Anda di halaman 1dari 12

PERJUANGAN FISIK MEMPERTAHANKAN NEGARA

KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Nama : Naya Nayla Bayyinah

Kelas : IX-H

No.absen : 24
Perjuangan Fisik Mempertahankan NKRI

Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
(Bapak Proklamator) pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai pernyataan resmi Bangsa Indonesia
yang telah melepaskan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang. Tetapi kaum penjajah
(Belanda) tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan Belanda berusaha dengan berbagai
cara untuk kembali menjajah Indonesia.

Sementara Bangsa Indonesia tetap dengan gigih berusaha mempertahankan kemerdekaan,


sehingga terjadilah beberapa pertempuran sebagai wujud perlawanan rakyat untuk mengusir
penjajah dari tanah air tercinta ini. Baiklah kami coba mengurai beberapa peristiwa perlawanan
rakyat secara fisik terhadap Belanda yang berusaha ingin menjajah Indonesia :

1. Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya

Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya berawal dari mendaratnya tentara Inggris yang
dipimpin oleh Sir Philip Christison pada tanggal 29 September 1945 di Jakarta dan diboncengi
tentara NICA (Netherlands Indies Civil administration) dipimpin oleh Dr. H.J. Van Mook.

Tanggal 25 Oktober 1945 Brigjen A.W.S. Mallaby memimpin pendaratan Inggris di Surabaya
untuk melucuti tentara Jepang dan interniran (tawanan perang). Mallaby telah sepakat dengan
wakil pemerintah RI untuk saling menjaga keamanan. Inggris melanggar beberapa kesepakatan
yaitu :
a. Pada tanggal 26 Oktober 1945 Inggris mengingkari janjinya dengan menyerbu Penjara
Kalisosok Surabaya dibawah pimpinan Kapten Shaw.

b. Pada tanggal 27 Oktober 1945 Inggris menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor
Pos Besar dan Gedung Bank Internatio.

c. Pada siang harinya tanggal 27 Oktober 1945 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamplet
yang isinya memerintahkan agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjata yang di
rampas dari tentara Jepang.

Akibat Inggris yang melakukan pelanggaran tersebut maka membangkitkan perlawanan rakyat
Surabaya. Maka pertempuranpun tak bisa dihindarai dan berlangsung selama 2 hari (27 - 29
Oktober 1945). Tanggal 30 Oktober disepakati untuk menghentikan pertempuran setelah
terjadi pertemuan Presiden Soekarno dan Mallaby. Tetapi pada sore harinya (30 Oktober 1945)
terjadi pertempuran di Bank Internatio dan menewaskan Brigjen A.W.S. Mallaby.

Pada tanggal 9 Nopember 1945 Inggris mengeluarkan ultimatum (ancaman) yang isinya
memerintahkan kepada seluruh para pemimpin dan pemuda Indonesia agar menyerahkan
senjata di tempat-tempat yang telah di tentukan sambil mengangkat tangan, selambat-
lambatnya pukul 06.00 tanggal 10 Nopember 1945 dan jika hal itu tidak dilakukan maka Inggris
akan menyerang Surabaya dari darat, laut dan udara.

Gubernur Jawa Timur R.M. Suryo dan para tokoh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menolak
ancaman Inggris, bahkan melakukan perlawanan. Maka pada tanggal 10 Nopember 1945
meletuslah perlawanan sengit menghadapi tentara gabungan (Inggris, Gurkha dan Belanda).

Dalam pertempuran tersebut Bung Tomo berpidato dengan semangat yang beapi-api dan
menyatakan lebih baik mati daripada di jajah.

Untuk mengenang peristiwa tersebut maka setiap tanggal 10 Nopember diperingati sebagai
Hari Pahlawan.
2. Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa berlangsung dari tanggal 20 Nopember - 15 Desamber 1945 di


Ambarawa antara Pasukan TKR dengan tentara Sekutu. Pasukan TKR dipimpin oleh Mayor
Soemarto.

Tanggal 26 Nopember 1945 pimpinan TKR dari Purwokerto, Letkol Isdiman gugur dan
digantikan oleh Kolonel Soedirman yang kemudian mengambil alih pimpinan pasukan. Dibawah
pimpinan Letkol Soedirman TKR berhasil memukul mundur pasukan sekutu dengan melakukan
perang gerilya. Sejak saat itulah nama besar Soedirman menjadi terkenal.

Untuk mengenang pertempuran Ambarawa setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai


Hari Infantri dan di Ambarawa didirikan monumen yaitu Palagan Ambarawa

3. Bandung Lautan Api


Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung,
provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000
penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di
daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA
Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam
Perang Kemerdekaan Indonesia.

Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945.
Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar
semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada
mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan
tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara
Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 24 November 1945, TKR dan badan-badan
perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara,
termasuk Hotel Homanndan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari
kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung
Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, TNI kala itu) meninggalkan
kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak
Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA.
Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis
Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak
Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku
Komandan Divisi III TRImengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan
evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang
meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat
menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul
membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga
pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot,
sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam
pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat
Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha
berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar
bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya
akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu
juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul
24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung
membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api

4. Pertempuran Medan Area


Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda
tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam
persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan
memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil, pelaksanaannya


diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di
kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana
untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota
yang akan didatangi Inggris dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan.Sementara
di tempat lain pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi
yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita
proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda
Indonesia.Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benar-benar
dilaksanakan. Tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin
oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra
Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda).
Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu
seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih
yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya
terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada
tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi
terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang
berada di kota Medan.Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan
kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi
diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area.
Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen
Laskar Rakyat Medan Area.Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan
serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak koraban di
kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat
perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar.Untuk melanjutkan
perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar
Rakyat Medan Area. Komandan initerus mengadakan serangan terhadap Sekutu diwilayah
Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakayat terhadap Jepang,
Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.

5. Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran Lima Hari di Semarang merupakan salah satu dari serangkaian pertempuran
maupun perlawanan rakyat Indonesia dalam mempertahankan status kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pertempuran yang terjadi pada 15 Oktober 1945 dan berakhir
pada 20 Oktober 1945 ini terjadi antara warga Semarang melawan tentara Jepang.
Pertempuran ini disebut sebagai Perlawanan Lima Hari di Semarang karena lamanya
pertempuran selama lima hari.

Pertempuran Lima Hari di Semarang ini terjadi ketika amarah para pemuda tersulut oleh kabar
tewasnya dr. Kariadi oleh tentara Jepang dimana dr. Kariadi pada waktu itu tengah melakukan
perjalanan ke Reservoir Siranda guna memastikan berita bahwa Jepang telah meracuni sumber
air tersebut.

Pertempuran ini makin memanas ketika pada tanggal 17 Oktober 1945, tentara Jepang
mengumumkan genjatan senjata, namun diam-diam juga melaksanakan serangan ke berbagai
kampung. Pada tanggal 19 Oktober 1945, pertempuran sengit dan intens terus terjadi di
seluruh penjuru kota Semarang. Pertempuran yang berlangsung Hingga lima hari ini memakan
korban sebanyak 2.000 jiwa warga Semarang dan sebanyak 850 tentara Jepang.

Adapun guna memperingati juga mengenang semangat perjuangan para pemuda dan para
pejuang kota Semarang lainnya maka dibangun sebuah Monumen bernama Tugu Muda.
Monumen Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950 dan diresmikan oleh
Presiden RI Ir. Sukarno pada tanggal 20 Mei 1953.

6. Insiden Bendera di Surabaya

Insiden bendera di Surabaya adalah insiden yang terjadi pada tanggal 19 September 1945 di
Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya. Kejadiaan ini diawali oleh beberapa orang Belanda yang
mengibarkan bendera Belanda (berwarna merah putih biru) di atap Hotel Yamato. Tindakan ini
kemudian memicu amarah rakyat Surabaya. Rakyat kemudian menyerbu hotel, menurunkan
bendera Belanda, dan merobek warna biru bendera itu untuk dikibarkan kembali, sehingga
yang berkibar adalah bendera Indonesia (berwarna merah putih).

7. Pertempuran Margarana
Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya
untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di Kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 20
November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya
dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan
Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak
pagi-pagi buta tentara Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang
lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan NICA dengan
pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak
yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua
tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar.
Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan
mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan"
atau perang habis-habisan di Desa Margarana sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu
semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang
400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 November 1946
dikenal dengan perang puputan margarana, dan kini pada bekas arena pertempuran itu
didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.

8. Perlawanan terhadap Agresi Militer


Belanda
"Operatie Product" atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah
operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan
dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh
Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan
Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.[1] Operasi militer ini merupakan
bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan
penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai) terjadi pada 19 Desember
1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota
negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin
oleh Sjafruddin Prawiranegara.

9. Perang Gerilya
Perang gerilya adalah perang yang dilakukan
secara sembunyi sembunyi, penuh
kecepatan, sabotase dan biasanya dalam
group yang kecil tapi sangat fokus dan
efektif. . A.H. Nasution yang pernah
menjabat pucuk panglima Tentara Nasional
Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku "Pokok-pokok Gerilya". Bagi tentara
perang gerilya sangatlah efektif. Mereka dapat mengelabui,menipu atau bahkan melakukan
serangan kilat. Taktik ini juga sangat membantu dan manjur saat menyerang musuh dengan
jumlah besar yang kehilangan arah dan tidak menguasai medan. Kadang taktik ini juga
mengarah pada taktik mengepung secara tidak terlihat (invisible). Sampai sekarang taktik ini
masih dipakai teroris untuk sembunyi. Jika mereka menguasai medan mereka dapat melakukan:
penahanan sandera, berlatih, pembunuhan, hingga menjadi mata-mata. Dan musuh dapat
melakukan nomaden, yaitu berpindah-pindah dan menyerang secara bersembunyi tanpa
ketahuan oleh lawan.Tokoh besar dalam gerilya ini adalah Jendral Soedirman dari Indonesia
bahkan karena siasat nya ini membuat pasukan Belanda ketar ketir ketika melawan pasukan
gerilya Indonesia saat itu dan ditiru oleh Ho Chi Minh sehingga Vietnam Utara menang melawan
Vietnam Selatan dan Amerika Serikat.

Anda mungkin juga menyukai