Anda di halaman 1dari 20

TUGAS SEJARAH INDONESIA

“PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA


BAIK DALAM STRATEGI PERANG DAN DIPLOMASI”

NAMA : TIARA DEBY SHAFIYAH

KELAS : XI IPS 1

PEMERINTAHAN PROVINSI BENGKULU


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 8 KOTA BENGKULU
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. STRATEGI PERANG
1. PERTEMPURAN MEDAN AREA
 Latar Belakang Pertempuran Medan Area

Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945.
Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara jepang. Berita
tersebut dibawa leh Mr. Teuku M.Hasan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra.
Pemerintah menugaskan Mr. Teuku M.Hasan untuk menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia di Sumatra dan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu.

Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasuka Sekutu mendarat di Sumatra Utara di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal E. T. D Kelly. Sekutu membawa satu brigade, yaitu Brigade 4
dari Divisi India ke-26. Kedatangan brigade itu turut dibocengi oleh orang-
orang Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang diam-diam dipersiapkan untuk
mengambil alih Pemerintahan Indonesia. Pada awalnya pemerintah RI di Sumatra Utara
memperkenankan mereka menempati beberapa hotel di kota Medan, seperti Hotel de Boer,
Grand Hotel, Hotel Astoria dll. Pejabat Sumatra Utara tidak mengetahui tujuan mereka
sebenarnya, melainkan semata-mata ingin menghormati tugas mereka untuk mengurus
tawanan perang yang ditahan oleh Jepang. Sebagian anggota Sekutu dan NICA kemudian
ditempatkan di Binjai, Tanjung Morawa, dan beberapa tempat lainnya dengan memasang
tenda-tenda lapangan. Sehari setelah mendarat di Medan, tim dari Rehabilitation of Allied
Prisoners of War and Internees (RAPWI) telah mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulau
Berayan, Saentis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi untuk membantu
membebaskan tawanan dan dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur M. Hassan.

Tanpa disangka, para tawanan perang itu justru langsung dibentuk menjadi batalyon
KNIL. Perubahan sikap pun langsung tampak dari para bekas tawanan tersebut. Mereka
bersikap congkak karena merasa sebagai pemenang dalam Perang Dunia II. Dalam
mengantisipasi kedatangan Sekutu dan NICA, para pemuda segera membentuk Divisi
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di kota Medan pada 13 September 1945. Sikap congkak
dari bekas tawanan itu memicu timbulnya berbagai insiden dengan para pemuda Sumatra
Utara. Insiden pertama pecah di hotel di Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945.
Insiden itu diawali dengan adanya seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-
nginjak lencana merah-putih yang dipakai oleh seorang pemuda.
 Dimulainya Pertempuran Medan Area

Insiden lencana itu sekaligus menandai dimulainya Pertempuran Medan Area. Hotel
tersebut diserang dan dirusak oleh para pemuda. Dalam insiden ini jatuh sekitar 96 orang
mengalami luka-luka, sebagian besar adalah orang-orang NICA. Insiden kemudian menjalar
di beberapa kota lainnya seperti Pematang Siantar dan Berastagi. Sebagaimana di kota-
kota lain di Indonesia, Inggris memulai aksinya untuk memperlemah kekuatan para
pejuang dengan melakukan intimidasi melalui pamflet kepada bangsa Indonesia agar
menyerahkan senjata mereka kepada Sekutu. Usaha yang sedemikian rupa juga dilakukan
oleh Brigadier Jenderal T. E. D. Kelly terhadap pemuda Medan pada tanggal 18 Oktober
1945. Sejak saat itu pula pasukan Sekutu dan NICA  mulai melakukan aksi-aksi teror di kota
Medan, sehingga permusuhan dengan kalangan pemuda pun tidak terhindarkan. Di sisi
lain, akibat permusuhan dengan kalangan pemuda, patroli-patroli Inggris ke luar kota tidak
pernah merasa aman. Keselamatan mereka tidak dijamin oleh pemerintah RI.
Bertambahnya korban di pihak Inggris, menyebabkan mereka memperkuat kedudukannya
dan menentukan sendiri secara sepihak batas kekuasaan.

 Pertempuran yang Bertambah Sengit

Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang


bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Sejak
saat inilah istilah Medan Area menjadi terkenal. Tindakan pihak Inggris ini merupakan
pelanggaran kedaulatan dan  tantangan bagi para pemuda. Di saat bersamaan, Inggris dan
NICA melakukan aksi pembersahan terhadap unsur-unsur Republik Indonesia yang berada
di kota Medan. Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Inggris dan NICA berusaha
menghancurkan konsentrasi Tenatara Keamanan Rakyat (TKR) di Trepes, tetapi usaha itu
berhasil digagalkan. Selanjutnya seorang perwira Inggris diculik oleh pemuda. Beberapa
truk Sekutu juga berhasil dihancurkan. Adanya peristiwa ini menyebabkan Jenderal T. E. D
Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata mereka. Barang siapa
yang tidak mau mematuhi akan ditembak mati.

