NPM : 194201426002
Mata Kuliah : Ilmu Biomedik II (E)
Jawaban: I.
I. Dosen: Ns. Tommy J. Wowor, S.Kep., MM.
2. Gunakan sarung tangan ketika akan menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi atau
peralatan yang terkontaminasi. Bertujuan untuk menghindari berpindahnya
mikroorganisme ke klien lain atau lingkungan.
3.Gunakan masker dan pelindung mata untuk melindungi diri dari percikan udara
pernafasan, darah, cairan tubuh baik sekresi maupun ekskresi.
4.Gunakan Schott
5.Perawatan pearalatan klien untuk mencegah paparan kulit dan membran mukosa,
kontaminasi pada baju dan berpindahnya mikroorganisme ke klien atau lingkungan.
6.Pengendalian lingkungan, dengan jalan mengikuti prosedur rumah sakit untuk
pelayanan rutin meliputu cleaning, desinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur,
peralatan tempat tidur dan permukaan lain yang sering di sentuh.
7.Penanganan alat tenun atau linen, diganti setiap hari dan dicuci dengan desinfektan.
8.Mencegah petugas kesehatan dari patogen darah, khususnya untuk mencegah
kecelakaan kerja ketika menggunakan jarum, pisau, dan instrumen tajam lainnya.
9.Penempatan klien, dapat menggunakan ruang privat untuk klien yang dapat mencemari
lingkungan atau orang yang tidak mampu menjaga kebersihan dan lingkungan dengan
tepat.
3. Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Chlamydia yang tidak segera diobati dapat meningkatkan risiko kemandulan, terutama
pada wanita.
Penyakit ini dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria, chlamydia dapat
menyerang saluran dalam penis (uretra). Sedangkan pada wanita, chlamydia dapat terjadi
di organ panggul. Selain organ kelamin, chlamydia dapat menyerang dubur, tenggorokan,
dan mata. Penularan terjadi bila bagian tersebut terkena cairan yang dihasilkan oleh organ
kelamin.
Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi bakteri Chlamydia, karena
penyakit ini sering kali tidak menimbulkan gejala. Gejala Chlamydia
Chlamydia biasanya tidak menimbulkan gejala. Meski demikian, penderita chlamydia
tetap dapat menularkan penyakit ini kepada orang lain. Bila terdapat gejala, biasanya
gejala tersebut baru muncul 1-3 minggu setelah penderita terinfeksi.
Karena organ yang terinfeksi berbeda, gejala chlamydia pada pria dan wanita juga akan
berbeda. Berikut ini adalah gejala yang dapat dialami oleh penderita chlamydia:
Pasangan penderita chlamydia juga perlu diperiksa. Bila terkena chlamydia, baik
penderita maupun pasangannya harus segera diobati agar tidak menularkan kepada orang
lain. Ibu hamil juga perlu menjalani skrining untuk mencegah penularan ke bayi. Skrining
dilakukan saat memeriksakan kehamilan pertama kali dan ketika kehamilan sudah
memasuki trimester ketiga. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan positif menderita
chlamydia, ibu hamil perlu diobati dan kontrol ke dokter kandungan dalam waktu 3
minggu serta 3 bulan setelah pengobatan. Tiga bulan sejak pengobatan, semua penderita
chlamydia perlu menjalani tes ulang. Hal ini diperlukan karena seseorang yang menderita
chlamydia lebih berisiko untuk terinfeksi kembali.
Penyebab Chlamydia
Chlamydia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, yang menyebar melalui
cairan pada organ kelamin. Seseorang dapat tertular penyakit ini bila berhubungan
seksual dengan penderita, terutama bila tidak menggunakan kondom. Selain hubungan
seksual melalui vagina, chlamydia juga dapat menular melalui hubungan seksual secara
oral atau anal, yang bisa menyebabkan chlamydia pada dubur maupun tenggorokan.
Bakteri Chlamydia juga dapat menginfeksi organ mata. Infeksi bakteri Chlamydia pada
mata dinamakan penyakit trakhoma, yang bisa menimbulkan kebutaan. Trakhoma dapat
terjadi pada bayi baru lahir dari ibu penderita chlamydia yang tidak diobati. Selain pada
bayi baru lahir, trakhoma juga sering ditemukan pada orang yang tinggal di lingkungan
dengan sanitasi yang buruk.
Melihat cara penularannya, chlamydia lebih mudah terjadi pada orang-orang yang
memiliki faktor risiko berikut:
a. Pernah menderita penyakit menular seksual.
b. Sering bergonta-ganti pasangan seksual.
Diagnosis Chlamydia
Dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan riwayat hubungan seksualnya,
kemudian melakukan pemeriksaan fisik, terutama pada organ kelamin.Untuk mendeteksi
chlamydia, dokter akan mengambil sampel urine dan sampel cairan dari organ kelamin
penderita. Sampel cairan kelamin diambil dengan mengusapkan cotton bud pada organ
kelamin pasien. Selain di organ kelamin, pengusapan (swab) juga dapat dilakukan di
tenggorokan atau dubur, untuk mendeteksi bakteri Chlamydia.
Pengobatan Chlamydia
Chlamydia dapat diobati dengan antibiotik, seperti azithromycin atau doxycycline.
Penderita chlamydia perlu minum antibiotik selama 7 hari, atau cukup minum antibiotik
dosis tunggal, sesuai anjuran dokter. Penderita chlamydia tidak boleh melakukan
hubungan seksual sampai 7 hari setelah pengobatan selesai.
Ibu hamil penderita chlamydia perlu segera diobati dengan antibiotik, agar tidak
menularkan kepada janin dan bisa melahirkan secara normal. Pengobatan chlamydia pada
ibu hamil baru dimulai setelah diagnosanya dipastikan lewat pemeriksaan laboratorium.
Jika ibu hamil tetap berisiko terkena chlamydia, akan dilakukan pemeriksaan ulang pada
trimester ketiga kehamilan. Bila hasilnya kembali positif, ibu hamil akan diobati lagi.Jika
ibu hamil masih menderita chlamydia saat mendekati waktu persalinan, maka dokter akan
menyarankan persalinan dengan operasi caesar. Tujuannya adalah untuk mengurangi
risiko penularan chlamydia pada bayi yang dilahirkan.
Komplikasi Chlamydia
Chlamydia dapat menyebabkan komplikasi yang berbeda pada pria dan wanita.
Sedangkan pada ibu hamil, chlamydia dapat menyebabkan komplikasi pada bayi yang
akan dilahirkan.
Berikut ini adalah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit chlamydia:
Komplikasi pada wanita
Pada wanita, infeksi chlamydia yang tidak diobati dapat menyebar ke rahim dan
saluran telur (tuba falopi), sehingga menyebabkan radang panggul atau pelvic
inflammatory disease (PID).
Wanita yang pernah terkena infeksi chlamydia lebih dari satu kali akan lebih
berisiko mengalami komplikasi yang parah pada organ reproduksi.
Pada pria dan wanita, infeksi chlamydia juga dapat mengakibatkan radang sendi
reaktif (reactive arthritis), akibat reaksi tubuh terhadap infeksi. Chlamydia yang tidak
segera diobati akan memperbesar risiko penderita untuk tertular penyakit gonore atau
HIV/AIDS.
Pencegahan Chlamydia
Pencegahan chlamydia dapat dilakukan dengan tidak bergonta-ganti pasangan
seksual, menggunakan kondom dengan benar saat berhubungan seksual, serta rutin
mengikuti tes skrining chlamydia.
Penderita chlamydia perlu menghindari hubungan seksual sampai diizinkan oleh
dokter, untuk menghindari penularan penyakit ke pasangannya. Orang yang berisiko
terinfeksi chlamydia perlu rutin menjalani skrining chlamydia agar penyakit ini dapat
dideteksi dan diobati secara dini, sehingga risiko penularannya ke orang lain juga
akan lebih rendah.
4. Obat generik adalah obat dengan zat aktif yang sama namun tidak dilindungi paten
sedangkan obat paten adalah obat yang masih dilindungi paten umumnya ditemukan
sebagai hasil penelitian yang mendalam.
5. Indikasi Artinya, tujuan penggunaan obat. Obat tersebut harus digunakan sesuai
indikasinya. Jika tidak, hal itu bisa dikatakan “penyalahgunaan” obat.
Kontraindikasi Kondisi tubuh di mana obat tidak boleh digunakan. Obat dengan
kontraindikasi hipertensi, berarti obat tersebut tidak boleh digunakan bagi penderita
hipertensi karena dapat memperparah penyakitnya atau membahayakan pasien.
4) Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan dan hal-hal lain karena
pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5) Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada saat pasien telah
berada di ruang serah terima pasien di ruang pemeriksaan, petugas kesehatan di situ
akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk
memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk
mengantar pasien sampai ke batas ruang tindakan atau pemeriksaan dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
pemeriksaan atau tindakan.
Infeksi ini disebabkan oleh parasit bernama Toxoplasma gondii (T. gondii).
Parasit ini bisa menginfeksi mayoritas hewan dan burung. T. gondii bisa
ditemukan pada kotoran kucing yang terinfeksi, serta daging binatang yang
terinfeksi.
Karena parasit T. gondii hanya bisa berkembang biak pada kucing liar dan
peliharaan, maka beberapa jenis hewan tersebut diduga menjadi inang utamanya.
Namun, kucing- kucing yang terinfeksi parasit T. gondii biasanya tidak
menunjukkan gejala-gejala tertentu. Parasit ini mampu bertahan sampai beberapa
bulan hidup di tanah atau air.
2. Ascariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau biasa
disebut dengan cacing gelang. Cacing gelang adalah parasit yang hidup dan
berkembang biak di dalam usus manusia.
Ascariasis dapat ditemukan di mana saja, tetapi lebih sering terjadi di wilayah dengan
fasilitas kebersihan yang kurang memadai. Menurut data World Health Organization
(WHO), lebih dari 10 persen populasi dunia terinfeksi cacing, dan paling banyak
disebabkan oleh cacing gelang.
Gejala Ascariasis
Ascariasis umumnya tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi, sebagian orang
yang terinfeksi cacing gelang mengalami sejumlah gejala, yang terbagi dalam dua
tahapan, yaitu:
- Gejala tahap awal
Tahap awal adalah fase ketika larva cacing berpindah dari usus ke paru-paru. Fase ini
terjadi 4-16 hari setelah telur cacing masuk ke tubuh. Gejala yang muncul pada tahap
ini, antara lain:
- Demam tinggi
- Batuk kering
- Sesak napas
- Mengi
Gejala tahap lanjut
Tahap ini terjadi ketika larva cacing berjalan ke tenggorokan dan kembali tertelan ke
usus, serta berkembang biak. Fase ini berlangsung 6-8 minggu pasca telur masuk ke
dalam tubuh. Pada umumnya gejala tahap ini meliputi sakit perut, diare, terdapat
darah pada tinja, serta mual dan muntah.Gejala tersebut akan semakin memburuk bila
jumlah cacing di dalam usus semakin banyak. Selain merasakan sejumlah gejala
tersebut, penderita juga akan mengalami sakit perut hebat, berat badan turun tanpa
sebab, dan terasa seperti ada benjolan di tenggorokan. Selain itu, cacing dapat keluar
dari tubuh melalui muntah, saat buang air besar, atau melalui lubang hidung.
Penyebab Ascariasis
Ascariasis terjadi bila telur cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh. Telur
cacing tersebut dapat ditemukan di tanah yang terkontaminasi oleh tinja manusia.
Oleh karena itu, bahan makanan yang tumbuh di tanah tersebut, dapat menjadi
penyebab ascariasis.
Telur yang masuk ke dalam tubuh akan menetas di usus dan menjadi larva.
Kemudian, larva akan masuk ke paru-paru melalui aliran darah atau aliran getah
bening. Setelah berkembang di paru-paru selama satu minggu, larva akan menuju ke
tenggorokan. Pada tahap ini, penderita akan batuk sehingga larva tersebut keluar, atau
bisa juga larva kembali tertelan dan kembali ke usus.
Larva yang kembali ke usus akan tumbuh menjadi cacing jantan dan betina, serta
berkembang biak. Cacing betina dapat tumbuh sepanjang 40 cm, dengan diameter 6
mm, dan dapat menghasilkan 200.000 telur cacing per hari.
Cacing ascariasis dapat hidup di dalam tubuh hingga 1-2 tahun. Bila tidak diobati,
siklus di atas akan terus berlanjut. Sebagian telur akan keluar melalui feses dan
mengkontaminasi tanah. Sedangkan sebagian telur lain akan menetas, berkembang,
dan berpindah ke paru-paru. Seluruh siklus tersebut dapat berlangsung sekitar 2-3
bulan.
Faktor Risiko Ascariasis
Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan parasit ini, di
antaranya:
- Iklim yang hangat. Ascariasis tumbuh di wilayah dengan suhu yang hangat
sepanjang tahun.
- Kondisi lingkungan. Ascariasis banyak berkembang di tempat yang
kebersihannya tidak terjaga, terutama di daerah yang memanfaatkan feses
manusia sebagai pupuk. Selain itu, ascariasis juga umum terjadi pada wilayah
dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, padat penduduk, minim akses kebersihan,
dan wilayah dengan populasi anak di bawah usia 5 tahun yang tinggi.Usia. Pasien
usia 10 tahun ke bawah lebih rentan terserang ascariasis.
Diagnosis Ascariasis
Untuk mendiagnosis ascariasis, dokter akan melakukan pemeriksaan feses atau tinja
pasien. Pemeriksaan ini akan membantu dokter mengetahui ada atau tidaknya telur
cacing pada tinja pasien. Meski demikian, telur cacing baru dapat terlihat pada tinja
40 hari setelah infeksi. Pada penderita yang hanya terinfeksi cacing jantan, telur
cacing tidak akan ditemukan pada feses.
Dokter juga dapat menjalankan tes darah untuk melihat apakah ada kenaikan kadar
eosinophil, salah satu jenis sel darah putih. Akan tetapi, tes darah tidak bisa
memastikan infeksi ascariasis, karena kenaikan kadar eosinophil juga dapat
disebabkan oleh kondisi medis lain.
Selain dua tes di atas, dokter juga dapat menjalankan tes pencitraan seperti:
a. Foto Rontgen. Melalui pemeriksaan foto Rontgen, dokter dapat mengetahui
apakah ada cacing di usus. Rontgen juga dapat dilakukan guna melihat
kemungkinan adanya larva di paru-paru.
b. USG. USG dapat menunjukkan pada dokter bila ada cacing di pankreas atau hati.
c. CT scan atau MRI. Dua metode pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah
cacing menyumbat saluran hati atau pankreas.
Pengobatan Ascariasis
Pada sebagian kasus, ascariasis dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun
demikian, disarankan Anda segera ke dokter bila mengalami gejala ascariasis.
Dokter akan meresepkan obat cacing, seperti:
- Mebendazole. Mebendazole diresepkan pada pasien usia 1 tahun ke atas, dengan
dosis 2 kali sehari untuk 3 hari. Sejumlah efek samping yang dapat muncul akibat
penggunaan obat ini meliputi diare, ruam kulit, dan sering buang angin.
- Piperazine. Piperazine diresepkan pada bayi usia 3-11 bulan, dengan 1 dosis
tunggal. Efek samping obat ini antara lain sakit perut, diare, mual, muntah, dan
kolik.
- Albendazole. Obat ini dianjurkan untuk dikonsumsi 2 kali sehari. Sakit perut,
mual, muntah, pusing, serta ruam kulit adalah beberapa efek samping yang dapat
dialami setelah meminum albendazole.
Pada ascariasis berat, jumlah cacing di usus sampai menyebabkan usus dan
saluran empedu tersumbat. Dalam kondisi tersebut, dokter akan menjalankan
operasi, untuk membuang cacing dari dalam usus, dan memperbaiki kerusakan
usus pasien.
Pencegahan Ascariasis
Infeksi ascariasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan. Sejumlah cara
sederhana untuk mencegah ascariasis adalah:
- Selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun tiap sebelum makan, sebelum
memasak dan menyediakan makanan, setelah buang air besar, dan setelah
menyentuh tanah.
- Cuci buah dan sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi.
- Pastikan masakan benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
- Usahakan hanya minum air dalam kemasan yang masih disegel ketika bepergian.
Jika tidak tersedia, masaklah air hingga mendidih sebelum meminumnya.
3. - Soil Transmitted Helminth atau cacing yang ditularkan melalui tanah adalah cacing
yang dalam siklus hidupnya memerlukan stadium hidup di tanah untuk berkembang
menjadi bentuk infeksi bagi manusia.
Tanah yang terkontaminasi oleh telur cacing semakin meluas terutama di sekitar
rumah pada penduduk yang mempunyai kebiasaan membuang tinja di sembarang
tempat, hal ini akan memudahkan terjadinya penularan pada masyarakat. Tanah
merupakan hospes perantara atau tuan rumah sementara tempat perkembangan telur-
telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari seorang terhadap orang lain.
Jenis-jenis STH antara lain Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura, Hookworm, dan
Strongyloides stercoralis (Safar, 2010).
- Non-Soil Transmitted Helminths, yang merupakan nematoda usus yang di dalam
siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah, ada 3 jenis spesies yang termasuk
4. Terdapat dua jenis cacing tambang yang sering menyebabkan infeksi pada manusia,
yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
Infeksi cacing tambang terjadi saat larva cacing masuk ke dalam tubuh setelah
mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. Infeksi ini juga bisa
terjadi jika cacing tambang masuk ke dalam tubuh melalui kulit saat bersentuhan
langsung dengan tanah yang terkontaminasi cacing tambang.
Penyakit ini sering ditemukan di negara-negara berkembang yang memiliki sistem
sanitasi yang buruk, termasuk Indonesia.
Telur yang dihasilkan cacing tambang saat berada di usus akan keluar bersama feses.
Pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk, feses yang mengandung telur cacing
tambang ini akan mengontaminasi tanah dan air yang ada di sekitarnya. Cacing
tambang merupakan golongan soil transmited helmint yang dapat hidup di tanah yang
lembab, hangat, dan terhindar dari sinar matahari langsung.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi cacing
tambang:
- Tinggal di lingkungan yang memiliki sistem sanitasi yang buruk.
- Mengonsumsi makanan dan minuman yang memiliki risiko terkontaminasi telur
atau larva cacing tambang, seperti daging mentah atau setengah matang.
- Melakukan aktivitas yang sering bersentuhan langsung dengan tanah tanpa
penggunaan pelindung yang cukup.
Pengobatan Infeksi Cacing Tambang
Penanganan infeksi cacing tambang dilakukan untuk mengatasi infeksi, mencegah
memburuknya kondisi, dan mencegah komplikasi. Infeksi cacing tambang dapat
diatasi dengan pemberian obat-obatan anthelmintik (anticacing), seperti albendazole,
mebendazole, dan pirantel pamoate. Pada pasien yang anemia, dokter akan
memberikan suplemen zat besi dan asam folat untuk membantu pembentukan sel
darah merah.
Saat kondisi infeksi cukup parah, perawatan di rumah sakit dan operasi pengangkatan
cacing juga mungkin dilakukan.
- Anemia
- Malnutrisi
- Asites
- Pertumbuhan anak terhambat