Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEMINAR 1 SKS

PEMANFAATAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) UNTUK


FITOREMEDIASI AIR YANG TERCEMAR LIMBAH RUMAH TANGGA

Disusun oleh:
Muhammad Rofi Kharismawan
18/427834/PN/15614
Manajemen Sumberdaya Akuatik

DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
SEMINAR 1 SKS

PEMANFAATAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) UNTUK


FITOREMEDIASI AIR YANG TERCEMAR LIMBAH RUMAH TANGGA

Disusun oleh
Muhammad Rofi Kharismawan

18/427834/PN/15614

Telah disahkan dan diterima sebagai kelengkapan mata kuliah Seminar 1 SKS program studi
Manajemen Sumberdaya Akuatik yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan,
Fakultas
Pertanian, Universitas Gajah Mada

Tanggal Seminar :

Komisi Seminar
Dosen Pembimbing Seminar
Program Studi MSA

Drs. Namastra Probosunu, M.Si.


Tony Budi Satriyo, S.Pi., M.Sc.Ph.D.
NIP. 19620923 198903 1 003
NIKA. 111198308201811101
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah berjudul “Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Mengurangi
Zat Besi di Sungai” Penyusunan makalah ini digunakan sebagai syarat untuk melengkapi
mata kuliah Seminar 1 SKS Program Studi Manajemen Sumberdaya akuatik, Departemen
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Mada. Seminar 1 SKS bertujuan untuk
melatih mahasiswa membuat, mempresentasikan dan mendiskusikan makalah ilmiah di
dalam suatu forum atau dalam kelas, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis


2. Bapak Tony Budi Satrio, S.Pi., M.Sc. Ph.D. selaku Komisi Seminar 1 SKS Program
Studi Manajemen Sumberdaya Akuatik.
3. Drs. Namastra Probosunu, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Seminar.
4. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
Seminar 1 SKS

Penulis menyadari bahwa makalah Seminar 1 SKS tentu masih terdapat banyak kesalahan.
Oleh karena itu, kritik maupun saran yang membangun sangat penulis harapkan. Demikian
laporan kerja lapangan ini dibuat dengan harapan dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 6 September 2021

Muhammad Rofi Kharismawan


18/427834/PN/15614
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tingginya aktivitas masyarakat menyebabkan semakin meningkatnya pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan salah satunya yaitu pencemaran air yang berasal dari
limbah. Pencemaran lingkungan di Indonesia terutama pencemaran sungai, danau, dan sarana
perairan umum lainnya dalam beberapa tahun belakangan ini terus meningkat. Penyebab
utama pencemaran ini adalah akibat limbah rumah tangga (40%), limbah industri (30%), dan
sisanya berasal dari limbah pertanian dan peternakan (Kurniadie, 2001). Limbah merupakan
hasil sisa dari sebuah proses yang tidak dapat digunakan kembali, apabila limbah ini terlalu
banyak di lingkungan maka akan berdampak pada pencemaran lingkungan dan berdampak
pada kesehatan dari masyarakat sekitar. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar
untuk dihilangkan dan berbahaya. Salah satu jenis limbah yang berkontribusi besar adalah
limbah rumah tangga maupun industri. Limbah rumah tangga merupakan limbah yang berasal
dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia.
Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya.

Pencemaran air terjadi karena adanya perubahan sifat-sifat air dari keadaan normalnya
akibat masuk/ dimasukinya benda asing yang menimbulkan dampak buruk terhadap
organisme di dalamnya (Polar, 2004). Salah satu cara untuk mengetahui tingkat pencemaran
pada air limbah adalah mengukur Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD) ( Suharto, 2011). BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi senyawa organik dalam limbah cair (Suharto, 2011). COD adalah banyaknya
oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi (Alert &
Santika, 1984). Air limbah perlu dikelola dengan baik agar menghasilkan air limbah yang
sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Salah satu parameter yang diukur dalam
menentukan kualitas hasil pengolahan limbah cair adalah kadar BOD, COD dan DO dalam
limbah cair. Kadar limbah organik yang diukur dari banyaknya oksigen yang diperlukan
untuk mendegradasi (memecah) sampah organik yang dikenal dengan istilah Biological
Oxygen Demand (BOD), dan kadar limbah anorganik yang diukur dari banyaknya oksigen
yang diperlukan untuk memecah limbah anorganik yang dikenal sebagai angka Chemical
Oxygen Demand (COD).
Pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara fisik, kimia, ataupun biologi. Salah
satu pengolahan limbah secara biologi yaitu dengan fitoremediasi. Fitoremediasi adalah
metode untuk mengurangi, mendegradasi, atau mengisolasi bahan pencemar di lingkungan
dengan menggunakan pengaplikasian tanaman dan mikroorganisme. Adanya penggunaan
tanaman menjadikan teknik fitoremediasi lebih ramah lingkungan dan mampu menambah
estetika serta murah dan mudah diterapkan (Moosavi & Mohamd, 2013).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi adalah
Eichhornia crassipes (eceng gondok). Eceng gondok mampu tumbuh pada perairan tercemar
dan mampu menghasilkan biomassa (Rai & Singh, 2016). Eceng gondok merupakan gulma di
air karena pertumbuhannya yang begitu cepat. Karena pertumbuhan yang cepat, maka eceng
gondok dapat menutupi permukaan air dan menimbulkan masalah pada lingkungan. Selain
merugikan karena cepat menutupi permukaan air, eceng gondok ternyata juga bermanfaat
karena mampu menyerap zat organik, anorganik serta logam berat lain yang merupakan
bahan pencemar (Widajanti, 2007).

Pada dasarnya pengolahan limbah cair telah banyak dilakukan di berbagai tempat
dengan menggunakan sistem pengolahan yang berbeda-beda. Umumnya sistem pengolahan
limbah yang telah dilakukan berupa pengolahan secara fisik, seperti kolam pengendapan,
parit terbuka, saringan percikan, dan sebagainya. Namun demikian, sistem-sistem pengolahan
tersebut belum memberikan hasil yang maksimal karena masih memiliki kelemahan-
kelemahan tersendiri dalam pengoperasiannya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu upaya untuk
mengembangkan sistem pengolahan limbah cair yang telah ada agar dapat diperoleh hasil
yang lebih baik untuk menanggulangi masalah limbah cair rumah tangga yang semakin
membutuhkan penanganan yang serius (Tato, 2004).

I.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan eceng gondok
dalam fitromediasi air yang tercemar limbah rumah tangga
I.3 Manfaat
Manfaat dari makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang
pemanfaat eceng gondok untuk penanganan limbah cair rumah tangga

I.4 Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode studi pustaka melalui
penelusuran buku, jurnal, skripsi dan artikel mengenai terumbu karang, zonasi, dan data -
data yang berkaitan dengan judul makalah ini.
II. PEMBAHASAN
II.1 Definisi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)
Klasifikasi eceng gondok :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Commelinales
Familia : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Species : Eichornia crassipes (Mart) Solms (Suhono, 2010).

Enceng gondok (Eichornia crassipes) adalah gulma air yang sangat cepat
pertumbuhannya dan sangat susah pengendaliannya. Tetapi enceng gondok mampu menyerap
berbagai zat yang berbahaya yang mencemari perairan seperti logam beracun, cemaran
organik, buangan industri, buangan pertanian dan buangan rumah tangga.

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan
terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar di dasar bila air dangkal. Perkembangbiakan
eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangan secara
vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya
menjadi tumbuhan baru. Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi
600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan. Hal ini membuat eceng gondok dimanfaatkan
untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40-80 cm
dengan daun yang licin dan panjangnya 7-25 cm. Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai
daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan
sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Muhtar, 2008)

Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap
sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah
menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Pertumbuhan eceng gondok tersebut akan
semakin baik apabila hidup pada air yang dipenuhi limbah pertanian atau pabrik. Oleh karena
itu banyaknya eceng gondok di suatu wilayah sering merupakan indikator dari tercemar
tidaknya wilayah tersebut (Nursyakia, 2014).

Beberapa kerugian akibat pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali

antara lain:

1. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun

tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga

menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved

Oxygens).

3. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga

mempercepat terjadinya proses pendangkalan.

4. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang

kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan

beberapa daerah lainnya.

5. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.

6. Mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan.

II.2 Fitoremediasi
Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman untuk pemulihan lingkungan berbagai
jenis media yang tercemar kontaminan baik organik maupun anorganik. Adapun media yang
dapat diremediasi dengan fitoremediasi adalah tanah, air tanah, dan air permukaan. Jenis
kontaminan organik yang dapat diolah adalah senyawa hidrokarbon, pestisida, kondensasi
gas, senyawa klor, dan senyawa mudah meledak. Sedangkan untuk kontaminan anorganik
antara lain metaloid, salinitas, senyawa radioaktif, dan beberapa logam berat (Interstate
Technology and Regulatory Coorperation, 2001).

Metode ini banyak dikembangkan dan dipilih untuk meremediasi dan memungut ulang
polutan dari sistem tercemar karena mempunyai kelebihan diantaranya, ramah lingkungan,
biaya operasional yang rendah dan dapat memelihara kualitas lingkungan menjadi lebih baik,
sampai kini telah ada lebih dari 400 jenis tanaman yang dipelajari kemampuan
mengakumulasi polutan logam dan senyawa organik (Volesky, 1998). Fitoremediasi
merupakan suatu teknik yang menjanjikan dapat mengatasi pencemaran dengan murah,
efektif, dan dapat digunakan secara langsung di tempat yang tercemar, serta dapat digunakan
secara langsung di tempat yang terkena pencemaran dengan menggunakan pepohonan,
tanaman pangan dan tanaman berbunga (Fahruddin, 2010).

Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu : fitoekstraksi,
fitovolayilisasi, fitodrgradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan
mikroorganisme pendegradasi polutan (Nurmitha dkk, 2013). Proses fitoremediasi bermula
dari akar tumbuhan yang menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air. Kemudian
melalui proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan polutan dialirkan ke
seluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih dari polutan.

Keuntungan utama dari aplikasi teknik fitoremediasi dibandingkan dengan system


remediasi lainnya adalah kemampuannya untuk menghasilkan buangan sekunder yang lebih
rendah sifat toksiknya, lebih bersahabat dengan lingkungan serta lebih ekonomis. Kelemahan
fitoremediasi adalah dari segi waktu yang dibutuhkan lebih lama dan juga terdapat
kemungkinan masuknya kontaminan ke dalam rantai makanan melalui konsumsi hewan dari
tanaman tersebut (Pratomo, 2004).

II.3 Hasil Fitoremediasi Limbah cair Rumah Tangga menggunakan tanaman Eceng
Gondok
Konsep penerapan fitoremediasi. Fitoremediasi diaplikasikan di lahan basah yang
merupakan penampungan dari limbah yang mengandung bahan pencemar. Karena itu, harus
disediakan terlebih dahulu areal penengendapan limbah berupa bak/kolam. Konstruksinya
berupa kolam dengan pasangan batu kedap air dengan kedalaman sekitar 1 meter. Kolam ini
dilengkapi dengan pipa inlet dan outlet. Di dalamnya diisi media koral (batu pecah atau
kerikil) dengan diameter 5 mm-10 mm setebal 80 cm. Di lahan basah itu kemudian ditanami
tumbuhan air dicampur beberapa jenis yang berjarak cukup rapat, dengan melubangi lapisan
media koral sedalam 40 cm untuk dudukan tumbuhan.
BOD
Perlakuan Jumlah Rata - rata
1 2 3
Pengamatan Hari ke 1
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 2
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 3
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 4
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 5
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 6
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 7
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr

PH
Perlakuan Jumlah Rata - rata
1 2 3
Pengamatan Hari ke 1
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 2
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 3
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 4
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 5
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 6
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr
Pengamatan Hari ke 7
Kontrol
Eceng Gondok 50 gr
Eceng Gondok 100 gr
Eceng Gondok 150 gr

III. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Hasil yang didapatkan adalah Penurunan BOD pada limbah cair domestik selama tujuh
hari tidak terlihat stabil selama 7 hari, sedangkan Tingkat penurunan pH pada limbah cair
domestik selama tujuh hari memperlihatkan hasil yang stabil. Pengukuran pH menunjukkan
bahwa semakin besar massa Eceng gondok yang diberikan untuk limbah cair domestik maka
penurunan pH akan semakin besar pula, sedangkan pada kontrol tidak terjadi penurunan pesat
dikarenakan tidak diberikan perlakuan Eceng gondok. Rentang penurunan pH selama 7 hari
pada limbah cair domestik (detergent) dengan perlakuan massa Eceng gondok 150 gram ialah
9,1-8,18 mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan limbah cair
domestik tanpa perlakuan Eceng gondok yang memiliki rentang penurunan pH yaitu 9,3-
8,86.

Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai