Kelas : 9.6
Absen : 14
Pecahnya pertempuran antara pemuda TKR dengan SEKUTU dan NICA dalam upaya merebut dan
mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang. Inggris mengeluarkan ultimatum
kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata kepada Sekutu. Pada tanggal 10 Desember 1945,
Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap Kota Medan. Serangan ini
menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil
menduduki Kota Medan. Untuk sementara waktu pusat perjuangan rakyat Medan kemudian
dipindahkan ke Siantar, sementara itu perlawanan para laskar pemuda dipindahkan keluar Kota
Medan. Perlawanan terhadap sekutu semakin sengit pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebing
Tinggi. Kemudian diadakanlah pertemuan di antara para Komandan pasukan yang berjuang di
Medan Area dan memutuskan dibentuk nya satu komando yang bernama Komando Resimen
Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di Kota Medan. Setelah pertemuan para komando itu,
pada tanggal 19 Agustus 1946 di Kabanjahe telah terbentuk Barisan Pemuda Indonesia (BPI) dan
berganti nama menjadi Komando Resimen Laskar Rakyat cabang Tanah Karo, dipimpin
oleh Matang Sitepu sebagai ketua umum, dan dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat
Ginting, Rakutta Sembiring, R.M. Pandia dari N.V Mas Persada Koran Karo-karo dan Keterangan
Sebayang.
serangkaianpertempuranantararakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang pada masa
transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945. Dua penyebab
utama pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi. Pertempuran
itu berhenti ketika Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro dan pimpinan TKR berunding dengan
komandan tentara Jepang. Proses gencatan senjata dipercepat, ketika Brigadir Jendral Bethel dan
sekutu ikut berunding pada tanggal 20 Oktober 1945. Pasukan sekutu kemudian
melucuti senjata dan menawan para tentara Jepang.
----20 Oktober 1945
Pertempuran Ambarawa
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di
Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa
Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut
baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan
makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan
mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah
sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para
tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden
bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu
bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat
kekacauan. TKR Resimen I Kedu pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan
mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat
campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan
Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera
mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa
Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang
diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Pada tanggal 11
Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan
Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan
serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-
penembak senapan karabin. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian,
jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa
berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik
gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar
terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah
bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia
berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
Pertempuran Surabaya
Pertempuran besar antara tentara Inggris dengan Pasukan Indonesia di Rimbo Kaluang
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Bandung, provinsi
Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar kediaman
mereka sendiri dalam peristiwa tersebut , kemudian meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah
selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk
dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia. Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12
Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka
menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR (Tentara Keamanan
Rakyat), diserahkan kepada mereka.
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang terjadi pada tanggal 1 Maret 1949
di Yogyakarta. Serangan ini telah dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III
dengan mengikutsertakan pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima
Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Serangan ini bertujuan untuk membuktikan kepada dunia
internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih ada dan cukup kuat, dengan harapan
dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan
Keamanan PBB. Perundingan tersebut memiliki tujuan utama untuk mematahkan moral
pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional
Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu
itu menjabat sebagai Komandan Brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di
wilayah Yogyakarta.