukan hormon
pada hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.
Faktor risiko terjadinya kista ovarium adalah:
1. Riwayat kista ovarium sebelumnya
2. Siklus menstruasi yang tidak teratur
3. Meningkatnya distribusi lemak tubuh bagian atas
4. Menstruasi dini
5. Tingkat kesuburan
Sedangkan pada tumor padat, etiologi belum diketahui dan diduga akibat
abnomalitas pertumbuhan sel embrional atau sifat genetis kanker yang tercetus oleh
radikal bebas atau bahan karsinogenik (DeCherney et al, 2013).
Tipe kista ovarium menurut Nugroho (2010) sebagai berikut:
1. Tipe kista normal
a. Kista fungsional
Berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan denga siklus
menstruasi yang normal. Kista ini tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada
masa subur untuk melepaskan sel telur yang pada akhirnya diap dibuahi oleh
sperma. Kista fungsional terdiri dari:
a) Kista folikuler
Terjadi ketika folikel normal yang melepaskan ovum. Terbentuk
kantung berisi cairan atau lendir didalam ovarium
b) Kista corpus luteum
Kista ini terjadi karena pada waktu pelepasan sel telur terjadi pendarahan
dan lama-lama bisa pecah dan timbul perdarahan yang terkadang perlu
tindakan operasi.
2. Tipe kista abnormal
a. Kistadenemo
Kista yang berasal dari bagian sel indung telur. Bersifat jinak namun dapat
membesar dan menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista cokelat
karena berisi timbunan darah yang berwarna cokelat kehitaman.
c. Kista dermoroid
Kista yang berisi jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku, rambut, gigi,dan
lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya
berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Kista yang terjadi dibagian endometrium yang berada diluar rahim. Kista ini
berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap
bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan
nyeri didalam satu sisi perut bagian bawah
f. Kista lutein
Kista yang terjadi saat kehamilan. Umumnya berasal dari korpus luteum
hematoma
g. Kista polikistik ovarium
Kista polikistik ovarium yang menetap harus dilakukan operasi pengangkatan kista
tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
C. Patofisiologi
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut
kista thecalutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH
dan HCG (DeCherney et al, 2013 ; Sutoto, 2015).
Kista fungsional multipel dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pasien dalam terapi infertilitas,
induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH), dapat
menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan
pemberian HCG (Winkjosastro et al, 2009).
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah
kistadenoma serosa dan mucinous. (Sjamsuhidayat & De Jong, 2008).
D. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri menetap di ronga panggul disertai rasa agak gatal
2. Nyeri sewatu bersetubuh
3. Perut membesar
4. Rasa nyeri timbul begitu siklus menstruasi selesai
5. Perdarahan menstruasi tidak seperti biasa (memanjang, memendek, siklus tidak
teratur)
6. Obstipasi
7. Edema pada tungkai bawah
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laparoskopi
Pemeriksan ini untuk mengetahui apakah kista berasal dari ovariu dan untuk
menentukan sifat tumor
2. Ultrasonografi
Pemeriksan ini untuk mengetahui letak dan batas tumor, apakah tumor berasal
dari uterus ovarium atau kandung kemih, apakah tumor lasik atau solid
3. Foto rontgen
Pemeriksan ini untuk menentukan adanya hidrotoraks selanjutnya pada kista
demoroid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam kista.

