Anda di halaman 1dari 3

NAMA : TIARA DEBY SHAFIYAH

KELAS : XII IPS 1

Sejarah pergolakan dari konflik yang terjadi di Indonesia selama masa tahun 1948-1965
dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan yaitu:

1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi

Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII,
dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja komunisme, sedangkan
pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa ideologi agama.

Konflik ideologi di Indonesia terjadi 3 tahun pasca proklamasi kemerdekaan. Saat itu
terjadi pemberontakan PKI Madiun. Awalnya, ancaman itu muncul setelah Amir Syarifuddin
diberhentikan dari kursi perdana menteri Soekarno - Hatta. Amir merupakan perdana menteri
ekonomi kedua Republik Indonesia. Amir Syarifuddin pun kecewa dengan keputusan
penurunannya itu. Ia kemudian membuat Front Demokrasi Rakyat. Sebuah organisasi gabungan
dari partai-partai kiri, atau yang berhaluan komunis di Indonesia. Tiga partai yang bergabung
dalam FDR adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai
Buruh Indonesia (PBI).

Amir Syarifuddin kemudian mendapat bantuan dari Musso, yang merupakan tokoh dari
PKI. Sepulangnya dari Moskow, Musso dengan PKI Madiunnya, langsung bergabung dengan FDR
untuk mencapai tujuannya tersebut. Tujuan Amir Syarifuddin membentuk FDR adalah untuk
menjatuhkan kabinet Mohammad Hatta. Sementara Musso, ingin mendirikan Negara Sosialis
Indonesia yang berpusat di Madiun. Pada tanggal 18 September 1948, Musso
memproklamirkan berdirinya Republik Soviet Indonesia yang berpusat di Madiun. Kabar ini pun
sampai ke pemerintah pusat. Untuk mencegah pemberontakan yang terus berlanjut,
pemerintah pun mengirim angkatan bersenjata ke Madiun, dan terjadilah pertempuran.

Konflik ideologi yang kedua adalah pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia) yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Ada di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Pemberontakan DI/TII ini bermula di Jawa
Barat. Setelah terjadinya Perjanjian Renville, TNI yang berada di dalam garis markas Van Moek,
harus memindahkan pasukannya ke wilayah RI. Pasukan TNI yang saat itu berada di Jawa Barat,
juga diminta pindah ke wilayah-wilayah RI seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan
juga beberapa wilayah Sumatera.
2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan (vested interest)

Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS, dan Andi Aziz. Vested
Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu kelompok. Komandan
pasukan Belanda yang bernama Raymond Westerling, berusaha mempengaruhi dan
mendapatkan dukungan dari masyarakat Bandung. Tujuan Westerling adalah mempertahankan
Pasundan sebagai negara federal dan menghancurkan tentara APRIS (Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat. Raymond Westerling kemudian mendapat dukungan dari Sultan Hamid II
yang berasal dari Pontianak. Sultan Hamid II bergabung bersama APRA, karena merasa kecewa
dengan pemerintah Indonesia, karena ia tidak dijadikan menteri pertahanan. Sultan Hamid II
memiliki rencana untuk melakukan pembunuhan terhadap Sultan Hamengkubuwono IX yang
saat itu menjabat sebagai menteri pertahanan, dan juga T.B. Simatupang.

Selanjutnya adalah pemberontakan Andi Aziz yang terjadi di sepanjang bulan Maret


sampai April 1950, di Makassar, Sulawesi Selatan. Andi Aziz dulunya adalah pasukan KNIL atau
tentara Hindia Belanda. Andi Aziz bersama pasukannya melakukan pemberontakan karena
merasa tidak senang dengan kedatangan APRIS. Dalam pemberontakan ini, Andi Aziz menculik
beberapa panglima APRIS. Selain tidak senang dengan kedatangan APRIS, Andi Aziz juga
berusaha untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur (NIT). Pemberontakan Andi Aziz ini
langsung ditaklukkan oleh pasukan militer Indonesia yang dipimpin oleh Kolonel A.E.
Kawilarang. Sebelum penyerbuan ini, sebenarnya Andi Aziz sudah diberikan toleransi oleh
pemerintah untuk melapor ke Jakarta dalam tenggang waktu 4x24 jam. Pemerintah ingin
mencoba mengakomodir keinginan Andi Aziz.

Selanjutnya adalah pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Pemberontakan


RMS ini dilatarbelakangi oleh adanya penolakan masyarakat Maluku, terhadap terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka menolak jika Negara Indonesia Timur,
digabungkan ke dalam NKRI. Tapi, masyarakat dari Indonesia bagian timur lainnya, memilih
untuk bergabung dengan NKRI, maka dari itu, masyarakat Maluku mendirikan negaranya
sendiri, yaitu Republik Maluku Selatan. Pemberontakan RMS ini terjadi pada 25 April 1950,
dengan dipimpin oleh Mr. Dr. Christiaan Robbert Steven Soumokil. Chris Soumokil ini
merupakan mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem pemerintahan

Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan Negara federal dan BFO (Bijeenkomst
Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. PRRI merupakan singkatan dari
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia. Sedangkan PERMESTA singkatan dari Perjuangan
Rakyat Semesta. Pergerakan PRRI/PERMESTA ini terjadi di Sulawesi dan Sumatera. Alasan
munculnya gerakan ini, karena angkatan darat yang ada di Sulawesi dan Sumatera, merasa
tidak diperlakukan adil dalam hal kesejahteraan. Mereka merasa kalau angkatan darat di Jawa
jauh lebih sejahtera dan makmur. BFO sendiri adalah badan musyawarah negara-negara federal
di luar RI yang dibentuk oleh Belanda. Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun
makin lama badan ini makin bertindak netral, tidak lagi semata-mata memihak Belanda. Pro
kontra tentang negara-negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan pertentangan.

Achmad Husein sekaligus mengultimatum pemerintah pusat, bahwa telah dibentuk


pemberontakan dan didirikan. Kabar tentang pemberontakan PRRI ini pun menyebar ke
daerah-daerah Sulawesi lainnya. Karena hal itu, muncullah gerakan dukungan dari masyarakat
untuk PRRI, yang bernama PERMESTA. Pemberontakan ini pun langsung direspon oleh
Pemerintah Pusat dengan melakukan operasi militer. Operasi militer yang pertama itu ditujukan
untuk meredam PRRI, dan operasi ini bernama Operasi 17 Agustus, dipimpin oleh Letkol
Achmad Yani. Sedangkan operasi untuk meredam PERMESTA, dinamakan Operasi Merdeka dan
dipimpin oleh Letkol Rukminto H.

Anda mungkin juga menyukai