Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Kerajaan Demak


Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa tidak lepas
dari sejarah keruntuhan Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak juga dikenal sebagai
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Fatah. Raden Fatah merupakan keturunan
Raja Majapahit terakhir yaitu Brawijaya V dengan selirnya yang merupakan putri
dari Dinasti Ming. Karena kecemburuan permaisuri Brawijaya V terhadap putri dari
Dinasti Ming, ia dihadiahkan kepada Ario Damar, bupati Palembang sewaktu
mengandung Raden Fatah. Raden Fatah pun besar di Palembang dan dididik secara
Islam sebab Ario Damar telah menjadi muslim.
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Fatah tidak berkenan menggantikan posisi
ayahnya sebagai adipati Palembang dan kabur bersama Raden Kusen yang merupakan
adik tirinya. Keduanya berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen
kemudian memilih mengabdi kepada Kerajaan Majapahit sedangkan Raden Fatah
pindah ke Jawa Tengah sekitar tahun 1475. Ia membuka hutan di daerah
Gelagahwangi dan membuka pesantren di sana. Pesantren tersebut berkembang pesat
sehingga Raja Brawijaya V khawatir jika Raden Fatah akan memberontak.
Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, Raja Brawijaya V menawarkan
Raden Fatah menjadi bupati dan mengakuinya sebagai anak. Kemudian, daerah yang
disebut sebagai Gelagahwangi itu diganti namanya menjadi Demak dan ber-ibu kota
di Bintara.
Raden Fatah memperluas kekuasaannya dan mengislamkan daerah-daerah di
sekitar Demak. Setelah merasa cukup ilmu agamanya, Raden Fatah, Raden Kusen,
dan Ario Anabrang meminta izin kepada Walisanga untuk meng-Islam-kan Kerajaan
Majapahit. Akan tetapi, Sunan Ampel setelah bermufakat dengan Walisanga tidak
mengizinkan mereka menyerang Kerajaan Majapahit sampai Sunan Ampel meninggal
dunia. Alasan Sunan Ampel tidak memperkenankan Raden Fatah untuk menyerang
Kerajaan Majapahit lebih dahulu sebab bagaimanapun juga, Brawijaya V adalah
ayahnya.
Dalam kronik Cina dari kuil Sam Po Kong juga menyebutkan bahwa perang
antara Raden Fatah dengan Kerajaan Majapahit berlangsung setelah kematian Sunan
Ampel. Disebutkan bahwa Jin Bun; nama kecil Raden Fatah menggempur ibu kota
Kerajaan Majapahit dan Kung Ta Bumi dibawa ke Demak. Setelah Raden Fatah
berhasil merebut kekuasaan Kerajaan Majapahit, ia membawa raja Brawijaya V serta
alat-alat regelia. Kerajaan Majapahit yang runtuh pada tahun 1478 kemudian
melahirkan Kerajaan Demak saat itu juga berkat bantuan adik tirinya, ayah tirinya,
dan kaum ulama saat itu.

2.2 Raja-raja Kerajaan Demak


Kerajaan Demak memiliki tiga raja yang pernah berkuasa. Masing-masing dari
raja tersebut sama-sama memiliki keistimewaan. Raja-raja tersebut adalah sebagai
berikut:
2.2.1 Raden Fatah
Raden Fatah merupakan raja atau sultan pertama di Kerajaan Demak. Setelah
Kerajaan Demak mendapat legalitas sebagai kerajaan Islam di Pulau Jawa, ia
mendapat gelar sebagai Sultan Alam Akbar Al-Fatah dari para Walisanga. Ia lahir
pada tahun 1455 dan merupakan anak dari raja Brawijaya dan selirnya yang berasal
dari kerajaan di Cina. Sebab kecemburuan permaisuri raja Brawijaya V, selir tersebut
dihadiahkan kepada Ario Damar yang merupakan bupati Palembang.
2.2.2 Adipati Unus
Selepas Raden Fatah meninggal, Kerajaan Demak dipimpin oleh Adipati Unus
yang merupakan anak sulung dari Raden Fatah. Ia mengambil andil besar dalam
melawan Portugis yang saat itu tengah meluaskan kekuasannya ke Malaka. Adipati
Unus telah merencanakan mengambil pelabuhan Malaka sebagai pelabuhan Islam
yang potensial sejak tahun 1509 tetapi Portugis lebih dulu mengambil alih pelabuhan
tersebut. Adipati Unus tidak mengurungkan niatnya, ia menyerang pelabuhan Malaka
dengan bantuan Raja dari Kampar tetapi mengalami kegagalan. Oleh sebab itu pula,
Adipati Unus dijuluki sebagai Pangeran Sabrang Lor oleh Portugis yang artinya
adalah Pangeran yang menyebrang ke Utara. Serangan kedua kembali dilancarkan
oleh Adipati Unus pada tahun 1521 tetapi gagal juga. Serangan kedua tersebut juga
menyebabkan ia gugur.
2.2.3 Sultan Trenggono
Sebab Adipati Unus yang tidak memiliki anak, Kerajaan Demak kemudian
diambil alih oleh Sultan Trenggono yang merupakan adik kandung dari Adipati Unus.
Selama kepemimpinannya, ia berhasil memperluas kekuasaan dan mencapai kejayaan.
Ia memperluas kekuasaan dari Jawa Barat hingga ke Jawa Timur. Sultan
Trenggono mengirim pasukan ke Jawa Barat dan berhasil menguasai Banten, Sunda
Kelapa, dan Cirebon. Misi ini dilakukan untuk menggagalkan perjanjian antara
Portugis dengan Kerajaan Pajajaran. Armada Portugis kemudian dihancurkan oleh
armada Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Dengan kemenangan
tersebut, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan hingga kini
hari kemenangan tersebut dirayakan sebagai hari jadi Jakarta setiap tanggal 22 Juni.
Perjuangan Kerajaan Demak mengalahkan Portugis berlangsung selama lima tahun
yaitu tahun 1422 hingga tahun 1427.
Sultan Trenggono gugur ketika menaklukkan Pasuruan. Dalam menaklukkan
Jawa Timur, ia hanya berhasil menaklukkan Madiun, Tuban, Gresik, dan Malang.