II. KONSEP KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN


A. Definisi
Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan merupakan kebutuhan dasar manusia
yang ada dalam hierarki Maslow setelah terpenuhinya kebutuhan fisiologis. Kebutuhan
keamanan dan keselamatan harus dicapai terlebih dahulu apabila ingin mencapai
kebutuhan dasar manusia yang berada diatasnya seperti kebutuhan mencintai dan
dicintai, kebutuhan harga diri, dan aktualisasi diri (Green, 2000).
Keamanan adalah status seseorang dalam keadaan aman atau kondisi yang
terlindungibaik secara fisik, spiritual, sosial, politik, finansial, psikologis, pekerjaan,
atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kerusakan, kecelakaan, atau berbagai
keadaan yang tidak diinginkan. Keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera
tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktifitasnya. Menurut Musliha
(2009) keamanan dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan umum.
Providing for safety merupakan cara yang digunakan untuk melindungi diri dari
bahaya yang mengancam kesehatan fisik dengan cara memberikan lingkungan yang
aman. Sedangkan keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang
terhindar dari ancaman bahaya/kecelakaan. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak
dapat diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian.
Perlindungan terhadap klien tentang keamanan dan keselamatan bukan hanya untuk
mencegah terjadinya kecelakaan, tetpi juga memelihara postur tubuh klien selama
dirawat serta menjaga kebersihan dan kesehatan kulit klien. Perubahan postur tubuh
klien dapat diakibatkan oleh posisi tidur yang kurang tepat. Kebersihan dan kesehatan
kulit bagian tubuh klien dijaga agar tidak terjadi dekubitus.
Keamanan dan keselamatan pada individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
kemampuan berkomunikasi, mengontrol dan mengatasi masalah, kemampuan untuk
mengerti, kemampuan untuk konsisten menjaga tingkah laku yang berhubungan dengan
orang lain, serta mengenal orang-orang di sekitarnya dan lingkungan. Terkadang
ketidaktahuan akan sesuatu atau ketidakpastian akan membuat perasaan cemas dan
tidak aman. Misalnya ketidakpastian akan operasi apendisitis membuat seseorang akan
cemas dengan pemikiran bahwa operasi dapat membahayakan hidupnya.
Karakteristik keamanan dan keselamatan:
1. Pervasiveness (insidensi)
Kemanan bersifat pervasif artinya luas mempengaruhi semua hal. Artinya klien
membutuhkan kemanan pada seluruh aktivitasnya seperti makan, bernafas, tidur, kerja
dan bermain.
2. Perception (persepsi)
Persepsi seseorang terhadap keamanan dan bahaya mempengaruhi aplikasi keamanan
dalam aktivitasnya sehari-hari. Tindakan penjagaan kemanan dapat efektif jika
individu mengerti dan menerima bahaya secara akurat.
3. Management (pengaturan)
Ketika individu mengenali bahaya pada lingkungan klien akan melakukan tindakan
pencegahan agar bahaya tidak terjadi dan itulah praktik keamanan. Pencegahan
merupakan praktek mayor dari keamanan.
B. Faktor Yang Mempengaruhi

Kebutuhan keamanan dan keselamatan setiap individu berbeda-beda. Faktor-faktor


yang mempengaruhi kebutuhan keselamatan dan keamanan antara lain:
1. Usia
Usia mempengaruhi individu dalam proses belajar untuk melindungi dirinya dari
berbagai bahaya ataupun ancaman melalui pengetahua tentang lingkungannya.
Sehingga perawat perlu untuk mempelajari bahaya-bahaya yang mungkin
mengancam individu sesuai usia dan tahap tumbuh kembangnya sekaligus tindakan
pencegahannya.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan, reaksi
tubuh, dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Perlu perhatian
khusus pada klien dengan disorientasi, klien dengan konsumsi obat narkotik,
sedatif, hipnotik, dan klien dengan kurang tidur.
3. Gangguan sensori persepsi
Sensori persepsi terhadap stimulus lingkungan sangat penting bagi keamanan
seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba, cium, dan lihat,
memiliki resiko tinggi untuk cedera.
4. Gaya Hidup
Gaya hidup berpengaruh pada lingkungan individu dan dapat menempatkan klien
dalam resiko bahaya, seperti lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal didaerah
dengan tingkat kejahatan tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan
keamanan,adanya akses dengan obat-obatan atau zat aditif berbahaya.
5. Status mobilisasi
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralisis, kelemahan otot, gangguan
keseimbangan/koordinasi memiliki resiko untuk terjadinya cedera.
6. Status emosional
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima bahaya
lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan konsentrasi dan
menurunkan kepekaan pada simulus eksternal. Klien dengan depresi cenderung
lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
7. Kemampuan komunikasi
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan
informasi juga beresiko untuk cedera. Contohnya adalah klien afasia, klien dengan
keterbatasan bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-
simbol tanda bahaya.
8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan. Klien yang
berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi keamanan yang
khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang dapat mencegah terjadinya
cedera.
9. Informasi / komunikasi
Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan
kecelakaan.
10. Penggunaan antibiotic yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan ancaman bagi pasien seperti resisten antibiotik dan
syok anafilaktik.
11. Keadaan imunitas
Gangguan imunitas akan mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
mudah terserang penyakit.
12. Status nutrisi
Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah terserang
penyakit, demikian sebaliknya kelebihan nutrisi berresiko terhadap penyakit
tertentu.

Pencegahan kecelakaan di Rumah Sakit :


a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri dari
kecelakaan
b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah selama berada di tempat tidur
c. Menerapkan teknik aseptik dan menggunakan alat kesehatan yang sesuai untuk
menjaga keselamatan klien dari infeksi
d. Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan alat bantu (kursi roda)
e. Menghindari kecelakaan :
- Memastikan sudah mengunci kereta dorong saat berhenti
- Memasrikan tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada penghalang/ bed rail
pada pasien yang gelisah
- Memastikan bel berada pada tempat yang mudah dijangkau oleh pasien
- Memposisikan meja ada pada tempat yang mudah dijangkau oleh pasien
- Menggunakan kereta dorong yang memiliki penghalang pada kedua sisi
f. Mencegah kecelakaan pada pasien yang menggunakan alat listrik misalnya
suction, kipas angin, dan lain-lain
g. Mencegah kecelakaan pada klien yang menggunakan alat yang mudah meledak
seperti tabung oksigen dan termos
h. Memasang label pada obat, botol, dan obat-obatan yang mudah terbakar
i. Melindungi klien semaksimal mungkin dari infeksi nosokomial seperti
memisahkan klien antara non infeksius dengan klien infeksius
j. Mempertahankan sirkulasi adara dengan adanya ventilasi dan cahaya yang
adekuat
k. Mencegah terjadinya kebakaran akibat pemasangan alat bantu penerangan
l. Mempertahankan kebersihan lantai ruangan dan kamar mandi
m. Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan mampu
menggunakannya
n. Mencegah kesalahan prosedur kerja, sebelum memulai identitas klien harus
sesuai

III. NILAI-NILAI NORMAL


Penilaian risiko jatuhh menggunakan Morse Fall Scale dapat dilihat dibawah ini :
No Pengkajian Skala
1 Riwayat jatuh : apakah lansia pernah jatuh dalam Tidak 0
3 bulan terakhir.
Ya 25
2 Diagnosa sekunder : Apakah Lansia memiliki Tidak 0
lebih dari satu penyakit.
Ya 15
3 Alat Bantu jalan : 0
· Bedrest / dibantu perawat

· Kruk / tongkat / walker. 15


30
· Berpegangan pada benda – benda sekitar.
(Kursi, lemari, meja).

4 Teraphy intravena : Apakah saat ini lansia Tidak 0


terpasang infus.
Ya 20
5 Gaya Berjalan / cara Berpindah: 0
· Normal / Besrest / immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)

· Lemah tidak bertenaga. 10


20
· Gangguan atau tidak normal (pincang atau
diseret).
6 Status mental: 0
· Lansia menyadari kondisi dirinya.

· Lansia mengalami keterbatasan daya ingat. 15

Total nilai

Berdasarkan penilaian Morse Fall Score, klasifikasn risiko jatuh sebagai berikut:
Tingkatan Resiko Nilai MFS Tindakan
Tidak Beresiko 0 - 24 Perawatan Dasar
Resiko Rendah 25 - 50 Pelaksanaan Intervensi Pencegahan Jatuh
Standar.
Resiko Tinggi ≥51 Pelaksanaan Intervensi Pencegahan Jatuh
resiko tinggi