Pada bulan April 1946, tentara Inggris mulai berusaha mendesak pemerintah RI di
Medan untuk ke luar dari kota. Gubernur, Makras Divisi TKR, Walikota RI akhirnya
dipindahkan ke Pematang Siantar. Dengan demikian, Inggris berhasil menguasai kota
Medan. Tanpa adanya komando kesatuan, mustahil dapat melakukan serangan efektif
terhadap kedudukan-kedudukan pasukan Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Agustus 1946,
di Tebing tinggi, diadakan suatu pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang
berjuang di Medan Area. Pertemuan itu memutuskan untuk membentuk satu komando
yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area yang dibagi atas 4 sektor dan
setiap sektor dibagi atas 4 sub sektor. Setiap sektor berkekuatan 1  batalyon.
Markas komano ini berkedudukan di Sudi Mengerti (Trepes). Di bawah komando baru
itulah perjuangan di Medan Area diteruskan.

2. PERTEMPURAN PALAGAN AMBARAWA


 Awal Pertempuran Ambarawa

Awal mula terjadinya pertempuran di Ambarawa yaitu tepatnya tanggal 20 Oktober


1945. Dan berakhir hingga tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR (Indonesia)
melawan pasukan sekutu (Inggris). Ambarawa merupakan sebuah kota yang terletak di
antara dua kota yaitu Semarang dan Magelang, juga di antara Semarang dan Salatiga.
Peristiwa Ambarawa ini pada awalnya dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Inggris
dari Divisi India ke-23 di Kota Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah
Indonesia memperkenankan sekutu untuk mengurus tawanan perang yang saat itu berada
di penjara Magelang dan Ambarawa.

Kedatangan pasukan Inggris yang kemudian diikuti oleh pasukan NICA (Nederlandsch


Indië Civiele Administratie). Sekutu lalu mempersenjatai para bekas tawanan perang Eropa
tersebut. Sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadilah sebuah insiden di Kota
Magelang. Dan kemudian sampai pada puncaknya terjadi pertempuran antara pasukan
TKR melawan pasukan sekutu (Inggris). Insiden tersebut dapat diredakan dan berakhir
setelah Presiden Ir. Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell dari Sekutu datang ke Magelang
pada tanggal 2 November 1945. Pada akhirnya mereka mengadakan perundingan gencatan
senjata dan memperoleh kata sepakat antara kedua pihak yang dituangkan dalam 12 pasal.
Naskah persetujuan tersebut berisi antara lain sebagai berikut:

1. Pihak Sekutu dan para pasukannya akan tetap ditempatkan di Magelang. Dengan
tujuan untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan
Sekutu yang ditawan oleh pasukan Jepang (RAPWI).

2. Palang Merah atau Red Cross yang menjadi bagian dari pasukan Inggris.

3. Jumlah pasukan Sekutu harus dibatasi sesuai dengan tugasnya.

4. Pihak Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan di bawahnya.

5. Jalan Raya Ambarawa hingga Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia
dan Sekutu.
 Puncak Pertempuran Ambarawa

Peristiwa Ambarawa berlangsung dari 12 sampai 15 Desember 1945. Sekutu pada


akhirnya terdesak dan terusir dari Banyubiru pada 5 Desember 1945. Kolonel Sudirman
yang mempelajari situasi medan pertempuran kemudian mengumpulkan semua komandan
sektor pada 11 Desember 1945. Dalam pertemuan tersebut disimpulkan bahwa sekutu
sudah terdesak dan perlu dilakukan serangan terakhir dengan rencana sebagai berikut:

1. Serangan akan dilakukan secara serentak dan mendadak dari semua sektor.

2. Setiap komandan sektor akan memimpin pelaksanaan serangan.

3. Pasukan badan perjuangan atau laskar akan menjadi tenaga cadangan.

4. Waktu serangan akan dilangsungkan pada 12 Desember 1945 pukul 04.30 pagi.

Pada 12 Desember dini hari dalam peristiwa Ambarawa, pasukan TKR mulai bergerak
menuju pos masing – masing dan dalam waktu setengah jam berhasil mengepung pasukan
musuh di dalam kota. Benteng Willem yang terletak di tengah kota Ambarawa diperkirakan
menjadi tempat pertahanan sekutu yang terkuat. Satu setengah jam kemudian jalan raya
Semarang – Ambarawa berhasil dikuasai oleh pasukan TKR. Kolonel Sudirman segera
memerintahkan pasukan untuk menggunakan taktik Supit Urang berupa pengepungan
ganda di kedua sisi yang akan benar – benar mengepung musuh. Tujuan pengepungan
tersebut adalah untuk memutus komunikasi dan pasukan dari pusat musuh. Peristiwa
Ambarawa terjadi selama empat hari empat malam ketika TKR mengepung musuh pada
kurun waktu itu. Pada tanggal 14 Desember 1945 pasukan sekutu mulai mundur karena
terus disudutkan oleh pasukan Indonesia sehingga persediaan logistik dan amunisi mereka
mulai menipis. Pada tanggal 15 Desember 1945 pukul 17.30, dampak pertempuran
Ambarawa dirasakan oleh sekutu yang benar – benar menyerah ketika Indonesia berhasil
merebut Ambarawa dari pasukan Sekutu dan memukul mereka mundur ke
Semarang.  Sejarah Monumen Palagan Ambarawa dan sejarah museum Ambarawa berawal
dari misi untuk mengenang peristiwa Ambarawa tersebut dan ditetapkan peringatan Hari
Jadi TNI AD atau Hari Juang Kartika.