Bukti Peninggalan Kerajaan Demak


Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam yang besar pada masanya
meninggalkan berbagai benda peninggalan sebagai bukti eksistensi kerajannya.
Peninggalan-peninggalan tersebut masih terjaga terutama Masjid Agung Demak yang
hingga saat ini masih menjadi Pusat Kegiatan Agama Islam di Demak dan
menyimpan berbagai benda penting.

Gambar dilansir dari https://phinemo.com/sejarah-masjid-agung-demak/ pada 16


Oktober 2021

Masjid Agung Demak masih berdiri dan beberapa kali mengalami renoovasi.
Akan tetapi, renovasi tersebut tidak serta-merta meninggalkan kemurnian dari
peninggalan Kerajaan Demak ini. Struktur bangunan memiliki nilai historis yang
tinggi sebab dirancang oleh Sunan Kalijaga. Atap limas piramida ini berdasarkan
aqidah islamiyyah yaitu (1) Iman (2) Islam (3) Ihsan.
Masjid Agung Demak yang dibangun oleh Raden Fatah bersama Walisanga
ditandai dengan prasasti bergambar bulus, ini merupakan condro sengkolo memet
dengan arti sariro sunyi kiblating yang bermakna tahun 1401 Saka. Di museum ini
utamanya disimpan bagian-bagian soko guru yang rusak (sokoguru Sunan Kalijaga,
sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan Ampel), sirap,
kentongan, dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong (tempayan besar) dari
Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad ke-14, pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo
yang merupakan condrosengkolo, foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-
lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca hadiah, kitab suci Al-Quran
tulisan tangan, maket Masjid Agung Demak tahun 1845-1864 Masehi, beberapa
prasasti kayu memuat angka 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga,
Lampu Robyong Masjid Agung Demak yang dipakai tahun 1923-1936 Masehi.
Adapun peninggalan Kerajaan Demak yang lain dan masih tersimpa di Museum
Masjid Agung Demak adalah:
1 Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda
purbakala hadiah dari Raja Brawijaya V kepada Raden Fatah ketika menjadi adipati
Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak.

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

2 Pawestren merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk saat jamaah untuk
perempuan. Dibuat menggunakan kontruksi kayu jati dengan bentuk atap limasan
berupa sirap (genteng dari kayu). Bangunan ini ditopang delapan tiang penyangga, di
mana empat diantaranya berukitan motif Kerajaan Majapahit.

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021
3 Surya Majapahit merupakan gambar luasan segi delapan yang sangat populer pada
masa Majapahit. Para ahli menafsirkan gambar tersebut sebagai lambang Kerajaan
Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahu 1401 Saka atau
1579 Masehi.

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

4 Maksurah merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang


memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang
dalam masjid. Artefak Maksurah di dalamnya berukiran tulisan arab yang meng-Esa-
kan Tuhan Allah SWT.

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

5 Pintu Bledeg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan
ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Walisanga. Peninggalan ini merupakan prasasti
Condro Sengkolo yang berbunyi nego mulat saliro wani bermakna tahun 1388 Saka
atau 1466 Masehi

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

6 Mihrab
Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16
Oktober 2021

7 Dampar Kencana merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit pada abad ke-15


sebagai hadiah untuk Raden Fatah dari ayahanda Brawijaya V

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

8 Soko Tatal atau Soko Guru yang berumpah empat ini merupakan tiang utama
penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru
memiliki tinggi 1.630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada
empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan leh Sunan Bonang, di
barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian Tenggara buatan Sunan Ampel, dan
yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga. Masyarakat menamakan tiang buatan
Sunan Kalijaga sebagai Soko Tatal.

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

9 Situs Kolam Wudlu, situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung
Demak sebagai tempat untuk berwudlu.

Gambar dilansir dari https://kelasips.com/peninggalan-kerajaan-demak/ pada 16


Oktober 2021

10 Menara
Gambar dilansir dari https://pariwisata.demakkab.go.id/?p=3014/ pada 16 Oktober
2021

Daftar Pustaka
1. Poesponegoro et al. (2010). Sejarah Nasional Indonesia Jilis III. Edisi
Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.
2. Maryam. (2016). Transformasi Islam Kultural ke Struktural (Studi atas Kerajaan
Demak). Tsaqofah dan Tarikh, 1(1), 1-14.
3. Ngationo, Ana. (2018). Peranan Raden Patah dalam Mengembangkan Kerajaan
Demak pada Tahun 1478-1518. Kalpataru 4(2), 17-28.

Anda mungkin juga menyukai