Sejarah
Pertempuran
Mempertahankan
Kemerdekaan
STAN Channel
Sumber : Markijar.com
Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945, bukan berarti kondisi bangsa Indonesia dalam keadaan damai
dan tanpa gangguan. Justru mulai muncul perlawanan-perlawanan
terhadap pihak lain yang mencoba mengambil alih kekuasaan dan
kemerdekaan bangsa indonesia pada saat itu.
Insiden ini bermula Pada Tanggal 18 September 1945 ketika Sekutu dan
Belanda dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) bersama-
sama dengan rombongan Intercross (Palang Merah Internasional)
mendarat di Surabaya. Rombongan Sekutu tersebut oleh administrasi
Jepang di Surabaya ditempatkan di Hotel Yamato sedangkan
rombongan Intercross ditempatkan di Gedung Setan.
Hingga bulan Oktober 1945, pasukan Jepang masih tetap berada di Kota
Semarang. Mereka juga masih melancarkan serangan terhadap
beberapa kubu TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang bertujuan untuk
membebaskan orang-orang Jepang yang masih dalam penahanan.
Sementara itu, tersiar kabar bahwa Jepang meracuni sumber air minum
di wilayah Candi Semarang. Oleh sebab itu, Dr. Karyadi memeriksa
sumber air yang diracuni oleh Jepang tersebut. Pada saat itu, ia
menjabat kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Pusara) di
Semarang. Namun naas, ia kemudian dibunuh tentara Jepang.
Terbunuhnya dr. Kariadi ini menyulut kemarahan pemuda. Akibatnya,
terjadi pertempuran di Simpang Lima, Tugu Muda dan sekitarnya.
Kurang lebih 2000 pasukan Jepang yang dikomandoi oleh Mayor Kido
berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Pertempuran ini
berlangsung selama 5 hari, 15 - 19 Oktober 1945. dan dihentikan
setelah adanya gencatan senjata. namun Peristiwa ini memakan banyak
korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi yang menjadi salah satu
korban namanya kemudian diabadikan menjadi nama salah satu Rumah
sakit di kota Semarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka
pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
4. Pertempuran di Surabaya
6. Pertempuran di Ambarawa
7. Pertempuran di Jakarta
Seperti daerah lainnya, rakyat Bali juga berusaha sekuat tenaga untuk
mempertahankan kemerdekaan dan merebut kekuasaan dari Jepang.
Untuk itu, letkol I Gusti Ngurah Rai sebagai salah seorang pimpinan di
Bali pergi ke Yogyakarta untuk melakukan konsultasi ke Markas Besar
TRI.
Situasi ibukota negara saat itu sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut
diperparah propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia
sudah tidak ada. Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang saat itu telah
melepas jabatannya sebagai Raja Keraton Yogyakarta mengirimkan
surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin
diadakannya serangan. Jenderal Sudirman menyetujuinya dan meminta
Sri Sultan HB X untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat
itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehkreise III.
Kurang lebih 2.500 orang pasukan gerilya TNI di bawah pimpinan Letkol
Soeharto melancarkan serangan besar-besaran di jantung Kota
Yogyakarta. Pasukan TNI mengepung Kota Yogyakarta dari berbagai
arah. dari arah utara pasukan gerilya yang dipimpin oleh Mayor Kusno,
kemudian Mayor Sardjono memimpin pasukannya melancarkan
serangan dari arah selatan dan Di arah barat, pasukan gerilya
menggempur kota Yogyakarta dibawah pimpinan Letkol Soeharto..
Banyak pertempuran hebat terjadi di ruas-ruas jalan kota Yogyakarta.
Serangan Umum 1 Maret 1949 terbukti ampuh untuk kembali merebut
Yogyakarta dan mengalahkan Belanda. Belanda merasa kaget dan
sedikit persiapan dalam menangani serangan tersebut sehingga
perlawanan yang dilakukan tidak mampu mengimbangan serangan TNI.
Dalam waktu singkat, Belanda berhasil didepak mundur. Pos-pos militer
ditinggalkan dan Beberapa buah kendaraan lapis baja dapat direbut
oleh pasukan TNI.