Anda di halaman 1dari 3

Nama : Surya Nugraha Wicaksono

NIM : 190200036
Kelas : C
Mata Kuliah : Kriminologi
Dosen Pengampu : Dr. Marlina., S.H., M. Hum
Tanggal : Selasa. 2 November 2021

1. Tindak pidana yang coba saya angkat dalam tugas ini adalah tindak pidana kekerasan
dalam rumah tangga, atau yang populer disingkat sebagai KDRT. KDRT dapat
didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga. Mayoritas korban KDRT adalah kaum perempuan selaku istri, tetapi tidak
menutup kemungkinan juga laki-laki dapat menjadi korban selaku suami dalam
kehidupan rumah tangga.

2. Pengaturan mengenai KDRT ini tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Adapun
mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur
dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di
bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara
atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d
500 juta rupiah. (Pasal 47 dan Pasal 48 UU PKDRT). Dan perlu diketahui juga, bahwa
pada umumnya UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan
kepada seorang suami, tetapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang
melakukan kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya
yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut.
3. Faktor-faktor penyebab KDRT adalah sebagai berikut.

a. Faktor Ekonomi.
Kurangnya penghasilan si suami selaku kepala rumah tangga yang bertanggung jawab
untuk memenuhi nafkah menjadi penyebab utama KDRT terjadi. Namun KDRT juga
dapat terjadi pada keluarga yang berpenghasilan lebih, tetapi karena pengelolaan
keuangan yang tidak cermat maka menyebabkan semua terasa kurang cukup.
b. Faktor Perselingkuhan.
Adanya rasa cemburu dari salah satu pihak yang mempersoalkan hubungan terlarang
yang dijalin dengan “orang ketiga”. Kekerasan fisik, verbal, maupun psikis dapat
terjadi. Hal ini adanya keterkaitan dengan teori penyebab kejahatan dalam ilmu
kriminologi bahwa kejahatan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan
tidak hanya secara fisik, melainkan juga secara sosial. Seringnya suami ataupun istri
yang beriteraksi dengan selingkuhannya, dapat memicu rasa cemburu di dalam faktor
perselingkuhan ini.
c. Faktor Perilaku
Faktor ini dipengaruhi oleh kondisi internal dalam diri pelaku. Kondisi internal yang
dimaksud adalah seperti si pelaku memiliki sifat-sifat egois, pemarah, cerewet,
cemburuan, ataupun sifat-sifat internal negatif lainnya yang sangat memperbesar
potensi terjadinya tindak pidana KDRT.

4. Upaya-upaya penanggulangan KDRT

a. Upaya Pre Emtif


1) Memberikan penyuluhan di kalangan keluarga mengenai pentingnya sadar akan
tidak melawan regulasi hukum yang berlaku. Kesadaran akan suatu produk
hukum yang dibuat untuk melindungi semua pihak menjadi sangat vital.
2) Memberikan edukasi dan pelatihan pra-nikah terhadap calon pasangan suami-istri
yang akan menikah. Agar nantinya dalam mengaruhi bahtera rumah tangga,
mereka sudah siap secara fisik, psikis, maupun ekonomi. Kesiapan itu akan
menjadi kunci kebahagiaan dalam mengaruhi samudera kehidupan rumah tangga
yang bahagia.
b. Upaya Preventif
1) Penyuluhan UU PKDRT kepada semua pihak yang berkepentingan dalam
meminimalisir terjadinya KDRT. Pentingnya pemahaman akan UU ini akan
membawa suatu perubahan positif di kalangan keluarga di Indonesia.
2) Koordinasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian, Dinas Perlindungan dan
Pemberdayaan Perempuan & Anak serta semua pihak yang berkepentingan dalam
mencegah terjadinya tindak pidana KDRT.

c. Upaya Represif
1) Penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat haruslah mempertimbangkan rasa
keadilan untuk para korban dan setiap putusan haruslah memperhatikan keadaan
yang nyata. Tidak ditambahkan ataupun dilebihkan dan jauh dari fakta yang
terjadinya. Sanksi tegas harus diputuskan oleh majelis hakim untuk para pelaku
yang terbukti agar dapat memberikan efek jera, tidak hanya kepada pelaku
melainkan juga kepada yang lain agar menjadi contoh agar tidak melakukan hal
yang serupa.

Anda mungkin juga menyukai