Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN RESMI

PRATIKUM KIMIA FISIK

PERCOBAAN 4
PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

Disusun Oleh :
1. Raehan Maulana (24030119130113)
2. Luthfiyatun Najah (24030119120031)
3. Elisa Putri (24030119120035)
4. Nur Maulina Rahmawati (24030119130095)
5. Aditia Fadhil Hanan Permata (24030119120037)
6. M. Rafi Diyansyah Putra (24030119130055)
7. Kamilia Hijriani Zain (24030119140135)

Asisten
Pipit Riyanti (24030117120044)

LABORATORIUM KIMIA FISIK


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PERCOBAAN 4
PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

Semarang, 5 April 2021

Praktikan 3

Elisa Putri
(24030119120035)
Mengetahui,
Praktikan 1 Praktikan 2

Raehan Maulana Luthfiyatun Najah


(24030119130113) (24030119120031)

Praktikan 4 Praktikan 5 Praktikan 6

Asisten
Nur Maulina Rahmawati Kamilia Hijriani Zain M. Rafi Diyansyah Putra
(24030119130095) (24030119140135) (24030119130055)

Pipit Riyanti
(24030117120044)
Praktikan 7

Aditia Fadhil Hanan Permata


(24030119120037)
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan
Suhu Terhadap Laju Reaksi’ dengan tujuan mempelajari pengaruh perubahan
konsentrasi dan suhu terhadap laju reaksi. Metode yang digunakan pada
percobaan ini yaitu pengenceran, pengendapan, dan pemanasan. Prinsip yang
digunakan pada percobaan ini adalah banyak tumbukan akibat jumlah partikel
atau molekul dan peningkatan energi aktivasi akibat peningkatan suhu. Hasil yang
diperoleh pada percobaan pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi yaitu
pada konsentrasi 0,5 M ; 0,1 M ; 0,15 M ; 0,2 M ; 0,25 M dibutuhkan waktu
berturut-turut 61 s; 35 s; 25 s; 21 s; 15 s, hal tersebut membuktikan bahwa
konsentrasi mempengaruhi laju reaksi yaitu semakin besar konsentrasi maka
semakin cepat laju reaksinya. Pada percobaan pengaruh suhu pada laju reaksi
yaitu pada suhu 50ºC, 60 ºC, dan 70ºC dibutuhkan waktu berturut-turut 13 s, 20 s
dan 29 s membuktikan bahwa suhu mempengaruhi laju reaksi yaitu semakin besar
suhu maka semakin cepat laju reaksinya.

Kata kunci : Laju reaksi, Suhu, Konsentrasi


PERCOBAAN IV

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi
1.2 Mempelajari pengaruh konsentrasi pada laju reaksi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinetika Kimia

Kinetika kimia mempelajari laju berlangsungnya reaksi kimia dan energi


yang berhubungan dengan proses tersebut, serta mekanisme berlangsungnya
reaksi. Mekanisme reaksi adalah serangkaian reaksi tahap demi tahap yang
terjadi berturut - turut selama proses perubahan reaktan menjadi produk,
atau urutan langkah-Iangkah reaksi menuju tersusunnya reaksi total (Kristi
& Aningrum, 2003).

Kinetika kimia digunakan untuk mengukur dan memprediksi kecepatan


dari suatu reaksi kimia. Data kecepatan reaksi dapat digunakan untuk
mengetahui tahap-tahap mekanisme reaksi

(Petrucci & Hill, 1999).

2.2 Laju Reaksi

Laju reaksi adalah laju pengurangan konsentrasi molar pereaksi akan


laju pertambahan konsentrasi molar hasil reaksi dalam satuan waktu. Laju
reaksi menyatakan molaritas zat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan setiap
detik. Reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda (Purba,
2007)

Hubungan kuantitatif antara konsentrasi pereaksi dengan laju reaksi


dinyatakan dalam suatu persamaan, yaitu persamaan laju reaksi. Contoh
reaksi:
mA + nB → cC + dD
Persamaan laju reaksinya adalah:
V = K [A]x [B]y
Dimana: V = kecepatan laju reaksi
K = tetapan laju reaksi
[A] = konsentrasi A
[B] = konsentrasi B
x = orde reaksi terhadap pereaksi A
y = orde reaksi terhadap pereaksi B
(Purba, 2007)

2.3. Orde Reaksi


Orde reaksi menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi pereaksi pada
laju reaksi.
2.3.1. Orde Nol
Reaksi dinyatakan orde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila
perubahan konsentrasi pereaksi tidak mempengaruhi laju reaksi.
Persamaan laju reaksi yang berorde nol, yaitu V = K [A] o. Berikut grafik
orde nol :

2.3.2. Orde Satu


Reaksi termasuk orde satu terhadap salah satu pereaksinya jika laju
reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi. jika dilipat tigakan
maka laju reaksi akan menjadi 3 kalinya. Persamaan laju reaksinya yaitu,
V = K [A]1

2.3.3. Orde Dua


Reaksi orde dua terhadap salah satu pereaksinya jika laju reaksinya
adalah pangkat dua dari konsentrasi pereaksi. Berikut grafik orde dua.

(Petrucci, 1987)
2.4. Energi Aktivasi
Energi yang harus dimiliki oleh molekul agar dapat bereaksi
disebut dengan energi aktivasi. Semakin besar energi aktivasinya,
semakin kecil fraksi kereaktifannya, dan mengakibatkan reaksi semakin
lambat berlangsung
(Petrucci, 1987).
2.5 Teori Tumbukan

Menjelaskan reaksi berdasarkan tumbukan molekul yaitu frekuensi


tumbukan pada probabilitas yang memungkinkan tumbukan terjadi
menjadi reaksi kimia. Menurut teori tumbukan sederhana, laju reaksi
didasarkan pada :
1. Jumlah persatuan volum persatuan waktu.
2. Molekul-molekul yang diambil bagian dalam tumbukan harus
mempunyai energi yang cukup (energi pengaktivasi). Sebelum
molekul-molekul tersebut berubah menjadi produk
(Petrucci, 1992)
2.6 Persamaan Arhenius

Persamaan Arrhenius mendefinisikan secara kuantitatif hubungan


antara energi dengan onstanta laju reaksi sesuai dengan persamaan yang
diusulkan oleh Arrhenius pada tahun 1889:
K= A .e -Ea/RT
Dimana K adalah konstanta laju rearsi, A adalah factor frekuensi dan Ea
adalah energi aktivasi. Persamaan tersebut dalam bentuk logaritma dapat
ditulis:
Ea
lnK =lnA−
RT
−Ea 1
lnK = x +lnA
R T
Persamaan tersebut analog dengan persamaan garis lurus, yang
sering disimbolkan dengan y=mx+c, maka hubungan antara energi
aktivasi suhu dan laju relatif dapat dianalisis dalam bentuk grafik lnK vs

1 Ea
dengan gradient –( ) dan intersep lnA .
T RT
(Tim Dosen Kimia Fisik, 2011)

2.7. KSP

Ksp (Konstanta hasil kali kelarutan) adalah konstanta


kesetimbangan untuk zat padat yang larut dalam larutan air. Ini
mewakili tingkat di mana zat terlarut dalam larutan. Semakin larut
suatu zat, semakin tinggi nilai Ksp yang dimilikinya.
Konstanta hasil kali kelarutan digunakan untuk menggambarkan
larutan jenuh senyawa ionik dengan kelarutan yang relatif rendah.
Larutan jenuh berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis antara
senyawa ionik terlarut, terdisosiasi, dan padatan tak larut
(Al-Borno, A., & Tomson, M. B, 1994).

2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Laju reaksi terlihat dari perubahan dari konsentrasi molekul
reaktan atau konsentrasi molekul produk per satuan waktu. Laju reaksi
tidak tetap, melainkan berubah terus-menerus seiring dengan perubahan
konsentrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah:
a. Luas Permukaan
Luas permukaan zat yang digunakan untuk bereaksi
mempengaruhi kecepatan laju reaksi. Suatu zat yang berbentuk
serbuk lebih cepat bereaksi daripada zat yang berbentuk kepingan.
Hal ini karena zat yang berbentuk serbuk mempunyai bidang
sentuh yang lebih luas sehingga tumbukan akan lebih sering
terjadi. Luas permukaan total zat akan semakin bertambah bila
ukurannya diperkecil. Semakin halus zat makan laju reaksinya
akan semakin cepat karena luas permukaan yang bereaksi semakin
besar (Oxtoby, 2001)
b. Konsentrasi 
Suatu zat yang bereaksi mempunyai konsentrasi yang
berbeda-beda. Konsentrasi menyatakan pengaruh kepekatan atau
zat yang berperan dalam proses reaksi. Semakin besar nilai
konsentrasi, maka laju reaksi akan semakin cepat. Hal ini
dikarenakan zat yang konsentrasinya mengandung banyak
jumlah partikel, sehingga partikel-partikel yang disusun lebih
rapat, sehingga akan sering bertumbukan, dan reaksi cepat terjadi
(Utami, 2009)
c. Temperatur
Setiap partikel selalu bergerak dengan naiknya temperatur,
energi gerak atau energi kinetik partikel bertambah, sehingga
tumbukan akan lebih sering terjadi. Dengan frekuensi tumbukan
yang semakin besar, maka kemungkinan terjadinya tumbukan
efektif yang menghasilkan reaksi juga semakin besar. 
Suhu atau temperatur juga mempengaruhi energi potensial
suatu zat. Zat-zat yang energi potensialnya kecil, jika
bertumbukan akan sukar menghasilkan tumbukan efektif, hal ini
dikarenakan zat-zat tersebut tidak mampu melampaui energi
aktivasi. Dengan menaikkan suhu, maka hal ini akan
memperbesar energi potensial, sehingga ketika bertumbukan
akan menghasilkan energi (Utami, 2009)
d. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat
terjadinya reaksi, namun di akhir reaksi katalis dapat didapatkan
kembali. Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi,
sehingga jika dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi
akan lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena zat-zat yang
bereaksi akan lebih mudah melampaui energi aktivasi (Utami,
2009)
Kehadiran katalis dalam suatu reaksi dapat memberikan
mekanisme alternatif untuk menghasilkan hasil reaksi dengan
energi yang lebih rendah diabndingkan dengan reaksi yang tanpa
katalis. Energi pengaktifan yang lebih rendah menunjukkan
bahwa jumlah bagian dari molekul-molekul yang memiliki energi
kinetik yang cukup untuk bereaksi jumlahnya lebih banyak, jadi,
kehadiran katalis adalah membantu meningkatkan terjadinya
tumbukan yang efektif, yang berarti juga memperbesar laju reaksi
(Supardi, 2008).
2.9 Analisis Bahan
2.9.1 Na2S2O3
a. Sifat Fisika: cair tidak berwarna titik didih 100oC
b. Sifat Kimia: larut dalam air dan stabil di suhu dan tekanan
normal
(Daintith, 1994)
2.9.2 HCl
a. Sifat Fisika: cair tidak berwarna titik didih 83oC
b. Sifat Kimia: larut dalam air dan stabil di suhu dan tekanan
normal
(Daintith, 1994)
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

 Gelas ukur
 Stop Watch
 Erlenmeyer
 Thermometer
 Bunsen, Kaki tiga dan kasa
 Pipet Volum

3.1.1. Bahan

 Na2S2O3
 HCL
 Aquades

3.2. Gambar Alat

Gelas ukur Stop Watch Erlenmeyer Thermometer

Bunsen, Kaki tiga dan kasa Pipet Volum


3.3. Skema Kerja

3.3.1. Bagian 1 (Pengaruh Perubahan Konsentrasi)

50 mL Na2S2O3 0,25 M

Labu Ukur

- Pengenceran dengan 0 mL akuades


- Penggojogan lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
- Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
- Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x”
tidak dapat terlihat lagi

Hasil

40 mL Na2S2O3 0,25 M

Labu Ukur

- Pengenceran dengan 10 mL akuades


- Penggojogan lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
- Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
- Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x”
tidak dapat terlihat lagi

Hasil
30 mL Na2S2O3 0,25 M

Labu Ukur

- Pengenceran dengan 20 mL akuades


- Penggojogan lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
- Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
- Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x”
tidak dapat terlihat lagi

Hasil

20 mL Na2S2O3 0,25 M

Labu Ukur

- Pengenceran dengan 30 mL akuades


- Penggojogan lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
- Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
- Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x”
tidak dapat terlihat lagi

Hasil
10 mL Na2S2O3 0,25 M

Labu Ukur

- Pengenceran dengan 40 mL akuades


- Penggojogan lalu dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Pembuatan tanda “x” pada kertas putih
- Penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda “x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan dan pengamatan dari atas
- Pencatatan waktu yang diperlukan dan suhu setelah tanda “x”
tidak dapat terlihat lagi