IV. HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN KEAANAN DAN KESELAMATAN
1. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat cedera atau jatuh Riwayat cedera atau jatuh
b. Riwayat imunisasi
c. Riwayat infeksi baik akut maupun kronik
d. Terapi yang sedang dijalani
e. Stressor emosional
f. Proses penyakit yang terlihat pada klien dan keluhan fisik
g. Status nutrisi  IMT, tingkat kesadaran, kelemahan fisik, imobilisasi,
penggunaan alat bantu
2. Pemeriksaan Fisik
a. Infeksi lokal terbatas pada kulit dan membran mukosa.
b. Infeksi sistemik, sepeti demam, peningkatan frekuensi nadi, pernafasan,
malaise, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala.
c. Sistem neurologis: status mental, fungsi sensorik, reflek, sistem koordinasi,
sensitivitas terhadap lingkungan.
d. Sitem kardiovaskuler dan respirasi: toleransi terhadap aktivitas, nyeri, kesulitan
bernafas saat aktivitas, frekuensi nafas, denyut nadi.
e. Integritas kulit: inspeksi terhadap keutuhan kulit, kaji adanya luka, scar, dan
lesi. Kaji tingkat perawatan kulit klien.
f. Mobilitas: inspeksi dan palpasi terhadap otot, persendian dan tulang klien, kaji
range of motion klien, kaji tingkat ADL klien.
3. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium yang menunjukkan adanya infeksi: peningkatan Angka
Leukosit, Peningkatan laju endap darah, kultur urin.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Risiko infeksi
2. Risiko jatuh
3. Risiko pelambatan pemulihan pasca bedah
4. Kerusakan integritas kulit
VI. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Outcome (NOC) Intervensi (NOC)
Risiko Infeksi Keparahan Infeksi Kontrol Infeksi
Definisi: rentan mengalami invasi dan Definisi: keparahan tanda dan gejala infeksi 1. Menjaga lingkungan aseptik yang optimal selama
multiplikasi organisme patogenik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 penusukan di samping tepat tidur dari saluran penghubung
yang dapat mengganggu kesehatab jam diharapkan: 2. Mengganti IV perifer dan tempat saluran penghubung
Faktor resiko: Kriteria hasil: serta balutannya dengan pedoman CDC
1. Gangguan integritas kulit 1. Kemerahan 3  5 3. Memastikan penanganan aseptik dari semua saluran IV
2. Malnutrisi 2. Nyeri 3  5 4. Memastikan teknik perawatan luka yang tepat
Kondisi terkait: 3. Sakit kepala 3  5 5. Mendorong asupan cairan yang sesuai
1. Penyakit kronis 4. Hilang nafsu makan 2  5 6. Memberikan terapi antibiotik yang sesuai
2. Prosedur invasif Keterangan: 7. Menganjurkan pasien dan anggota keluarga mengenai
Skala 1: Berat bagaimana menghindari infeksi
Skala 5: Tidak ada
Risiko jatuh Kejadian Jatuh Pencegahan Jatuh
Definisi: Peningkatan rentan jatuh, Definisi: jumlah banyaknya pasien jatuh 1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
yang dapat menyebabkan bahaya fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 risiko jatuh
dan gangguan kesehatan jam klien meminimalisir risiko jatuh dengan 2. Mengidentifikasi karakteristik dari lingkungan yang
Faktor risiko: kiteria hasil: mungkin meningakatkan potensi jatuh
Fisiologis: kesulitan gaya berjalan, 1. Jatuh saat berdiri 4  5 3. Memonitor gaya berjalan
hambatan mobilitas 2. Jatuh saat berjalan 4  5
Lingkungan: kurang pencahayaan 3. Jatuh saat ke kamar mandi 4  5 4. Meletakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah
Kondisi terkait: 4. Jatuh dari tempat tidur 4  5 bagi pasien
1. Agens farmaseutika Keterangan: 5. Menyediakan pencahayaan yang cukup
2. Periode pemulihan pasca operasi Skala 1: 10 dan lebih 6. Membantu keluarga mengidentifikasi bahaya di rumah
3. Penggunaan alat bantu Skala 5: tidak ada
Manajemen Lingkungan: Keselamatan
1. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien
berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwayat perilaku
dimasa lalu
2. Mengidentifikasi hal-hal yang membahayakan
3. Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
4. Memonitor lingkungan terhadap terjadinya perubahan
status keselamatan
Risiko Pelambatan Pemulihan Pemulihan Pembedahan: Penyembuhan Perlindungan infeksi
Pasca- Bedah Definisi: Tingkat fungsi fisiologi, psikologi, 1. Memonitor adanya tanda gejala infeksi sistemik dan lokal
Definisi: Rentan mterhadap dan peran setelah keluar dari perawatan paska 2. Memonitor kerentanan terhadap infeksi
bertambahnya jumlah hari pasca anestesi samapi dengan kujungan klinik yang 3. Mempertahankan teknik aseptik
bedah yang diperlukan untuk terakhir paska operasi 4. Memberikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
memulai dan melakukan aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 5. Meningkatkan asupan nutrisi yang cukup
mempertahankan kehidupan, jam diharapkan: 6. Menganjurkan istirahat
Kriteria hasil:
kesehatan, dan kesejahteraan yang 1. Asupan cairan 3  5 7. Menganjurkan peningkatan mobilitas dan latihan yang
dapat mengganggu kesehatan 2. Asupan makanan 3  5 tepat
Faktor risiko: 3. Tidur 3  5 8. Mengajarkan pasien dan anggota keluarga mengaenai
1. Nyeri 4. Pelaksanaan aktivitas perawatan diri 3  5 tanda gejala dan pencegahan infeksi
2. Malnutrisi 5. Permulaan kembali aktivitas normal 3  5
Kondisi terkait: 6. Nyeri 3  5
1. Infeksi area pasca bedah 7. Infeksi luka 3  5
2. Mual menetap Keterangan:
3. Trauma pada sisi bedah Skala 1 : deviasi berat dari kisaran normal
4. Edema pada sisi pembedahan Skala 5: tidak ada deviasi dari kisaran normal
Kerusakan integritas kulit Integritas Jaringan: Kulit & Membran Perawatan Luka
Definisi: kerusakan pada epidermis Mukosa 1. Memberikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
dan/atau dermis Definisi: keutuhan struktur dan fungsi 2. Mempertahankan teknik balutan steril ketika melakukan
Batasan karakteristik: fisiologis kulit dan selaput lendir secara perawatan luka
1. Nyeri akut normal 3. Memeriksa lua
2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 4. Menganjarkan pasien dan keluarga pada prosedur
3. Perdarahan jam diharapkan: perawatan luka
Faktor yang berhubungan: Kriteria hasil: 5.Mengajarkan pasien dan keluarga tanda gejala dan
Internal: nutrisi tidak adekuat, 1. Suhu kulit 3  5 pencegahan infeksi
gangguan volume cairan 2. Hidrasi 3  5
Kondisi terkait: 3. Keringat 3  5
Agens farmaseutika 4. Perfusi jaringan 3  5
Trauma vaskular 5. Wajah pucat 3  5
Keterangan:
Skala 1: sangat terganggu
Skala 5: tidak terganggu
VII. DAFTAR PUSTAKA
Butcher, K Howard., Bulecheck, M Gloria., Dochterman, M Joanne., Wagner, M
Cheryl. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 7 Bahasa
Indonesia. Singapura: Elsevier.
DeCherney, A.H.,Nathan, L. 2013. Current Obstetry and Gynecology Diagnosis and
Therapy. McGraw-Hill.
Green, C. D. 2000. A Theory of Human Motivation: A.H. Maslow (1943). Physchology
Review, 370-396.
Herdman, T Heather & Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klafisikasi 2018 – 2020 Ed. 11. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue., Swanson, Elizabeth., Johnson, Marion., Maas, Meridean. 2018.
Nursing Ourcomes Classification (NOC), Edisi 6 Bahasa Indonesia. Singapura:
Elsevier.
Musliha, Fatmawati, 2009, Komunikasi Perawat Plus Materi Komunikasi Terapeutik,
Nuha Medika : Yogjakarta
Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika.
Schorge, J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Hoffman, B.L., Bradshaw, K.D.,
Cunningham, F.G.(Eds). 2009. Williams Gnecology. USA: Mc Graw Hills
Companies.
Sjamsuhidajat & De Jong Wim (ed). 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC.
Sutoto J. S. M. 2015. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta.
Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan (Myom, Kista, Indung Telur, serta Gangguan
Lainnya ). Edisi 2. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Anda mungkin juga menyukai