Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

TENTANG

SYARAT FORMIL DAN MATERIL GUGATAN DALAM HUKUM PERADILAN ACARA TUN

Disusun Oleh:

TAUFIKKURRAHMAN (190201041)

HAEKAL RAMDAN (190201040)

SITI HIDAYATUL AENI (190201031)

SUBIATUN (190201035)

V/B HUKUM EKONOMI SYARIAH

Dosen Pengampu:

NASRULLAH, SHI, MH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH
DAFTAR ISI

BAB 1

PENDAHULUUAN

A. LATAR BELAKANG…………………………………………………….

B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………

BAB 2

PEMBAHASAN

A. SYARAT FORMIL………………………………………………………

B. SYARAT MATERIL……………………………………………………..

1. Adanya SK TUN yang di jadikan objek…………………………………….

2. Adanya kepentingan penggugat yang di rugikan…………………………..

3. Gugatan di ajukan dalam tenggang waktu yang di tentukan…………….

4. Uraian alasan penggugat :…………………………………………………..

a. Keputusan TUN bertentangan dengan per uu an yang berlaku………….

b.Badan/Pejabat TUN menggunakan wewenang yang tidak sesuai dengan maksud


wewenang…………………………………………………………………………

c. Badan/Pejabat TUN, setelah mempertimbangkan semuanya seharusnya tidak sampai


mengambil keputusan tersebut…………………………………………………..

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………….

B. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga


peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang mempunyai kedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha
Negara (TUN) memiliki fungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan yang
termasuk dalam ranah sengketa Tata Usaha Negara yang mana adalah administrasi negara
yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. Melalui Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan TUN diberikan
wewenang (kompetensi absolut) dalam hal mengontrol tindakan pemerintah seperti
menyelesaikan, memeriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah


hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara
terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera,
dan Sekretaris. Saat ini terdapat 28 Pengadilan Tata Usaha Negara yang tersebar di
seluruh Indonesia.

Dalam mengajukan gugatan ken PTUN ada syarat gugatan, agar gugatan kita dapat di
terima yaitu ada syarat materil dan formil.

B. Rumusan Masalah

1. Apa syarat formil gugatan PTUN

2. Apa syarat materil gugatan PTUN


BAB 2

PEMBAHASAN

A. SYARAT FORMIL :

Dalam gugatan harus dicantumkan:

1. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan Penggugat/kuasanya.

2. Nama jabatan, tempat kedudukan Tergugat.

Identitas Penggugat harus dicantumkan secara lengkap dalam surat gugatan sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 56 UU No. 5 Tahun1986. Yang berbunyi :

(1) Gugatan harus memuat :

a. nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat, atau kuasanya;

b. nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat;

Tujuannya adalah untuk memudahkan penanganan kasus-kasus dan demi keseragaman


model surat gugatan harus disebutkan terlebih dahulu nama dari pihak Penggugat pribadi (in
person) dan baru disebutkan nama kuasa yang mendampingi, sehingga dalam register perkara
akan tampak jelas siapa pihak-pihak yang berperkara.

B. SYARAT MATERIL

Gugatan harus memuat, Dasar gugatan / Posita yang berisi :

1. Adanya SK TUN yang dijadikan objek.

1
Keputusan Tata Usaha Negara (yang selanjutnya disebut KTUN) adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

1
1. https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/mengenal-ktun-sebagai-objek-sengketa-peradilan-tata-
usaha-negara/
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

Penjelasan mengenai sifat KTUN

a. Konkret, Konkret berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 bahwa


artinya tidak abstrak, namun masih berwujud tertentu atau dapat ditentukan.

b. Individual, Untuk individu artinya bersifat khusus untuk hal tertentu saja. Misalnya jika
KTUN ditujukan kepada orang-orang tertentu, maka KTUN tersebut harus menyebutkan
nama-nama tersebut. Konkret bertujuan untuk menuangkan hal-hal yang bersifat umum dan
abstrak ke dalam peristiwa yang jelas dengan mengeluarkan KTUN agar hal tersebut dapat
dilaksanakan seperti pemberhentian si A sebagai pegawai negeri atau izin usaha bagi B; dan

c. Final, KTUN harus bersifat definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum yang
artinya KTUN harus final. Untuk KTUN yang belum mendapatkan persetujuan dari instansi
atasan membuat KTUN itu belum final dan karenannya belum dapat menimbulkan hak dan
kewajiban.

Selain UU PTUN, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi


Pemerintahan (UU 30/2014), yang merupakan salah satu hukum materiil dalam HAN
Indonesia, juga mendefinisikan Keputusan Tata Usaha Negara. Pasal 1 angka 7 UU 30/2014
mengatur bahwa,” Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata
Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan
adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.”

Untuk unsur terakhir adalah KTUN harus menimbulkan akibat hukum. KTUN disini tidak hanya
sebagai keputusan yang telah menimbulkan akibat hukum saja, namun keputusan harus dilihat
memiliki kemungkinan / potensi untuk menimbulkan kerugian. Misalnya suatu KTUN yang bersifat
mencabut izin suatu badan hukum tanpa alasan yang jelas. Akibat hukum harus berupa (a) terjadi
perubahan hak, kewajiban atau kewenangan, (b) terjadi perubahan kedudukan hukum pada badan
hukum perdata atau seseorang, (c) terdapat hak, kewajiban, kewenangan atau status yang ditetapkan. 

Sebagai kesimpulan, KTUN yang menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang menimbulkan suatu akibat hukum
karena tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan memberikan kerugian atau potensi
kerugian terhadap pihak masyarakat. Perlu diketahui, dalam berperkara di PTUN juga harus
memperhatikan syarat-syarat lainnya agar terhindar dari ditolaknya gugatan. Maka dari itu,
masyarakat perlu teliti dan mempelajari terlebih dahulu terkait syarat-syarat tersebut yang
meliputi objek yang disengketakan yaitu KTUN.

2. Adanya kepentinggan Penggugat yang dirugikan

2
Pada umumnya penggugat dalam sengketa PTUN adalah masyarakat yang merasakan
suatu akibat hukum dari KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
dan mengalami kerugian setelah dikeluarkannya KTUN tersebut. Penggugat dalam PTUN di
tentukan dalam Pasal 53 ayat (1) UU PTUN bahwa orang atau badan hukum perdata yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar
Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan
atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.

Merujuk pada Pasal 53 ayat (1) UU PTUN terdapat sebuah penekanan adanya suatu hal
yang penting dan menentukan agar seseorang atau badan hukum perdata untuk dapat
bertindak sebagai penggugat, hal tersebut adalah adanya unsur “kepentingan”.

Mengenai pengertian kepentingan itu sendiri, S.F. Marbun menyatakan”bahwa


kepentingan penggugat yang dirugikan haruslah bersifat “langsung terkena”, artinya
kepentingan itu tidak boleh terselubung di balik kepentingan orang lain. Lebih lanjut menurut
Indroharto kepentingan tersebut mengandung arti pada adanya suatu nilai yang harus
dilindungi oleh hukum, dan kepentingan proses, dalam hal ini diartikan apa yang hendak
dicapai dengan melakukan suatu proses Gugatan yang bersangkutan.

2
Made Martha WidyadnyanaI Wayan Suardana,S.H,M.H, TINJAUAN YURIDIS
PERLUASAN SUBJEK DAN OBJEK SENGKETA DALAM PERADILAN TATA USAHA
NEGARA, hal 6
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/52502/30985#:~:text=Objek
%20sengketa%20Tata%20Usaha%20Negara,atau%20Pejabat%20tata%20usaha%20negara.
3. Gugatan diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan

3
Perhitungan jangka waktu pengajuan Gugatan ke PTUN diatur secara khusus dalam Pasal
55 UU PTUN yang menyatakan Bahwa “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu sembilan puluh hari Terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkan Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”. Adapun sembilan puluh hari tersebut dihitung
berdasarkan Perhitungan hari kalender dan bukan hari kerja.

Berdasarkan Pasal 55 dari UU PTUN perhitungan jangka waktu pengajuan gugatan ke


PTUN dapat diterapkan dalam beberapa variabel:

Pertama, perhitungan jangka waktu pengajuan gugatan ke PTUN untuk pihak yang dituju
langsung dan tidak adanya upaya administratif maka jangka waktu pengajuan gugatan ke
PTUN untuk variabel ini adalah 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya KTUN atau sejak
diumumkannya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam bagian penjelasan dari Pasal 55
dari UU PTUN paragraf 1 yang berbunyi “bagi pihak yang namanya tersebut dalam
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu
dihitung sejak hari diterimanya Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat”, dan paragraf 5
yang berbunyi “dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu harus
diumumkan, maka tenggang waktu sembilan puluh hari itu dihitung sejak hari pengumuman
tersebut”.

Variabel kedua, perhitungan jangka waktu pengajuan gugatan ke PTUN adalah untuk
pihak yang dituju langsung dan upaya administratif telah ditempuh namun hasil dari upaya
administratif tersebut tetap tidak memuaskan bagi pihak tersebut, maka jangka waktu
pengajuan gugatan ke PTUN apabila hanya terdapat upaya administratif berupa keberatan
adalah 90 (sembilan puluh) hari sejak dikeluarkannya KTUN yang menjadi hasil pemeriksaan
keberatan yang telah dilakukan yang dirasa masih merugikan pihak yang berkepentingan.
Obyek gugatan disini adalah KTUN hasil pemeriksaan keberatan yang telah dilakukan.
Sedangkan jangka waktu pengajuan gugatan apabila terdapat upaya administratif sampai

3
Renius Albert Marvin (dkk), POLEMIK JANGKA WAKTU PENGAJUAN GUGATAN
KEPENGADILAN TATA USAHA NEGARA, Jurnal Hukum & Pembangunan 49, hal 945
s/d hal
947,http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/2350/1567#:~:text=Perhitungan
%20jangka%20waktu%20pengajuan%20gugatan,atau%20Pejabat%20Tata%20Usaha
%20Negara%E2%80%9D.
banding administratif, maka jangka waktu pengajuan gugatan adalah 90 (sembilan puluh) hari
sejak diterimanya KTUN yang merupakan hasil pemeriksaan dari banding aministratif yang
diajukan keluar sebagai obyek gugatan. Namun gugatan tidak diajukan ke PTUN, melainkan
ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Variabel ketiga, perhitungan jangka waktu pengajuan gugatan ke PTUN terhadap KTUN
yang bersifat “fiktif negatif”. Terhadap variabel ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 55
paragraf 3 dari UU PTUN yang berbunyi sebagai berikut: Dalam hal yang hendak digugat itu
merupakan keputusan menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu sembilan
puluh hari itu dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan
dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.

Sehingga apabila terdapat peraturan dasar yang menentukan adanya batas waktu bagi
badan atau pejabat tata usaha negara untuk mengeluarkan keputusan atau memberikan reaksi
atas suatu permohonan keputusan yang masuk, maka tenggang waktu dihitung sejak habisnya
kesempatan mengambil suatu KTUN yang bersangkutan.

4. Uraian alasan Penggugat:

4
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebelum
perubahan, sebenarnya telah memasukkan kriteria alasan untuk KTUN yang dapat dinyatakan
batal atau tidak sah sebagaimana terdapat dalam pasal 53 ayat (2) yang pada intinya
memberikan kriteria:

-Keputusan TUN bertentangan dengan Per-uu-an yang berlaku.

Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan Dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (di dalam Penjelasan pasal dijelaskan bahwa
bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku ini mencakup yang
4
Hidayat Pratama Putra, PENILAIAN TERHADAP BATAL ATAU TIDAK SAHNYA
SUATU KEPUTUSAN DAN/ATAU TINDAKAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN,
ASSESSMENT REGARDING THE NULLITY OR INVALIDITY OF A
GOVERNMENTAL ADMINISTRATIVE DECISION AND/OR ACTION, Volume 3
Nomor 1 Februari 2020, hal 44. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnalhukumperatun.mahkamahagung.go.id/index.php/
peratun/article/download/155/31/&ved=2ahUKEwi7vv-
lrcXzAhWIbn0KHTXWDzsQFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw2o8-oPY24XNimieimgaQ9O
bersifat Prosedural, substansial maupun dikarenakan dikeluarkan oleh Pejabat yang tidak
berwenang);

Setelah pasal tersebut diubah melalui UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU
No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka alasan pengajuan gugatan
diperluas namun dengan redaksi kalimat yang lebih singkat yaitu pada intinya adalah
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maupun AUPB.

-Badan/Pejabat TUN menggunakan wewenang yang tidak sesuai dengan maksud wewenang.

Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh Badan dan/atau Pejabat


Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang,
dan/atau bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

5
Bunyi pasal :

Pasal 17

(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.

(2) Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. larangan melampaui Wewenang;

b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau

c. larangan bertindak sewenang-wenang.

Pasal 18

(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang
dilakukan:

5
Pasal 17 dan 18 undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan
a. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;

b. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau

c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan Wewenang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan
yang dilakukan:

a. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau

b. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.

(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan
yang dilakukan:

a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau

b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

-Badan/Pejabat TUN, setelah mempertimbangkan semuanya seharusnya tidak sampai


mengambil keputusan tersebut

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan, setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan
itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.
(willekeur).
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Syarat-syarat Gugatan Syarat Formil: Dalam gugatan harus dicantumkan: Nama,


kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan Penggugat/kuasanya. Nama jabatan, tempat
kedudukan Tergugat.

Syarat Materil Gugatan harus memuat: Dasar Gugatan/Posita (a)Adanya SK TUN yang dijadikan
objek. (b)Adanya kepentinggan Penggugat yang dirugikan (c) Gugatan diajukan dalam tenggang
waktu yang ditentukan (d)Uraian alasan Penggugat: 1. Keputusan TUN bertentangan dengan Per-uu-
an yang berlaku. 2. Badan/Pejabat TUN menggunakan wewenang yang tidak sesuai dengan maksud
wewenang. 3. Badan/Pejabat TUN, setelah mempertimbangkan semuanya seharusnya tidak sampai
mengambil keputusan tersebut.
B. DAFTAR PUSTAKA

1. https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/mengenal-ktun-sebagai-objek-sengketa-peradilan-tata-usaha-
negara/

2. Made Martha WidyadnyanaI Wayan Suardana,S.H,M.H, TINJAUAN YURIDIS PERLUASAN SUBJEK


DANOBJEK SENGKETA DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA, hal 6
https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/52502/30985#:~:text=Objek
%20sengketa%20Tata%20Usaha%20Negara,atau%20Pejabat%20tata%20usaha%20negara.

3.Renius Albert Marvin (dkk), POLEMIK JANGKA WAKTU PENGAJUAN GUGATAN KEPENGADILAN
TATA USAHA NEGARA, Jurnal Hukum & Pembangunan 49, hal 945 s/d hal 947,

http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/viewFile/2350/1567#:~:text=Perhitungan%20jangka
%20waktu%20pengajuan%20gugatan,atau%20Pejabat%20Tata%20Usaha%20Negara%E2%80%9D.

4. Hidayat Pratama Putra, PENILAIAN TERHADAP BATAL ATAU TIDAK SAHNYA SUATU KEPUTUSAN
DAN/ATAU TINDAKAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, ASSESSMENT REGARDING THE NULLITY OR
INVALIDITY OF A GOVERNMENTAL ADMINISTRATIVE DECISION AND/OR ACTION, Volume 3 Nomor 1
Februari 2020, hal 44.

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://jurnalhukumperatun.mahkamahagung.go.id/index.php/peratu
n/article/download/155/31/&ved=2ahUKEwi7vv-
lrcXzAhWIbn0KHTXWDzsQFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw2o8-oPY24XNimieimgaQ9O

5. Pasal 17 dan 18 undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai