Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LataI' Belakang

Banyak bisnis keluarga ((ami(v husiness) yang telah sukses dibangun dan

berkembang di tangan pendirinya mengalami kemunduran bahkan menjadi bangkrut,

dibubarkan atau dijual setelah pengelolaan dan kepemilikan dialihkan ke generasi

keluarga. Tidak sedikit kasus terjadi dimana suksesi bisnis keluarga menjadi pemicu

teIjadinya kontlik keluarga. Menurut Danco (1991:52), pendiri (jhunder) perusahaan

keluarga bisa menjadi penyebab keretakan (restless) antar anggota keluarga atau

sebaliknya sukses sebagai pendiri .yang mengendalikan pertumbuhan perusahaan.

Bisnis keluarga mempunyai karakteristik unik yang berbeda dibandingkan dengan

bisnis yang dikelola secara protesionaL Hubungan antar anggota keluarga dalam bisnis

bersifat sensitif dibanding hubunga antar karyawan yang tidak memliki hubungan

keluarga sarna sekali (Longencker,2000:36). Keunikan yang dimiliki bisnis keluarga

menurut Danco (19991:53), karena orang-orang didalamnya dan hubungan satu sarna

lain. Dalam tulisannya yang lain Danco (1991:62), menyatakan bahwa 'lami(V husiness

are unique because they are composed 0/ aflml' through time (~( people u'ith cariflicting

needs, concern, abilities and riRlu, who also share one strongest bonds human heings can

have/amily relationship" .

Menurut Upton (1988:26), bisnis keluarga adalah suatu sistem yang kompleks

atau lebih tepatnya merupakan suatu joint system. Anggota-anggota keluarga yang

terlibat dalam bisnis adalah anggota-anggota dari dua sistem yang terpisah yakni suatu

task system dan sentient ~ystem. MasaJah dan konflik muncuJ ketika tujuan, poJa perilaku
2

dan aturan-aturan yang dipertahankan dalarn sistern keluarga tumpang tindih dengan

sistern bisnis. Hoover dan Hoover (1999:18) rnendukung pernyataan Upton. Menurutnya,

yang unik dari bisnis keluarga adalah fakta bahwa hubungan dibangun oleh

interdependensi keluarga dan ekonomi. Hal ini rnenjadi rnenjadi ikatan yang tidak hanya

menyatukan orang, tetapi juga mernbentuk hambatan utarna terhadap kebebasan rnereka.

Ciri tipikal yang lain dari bisnis keluarga adalah praktik paternaIistik dan

nepotisme. Alcorn (1994: 117), mencontohkan bagaimana paternalisme terjadi, dimana

keponakan atau ipar dari pemiIik (owner) yang belum bekerja ditampung dalam

perusahaan. Anggota keluarga ini membalasnya dengan kesetiaan dan kejujuran. Manajer

sekaligus pendiri bisnis keluarga atau penggantinya melakukan nepotisme untuk

menentukan pengganti yang prospektif dalam bisnis. Faktor-faktor yang menguntungkan

dilakukannya nepotisme dalam bisnis keluarga menurut Alcorn (1994:172-173), karena

anggota keluarga mudah memahami kebijakan dan sasaran perusahaan, karena latar

belakang yang sarna, Iebih bertanggung jawab dan menjamin kesinambungan dan

implementasi kebijakan perusahaan yang efektif Di lain pihak, faktor yang merugikan

adalah kecemburuan karyawan non-keluarga (terutama yang berpendidikan lebih baik,

terhalangnya kaum profesionaI masuk ke perusahaan, kesulitan dalam melakukan

pemecatan dan ketidak sesuaian latar belakang pendidikan dan keahlian anggota

keluarga.

Pada masa sekarang muncul kesadaran dari bisnis keluarga untuk mengurangi

dampak negatif nepotisme. Sadler (190:27) menyatakan banyak topik sensitif yang

berkaitan dengan bisnis keluarga adalah kompetensi manajeriaI. Pada masa laJu hak

anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam manajemen bisnis keluarga untuk


3

berpartisipasi dalam manajemen bisnis keluarga telah dianggap sebagai tantangan. Pada

masa sekarang untuk memenuhi masuk bekerja di perusahaan keluarga, kemampuan

dalam peran manajerial telah ditambahkan pada kualifikasi. Walaupun tidak diminta

kompetensi sering dihargai lebih penting dari hubungan darah dan tradisi.

Bisnis keluarga menjadi telah menjadi bidang kajian tersendiri bagi akademisi di

Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya. Beberapa family business center telah

didirikan di sana. Mereka memberikan pelayanan konsultasi, menulis banyak artikel dan

beberapa jasa untuk mengelola bisnis keluarga. Pusat bisnis keluarga tersebut juga

membuka situs (web site) di jaringan internet. Banyak diantara konsultan bisnis keluarga

yang memp:..myai latar belakang pendidikan psikologi.

Perencanaan suksesi adalah penting untuk kelangsungan jangka panjang dari

setiap tipe perusahaan. Apalagi bagi bisnis keluarga, perencanaan suksesi bersifat kritis

untuk kesinambungan dan kesejahteraan ekonomi baik perusahaan maupun keluarga

(Sales, 1990:31). Ketiadaan perencanaan suksesi adalah penyebab nomor satu kegagalan

dari bisnis keluarga untuk masuk ke generasi kedua atau ketiga (Karofsky, 2001:1). Peay

dan Dyer (1989:47) juga menyatakan bahwa salah satu penyebab kematian perusahaan

entrepreneurial adalah ketidakmampuannya untuk mentransfer skill, pengetahuan dan

kemampuan kontak dengan pelanggan dan pemasok kunci dalam esensinya kepada

generasi penerus. Mereka juga mengungkapkan hasil studi yang mengindikasi bahwa

perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh wirausaha yang tidak mempunyai rencana

suksesi, secara finansial buruk dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang

dipimpin wirausaha yang mengembangkan dan berbagi rene ana suksesi.


4

Kematian dari bisnis keluarga sering teIjadi prematur dan terprediksi (Rock,

1987:72). Fakta menunjukkan hanya 30 persen dari perusahaan keluarga tetap bertahan

pada generasi kedua, dengan implikasi bahw·a usaha transfer adalah tidak berhasil (Birley

dalam Fox et al.,1996:15). Churchil dan Lewis (dalarn Hunger & Wheleen, 1996:519)

dan Horowitz (2001:1) yang melakukan penelitian di Amerika Utara juga

mengungkapkan fal1:a yang sarna bahwa hanya 30 persen perusahaan keluarga yang

sukses sarnpai ke generasi kedua dan 13-15 persen yang tetap hidup sarnpai ke generasi

ketiga. Penyebabnya rnenurut Horowitz adalah isu-isu keluarga dan tidak adanya

perencanaan suksesi.

Fritz (1992: 103-1 04) mengemukakan beberapa sebab rnengapa hanya 30 persen

I bisnis keluarga yang bisa bertahan pada generasi kedua dan 10% pada generasi ketiga
I
I yak·
m:

1. Banyak bisnis keluarga jatuh bangkrut sebelurn diwariskan ke generasi


berikutnya
2. Pendiri/perniIik bisnis keluarga mungkin menjuaI atau rnembubarkan
perusahaan sebelum sempat berpindah ke generasi penerus
3. Teknologi baru yang rnembuat usangnya perusahaan antara satu
generasi ke generasi berikutnya
4. Anak-anak dari pendiri atau pernilik lebih rnenyukai memiJih karir
yang Jain dan tidak berkeinginan untuk rneneruskan bisnis keluarganya
5. Banyak anak pendiri atau pernilik tidak rnerniliki kernarnpuan untuk
rnengambiJ alih bisnis keluarga dan mengelolanya
6. Bila terdapat banyak anak dalam keluarga perniIi k, bisnis mungkin
tidak rnampu rnernenuhi keinginan mereka

Ward (dalam Hunger & Wheleen, 1996:520) juga rnenguraikan beberapa alasan

mengapa bisnis keluarga gagaI dijalankan sebelum dialihkan ke generasi berikutnya

yakni:
5

1. Kekayaan yang diwariskan merusak dorongan kewirausahaan


2. Wirausahawan tidak menginjinkan adanya perubahan perusahaan
3. Penekanan pada bisnis dan mengabaikan keluarga
4. Pertumbuhan keuangan perusahaan tidak dapat mengimbangi
perubahan gaya hidup keluarga
5. Anggota keluarga tidak dipersiapkan untuk mengelola bisnis
6. Bisnis menjadi ajang konflik keluarga.

Ward & Aronoff (dalam Hunger & Wheleen, 1996:520) juga menambahkan bahVv·a

perencanaan suksesi mungkin diabaikan, karena pendiri dan keluarga enggan

membiearakan kemungkinan berhentinya pendiri. Pendiri tidak mau bisnisnya

berkembang, karena akan memuneulkan persaingan atau kecemburuan antar generasi.

Survei telah dilakukan Kuratko (1993:33) terhadap 39 pemilik bisnis keluarga di

Midwestern Amerika Serikat dan 34 pemilik bisnis keluarga Korea saat mej"eka

berkunjung ke Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 15,4 persen

responden dari Amerika Serikat dan 20,1 persen dari Korea yang membuat pereneanaan

suksesi. Responden yang tidak menyiapkan suksesi menyatakan tidak tahu apa yang

harns dipersiapkan. PeneIitian Brown & Coverley (1999:95-96) yang dilakukan terhadap

small businesses di East Anglia, United Kingdom, menunjukkan hanya 38 persen dari

responden yang melakukan pereneanaan suksesi, sedangkan sisanya 62 persen tidak

melakukannya.

Kebanyakan litelatur mempertimbangkan bahwa pemegang usaha adalah pemihk

tunggal bisnis, meskipun bisnis keluarga seringkali dimiliki oIeh beberapa anggota

keluarga, khususnya jika telah melewati generasi kedua dan seterusnya. Riset Bro''''TI &

Coverley (1999:93-96) juga mengemukakan bahwa kepemilikan sangat mempengaruhi

pereneanaan suksesi. Hasil riset itu menunjukkan baik untuk bisnis beruk'1lTan keeil

maupun sedang, 50 persen perusahaan menunjukkan bahwa owner-manager membuat


6

perencanaan suksesi dan 50 persen tidak membuat rencana suksesi. Seluruh responden

mengetahui apa yang mereka butuhkan dari suksesornya, meskipun kebanyakan dari

mereka tidak mempunyai rencana untuk mencari orang yang akan dipilih menjadi

suksesor. Jika ada diantara responden yang menyusun daftar kebutuhan caJon prospektif,

merujuk pengalaman bisnis esensial. Brown & CoverIey menyarankan agar riset

selartiutnya mungkin untuk mengklarifikasi derajat ketergantungan formulasi dari suatu

rencana suksesi pada generasi incumbent perusahaan keluarga sekarang.

Perencanaan suksesi dipercaya sangat penting untuk keberhasilan transisi perusahaan

kepada generasi penerus. Sukses menarik perhatian keturunan ke dalam bisnis mungkin

tergantung orientasi awal anak terhadap perusahaan (Upton,1988:29). Perencanaan untuk

integrasi generasi muda ke dalam perusahaan keluarga adalah isu strategis penting,

meskipun menawarkan tantangan dan penemuan suatu tempat bagi anggota keluarga
I
I

, muda atau penyesuaian organisasi terhadap input dan pennintaan generasi baru sebagai

. isu yang tidak Iazim tennasuk sebagai tujuan perencanaan bisnis (Ambrose dalam Barach

et aI., 1988:49).

Suksesi dalam bisnis keluarga senng tidak berhasil, karena tidak dihargainya

perbedaan antara pemilik dan peran-peran manajemen dan membutuhkan komunikasi

yang baik (Shulman, 199 I:43). Entrepreneur mengambiI bermacam pendekatan untuk

perencanaan suksesi bisnis mereka (Dyer, 1992: 182). Proses transfer yang berhasil

menurut Handler (1990:43), membutuhkan incumbent dan generasi penerus (next

generation) saling berperan dalam proses penyesuaian. Untuk menyiapkan suksesi dalam

bisnis, entrepreneur harus memiIih seorang atau beberapa suksesor, melatih dan

nengembangkan generasi penerus pemimpin, mendelegasikan otoritas dan tanggung


7

jawab, menyusun gUidelines dan peraturan yang mendasari bisnis, menyusun timetable

untuk transisi dan mengembangkan aturan bam untuk mereka sendiri (Dyer, 1992: 183).

Survei yang dilakukan bersarna oleh Laventhol & Howarth dan The American

Management Association (dalam Sales,1990:32-35), menunjukkan beberapa bent uk

rencana suksesi kepemilikan bisnis keluarga yakni:

1. Bennaksud meninggalkan kepernilikan untuk keluarga 68%

2. Telah rnemilih suksesor 45%

3. Merencanakan untuk menjual perusahaan jika tidak ada anggota keluarga yang

bersedia untuk meneruskan 42%

4. Telah mengimplernentasikan rencana strategik untuk memastikan pertumbuhan 33%

5. Rencana untuk mengangkat dan melatih suksesor 22%

HasiI dari riset yang sarna mengenai trend dalam perencanaan suksesi Juga

, menunjukkan beberapa cara suksesi:

1. Menyiapkan seorang anak yang berusia muda untuk mengambil alih bisnis 35%

2. Merencanakan anak-anak bersaing untuk dipilih satu atau lebih suksesor dengan input

dewan direksi 25%

3. Merencanakan anak-anak bersaing untuk dipilih satu atau lebih suksesor dengan input

dari pihak keluarga 15%

4. Merencanakan untuk membentuk executive camitle dari dua atau lebih anak 15%

5. Merencanakan anak-anak untuk dipilih menjadi pemirnpin kepemilikan dan

pengelolaan perusahaan 10%

Proses suksesi dalam bisnis keluarga yang berhasil akan dapat rnelahirkan

entrepreneur baru yang tangguh. Mengingat sebagian besar entitas bisnis di Indonesia
8

merupakan perusahaan keluarga, maka kajian tentang sukskesi akan sangat bernilai bagi

pengembangan entrepreneurial company, sehingga dapat memberikan kontribusi yang

sangat berarti bagi pengembangan perekomian nasional.

Sampai sekarang kajian tentang kewirausahaan di Indonesia terfokus untuk

menja\\'ab bagaimana profil seorang wirausaha yang sukses dan apa yang dibutuhkan

wirausaha tersebut untuk memulai usahanya. Penelitian tentang bagaimana transfer

pengelolaan bisnis keluarga di Indonesia masih sangat sedikit. Pada hal di Amerika

Serikat dan beberapa negara maju lainnya telah berkembang menjadi bidang riset

tersendiri.

Pengamatan peneliti secara umwn atas beberapa perusahaan keluarga,

menunjukkan beberapa ciri dalam pengelolaan bisnis keluarga di Indonesia sebagai

berikut:

1. Kesulitan untuk memisahkan hubungan tugas dan hubungan pertalian keluarga

2. Sering melanggar prinsip "The right man in the right place". Penempatan anggota

keluarga dalam tugas yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat dan

kemampuannya.

3. Tidak ada pemisahan yang jelas antara pembagian keuntungan atas kepemilikan

dengan pemberian gaji sebagai balas jasa untuk anggota keluarga yang bekeIja.

4. Kebanyakan perusahaan keluarga berukuran kecil dan menengah tidak mempunyai

struktur organisasi dengan pembagian tugas yang jelas. Walaupun ada bagan struktur

organisasi secara tertulis, namun hal itu hanya bersifat formalitas untuk memenuhi

persyaratan mendapatkan pinjaman atau perijinan.


9

Menurut Dyer & Handler (1994:71), problema suksesi, tran.~fering leadership dan

kepemilikan kepada generasi berikutnya dari bisnis keluarga telah menarik perhatian

banyak peneliti. Pertimbangan ketertarikan ini menunjukkan bahwa suksesi menimbulkan

banyak masalah bagi wirausaha. Handler (1990:49) mengemukakan bahwa wirausaha

bukanlah fenomena single generation. Menurutnya perIu penelitian lanjutan untuk

melihat bagaimana kondisi perusahaan keluarga di tangan generasi kedua, ketiga,

keempat dan seterusnya sebagai organisasi entrepreneurial.

Penelitian ini untuk menelaah suksesi dari pendiri ke generasi kedua bukan

suksesi ke generasi ketiga atau generasi selanjutnya. Hal ini dipilih karen a bagi pendiri

proses suksesi ke generasi kedua sering menimbulkan dilema. Menurut Dyer (1992:

181), bagi seorang entreprenur yang mendirikan perusahaan dan telah memperoleh

banyak keberhasilan, maka bisnis menjadi sangat penting bagi dalam hidupnya. Ia

memiliki perasaan cinta yang dalam terhadap bisnisnya tersebut. Dilema bagi seorang

entrepreneur karena menghadapi dealing, apakah dapat mempersiapkan suksesi dan

menyiapkan organisasi usahanya untuk masa depan dan pada waktu yang bersamaan

berarti meninggalkan peran yang sangat berarti bagi hidupnya. Banyak kesulitan dan isu

sensitif dalam deal dilema tersebut.

Kuratko (1993:135) juga menyatakan bahwa riset mendatang berusaha untuk

melihat dampak dari praktik perencanaan suksesi pada perusahaan yang sedang tumbuh.

Riset juga diperlukan karena tidak adanya empirical research pada semua aspek dari

perencanaan suksesi dan strategi perusahaan kecil. Pada hal kebanyakan perusahaan kecil

merupakan perusahaan keluarga.


10

1.2. Rumusan Masalah

Terdapat berbagai bent uk praktik suksesi seperti pada hasil survei yang telah

dikemukakan sebelumnya. Mengingat bahwa keberhasilan proses suksesi sangat penting

bagi eksistensi bisnis keluarga di masa yang akan datang, terutama setelah peralihan atar

generasi, maka periu kajian bagaimana transfer kepemimpinan yang berhasil dan yang

gagal dari generasi pendiri ke generasi kedua dalam bisnis keluarga di Indonesia.

Penelitian ini untuk menjawab tiga hal yaitu:

I. Bagaimana formula-formula suksesi yang mempersiapkan generasl kedua untuk

menggantikan orang tuanya menjadi pengelola bisnis keluarga?

2. Mengapa suatu proses suksesi bisa efektif pada suatu perusahaan dan tidak efektif

pada perusahaan keluarga lainnya?

3. Apa dampak dari efektif atau tidaknya proses suksesi terhadap praktik entrepreneurial

generasi dalam mengelola bisnis keluarga?

Mengingat kompleksnya telaah yang bisa dilakukan dalam proses pergantian

kepemimpinan dalam bisnis keluarga, maka penelitian ini akan dibatasi hanya pada aspek

transfer kepemimpinan manajerial dan entrepreneurial saja. Dengan demikian penelitian

, ini tidak membahas proses transfer kepemilikan. Peralihan kepemiIikan juga merupakan

I kajian lain yang menarik dalam suksesi bisnis keluarga. Aspek ini memerlukan kajian

finansial, memperhitungkan peraturan perpajakan dan bisa berdampak terhadap struktur

keuangan dalam perusahaan kel uarga.


II

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi beberapa formula suksesi dalam bisnis keluarga dari generasl

pendiri ke generasi kedua yang terjadi di Indonesia

2. Menemukan faktor-fah:1or yang membentuk proses suksesi tersebut

3. Menemukan dampak dari proses suksesi yang efektif dan yang tidak efektif terhadap

praktik entrepreneurial generasi kedua bisnis keluarga

1.4. Manfaat Penelitian

8agi kalangan akademik, hasil penelitian bisa dimanfaatkan untuk:

1. Mengisi masih lar.gkanya penelitian empiris mengenai proses suksesi dan dampaknya

terhadap perkembangan bisnis keluarga setelah generasi pendiri, terutama dalam

konteks bisnis keluarga di Indonesia. Walaupun penelitian ini berbentuk case study

yang tidak bisa digeneralisasi dalam situasi yang berbeda dari kasus perusahaan yang

diteliti.

2. Menarik perhatian para akademisi di bisang manajemen bisnis terhadap kompleksnya

kajian bisa dilakukan terhadap bisnis keluarga

Dilihat dari kepentingan aplikasi, hasil yang diperoleh dari penelitian ini secara

praktis juga bisa menjadi masukan bag;:

1. Pemilik atau pengelola perusahaan keluarga yang lain dalam mempersiapkan

bagaimana seharusnya membuat proses suksesi yang efektif untuk menciptakan

entrepreneur baru dari generasi penerus.


12

Instansi pembina usaha kecil dan menengah, dalam melakukan konsultasi atau

aktivitas pembimbingan lainnya, karena pada umumnya perusahaan kecil dan

menengah di Indonesia merupakan perusahaan keluarga

I
MILl"
PERPUSTAKAAN
UNIVER::;ITAS AIRLANGOA.
I ~)LJ t\H\Ytt.

Anda mungkin juga menyukai