Hasil

3.3.2. Bagian 2 (Pengaruh Perubahan Suhu)

10 mL Na2S2O3 0,25 M

Erlenmeyer

- Pengenceran menjadi 50 mL
- Pemanasan selama 5 menit pada suhu 40ºC pada penangas air
- Pengukuran suhu dan penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda
“x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan sampai tanda “x” tidak terlihat
- Penghentian stopwatch, pencatatan waktu, dan pengamatan hasil
warna larutan

Hasil
10 mL Na2S2O3 0,25 M

Erlenmeyer

- Pengenceran menjadi 50 mL
- Pemanasan selama 5 menit pada suhu 50ºC pada penangas air
- Pengukuran suhu dan penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda
“x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan sampai tanda “x” tidak terlihat
- Penghentian stopwatch, pencatatan waktu, dan pengamatan hasil
warna larutan

Hasil

10 mL Na2S2O3 0,25 M

Erlenmeyer

- Pengenceran menjadi 50 mL
- Pemanasan selama 5 menit pada suhu 60ºC pada penangas air
- Pengukuran suhu dan penempatan erlenmeyer tepat diatas tanda
“x”
- Penambahan 2 mL HCl 1 M dan nyalakan stopwatch
- Pengadukan/penggojogan larutan sampai tanda “x” tidak terlihat
- Penghentian stopwatch, pencatatan waktu, dan pengamatan hasil
warna larutan

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN

1. Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi

Konsetrasi Na-
No. Waktu ( s ) Keterangan
tiosulfat ( M )
Natrium tioulfat awalnya
1. 0.25 15
tidak berwarna ketika
ditambahkan HCl mulai
2. 0.20 21 terjadi perubahan warna
menjadi putih keruh.

3. 0.15 25 Warna putih keruh itu


berasal dari endapan
sufur yang terbentuk.
4. 0.10 35 Semakin besar
konsentrasi maka
semakin cepat reaksi
5. 0.05 61
berlangsung.

2. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

Konsentrasi Suhu Keterangan


No. Na-tiosulfat Awal Waktu ( s )
(M) ( °C )
Natrium tiosulfat awalnya tidak
1. 0.25 70 13 berwarna ketika ditambahkan
HCl mulai terjadi perubahan
warna menjadi putih keruh.

2. 0.25 60 20 Warna putih keruh itu berasal


dari endapan sufur yang
terbentuk. Semakin tinggi suhu
3. 0.25 50 29 maka semakin cepat reaksi
berlangsung.
V. HIPOTESIS
Percobaan ini berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Suhu Terhadap
Laju Reaksi’ yang bertujuan mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi
dan suhu terhadap laju reaksi. Metode yang digunakan pada percobaan ini
yaitu pengenceran, pengendapan, dan pemanasan. Prinsip yang digunakan
pada percobaan ini adalah banyak tumbukan akibat jumlah partikel atau
molekul dan peningkatan energi aktivasi akibat peningkatan suhu. Hasil
yang akan diperoleh pada percobaan pengaruh perubahan konsentrasi pada
laju reaksi yaitu semakin besar konsentrasi maka semakin cepat laju
reaksinya dan pada percobaan pengaruh suhu pada laju reaksi semakin besar
suhu maka semakin cepat laju reaksinya.
VI. PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Suhu
terhadap Laju Reaksi” yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh perubahan
konsentrasi pada laju reaksi dan untuk mempelajari pengaruh suhu pada laju
reaksi. Metode yang digunakan pada pecobaan ini adalah pengenceran,
pengendapan, dan pemanasan. Prinsip percobaan ini adalah banyaknya tumbukan
akibat jumlah partikel atau molekul dan peningkatan energi aktivasi akibat
peningkatan suhu.

6.1 Pengaruh Perubahan Konsentrasi pada Laju Reaksi

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan


konsentrasi terhadap laju reaksi. Metode yang digunakan yaitu
pengenceran dan pengendapan. Sedangkan prinsipnya didasarkan pada
teori tumbukan yang menjelaskan reaksi berdasarkan tumbukan molekul
yaitu frekuensi tumbukan pada probabilitas yang memnungkinkan
tumbukan terjadi menjadi rekasi kimia (Petrucci 1992).
Percobaan dilakukan dengan menyiapkan larutan Na2S2O3 0,25 M
dengan volume 10mL ; 20mL ; 30ml ; 40mL ; 50mL yang diencerkan
dengan aquadest dalam volume akhir 50mL sehingga didapatkan variasi
konsentrasi yaitu 0,05M ; 0,1M ; 0,15M ; 0,2M ; 0,25M. Tujuan dari
pengenceran yaitu untuk mendapatkan konsentrasi dengan berbagai
variasi agar mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Pada
proses pengenceran terjadi peristiwa pelarutan, dimana rasio partikel
terlarut di dalam larutan berkurang akibat penambahan pelarut sehingga
tumbukan antar partikel menjadi jarang. Selanjutnya larutan Na2S2O3
yang telah diencerkan ditempatkan dalam Erlenmeyer dan disiapkan
kertas dengan tanda X sebagai alas dari Erlenmeyer. Fungsi pemberian
alas ini untuk mengetahui seberapa cepat endapan sulfur akan terbentuk
dari penambahan HCl pada larutan Na2S2O3. Untuk mengetahui
kecepatan terbentuknya endapan belerang dan memperoleh endapan
belerang akibat reaksi pengendapan ditambahkan 2 mL HCl 1M pada
tiap larutan Na2S2O3 dengan berbagai konsentrasi. Pada saat yang
bersamaan ketika penambahan HCl pada larutan Na2S2O3, stopwatch
dinyalakan dan dilakukan penggojogan. Penggojogan ini bertukuan untuk
meningkatkan banyaknya tumbukan antar partakel sehingga reaksi
berlangsung cepat dan endapan dapat cepat terbentuk (Chang, 2005).
Berikut adalah reaksi antara larutan Na2S2O3 dengan HCl :

Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq) → 2NaCl(aq) + H2O(l) + SO2(g) + S(s)↓

(Vogel and Svehla 1985)

Berdasarkan konsep mol yaitu M = mol/L, maka dapat dilihat


bahwa mol zat sebanding dengan konsentrasi. Dimana 1 mol
mengandung 6,02 x 1023 partikel, sehingga jika mol suatu zat besar maka
jumlah partikelnya akan semakin banyak dan akan menyebabkan larutan
menjadi jenuh serta lama kelamaan mengendap. Pengendapan terjadi
apabila nilai Qsp > Ksp, bila Qsp < Ksp maka belum terjadi pengendapan
dan larutan jenuh apabila Qsp = Ksp (Chang, 2005).

Setelah tanda X tidak terlihat yang mana menandakan sudah


terbentuk endapan maka stopwatch dimatikan dan dicatat waktu reaksi
berlangsung pada konsentrasi 0,05M ; 0,1M ; 0,15M ; 0,2M ; 0,25M.
Dan didapatkan waktu dari reaksi larutan Na2S2O3 0,05M ; 0,1M ; 0,15M
; 0,2M ; 0,25M berturut – turut 61 s; 35 s; 25 s; 21 s; 15 s. Dari hasil
yang didapatkan dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
laju reaksinya semakin cepat. Semakin banyak jumlah partikel dalam
suatu larutan maka akan semakin mudah untuk terjadi tumbukan.

Dari data konsentrasi dan waktu reaksi diperoleh grafik hubungan


antara konsentrasi reaktan Na2S2O3 dengan persatuan waktu dan grafik
hubungan antara ln [Na2S2O3] dengan ln 1/t.

Dari data dan grafik menunjukkan bahwa larutan dengan


konsentrasi besar menyebabkan reaksi akan lebih cepat berlangsung,
karena dengan konsentrasi besar berarti jumlah partikel zat dalam larutan
tersebut semakin banyak. Partikel yang banyak tersebut akan lebih sering
tumbukan, dengan bertambahnya frekuensi tumbukan dari partikel maka
reaksi berlangsung cepat dan begitu dengan sebaliknya (Utami, Saputro,
Mahardiani, Yamtinah, & Mulyani, 2009).

Untuk menentukan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi,


digunakan grafik antara [Na2S2O3] dengan 1/t. Dan didapatkan grafik :

Grafik Hubungan Konsentrasi Na2S2O3 dengan Laju Reaksi


0.08
0.07
0.06 f(x) = 0.24 x + 0
R² = 0.98
0.05
1/t (s-1)

0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Konsentrasi Na-tiosulfat (M)

Dari grafik diperoleh persamaan y = 0, 2392x + 0,004 dengan nilai


R2 sebesar 0,9817. Nilai R2 ini menunjukkan linieritas dari data yang
dihasilkan, semakin mendekati 1 menunjukkan hasilnya semakin linear.
Untuk menentukan orde yang terjadi pada reaksi dalam percobaan
ini digunakan grafik hubungan antara ln [Na2S2O3] dengan ln 1/t. dan
didapatkan grafik sebagai berikut:
Grafik Hubungan ln [Na-tiosulfat] dengan ln 1/t
0.00000
-3.2 -3 -2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2
-0.50000
-1.00000
-1.50000
-2.00000
ln 1/t

-2.50000
f(x) = 0.84 x − 1.62 -3.00000
R² = 0.99
-3.50000
-4.00000
-4.50000
ln [Na-tiosulfat]

Dari grafik diperoleh persamaan y = 0, 8362x – 1,6232 dengan nilai


R2 sebesar 0,9898. Nilai R2 ini menunjukkan linieritas dari data yang
dihasilkan, semakin mendekati 1 menunjukkan hasilnya semakin linear.
Dari persamaan tersebut didapatkan orde reaksi yaitu orde reaksi 1.
Penentuan orde reaksi dilihat melalui persamaan, dengan m adalah orde
reaksi (n). Dari hasil percobaan, m yang dihasilkan pada persamaan adalah
0,8362 sehingga dapat dikatakan termasuk dalam orde reaksi 1. Dengan
diketahuinya nilai c yakni – 1,6232, melalui perhitungan maka dapat
ditentukan pula konstanta laju reaksinya 0,11936. Sehingga persamaan
laju reaksi yang dapat dituliskan sebagai berikut:
v = k [Na2S2O3]n
v = 0,11936 [Na2S2O3]0,83628

6.2 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada laju
reaksi. Metode yang digunakan yaitu pengenceran, pemansan dan
pengendapan. Prinsip percobaan ini didasarkan pada peningkatan energy
aktivasi akibat peningkatan suhu. Dalam percobaan ini digunakan larutan
Na2S2O3 dengan konsentrasi 0,25 M yang dibuat menjadi 3 larutan
berbeda kemudian dipanaskan dengan 3 suhu yang berbeda yaitu 50oC,
60oC dan 70oC. Variasi suhu ini bertujuan sebagai pembanding untuk
mengetahui kecepatan reaksi yang berlangsung akibat perbedaan suhu.
Setelah larutan Na2S2O3 dipanaskan sesuai suhu yang diinginkan,
Erlenmeyer dan disiapkan kertas dengan tanda X sebagai alas dari
Erlenmeyer. Fungsi pemberian alas ini untuk mengetahui seberapa cepat
endapan sulfur akan terbentuk dari penambahan HCl pada larutan
Na2S2O3. HCl dapat diganti dengan asam yang memiliki karakter yang
hampir sama seperti HNO3, HCO3 dan H2SO4. Pada saat yang bersamaan
ketika penambahan HCl pada larutan Na2S2O3, stopwatch dinyalakan dan
dilakukan penggojogan. Penggojogan ini bertujuan untuk meningkatkan
banyaknya tumbukan antar partakel sehingga reaksi berlangsung cepat
dan endapan dapat cepat terbentuk (Chang, 2005).
Reaksi yang terjadi antara larutan Na2S2O3 dengan HCl sebagai
berikut :

Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq)→ 2NaCl(aq) + H2S2O3(aq)

S2O32-(aq) + 2H+(aq) → H2O(l) + SO2(g) + S(s)

(Vogel and Svehla 1985)

Pengendapan terjadi apabila nilai Qsp > Ksp, bila Qsp < Ksp maka
belum terjadi pengendapan dan larutan jenuh apabila Qsp = Ksp (Chang,
2005).

Setelah larutan mengendap dan tanda X tidak terlihat lagi, maka


stopwatch dimatikan dan mencatat waktu untuk reaksi berlangsung pada
suhu 70oC, 60oC dan 50oC diperoleh waktu secara berturut turut 13 s, 20
s dan 29 s. Dari data dapat dilihat bahwa pada temperatur yang berbeda
menyebabkan kecepatan reaksi yang berbeda pula. Larutan pada
temperature tinggi menyebabkan tumbukan antar partikel lebih sering
terjadi. Partikel – partikel bergerak cepat menimbulkan energi gerak atau
kinetik yang besar sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat. Energi
yang dimiliki partikel sehingga akan melampaui energi minimum untuk
bereaksi disebut energi aktivasi (Pettruci, 1992).

Melalui persamaan Arrhenius:


−Ea
RT
k=Ae

Ea
ln K = ln A - ( )
RT

Ea 1
ln K = ln A - x
R T

y = c +m×x

Dari persamaan di atas dapat dibuat grafik 1/T dengan ln k. Reaksi


ini dianggap reaksi orde satu.

Grafik Hubungan 1/T dengan ln k


0
0 0 0 0 0 0
-0.5

-1
ln k

f(x) = − 4439.94 x + 11.75 Linear ()


-1.5 R² = 1

-2

-2.5

1/T

Berdasarkan grafik di atas, diperoleh nilai R 2 = 0,9964. Harga R2


hampir mendekati 1 menunjukkan bahwa persamaan Arrhenius cukup
valid digunakan untuk pengujian kinetika reaksi akibat pengaruh suhu.
Pada grafik dapat diketahui hubungan antara ln k dan 1/T berbanding
terbalik, semakin kecil ln k maka nilai 1/T rata-rata semakin besar. Hal
ini membuktikan bahwa semakin tinggi suhu maka Ea (energi aktivasi)
semakin kecil akibatnya laju reaksi semakin cepat dan waktu yang
dibutuhkan semakin sedikit sehingga memperbesar laju reaksi. Dari
grafik diperoleh persamaan y = -4439,9x + 11,751 sedangkan melalui
perhitungan manual diperoleh persamaan y = -5382,232996x +
43,74850712. Perbedaan hasil pada perhitungan manual dan excel
dikarenakan pembulatan. Melalui perhitungan persamaan arrhenius,
besarnya energi aktivasi diperoleh 44747,88513 J k −1 . mol−1.
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Pada percobaan pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi
yaitu dengan larutan Na2S2O3 pada konsentrasi 0,5M; 0,1M;
0,15M; 0,2M; 0,25M dibutuhkan waktu berturut-turut 61 s; 35 s;
25 s; 21 s; 15 s. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi maka semakin cepat laju reaksinya.
7.1.2 Pada percobaan pengaruh suhu pada laju reaksi yaitu dengan
larutan Na2S2O3 dengan suhu 50oC, 60oC dan 70oC dibutuhkan
waktu berturut-turut 13 s, 20 s dan 29 s. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju reaksinya.

7.2 Saran
7.2.1 Praktikan diharapkan teliti pada pembacaan termometer pada saat
pemanasan dan menjaga agar suhu tetap konstan.
7.2.2 Praktikan diharapkan teliti pada pembacaan pipet ukur pada saat
pengenceran.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Borno, A., & Tomson, M. B. (1994). The temperature dependence of the
solubility product constant of vivianite. Geochimica et Cosmochimica Acta,
58(24), 5373-5378.

Daintith. (1994). Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga.

Kristi, S., & Aningrum. (2003). Kinetika kimia. Laju Reaksi, 23–24.

Oxtoby. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga

Petrucci, R. H., & Hill, J. W. (1999). General Chemistry: An Integrated


Approach. Prentice Hall International.

Purba, Michael. 2007. Kimia untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Tim Dosen Kimia Fisik. 2011. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisik. Semarang:
Laboratorium Kimia Universitas Negeri Semarang

Supardi, Kasmadi Imam, dan Gatot Luhbandjono. 2008. Kimia Dasar II.
Semarang: UPT. UNNES Press.

Utami, dkk. 2009. Kimia Dasar Universitas. Jakarta: Erlangga.


LAMPIRAN

1. Perhitungan Pengenceran Konsentrasi Na2S2O3 0,25 M


a. V Na2S2O3 = 10mL
V H2O = 40mL
V1.M2 = V2M2
10 mL.0,25 M = 50 mL.M2
0,05 M = M2

b. V Na2S2O3 = 20mL
V H2O = 30mL
V1.M2 = V2M2
20 mL.0,25 M = 50 mL.M2
0,1 M = M2

c. V Na2S2O3 = 30mL
V H2O = 20mL
V1.M2 = V2M2
30 mL.0,25 M = 50 mL.M2
0,15 M = M2

d. V Na2S2O3 = 40mL
V H2O = 10mL
V1.M2 = V2M2
40 mL.0,25 M = 50 mL.M2
0,2 M = M2

e. V Na2S2O3 = 50mL
V H2O = 0mL
V1.M2 = V2M2
50 mL.0,25 M = 50 mL.M2
0,25 M = M2
2. Perhitungan Grafik antara [Na2S2O3] dengan 1/t
No. [Na2S2O3] (M) 1/t xy x2
(x) (y)
1. 0,25 0.066667 0.016666667 0,0625
2. 0,2 0.047619 0.00952381 0,04
3 0,15 0.04 0.006 0,0225
4. 0,1 0.028571 0.002857143 0,01
5. 0,05 0.016393 0.000819672 0,0025
∑ 0,75 0.199251 0.035867291 0,1375
Rata 0,15 0.007173458 0,0275
-rata 0.03985

n . ∑xy −∑ x . ∑ y
m=
n. ∑ x 2 −(∑ x )2
m = 5 . 0,035867 - 0,75 . 0,199251
5 . 0,1375 – (0,75)2
m= 0,179335 – 0,14943825
0,6875 – 0,5625
m= 0,02989675
0,125
m = 0,239

y rata-rata=mx rata-rata+ c
0,03985 = 0,239. 0,15 + c
0,03985 = 0,03585 + c
c = 0,004

Sehingga
y=mx+c
y = 0,239x + 0,004

3. Perhitungan Grafik antara ln [Na2S2O3] dengan ln 1/t

No. ln [Na2S2O3] ln 1/t xy x2


(x) (y)
1. -1,38629 -2.70805 3.75414 1,9218
2. -1,60944 -3.04452 4.89998 2,5903
3 -1,89712 -3.21888 6.10659 3,5991
4. -2,30258 -3.55535 8.18647 5,3019
5. -2,99573 -4.11087 12.31507 8,9744
∑ -10,1912 -16.63767 35.26225 22,3874
Rata -2,03823 4,4775
-rata -3.32753 7.05245

n . ∑xy −∑ x . ∑ y
m=
n. ∑ x 2 −(∑ x )2
m = 5 . 35,26225 – (-10,1912) . (-16,6376)
5 . (22,3874) – (-10,1912)2
m= 176,31125 - 169,5571
111,937 - 103,8606
m= 6,75415
8,0764
m = 0,83628

y rata-rata=mx rata-rata+ c
-3,32753 = 0,83628 (-2,03823) + c
-3,32753 = -1,20194775 + c
c = -2,12558225

Sehingga
y=mx+c
y = 0,83628x – 2,12558225

V = k [A]n
1
= k [A]n
t

1
ln = ln k + n . ln [A]
t
m = n = 0,83628
c = ln k = -2,12558225
k = ec = 0,11936

V = k [A]n
V = 0,11936 [Na2S2O3]0,83628

4. Perhitungan grafik antara 1/t dengan ln K


n
V =K [ A ]
1 n
=K[ A]
t
1
k= t
[ A ]n
1
ln k = ln t
[ A ]n

 T = 70℃ = 334K
t = 13s
1
ln k = ln 13
1
[ 0,25 ]
0,077
ln k = ln
0,25
ln k = -1,178655

 T = 60℃ = 333K
t = 20 s
1
ln k = ln 20
1
[ 0,25 ]
0,05
ln k = ln
0,25
ln k = -1,609438

 T = 50℃ = 323K
t = 29 s
1
ln k = ln 29
1
[ 0,25 ]
0,0344827
ln k = ln
0,25
ln k = -1,981001

No. 1 ln k xy x2
T
y
x
1 0,002915 -1,178655 -0,003436 8,5 x 10-6
2 0,003003 -1,609438 -0,005833 9,02 x 10-6
3 0,003096 -1,981001 -0,006133 9,59 x 10-6
Jumlah 0,0090144 -4,769094 -0,014403 2,71 x 10-5
Rata-rata 0,0030 -1,5896 -0,0048 9 x 10-6

n ×∑ xy −∑ x × ∑ y
m=
n ×∑ x 2 −(∑ x) 2
m=¿ ¿

m=−5382,232996

y=mx+c
c=
∑ y −m. ∑ x
n

−4,769094− (−5382,232996 )( 0,0090144 )


c=
3

c=43,74850712

Sehingga

y=mx+c

y=−5382,232996 x + 43,74850712

5. Perhitungan Energi Aktivasi

−Ea
m=
R

−Ea=m R

Ea=−m R, dimana R=8,314 J k−1 . mol−1


Ea=− (−5382,232996 ) . 8,314 J k −1 . mol−1
Ea=44747,88513 J k −1 . mol−1

Anda mungkin juga menyukai