 Tokoh Pertempuran Ambarawa

Adapun tokoh – tokoh terkenal yang terlibat dalam pertempuran di Ambarawa adalah
sebagai berikut:

1. Letkol Isdiman yang gugur dalam medan pertempuran Ambarawa.


2. Kolonel Sudirman, yang merupakan pemimpin pasukan Indonesia menggantikan
Letkol Isdiman yang gugur dahulu.
3. M Sarbini, yang merupakan Pemimpin TKR Resimen dari Magelang.
4. Brigadir Bethel,  yang merupakan pemimpin tentara Inggris.

 Penyebab Pertempuran Ambarawa

Penyebab terjadinya pertempuran ambarawa adalah karena pihak sekutu ternyata


tidak menepati perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Sehingga pada tanggal 20
November 1945, meletuslah pertempuran Ambarawa yaitu pertempuran antara TKR di
bawah Pimpinan Mayor Sumarto dan pihak sekutu dari Inggris. Dan pada tanggal 21
November 1945, pasukan Inggris yang berada di Magelang ditarik mundur ke Ambarawa di
bawah lindungan pesawat tempur. Namun, tanggal 22 November 1945 pertempuran
berkobar di dalam kota dan pasukan Inggris melakukan genjaran terhadap perkampungan
di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR yang berada di Ambarawa bersama dengan pasukan
TKR lainnya dari Salatiga, Boyolali, dan Kartasura bertahan di kuburan Belanda. Sehingga
mereka semua membentuk garis medan di sepanjang rel kereta api yang membelah dua
Kota Ambarawa.

3. PERANG PUPUTAN MARGARANA


Perang Puputan Margarana merupakan sebuah perang kemerdekaan yang puncaknya
meletus pada 20 November 1946. Perang Puputan Margarana terjadi di Margarana yang
terletak di utara Kota Tabanan, Bali antara pasukan Indonesia melawan Belanda. Pasukan
Indonesia dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Letkol I Gusti Ngurah Rai yang
membawahi pasukan Ciung Wanara.

Istilah Perang Puputan dipakai karena peperangan tersebut dilakukan sampai pada titik
darah penghabisan. Kata puputan sendiri mengandung makna moral, karena dalam ajaran
agama Hindu, kematian seorang prajurit dalam kondisi seperti itu adalah sebuah
kehormatan bagi keluarganya. Akhirnya, I Gusti Ngurah Rai dan sekitar 96 pasukannya
gugur, sedangkan di pihak sekutu sekitar 400 orang tewas dalam Perang Puputan
Margarana itu. Untuk mengenang peristiwa itu, di bekas arena pertempuran itu kini
didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Setiap 20 November juga diperingati
sebagai hari Perang Puputan Margarana.

 Latar Belakang Perang Puputan Margarana

Pada intinya, Perang Puputan Margarana di Bali dilatarbelakangi oleh hasil


Perundingan Linggarjati antara Belanda dan Indonesia. Salah satu isi hasil Perundingan
Linggarjati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah
kekuasaan meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura. Setelah itu, Belanda sudah harus
meninggalkan daerah de facto itu paling lambat 1 Januari 1946. Itu artinya, Bali tidak
termasuk ke dalam bagian Republik Indonesia. Hal itu melukai hati rakyat Bali yang
kemudian memicu perlawanan. Selain itu, Perang Puputan Margarana juga dipicu oleh
penolakan Letkol I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjadi Kepala Divisi Sunda Kecil
terhadap Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT). Pada 2 dan 3 Maret
1946, Belanda mendaratkan sekitar 2.000 pasukannya di Bali. Tujuan Belanda adalah ingin
menyatukan Bali dengan wilayah Negara Indonesia Timur (NIT) lainnya. Di saat yang sama,
Letkol I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk melakukan konsultasi dengan
markas besar TRI. Belanda kemudian membujuk I Gusti Ngurah Rai supaya bersedia
bekerja sama membentuk NIT. Namun ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti
Ngurah Rai, bahkan ia bertekad melakukan perlawanan terhadap Belanda.

 Awal Perang Puputan Margarana

Pada sekitar pertengahan November 1946, I Gusti Ngurah Rai kemudian memberikan
perintah kepada pasukannya yang bernama Ciung Wanara untuk melucuti persenjataan
polisi NICA yang menduduki Kota Tabanan. Perintah tersebut terlaksana tiga hari
kemudian, persisnya pada 19 November 1946. Pada operasi tersebut, pasukan Ciung
Wanara berhasil menguasai detasemen polisi NICA di Tabanan serta merebut puluhan
senjata lengkap sekaligus dengan artilerinya. Setelah itu, pasukan Ciung Wanara kembali
ke Desa Adeng, Marga, Tabanan. Tak pelak, peristiwa itu memicu amarah Belanda. Pada 20
November 1946, Belanda mengerahkan seluruh pasukannya yang tersebar di seluruh
wilayah Bali dan Lombok untuk mengisolasi Desa Adeng-Marga. Belanda juga
mendatangkan pesawat pengebomnya dari Makassar untuk menghadapi pasukan I Gusti
Ngurah Rai. Menjelang siang, sekitar pukul 09.00 sampai 10.00 WITA, pasukan Ciung
Wanara baru menyadari bahwa mereka dalam posisi terkepung oleh serdadu Belanda.
Enggan menyerah, aksi tembak-tembakan pun tidak terelakkan.

