Anda di halaman 1dari 10

JURNAL HUKUM KAIDAH

Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 168

Voume :17, Nomor : 3


ISSN Online : 2613-9340
ISSN Offline : 1412-1255

Analisis Hukum Terhadap Badan Usaha Kecil lebel halal berdasarkan Undang-Undang No.8
Menengah Makanan Yang Tidak Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Mendaftarkan Produknya Ke Bpom Dan Dari hasil analisis ini nantinya dapatlah diketahui
Lebel Halal Ditinjau Dari Undang – Undang faktor penyebab badan usaha kecil menengah
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan makanan tidak mencantumkan Lebel Halal dan
Konsumen (Studi Pada Majelis Ulama Kota juga BPOM pada kemasan produk makanannya.
Medan) Hal ini terlihat dari masih adanya produk
makanan yang tidak sesuai dengan standar
Oleh : makanan yang tidak tercantum lebel halal yang
menunjukkan kerangnya pengawasan para
Ervina Sari Sipahutar1
aparat terhadap produk makanan sehingga
perlulah adanya perlindungan konsumen
Abstract
berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
disebutkan bahwa hak konsumen adalah hak
This study aims to determine the rules of
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
inclusion of Halal (legal based on Islamic law)
dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Undang-
and BPOM (Agency for drugs and food control)
Undang ini menunjukan bahwa setiap konsumen,
labels on food products of small and medium
termasuk konsumen muslim berhak untuk
enterprises. The importance of the study is to
mendapatkan barang dan jasa yang nyaman dan
ensure legal protection of consumer’s rights
tidak bertentangan dengan kaidah agamanya,
violated by business actors in consuming food
yaitu halal.
without Halal label based on Law No.8 of 1999
on Consumer Protection. The result of this
Keywords : Badan Usaha Kecil Menengah,
analysis shows the factors why the small and
Produk Makanan, BPOM, Lebel Halal
medium food companies do not include Halal
and BPOM labels on the packaging of their food
1. Pendahuluan
products. It can be seen from the presence of
un-standardized food products without Halal
label. This shows the lack of supervision of food Konsumen memiliki resiko lebih besar dari
products by the apparatus. Consequently,
pada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak
consumer protection is needed based on Law
no. 8 of 1999 which states that the right of konsumen selalu terabaikan. Oleh sebab itu
consumers is the right to get comfort and safety
posisi tawar konsumen menjadi lemah dan hak-
in consuming goods or services. This Act shows
that every consumer, including Muslim hak konsumen sangat mudah untuk dilanggar.
consumers, is entitled to obtain goods and
Mengingat lemahnya kedudukan konsumen
services that are comfortable and not contrary to
their religious principles, that is Halal. dibandingkan dengan kedudukan produsen yang
relatif lebih kuat maka pembahasan mengenai
Keywords: State-owned enterprises, food
products, BPOM, Halal Label hak-hak konsumen penting untuk dikaji dan
dibahas.
Abstrak
Dalam hukum perlindungan konsumen
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
yang menjadi permasalahan pokok adalah
aturan pencantuman lebel halal dan BPOM pada
produk makanan usaha kecil menengah. bagaimana ketentuan-ketentuan hukum dalam
Pentingnya hal ini diketahui untuk menjamin
menjalankan usaha bisnis tersebut tidak
perlindungan hukum terhadap hak konsumen
yang dilanggar oleh pelaku usaha dalam merugikan konsumen dan melindungi hak-hak
mengkonsumsi makanan yang tidak memiliki
konsumen. Lahirnya Undang-undang
Perlindungan Konsumen, yaitu Undang-Undang
1
Ervina Sari Sipahutar, Dosen tetap Universitas Al
Azhar, e-mail : Vina.Sofyan@gmail.co.id Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 169

Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK baik, sehinga belum memberikan kepastian
bertujuan memberikan kepastian hukum kepada hukum untuk mengenal pangan dan produk
konsumen. lainya yang halal.
Dalam undang-undang ini juga dijelaskan
mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang 2. Perumusan Masalah
tentunya hal ini diatur untuk memberikan Mengingat luasnya cakupan masalah
kepastian hukum serta melindungi hak para pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, maka
konsumen tersebut. Hal demikian memang perlu ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini
diatur karena untuk menghindari sikap negatif di batasi, yakni yang dilihat hanya perlindungan
pelaku usaha terhadap konsumen. terhadap konsumen mengenai produk makanan
Perlindungan konsumen adalah segala tanpa lebel halal yang diproduksi oleh usaha
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum kecil.
untuk memberi perlindungan kepada Berdasarkan dari uraian latar belakang di
2
konsumen, yang seharusnya didapatkan oleh atas, maka rumusan masalah yang akan di
para konsumen atas setiap produk bahan bahas dalam skripsi ini adalah:
makanan yang di beli dari produsen atau pelaku a. Bagaimana prosedur memperoleh lebel
usaha. Namun dalam kenyataannya saat ini halal pada produk pangan ?
konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para b. Apakah faktor penyebab produsen kecil
produsen atau pelaku usaha tersebut. Undang- menengah makanan tidak memiliki Lebel
undang tentang perlindungan konsumen Halal ?
memang telah diterbitkan, namun dalam proses c. Bagaimana upaya hukum yang dapat
pelaksanaan atau aplikasi dari Undang-undang dilakukan konsumen dalam memperoleh
tersebut belum maksimal atau dengan kata lain perlindungan terhadap haknya
peraturan yang ada dalam Undang-undang tidak berdasarkan Undang-undang Nomor 8
sesuai dengan kenyataan. Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Berkenaan dengan hal ini Indonesia telah Konsumen ?
mempunyai Undang-undang Nomor 7 Tahun
1996, Tentang Pangan, dimana setiap orang 3. Kerangka Konsepsional
yang memproduksi atau memasukkan ke dalam Perlindungan Konsumen adalah segala
wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
diperdagangkan wajib mencantumkan lebel halal untuk memberi perlindungan kepada konsumen .
pada produk pangan didalam dana atau di konsumen adalah setiap orang pemakai barang
3
kemasan pangan, namun Undang-undang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
Nomor 7 Tahun 1996 dan UUPK Nomor 8 baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
Tahun 1999 sepertinya tidak berjalan dengan orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak

2
untuk diperdagangkan.
Pasal 1 Unadang-Undang Nomer 8 Tahun
1999, “Tentang Perlindungan Konsumen”. Pelaku usaha adalah setiap orang
3
Pasal 30 ayat (1) Unadang-Undang Nomer perseorangan atau badan hukum, baik berbentuk
7 Tahun 1996, “Tentang Pangan”.
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 170

badan hukum maupun bukan badan hukum demikian karena dalam penelitian ini digunakan
yang didirikan dan berkedudukan atau cara-cara pendekatan terhadap masalah yang
melakukan kegiatan didalam wilayah hukum. diteliti dengan cara meninjau peraturan
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun perundang-undangan yang berlaku atau meneliti
bersama-sama melalui perjanjian bahan pustaka yang ada.4
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam Mengingat tipe yang digunakan adalah
berbagai bidang ekonomi. penelitian normatif dan juga deskriptif analisis
Pangan adalah segala sesuatu yang yakni suatu penelitain yang mengkaji suatu
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang masalah dengan cara meninjau dari segi
diolah maupun yang tidak diolah, yang peraturan perundang-undangan yang berlaku
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman serta melakukan studi kasus. Dalam studi hukum,
bagi konsumen manusia, termasuk bahan pendekatan yang akan digunakan dalam
tambahan pangan, bahan baku pangan dan penelitian ini adalah pendekatan perundang-
bahan lain yang digunakan dalam proses undangan (statue approach) dan pendekatan
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan konseptual (conceptual approach).
makan dan atau minuman. Pendekatan perUndang-undangan
Label Pangan adalah setiap keterangan digunakan untuk meneliti aturan-aturan yang
mengenai pangan yang berbentuk ganbar, berkaitan dengan pengaturan perlindungan bagi
tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain konsumen, yakni Undang-undang nomor 8 Tahun
yang disertakan pada pangan, dimasukkan 1999 Tentang Perlindungan Konsumsen.
kedalam, ditempelkan pada ataun merupakan Sedangkan pendekatan konseptual digunaka
bagian kemasan pangan., Usaha kecil adalah karena isu hukumnya menggunakan isu hukum
usaha dengan kekayaan bersih paling banyak pada level teori hukum (konsep). Dalam hal ini,
Rp. 200.000.000,.( tidak termasuk tanah dan konsep yang digunakan adalah tentang konsep
bangunan tempat usaha ) dengan hasil dasar perlindungan konsumen, hak-hak serta
penjualan baling banyak Rp. 1.000.000.000., kewajiban atas konsumen dan pelaku usaha,
Tulisan halal adalah tulisan yang sanksi-sanksi yang diberikan kepada para pelaku
dicantumkan pada label atau penandaan yang usaha yang melanggar hak-hak konsumen dan
memberikan jaminan tentang halalnya makanan lain-lain.
tersebut bagi pemeluk agama islam.
5. Hasil Penelitian dan Pembahasan
5.1 Peraturan Yang Mengatur Tentang
Pencantuman LabeL Halal Pada Produk
4. Metode Penelitian Pangan
Metode penelitian yang digunakan dalam Hasil dari penelitian ini yaitu menguraikan
penelitian ini adalah penelitian Normatif. Tipe 4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
dengan pendekatan Yuridis Normatif, dikatakan Singakat”, Cetakan ke-11. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009), h. 13-14.
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 171

beberapa peraturan yang mengatur tentang Pasal 30,


pencantuman label halal pada produk pangan, (1) Setiap orang yang memproduksi atau
tata cara pendaftaran dan faktor penyebab memasukan kedalam wilayah Indonesia
produsen tidak memiliki label halal pada produk pangan yang dikemas untuk di
pangannya. perdagangkan wajib mencantumkan Label
Dalam hal ini, perlindungan konsumen pada, di dalam dan/atau di kemasan
terhadap produk-produk di pasaran menjadi pangan.
tugas pemerintah dan masyarakat agar terhindar (2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat
dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal. (1) memuat sekurang-kurangnya
Oleh karena itu, peraturan-peraturan yang keterangan mengenai :
mengatur tentang pencantuman label a. Nama produk;
halal pada produk pangan harus benar-benar b. Daftar bahan yang di gunakan;
diterapkan agar tidak ada lagi konsumen yang c. Berat bersih atau isi bersih;
merasa dirugikan. d. Nama dan alamat pihak yang
Adapun peraturan-peraturan yang terkait memproduksi atau memasukkan
tentang pencantuman label halal pada produk pangan kedalam wilayah Indonesia;
pangan yaitu : e. Keterangan tentang halal;
1. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.
Perlindungan Konsumen. Penjelasan pasal 30 ayat (2) huruf e yaitu,
Di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 keterangan halal untuk suatu produk pangan
Tentang Perlindungan Konsumen terdapat pasal sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang
yang berkaitan dengan Label halal mengenai mayoritas memeluk agama islam. Namun,
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha pencantuman pada label pangan dan/atau
pada Pasal 8 ayat (1) huruf h yang berbunyi : memasukan pangan ke wilayah Indonesia untuk
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi diperdagangkan mengatakan bahwa pangan
dan/atau memperdagangkan barang yang bersangkutan adalah halal bagi umat islam .
dan/atau jasa : Pasal 34,
a. tidak mengikuti ketentuan berproduksi (1) Setiap orang yang menyatakan dalam
secara halal, sebagaimana penyataan Label atau iklan bahwa pangan yang
“halal yang di cantumkan dalam label. diperdagangkan adalah sesuai dengan
persyaratan agama atau kepercayaan
2. UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
tertentu bertanggung jawab atas
Di dalam UU No. 7 Tahun 1996 Tentang
kebenaran pernyataan berdasarkan
Pangan terdapat beberapa pasal yang berkaitan
persyaratan agama atau kepercayaan
dengan kehalalan produk pangan, yaitu
tersebut.
mengenai Label dan Iklan Pangan Pasal 30 dan
Penjelasan Pasal 34 ayat (1) yaitu, dalam
34.
ketentuan ini benar tidaknya suatu pernyataan
Bunyi dan penjelasa pasal 30 dan 34 adalah
halal dalam label atau iklan pangan tidak hanya
sebagai berikut :
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 172

dapat dibuktikan dari segi bahan baku, tetapi muslim dari mengkonsumsi pangan yang tidak
mencakup pula proses pembuatannya. halal. Kebenaran suatu pernyataan halal pada
label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi
3. PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label bahan baku, bahan tambahan pangan, atau
dan Iklan Pangan bahan yang digunakan, tetapi harus pula
dibuktikan dalam proses produksinya.
Di dalam PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 11
Label dan Iklan Pangan pasal yang berkaitan
yaitu :
dengan kehalalan produk pangan yaitu pasal 3
ayat (2), pasal 10 dan pasal 11. (1) Untuk mendukung kebenaran penyataan
Bunyi pasal 3 ayat (2) ini ialah :
halal sebagaimana dimaksud dalam pasal
Pasal 3 ayat (2)
Label berisikan keterangan sekurang-kurangnya 10 ayat 1, setiap orang yang memproduksi
a. Nama produk;
atau memasukan pangan yang dikemas
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Nama dan alamat pihak yang kedalam wilayah Indonesia unuk
memproduksi atau memasukan pangan
diperdagangkan, wajib memeriksa terlebih
ke wilayah Indonesia;
d. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa dahulu pangan tersebut pada lembaga
Bunyi dan penjelasan pasal 10 yaitu :
pemeriksa yang telah terakreditasi sesuai
Pasal 10
(1) Setiap orang yang memproduksi atau dengan ketentuan peraturan perundang-
memasukan pangan yang dikemas ke
undangan.
dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dan menyatakan bahwa (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksd pada
pangan tersebut halal bagi umat islam,
ayat 1 dilaksanakan berdasarkan pedoman
bertanggung jawab atas kebenaran
pernyataan tersebut dan wajib dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri
mencantumkan keterangan atau tulisan
Agama dengan memperhatikan
halal pada Label.
(2) Pernyataan tentang halal sebagaimana pertimbangan dan saran lembaga
dimaksud pada ayat (1), merupakan
keagamaan yang memeliki kompetensi
bagian yang tak terpisahkan dari label.
dibidang tersebut.
Pencantuman keterangan halal atau Pencantuman tulisan halal pada dasarnya
tulisan “halal” pada label pangan merupakan bersifat sukarela. Namun setiap orang yang
kewajiban bagi pelaku usaha. Apabila pihak memproduksi dan/atau memasukkan pangan
yang memproduksi dan/atau memasukan kedalam wilayah Indonesia untuk
pangan kedalam wilayah Indonesia menyatakan diperdagangkan menyatakan produknya halal,
bahwa produknya halal bagi uamat islam. sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan
Penggunaan bahasa atau huruf selain bahasa halal pada label produknya untuk menghindari
Indonesia dan huruf Latin harus digunakan timbulnya keraguan pada konsumen muslim
bersamaan dengan bahasa Indonesia dan huruf terhadap kebenaran pernyataan halal tersebut.
Latin. Dengan demikian untuk kelangsungan
Keterangan tentang kehalalan pangan usahanya, pangan yang dinyatakan halal
tersebut mempunyai arti yang sangat penting tersebut diperiksa terlebih dahulu oleh lembaga
dan di maksudkan untuk melindungi konsumen yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditas
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 173

Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut A. Faktor-faktor Penyebab Produsen Kecil


dimaksud untuk memberikan ketentraman dan Tidak Memiliki Label Halal
keyakinan konsumen muslim bahwa pangan
Hasil Wawancara yang saya lakukan
yang akan di konsumsi memang aman dari segi
dengan salah satu produsen atau pelaku usaha
agama. Lembaga keagamaan yang dimaksud
kecil makanan yang memproduksi roti,
adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI),
menceritakan kendala yang dihadapi pelaku
pedoman ini bersifat umum dan antara lain
usaha atau produsen makanan dalam
meliputi persyaratan bahan, proses atau
mencantumkan label halal, yaitu :
produknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga
1. Kurangnya kesadaran pelaku usaha atau
mendirikan sebuah lembaga yaitu Lembaga
produsen makanan tentang pentingnya
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik
label halal pada produk makanan yang di
Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat
produksinya;
LPPOM MUI yaitu lembaga yang bertugas untuk
2. Pelaku usaha atau produsen makanan
meneliti, mengkaji, menganalisa dan
tersebut adalah seorang muslim jadi
memutuskan apakah produk-produk baik
pelaku usaha menganggap tidak lagi harus
pangan dan turunannya, obat-obatan dan
memiliki label halal pada produknya karena
kosmetik apakah aman dikonsumsi baik dari sisi
pelaku usaha makanan yakin produknya
kesehatan dan dari sisi agama islam yakni halal
tersebut halal.
atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat
3. Rumitnya proses untuk mendapatkan
muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain
sertifikasi halal;
itu memberikan rekomendasi, merumuskan
4. Faktor biaya dan syarat-syarat serta
ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat.
proses untuk mendapatkan sertifikasi halal
Lembaga ini didirikan atas keputusan Majelis
membutuhkan waktu yang cukup lama
Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan surat
sehingga membuat pelaku usaha atau
keputusan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal
produsen makanan enggan untuk
26 Jumadil Awal 1409 H atau 6 Januari 1989.
mengurusnya.
Sebagai lembaga otonom bentuk MUI,
LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya
5.2. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan
Konsumen Dalam Memperoleh Perlindungan
keputusan. Sertifikat halal merupakan langkah
Terhadap Haknya
yang berhasil dijalankan sampai sekarang.
Faktor utama kelemahan konsumen
Didalamnya tertulis fatwa MUI yang menyatakan
adalah tidak terpenuhinya hak-hak yang
kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at
seharusnya didapatkan oleh konsumen. Oleh
islam dan menjadi syarat pencantuman label
karena itu, seharusnya UUPK menjadi landasan
halal dalam setiap produk pangan, obat-obatan
hukum yang kuat bagi konsumen. Perlindungan
dan kosmetik.
hukum konsumen dapat dikatakan sebagai upaya
pemerintah untuk memberikan kepastian hukum
serta melindungi konsumen agar terpenuhi
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 174

seluruh hak-hak yang seharusnya mereka terasa penting mengingat lajunya ilmu
dapatkan. pengetahuan dan teknologi yang merupakan
Bahwa sebagaimana tercantum pada penggerak bagi produktivitas dan efisiensi
pasal 2 UUPK setiap pelaku usaha dan produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan
konsumen dalam menyelengarakan dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam
perlindungan konsumen wajib memperhatikan mengejar dan menacapai kedua hal tersebut
lima prinsip yaitu : konsumenlah yang merasakan dampaknya.
1. Prinsip manfaat, prinsip ini bertujuan agar Dengan demikian upaya-upaya untuk
dalam penyelenggaraan perlindungan memberikan perlindungan yang memadai
konsumen harus memberikan manfaat terhadap kepentingan konsumen merupakan
sebesar-besarnya bagi perlindungan suatu hal mendesak dan harus dicari solusinya.
konsumen dan pelaku usaha secara total.
2. Prinsip keadilan, prinsip ini bertujuan agar Perlindungan terhadap konsumen dipandang
masyarakat dapat berpartisipasi secara secara materil maupun formal makin terasa
maksimal dan memberikan kesempatan penting mengingat lajunya ilmu pengetahuan dan
kepada pelaku usaha dan konsumen untuk teknologi yang merupakan penggerak bagi
melaksanakan hak dan kewajibannya produktivitas dan efisiensi produsen atas barang
secara adil dan bijaksana. atau jasa yang dihasilkan dalam rangka
3. Prinsip keseimbangan, prinsip ini mencapai sasaran usaha. Dalam mengejar dan
dimaksudkan memberikan keseimbangan menacapai kedua hal tersebut konsumenlah
antara kepentingan konsumen, pelaku yang merasakan dampaknya. Dengan demikian
usaha dan pemerintah dalam arti materil upaya-upaya untuk memberikan perlindungan
maupun spiritual. yang memadai terhadap kepentingan konsumen
4. Prinsip keamanan dan keselamatan merupakan suatu hal mendesak dan harus dicari
konsumen, prinsip ini bermaksud untuk solusinya.
memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam Penyelesaian Melalui Peradilan Umum
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang digunakan. Walaupun putusan yang dijatuhkan Majelis BPSK
5. Prinsip Kepastian Hukum, prinsip ini bersifat final dan mengikat, pihak-pihak tidak
dimaksud agar baik pelaku usaha maupun setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan
konsumen mentaati hukum dan keberatan kepada pengadilan negeri untuk
memperoleh keadilan dalam diputuskan dalam waktu 21 hari dengan waktu 14
penyelenggaraan perlindungan konsumen, hari untuk mengajukan keberaratan ke
dimana dalam hal ini turut menjamin pengadilan negeri. Terhadap putusan pengadilan
adanya kepastian hukum tersebut. negeri dapat diajukan upaya hukum kasasi ke
Perlindungan terhadap konsumen Mahkamah Agung RI yang akan diputuskan
dipandang secara materil maupun formal makin dalam waktu 30 hari dengan waktu 14 hari untuk
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 175

mengajukan kasasi.5 penyelesaian sengketa semakin banyak pula


Penyelesaian sengketa melalui pengadilan biaya yang harus dikeluarkan, belum lagi
dijelaskan dalam pasal 48 UUPK, dijelaskan biaya pengacara yang sangat tidak sedikit.
bahwa penyelesaian sengketa konsumen 3. Pengadilan pada umunya tidak responsif
melalui pengadilan mengacu pada ketentuan Tidak responsif atau tidak tanggapnya
tentang peradilan umum yang berlaku dengan pengadilan dapat dilihat dari kurang
memperlihatkan ketentuan dalam pasal 45 tanggapnya pengadilan dalam membela dan
UUPK. melindungi kepentingan umum. Belum lagi
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan, kritikan yang menganggap pengadilan hanya
dalam dunia bisnis merupakan suatu masalah memberi pelayanan orang kaya saja atau
tersendiri, dikarenakan dalam penyelesaian lembaga besar, yang mengakibatkan
sengketa di dalam pengadilan sangat munculnya statement “hukum menindas orang
membutuhkan biaya banyak, sedangkan kita miskin, tetapi orang berduit yang mengatur
tahu bahwa dunia bisnis sangat mengehendaki hukum”.
penyelesaian sengketa dengan harga murah 4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan
dan cepat. Disamping itu penyelsesaian masalah
sengketa di dalam pengadilan dapat merusak Putusan pengadilan dianggap tidak
hubungan pelaku bisnis dengan siapa saja dia menyelesaikan masalah, bahkan dianggap
pernah terlibat sengketa, dikarenakan semakin memperumit masalah karena secara
penyelesaian sengketa dalam pengadilan akan objektif putusan pengadilan tidak mampu
berakhir dengan kekalahan salah satu pihak. memuaskan dan tidak mampu memberikan
Secara umum, ada beberapa kritikan yang dapat kedamaian dan ketentraman kepada para
dikemukakan terhadap penyelesaian sengketa pihak.\
melalui pengadilan, yaitu : Upaya hukum yang telah disebutkan diatas dapat
1. Penyelesaian sengketa yang sangat lambat tempuh oleh konsumen yang merasa dirugikan
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan akibat mengkonsumsi produk pangan yang tidak
umumnya sangat lambat dikarenakan proses berlabel halal yang dihasilkan oleh pelaku usaha.
pemeriksaan yang sangat formalitas dan Walaupun terdapat upaya hukum yang dijamin
sangat teknis. oleh UUPK, ternyata dalam prakteknya
2. Biaya perkara yang mahal konsumen sering mengalami kesulitan dalam
Biaya perkara yang mahal dalam proses mengajukan gugatan, antara lain karena pelaku
penyelesaian sengketa dalam pengadilan, usaha yang akan digugat oleh konsumen tidak
lebih-lebih jika dikaitkan dengan waktu yang jelas, baik nama atau alamatnya maka gugatan
sangat lama, karena semakin lama proses pun tidak dapat ditentukan karena tidak ada
pihak yang dimintai pertanggung jawaban.
5
. Heys Hanata, Perlindungan Konsumen, Berdasarkan hal diatas, dapat dilihat bahwa
artikel ini diakses pada tanggal 20 November 2017,
dari peran label halal dalam kemasan sangat penting
http://heyshanata.blogspot.com/2012/11/perlindungan yaitu dalam hal pemberian informasi produk
-konsumen.html
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 176

tersebut dan dalam hal penuntutan bila terjadi pentingnya label halal pada produk
kerugian pada pihak konsumen (terdapat nama makanan yang di produksinya;
dan alamat yang jelas pelaku usaha pada label b. Pelaku usaha atau produsen
kemasan produk pangan). makanan tersebut adalah seorang
muslim jadi pelaku usaha
6. Kesimpulan menganggap tidak lagi harus memiliki
Berdasarkan penjelasan dan pembahasan label halal pada produknya karena
diatas maka kesimpulan yang dapat penulis pelaku usaha makanan yakin
paparkan adalah sebagai berikut : produknya tersebut halal.
c. Rumitnya proses untuk mendapatkan
1. Adapun Prosedur untuk memperoleh
sertifikasi halal;
Label hal pada poduk pangan yaitu:
d. Faktor biaya dan syarat-syarat serta
a. Sebelum produsen mengajukan
proses untuk mendapatkan sertifikasi
sertifikasi halal terlebih dahulu harus
halal membutuhkan waktu yang cukup
mempersiapkan sistem jaminan
lama sehingga membuat pelaku
halal. Penjelasan rinci tentang sistem
usaha atau produsen makanan
jaminan halal dapat merujuk kepada
enggan untuk mengurusnya.
buku panduan penyusunan sistem
3. Upaya hukum yang dapat dilakukan
jaminan halal yang dikeluarkan oleh
konsumen dalam memperoleh perlindungan
LPPOM MUI;
terhadap haknya yang dilanggar oleh pelaku
b. Berkewajiban mengangkat secara
usaha akibat mengkonsumsi pangan tanpa
resmi seorang atau tim Auditor Halal
label halal dalam kemasan pada usaha kecil
Internal (AHI) yang bertanggung
telah mendapatkan pengaturan dalam
jawab dalam menjamin pelaksanaan
UUPK. UUPK memberikan kesempatan bagi
produksi halal;
konsumen dan pelaku usaha untuk
c. Berkewajiban menandatangani
menyelesaikan sengketa konsumen tersebut
kesediaan untuk di inspeksi secara
melalui 2 cara, yaitu dengan cara damai
mendadak tanpa pemberitahuan
atau melalui gugatan ke pengadilan atau
sebelumnya oleh LPPOM MUI;
BPSK.
d. Membuat laporan berkala setiap 6
bulan tentang pelaksanaan sistem
jaminan halal.

2. Sebab Produsen kecil tidak memiliki label


halal pada kemasan pangannya yaitu:
a. Kurangnya kesadaran pelaku usaha
Daftar Bacaan
atau produsen makanan tentang
Agung, Marya dan Eka, Solusi Bila Terjadi
kasus Bisnis. Jakarta: Raih Asa Sukses,
2010.
JURNAL HUKUM KAIDAH
Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat 177

Amin, Ma’ruf, Fatwa dalam Sistem Hukum


Islam. Jakarta: Elsas, 2011

Ashofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum.


Jakarta: Rineka Cipta, 2004

Atho, Mudzhar H.M., Membaca Gelombang


Ijtihad; Antara Tradisi dan Liberasi.
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.

Al-bugha Musthafa dan muhyiddin Misto,


Pokok-pokok Ajaran Islam. Jakarta:
Robbani Press, 2005

Barkatullah, Abdul, Hak-hak Konsumen.


Bandung: Nusa Media, 2010.

Djamali, Abdoel, Pengantar Ilmu Hukum


Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2006.

Dea Ariska, Perlindungan Hukum


Konsumen Terhadap Makanan dan
Minuman Yang Tidak Bersertifikat Halal,
Bandar Lampung: Universitas Lampung,
2107

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan


Terjemahannya. Jakarta: PT. Pantja
Cemerlang, 2010.

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa


MUI sejak 1975. Jakarta: Erlangga,
2011

Anda mungkin juga menyukai