 Puncak Perang Puputan Margarana

Sebenarnya sebelumnya I Gusti Ngurah Rai sempat mencium pergerakan Belanda dan
langsung memindahkan pasukannya ke Desa Marga. Mereka menyusuri wilayah ujung
timur Pulau Bali, termasuk melintasi Gunung Agung. Namun upaya itu dapat diendus
Belanda yang kemudian berhasil mengejar pasukan Ciung Wanara. Dalam pertempuran itu,
pasukan Ciung Wanara sebenarnya sempat berahasil memukul mundur pasukan Belanda.
Namun ternyata pertempuran belum selesai, sebab bala bantuan pasukan Belanda datang
dengan jumlah lebih besar. Tidak hanya itu, mereka juga dilengkapi dengan persenjataan
yang lebih modern, termasuk pesawat tempur. Situasi akhirnya berbalik, pasukan I Gusti
Ngurah Rai justru terdesak karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang.

Menjelang malam, pertempuran tak kunjung usai. Pasukan Belanda kian brutal
menyerbu pasukan Ciung Wanara dengan Meriam dan bom dari pesawat tempur. Hingga
akhirnya pasukan Ciung Wanara di bawah I Gusti Ngurah Rai terdesak di wilayah terbuka
di area persawahan dan ladang jagung di kawasan Kelaci, Desa Marga. Dalam kondisi
terdesak itulah I Gusti Ngurah Rai kemudian mengeluarkan instruksi Puputan atau
pertempuran habis-habisan sampai titik darah penghabisan. Dalam pandangan pejuang
Bali itu, lebih baik berjuang sebagai kesatria dari pada jatuh ke tangan musuh.

Akhirnya pada 20 November 1946 malam, I Gusti Ngurah Rai gugur bersama
pasukannya. Peristiwa itu kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan Margarana, sebuah
sejarah penting tonggak perjuangan rakyat Indonesia. Kekalahan pasukan I Gusti Ngurah
Rai itu kemudian semakin memperlancar usaha Belanda untuk mendirikan Negara
Indonesia Timur (NIT). Beruntung, usaha itu kembali gagal setelah Indonesia kembali
menjadi negara kesatuan pada 1950. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya,
Perang Puputan Margarana membuat I Gusti Ngurah Rai dan 69 anggota pasukannya
gugur. Sedangkan di kubu lawan, sekitar 400 orang tewas dalam peperangan itu.

4. PERTEMPURAN SURABAYA
Latar belakang terjadinya pertempuran Surabaya yang merupakan salah
satu pertempuran fisik untuk mempertahankan kemerdekaan, yaitu sebagai berikut :

 Kedatangan Pasukan Sekutu di Surabaya

Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 dari Divisi 23 Sekutu yang berkekuatan
sekitar 5.000 tentara mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Aulbertin Walter
Sothern Mallaby. Setibanya di Surabaya, mereka segera masuk ke dalam kota dan
mendirikan pos pertahanan di delapan tempat. Awalnya, mereka ingin segera melucuti
semua persenjataan yang telah dikuasai rakyat, namun karena memperoleh tetangan keras
dari pemimpin Indonesia di Surabaya, akhirnya mereka mengalah. Tanggal 26 Oktober
1945, dicapai kesepakatan antara pimpinan Indonesia dengan Brigadir Mallaby, yang
isinya antara lain:

1. Yang dilucuti senjata-senjatanya hanya Tentara Jepang.


2. Tentara Inggris selaku wakil sekutu akan membantu Indonesia dalam pemeliharaan
keamanan dan perdamaian.
3. Setelah semua senjata Tentara Jepang dilucuti, mereka akan diangkut melalui laut.

Meskipun kesepakatan baru saja tercapai, Sekutu justru mengingkarinya. Pada malam hari
tanggal 26 Oktober 1945, Sekutu menyerang penjara Kalisolok. Tentara Sekutu
membebaskan Kolonel Huiyer, seorang perwira Belanda beserta beberapa tentara Belanda
yang ditawan pasukan Indonesia.
Pada tanggal 27 Oktober pukul 11.00 pagi, sebuah pesawat Dakota melintas dari
Jakarta, atas perintah Mayjen Hawthorn pesawat itu menyebarkan pamflet yan isinya
adalah perintah penyerahan senjata yang dimiliki rakyat Indonesia kepada Tentara Sekutu.
Dalam waktu 2×24 jam seluruh senjata harus sudah diserahkan, dan bagi yang masih
membawa senjata melewati batas waktu itu akan ditembak di tempat. Hal ini jelas
bertentangan dengan kesepakatan sehari sebelumnya, yang telah disetujui Mallaby.
Dikabarkan Mallaby sempat terkejut dengan adanya pamflet tersebut, tetapi ia tetap
mematuhi perintah pimpinannya di Jakarta, dan segera memerintahkan pasukannya untuk
melucuti senjata rakyat Surabaya. Rakyat Surabaya menilai pihak Inggris telah melanggar
perjanjian. Akhirnya, pimpinan militer di Surabaya memberikan perintah untuk menyerbu
seluruh pos pertahanan Inggris. Pada saat yang hampir bersamaan para pemimpin
Nahdlatul Ulama dan Masyumi menyatakan bahwa perang mempertahankan kemerdekaan
Indonesia adalah Perang Sabil, maka suatu kewajiban yang melekat pada semua muslim.
Para Kyai dan santri kemudian mulai bergerak dari pesantren-pesantren di Jawa Timur
menuju ke Surabaya.

 Insiden Hotel Yamato

Munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan


bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus
di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke
segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi
pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel
atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya. Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch.
Ploegman pada malam hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00,
mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI
Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan
harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka
menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan
kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih
yang sedang berlangsung di Surabaya.

Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang


dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang
masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah
Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke Hotel Yamato
dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman
dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung
Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera
Belanda. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan
terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang
kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol
Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.
Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.
Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam
pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera
Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali
sebagai bendera Merah Putih. Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27
Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris.
Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang
banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum
akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan
situasi.

 Terbunuhnya Brigjen Mallaby

Pasca Presiden dan rombongan kembali ke Jakarta, di beberapa tempat masih terjadi
pertempuran, sekali pun sudah diumumkan genjatan senjata. Untuk menghentikan
pertempuran, para anggota Kontak Biro dari kedua belah pihak mulai mendatangi lokasi-
lokasi yang masih terjadi pertempuran. Pada pukul 17.00, tanggal 30 Oktober, seluruh
anggota Kontak Biro pergi bersama-sama menuju satu lokasi pertempuran. Tempat
terakhir ini adalah Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah. Gedung ini masih diduduki
pasukan Inggris, dan pemuda-pemuda masih mengepungnya. Setibanya di lokasi
pertempuran, pemuda-pemuda menuntut supaya pasukan Mallaby menyerah. Mallaby
tidak bisa menerima tuntutan itu. Setelah penolakan tersebut, terjadi insiden baku tembak
yang mengakibatkan tewasnya Mallaby, Komadan Brigade 49 di Surabaya. Inggris
menyalahkan pihak Indonesia yang telah melanggar gencatan senjata dan membunuh
Mallaby. Dari berbagai kesaksian mantan perwira Inggris di tempat kejadian, ternyata yang
memulai tembakan adalah pihak Inggris, sesuai kesaksian Mayor Gopal tahun 1974.
Penyebab tewasnya Mallaby sendiri masih menjadi misteri. Ada yang mengatakan tertusuk
bayonet dan bambu runcing pemuda, namun berdasarkan surat dari Kapten Smith kepada
Parrot tahun 1973-1974, kemungkinan besar Mallaby terbunuh karena ledakan granat
yang dilempar pengawalnya sendiri.

 Persiapan Menghadapi Sekutu dan Penolakan Ultimatum

Mendapatkan ultimatum sedemikian rupa, para pemuda yang sudah siap siaga
membuat pertahanan di dalam kota. Komandan Pertahanan Kota, Soengkono, pada tanggal
9 November pukul 17.00 mengundang semua unsur kekuatan rakyat, yang terdiri dari
komandan TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR, TKR Laut untuk
berkumpul di Markas Pregolan 4. Soengkono mempersilakan siapa pun yang ingin
meninggalkan kota. Namun, mereka bertekad untuk mempertahankan kota Surabaya.
Mereka membubuhkan tanda tangan pada secarik kertas sebagai tanda setuju, dan
diteruskan dengan ikrar bersama. Dengan adanya ultimatum ini, pemimpin Surabaya
mengadakan pertemuan. Mereka melaporkan kepada presiden, namun hanya diterima oleh
Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo. Menteri luar negeri menyerahkan keputusan kepada
rakyat Surabaya. Secara resmi pada pukul 22.00, Gubernur Soeryo melalui radio,
menyatakan menolak ultimatum Inggris. Sebelum waktu ultimatum habis, kota Surabaya
telah dibagi menjadi 3 sektor pertahanan. Garis pertahanan ditentukan dari Jalan Jakarta,
tetapi penempatan pasukan agak mundur ke Krembangan, Kapasan, dan Kedungcowek.
Garis kedua di sekitar Viaduct. Garis ketiga di daerah Darmo. Sementara itu, radio
perlawanan yang dipimpin oleh Bung Tomo membakar semangat juang rakyat. Siaran ini
dipancarkan dari Jln. Mawar No. 4.

 Pertempuran Surabaya: Pertempuran 10 November

Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, setelah habisnya waktu ultimatum, Inggris
mulai menggempur Surabaya dengan seluruh armada darat, laut, dan udara. Pemboman
secara brutal di hari pertama telah menimbulkan korban yang sangat besar. Di pasar Turi,
ratusan orang tewas dan luka-luka. Inggris juga berhasil menguasai garis pertama
pertahanan rakyat Surabaya.

Rakyat Surabaya tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan atas serangan
tersebut. Pertempuran yang tidak seimbang selama tiga minggu telah mengakibatkan
sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil. Selain
itu, diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya, yang hampir
hancur total terkena serangan Sekutu. Sementara di pihak Inggris tercatat 1.500 tentara
Inggris tewas, hilang, dan luka-luka.

Pertempuran terakhir terjadi di Gunungsari, pada tanggal 28 November 1945, namun


perlawanan secara sporadis masih dilakukan setelah itu. Sebagai penghormatan atas jasa
para pahlawan yang dengan berperang dengan gigih melawan Sekutu di Surabaya, tanggal
10 November 1946 Soekarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
B. DIPLOMASI
1. KONFERENSI MEJA BUNDAR
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah perundingan tindak lanjut dari
semua perundingan yang telah ada. KMB dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1949
sampai tanggal 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Berikut merupakan hasil dari KMB
yaitu sebagai berikut:

 Latar Belakang Konferensi Meja Bundar

Hal yang melatar belakangi terjadinya KMB adalah kegagalan Belanda untuk meredam
kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan karena adanya kecaman dari dunia
internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk
melakukan penyelsaian secara diplomasi. Sebelumnya telah terjadi beberapa perundingan
antara pihak Belanda dan Indonesia lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.

Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)


mengeluarkan resolusi yang mengancam serangan militer Belanda terhadap tentara
Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga menyerukan diadakannya perundingan untuk
menemukan penyelesaian damai antara dua pihak. Usai dilaksanakannya perjanjian Roem
Royen pada tanggal 6 Juli, rencananya akan diadakan lagi konferensi yang akan diikuti oleh
para tokoh yang masih diasingkan di Bangka. Sebelumnya diadakan terlebih dahulu
Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta antara tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949.

Konferensi Inter-Indonesia dihadiri semua otoritas bagian dari Republik Indonesia


Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar
untuk konstitusinya. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik
Indonesia untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.

 Tujuan KMB

Berikut adalah tujuan dari Konferensi Meja Bundar:

1. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan


Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara
Republik Indonesia dengan Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara
Indonesia Serikat (RIS).

2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai
negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
 Tokoh Konferensi Meja Bundar

Ada tiga pihak yang terlibat dalam konferensi Meja Bundar, yakni pihak Indonesia,
pihak Belanda yang diwakili BFO dan pihak UNCI (United Nations Comissioner for
Indonesia) selaku penengah.

1. Pihak Indonesia

Pihak Indonesia diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta dan terdiri dari 12 delegasi secara
keseluruhan, yaitu:

 Drs. Mohammad Hatta


 Nir. Moh. Roem
 Prof Dr. Mr. Supomo
 Dr. J. Leitnena
 Mr. Ali Sastroamicijojo
 Ir. Djuanda
 Dr. Sukiman
 Mr. Suyono Hadinoto
 Dr. Sumitro Djojohadikusumo
 Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
 Kolonel T.B. Simatupang
 Mr. Muwardi

2. Pihak Belanda

Dalam KMB, pihak Belanda diwakili oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg)
yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda
dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.

3. Pihak UNCI

Pihak UNCI atau United Nations Comissioner for Indonesia bertindak sebagai penengah
jalannya konferensi antara Indonesia dan Belanda. Pembentukan UNCI dilakukan sebagai
penengah dan mediator perdamaian perselisihan Indonesia dan Belanda.

 Isi Konferensi Meja Bundar

Berikut adalah isi dari KMB, yaitu:

1. Belanda mengakui RIS sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat. RIS terdiri dari
Republik Indonesia dan 15 negara bagian/daerah yang pernah dibentuk Belanda.
2. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
3. Coral pemerintahan RIS akan diatur dengan konstitusi yang dibuat oleh para
delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung.
4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubugan Uni Indonesia Belanda
yang dikepalai Raja Belanda.
5. RIS harus membayar utang-utang Hindia Belanda sampai waktu pengakuan
kedaulatan.
6. RIS akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.

 Dampak Konferensi Meja Bundar

Pengesahan dan penandatanganan isi Konferensi Meja Bundar dilakukan pada tanggal
29 Oktober 1949. Hasil KMB ini kemudian disampaikan kepada Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). Selanjutnya KNIP melakukan sidang pada tanggal 6-14 Desember 1949
untuk membahas hasil dari KMB. Pada akhirnya KNIP menyetujui hasil KMB. Pada 15
Desember 1949, Soekarno sebagai calon tunggal terpilih sebagai presiden Republik
Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang
terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Kabinet RIS terbentuk di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta yang menjadi Perdana Menteri.
Penyerahan Kedaulatan Belanda terhadap Indonesia akhirnya disahkan pada tanggal 27
Desember 1949.

Dalam upacara penyerahan kedaulatan pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu


Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr. AM. J. A
Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Di waktu yang sama
di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH. J. Lovink
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh
Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat
yakni Republik Indonesia Serikat (RIS). Penyerahan kedaulatan menandai pengakuan
Belanda atas berdirinya Republik Indonesia Serikat dan wilayahnya mencakup semua
bekas wilayah jajahan Hindia-Belanda secara formal kecuali wilayah Irian Barat. Irian Barat
diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.

2. PERUNDINGAN ROEM-ROYEN
 Latar Belakang Perjanjian Roem Royen

Perjanjian Roem-Royen ternyata diambil dari nama belakang pemimpin delegasi kedua
belah pihak, yakni Mohammad Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen dari Belanda.
Perjanjian ini merupakan deal antara Indonesia dan Belanda sebelum KMB (Konferensi
Meja Bundar) berlangsung. Perjanjian ini dimulai dari tanggal 14 April 1949 dan akhirnya
disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Hal yang melatarbelakangi dibuatnya perjanjian ini adalah adanya serangan Belanda ke
Yogyakarta dan juga berhasilnya Serangan Umum I yang dilakukan pasca proklamasi
kemerdekaan. Selain itu, Belanda juga menahan para pemimpin Indonesia dan menuai
kecaman dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Dewan PBB. Akhirnya, setelah
didesak tekanan dari luar negeri, perundingan Roem Royen pun dilaksanakan di bawah
pengawasan UNCI (United Nations Commission for Indonesia) perubahan dari KTN
(Komisi Tiga Negara).

 Isi Perundingan Roem-Royen

Setelah melalui perundingan berlarut-larut, akhirnya pada 7 Mei 1949 dicapai


persetujuan. Persetujuan itu dikenal sebagai "Roem-Royen Statements" atau Perundingan
Roem-Royen.

Berikut isi Perjanjian Roem-Royen bagi Indonesia:

 Memerintahkan "pengikut RI yang bersenjata" untuk menghentikan perang gerilya.


 Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan
keamanan.
 Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk
mempercepat "penyerahan" kedaulatan yang sungguh lengkap kepada Negara
Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.

Perjanjian Roem-Royen untuk Belanda yakni:

 Belanda menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.


 Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan
politik.
 Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang
dikuasai oleh RI sebelum tanggal 19 Desember 194x dan tidak akan meluaskan
negara atau daerah dengan merugikan RI.
 Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
 Berusaha dengan sungguh-sungguh supaya Konferensi Meja Bundar segera
diadakan sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
 Dampak Perjanjian Roem-Royen

Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia,
Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB
yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan ,yaitu
sebagai berikut:

1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksankan


pada tanggal 4 Juni 1949.
2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan Republik
Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juni 1949.
3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksankan di Den Haag.

3. PERAN KOMISI TIGA NEGARA


 Latar Belakang Komisi Tiga Negara

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan Dewan Keamanan atau biasa disebut


badan dunia yang ikut berperan dalam upaya menyelesaikan pertikaian antara Indonesia
dengan Belanda. Lembaga yang dibentuk oleh PBB dinamakan dengan KTN yang
anggotanya terdiri atas beberapa Negara seperti Belgia mewakili Belanda, Australia
mewakili Indonesia dan Amerika Serikat sebagai pihak ke tiga yang ditunjuk oleh Belgia
dan Australia. Latar belakang dari pembentukan KTN ini bermula ketika pada tanggal 20
Juli 1947, Van Mook menyatakan bahwa, ia merasa tidak terikat lagi dengan Persetujuan
Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata. Seperti yang diketahui bahwa pada tanggal 21
Juli 1947 tentara Belanda melancarkan Agresi Militer pertamanya terhadap pemerintah
bangsa Indonesia. KTN bertugas untuk mengawasi secara langsung penghentian aksi
tembak-menembak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Didalam permasalahan militer KTN dapat mengambil inisiatif untuk menyelesaikannya,


sedangkan didalam masalah politik KTN hanya dapat memberikan saran atau usul karena
tidak mempunyai hak untuk menentukan keputusan politik yang akan diambil oleh bangsa
Indonesia. Kemudian pihak Belanda membuat batas-batas wilayah dengan memasang
patok-patok pada wilayah status quo. Kesulitan yang dihadapi oleh Komisi Tiga Negara
adalah melewati garis Van Mook, karena Belanda sangat mempertahankan garis tersebut.
Garis Van Mook merupakan suatu garis yang berguna untuk menghubungkan pucuk-pucuk
pasukan Belanda yang maju setelah perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan
aksi tembak-menembak.
 Tugas Komisi Tiga Negara

Berikut adalah tugas dari KTN:

1. Menguasai dengan cara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan


resolusi PBB.
2. Menjadi penengah konfilk antara Indonesia serta Belanda.
3. Memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI.
4. Mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda dalam Perundingan Renville.
Tetapi , Perundingan Renville ini menyebabkan wilayah RI makin sempit.

 Anggota Komisi Tiga Negara

KTN beranggotakan tiga negara yang dipilih oleh beberapa perwakilan Negara, yaitu
sebagai berikut :

1. Australia , diwakili Richard Kirby yang dipilih mewakili kepentingan Indonesia.


2. Belgia, diwakili Paul Van Zeeland yang dipilih mewakili kepentingan Belanda.
3. Amerika Serikat, dipilih Australia dan Belgia sebagai pihak netral dengan wakilnya
Dr. Frank Graham.

 Isi Komisi Tiga Negara

Isi dari Komisi Tiga Negara sama dengan Isi dari perjanjian Renville, berikut ini
penjelasannya :

1. Belanda hanya mengakui 3 daerah yaitu Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera
sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia.
2. Disepakatinya sebuah garis demarkasi yang berguna untuk memisahkan wilayah
bangsa Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan
di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta.

 Dampak dari Komisi Tiga Negara

Dibawah ini terdapat beberapa Dampak KTN Bagi Bangsa Indonesia, yaitu antara lain :

Mempertemukan Belanda dan bangsa Indonesia didalam perundingan Renville pada


tanggal 8 Desember 1947 – 17 Januari 1948. Mengembalikan para pemimpin Republik
Indonesia yang ditahan oleh pihak Belanda di Bangka. Membantu proses terjadinya sebuah
Perjanjian Roem Royen pada tanggal 14 April 1949. Nama KTN kemudian diubah menjadi
UNCI (United Nations Commission for Indonesia). UNCI ini sendiri dipimpin oleh Merle
Cochran yang berasal dari Amerika Serikat dan dibantu oleh Critchley (Australia) dan
Harremans (Belgia).

4. PERJANJIAN LINGGARJATI
Perundingan Linggarjati adalah Perundingan yang terjadi antara pihak Indonesia dan
Belanda yang ditengahi oleh Inggris. Hasil perundingan yang terjadi di awal-awal masa
kemerdekaan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan yang kemudian dinamakan
“Perjanjian Linggarjati”.

Linggarjati atau Linggajati sendiri adalah nama sebuah desa yang secara geografis
berada antara Cirebon dan Kuningan dan terletak di kaki gunung Ciremai. Pemilihan
Linggarjati sebagai tempat perundingan dikarenakan tempat ini  netral bagi kedua belah
pihak. Pada saat itu Belanda dan sekutu menguasai Jakarta, sedangkan Indonesia sendiri
menguasai Yogyakarta. Tempat jalannya perundingan masih ada hingga saat ini dan
dijadikan museum yang dinamai “Museum Linggarjati”.

 Latar Belakang Perjanjian Linggarjati

Selepas Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara Merdeka pada 17 Agustus


1945 dan terlepas dari jajahan Jepang. Belanda yang sebelumnya telah menjajajah
Indonesia selama 350 tahun ingin kembali menjajah Indonesia. Awalnya, 29 September
1945 pasukan sekutu dan AFNEI datang ke Indonesia (salah satunya) untuk melucuti
tentara Jepang setelah kekalahan negara tersebut di perang dunia ke II. Namun kedatangan
mereka ternyata diboncengi oleh NICA (Netherlands-Indies Civil Administration).Hal
tersebut menimbulkan kecurigaan pemerintah dan rakyat Indonesia, mereka menilai
Belanda ingin kembali mencoba berkuasa di Indonesia. Hingga akhirnya pertempuran-
pertempuran pun terjadi, seperti di pertempuran 10 November di Surabaya, Pertempuran
di Ambarawa, Medan area, Pertempuran Merah putih di Manado dll. Karena sering
terjadinya pertempuran-pertempuran yang merugikan kedua belah pihak dan beberapa
alasan lainnya. Maka pihak kerajaan Belanda dan Indonesia pun sepakat untuk melakukan
kontak diplomasi pertama dalam sejarah kedua negara.

 Tokoh- Tokoh Perjanjian Linggarjati

Delegasi dari kedua belah pihak yang mewakili Indonesia, Belanda dan Inggris sebagai
penengah diantaranya:

1. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn.


2. Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua) Muhammad Roem, Dr.A.K Gani dan
Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H
3. Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn (Ketua), Van Pool dan De Boer.
 Isi Perjanjian Linggarjati
Berdasarkan perundingan linggarjati yang digelar, akhirnya Perundingan Linggarjati
menghasilkan keputusan yaitu sebagai berikut:

1. Belanda mengaku secara “de Facto” bahwa wilayah RI meliputi pulau Jawa, pulau
Sumatra dan pulau Madura.
2. Belanda harus menarik pasukan dan meninggalkan wilayah NKRI dan diberi tempo
paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Indonesia dan Belanda sepakat untuk membentuk Republik Indonesia Seikat
(RIS).
4. Dikarenakan bentuk Negara Indonesia adalah RIS maka Indonesia harus taat pada
Commonwealth atau lebih dikenal dengan persemakmuran Indonesia Belanda
dengan belanda sebagai pemimpin.

 Dampak Perjanjian Linggarjati

Perjanjian linggarjati memberikan dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Berikut
diantara dampak atau efek dari perjanjian tersebut adalah:

 Dampak Positif Perjanjian Linggarjati


1. Citra Indonesia di mata dunia Internasional semakin kuat, dengan pengakuan
Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia, mendorong negara-negara lain untuk
mengakui kemerdekaan Republik Indonesia secara sah.
2. Belanda mengakui negara Republik Indonesia yang memiliki kuasa atas Jawa,
Madura dan juga Sumatera. Dengan demikian secara de facto Indonesia berkuasa
atas wilayah tersebut.  
3. Selesainya konflik antara Belanda dan Indonesia (walaupun setelahnya Belanda
melanggar perjanjian). Pada saat itu dikhawatirkan apabila konfrontasi rakyat
Indonesia dan kekuatan Belanda terus berlanjut. Maka akan semakin banyak korban
jiwa dari kalangan rakyat. Hal ini tentu saja dikarenakan kekuatan militer Belanda
yang canggih dan kekuatan rakyat Indonesia yang apa adanya.

 Dampak Negatif Perjanjian Linggarjati


1. Indonesia hanya memiliki wilayah kekuasaan yang sangat kecil, yakni pulau Jawa,
Sumatera dan Madura saja. Selain itu Indonesia harus mengikuti juga
persemakmuran Indo-Belanda.
2. Memberikan waktu Belanda membangun kekuatan atau “menghela nafas” untuk
kemudian selanjutnya melakukan agresi militernya.
3. Perjanjian ini juga ditentang dari dalam negara Indonesia. Masyarakat dan kalangan
tertentu yang dimulai dari Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia  dan Partai
Rakyat Jelata. 
4. Dalam perundingan tersebut diketahui bahwa pemimpin yang ditunjuk yaitu Sutan
Syahrir telah dianggap memberikan dukungan pada Belanda. Sehingga membuat
anggota dari Partai Sosialis yang berada dalam Kabinet tersebut dan KNIP
mengambil langkah penarikan dukungan kepada pemimpin perundingan tersebut.
Penarikan dukungan tersebut terjadi kepada Syahrir pada tanggal 26 Juni 1947.

 Hasil Perundingan

Perundingan Linggarjati yang dilaksanakan antara pemerintah belanda dengan


pemerintah Indonesia menghasilkan naskah persetujuan Perjanjian Linggarjati yang secara
resmi ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Perjuangan bangsa Indonesia tidak
berhenti setelah munculnya hasil perundingan linggarjati karena di kemudian hari akan
muncul perjanjian-perjanjian lainnya yang tentunya akan memberikan pengaruh pada
kemerdekaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai