Anda di halaman 1dari 34

Perjuangan Militer Pasca Kemerdekaan

Tugas IPS
Ignatius Evan Santosa 9-1/14 (7805)

2013

PERISTIWA 10 NOVEMBER DI SURABAYA

Peristiwa 10 November merupakan peristiwa sejarah perang antara Indonesia dan Belanda. Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang. Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.

Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokanbentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang

dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober.

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.

Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang

cukup banyak.

Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan

Peristiwa BLA - Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Latar belakang - Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan.

Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 24 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.

Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung

dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946.

Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung. Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati.

Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya.

Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.

Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.

Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih

menjadi bahan perdebatan. Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.

Asal istilah - Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.

OPERASI TRIKORA

Operasi ini diadakan guna merebut kembali Papua Barat dari tangan Belanda pada tahun 1961, Indonesia melalui Komando Tertinggi (Koti) membentuk Operasi Mandala (TRIKORA). Tugasnya yaitu merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda. Kemudian, Armada RI menyiapkan pasukan berani mati, dengan tugas pokok menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Belanda di Biak, dan menenggelamkan Kapal Induk Karl Doorman.

Seluruh mesin-mesin perang RI yang pada waktu itu tergolong canggih telah disiapkan guna menggempur seluruh armada laut dan pasukan Belanda. Dan disini adalah beberapa dari sekian banyak personil yang juga disiapkan pemerintah RI untuk

mendukung penghancuran armada belanda di lautan. Dari AURI menyiapkan Pesawat Pembom Tupolev-16 (Tu-16) untuk melakukan manuver pemboman dari udara, ALRI menyiapkan 17 personilnya KOPASKA, sedangkan ADRI menyiapkan 22 personil RPKAD ditambah dari Kodam Jaya sebanyak 3 orang. Latihan ini diadakan di pulau adem dan seribu secara tertutup identitasnya hingga pada puncaknya yaitu Juni 1962. Tidak lama kemudian latihannya dipindah di Pangkalan Armada RI Ujung Surabaya, latihannya meliputi keluar masuk kapal selam, problem decompressi chamber serta naik turun jaring kapal.

Pada pertengahan Agustus 1962, dengan persiapan penuh seluruh personil pilihan tersebut diberangkatkan ke daerah tugas MANDALA TRIKORA dengan menggunakan KRI Sam Ratulangi. Mengetahui hal tersebut hingga pada akhirnya Belanda mengadakan perjanjian damai dengan pemerintahan RI kemudian mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Indonesia.

Personil yang tergabung dalam pasukan berani mati tersebut akhirnya kembali dilebur dan dikembalikan kedalam satuannya masing-masing.

Serangan Umum 1 Maret 1949

Latar Belakang Hal yang melatarbelakangi terjadinya serangan Umum 1 Maret ini karena adanya serangan Agresi Militer yang dilakukan oleh pihak Belanda. Setelah serangan Agresi militer ke II yang dilakukan oleh Belanda, kondisi dari rakyat Inodnesia sangat memprihatinkan. Khususnya di Kota Jogjakarta. Dalam bidang ekonomi sendiri sudah sangat kacau salah satunya banyak rakyat yang kelaparan. Apabila dari segi ekonomi sangat kacau, maka dari segi politik dan sosial juga akan ikut kacau. Pada tanggal 21 Januari 1949, perdana mentri India Pandit Jawaharlal Nehru membuka sidang konferensi Asia Kedua di New Delhi. 19 negara Asia mengirimkan utusan ke konferensi itu, teramsuk Australia. Dalam pidato pembukaannya Perdana Mentri Nehru menguraikan maksud dan tujuan konferensi, yang secara khusus di adakan untuk membicarakan persoalan Indonesia.

Pada hari kedua konferensi tersebut sudah mengambil suatu resolusi untuk dewan keamanan, yang antara lain menyebutkan : Aksi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948 di Indonesia, jelas merupakan suatu agresi militer yang berusaha membangkitkan kembali kekuasaan kolonialisme yang seluruhnya bertentangan dengan piagam perserikatan bangsa bangsa. Apabila hal tersebut dibiarkan berlanjut, perdamaian di Asia Tenggara, Asia dan seluruh Dunia akan terganggu. Oleh sebab itu Konferensi Bangsa Bangsa Asia di New Delhi menuntut : a. Semua pemimpin Republik Indonesia dan tahanan tahanan politik lainnya harus

segera di bebaskan b. Pemerintah Republik Indonesia harus diberi kesempatan untuk melakukan tugas tugas pemerintah, untuk itu : Yogyakarta harus segera di kembalikan kepada republik Indonesia. Kepadanya

harus di berikan alat alat komunikasi. Belanda tidak boleh menghalangi, menghambat, dan mengganggu pengembalian itu. Semua daerah yang pada tanggal 18 Desember 1948 merupakan wilayah

kekuasaan Republik Indonesia harus di kembalikan sebelum tanggal 15 Maret 1949. Pembatasan pembatasan yang di lakukan Belanda terhadap perdagangan dan

pelayaran Republik Indonesia harus di hentikan.

Sebagai penutup konferensi Asia untuk Indonesia meminta, supaya dewan keamanan memberi pertanggung jawabanya pada sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 24 April 1949.

Pelaksanaan serangan Umum 1 Maret 1949

Sejak pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta berantakan akibat penyerbuan dan penahanan para pemimpin oleh tentara Belanda pemirintahan De Facto sudah berpindah ke Keraton. Sri Sultan Hamengkubuwono IX oleh rakyat dan tentara diakui sebagai pemimpin dan pemegang kekuasaan pemerintahah khususnya di daerah Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono IX memiliki ide. Dimana ide tersebut adalah suatu strategi yang akan dilakukan untuk menyerang Belanda. Sri Sultan akan menggunakan Strategi Gerilya. Mulai 19 Desember 1948, Sri Sultan telah melaksanakan suatu pelatihan kepada TNI. Dengan adanya sasaran dalam penyerangan TNI maka TNI beserta rakyat ingin merebut kembali Yogyakarta yang dikuasai oleh Belanda sejak agresi militer kedua. Persiapan yang dilakukan menjelang serangan Umum adalah Sri Sultan melakukan perundingan perundingan terhadap rakyat dan perundingan terhadap kolonel Soeharto. Sri Sultan mempercayai kolonel Soeharto untuk memimpin serangan tersebut. Kemudian diselundupkan pasukan pasukan untuk masuk ke dalam Kota Pada tanggal 1 Maret, tepatnya pukul 06.00 pasukan gerilya mulai memasuki kota jogjakarta. Pasukan Belanda tidak mengira akan adanya serangan, maka daldm waktu yang singkat TNI yang pada saat itu dipimpin oleh Kolonel Soeharto mampu mukul mundur pasukan Belanda. TNI tetap mempertahankan pasukan Belanda di dalam Kota agar tidak ada pasukan Belanda yang keluar untuk meminta bantuan terhadap Belanda. Pasukan berhasil menduduki kota Jogjakarta. Pasukan berhasil merebut pabrik amunisi waatson dan senjata senjata ringan serta dapat merebut 1 tank kecil. Keberhasilan tersbut sangat mengejutkan seluruh dunia. Sebelum jam 12.00, kolonel Soeharto berhasil memundurkan pasukkannya di dalam kota. Sempat terjadi serangan dari belanda karena datangnya bantuan dari belanda. Namun serangan tersebut tidak terlalu memakan korban banyak dipihak Indonesia namun dari pihak Belanda sangat banyak menelan korban serta mendapati kerugian yang cukup besar. Akibatnya, indonesia tidak di ijinkan untuk melakukan serangan selama 2 x 24 jam

terhadap Belanda yang sedang melakukan pemindahan pasukan. Dapat dikatakan serangan UMUM 1 MARET 1949 berjalan dengan lancar

Pertempuran Laut Aru

Kapal Rl Matjan Tutul yang terlibat dalam pertempuran di laut Aru. Pada hari Senin tanggal 15 Januari 1962 terjadinya sejarah peristiwa heroik di Laut Aru. Saat itu, telah terjadi pertempuran di laut antara 3 kapal perang TNl AL (saat itu masih bernama ALRI atau Angkatan Laut Republik Indonesia) dengan 3 kapal perang AL Kerajaan Belanda. Pada peristiwa tersebut salah satu kapal perang ALRI yaitu Rl Matjan Tutul tenggelam dan mengakibatkan gugurnya Deputy I KSAL Komodor Josaphat Soedarso beserta sekitar 25 anak buah kapal (ABK) Rl Matjan Tutul. Peristiwa ini selanjutnya dikenang sebagai Pertempuran Laut Aru. Pertempuran Laut Aru 15 Januari 1962

Peristiwa Pertempuran Laut Aru yang terjadi 45 tahun silam merupakan dampak dan konfrontasi Indonesia Belanda akibat sengketa Irian Barat atau yang kini kita kenal sebagai Propinsi Irian Jaya. Hal tersebut bermula dari keingkaran Pemerintah Kerajaan Belanda untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI, meskipun telah disepakati dalam Perjanjian Roem-Roijen 1949. Sehingga akhirnya Indonesia kemudian mengumandangkan Tri Komando Rakjat atau disingkat Trikora yang intinya menuntut pengembalian Irian Barat melalui berbagai cara, termasuk dengan cara pengerahan kekuatan militer. Ini berarti perseteruan Indonesia-Belanda memasuki tahapan baru yaitu dari fase diplomasi menjadi konfrontasi di segala bidang. Guna melengkapi dan memodernisasi kekuatan militernya, Indonesia memborong sejumlah besar peralatan tempur dari berbagai negara, antara lain Uni Soviet, Republik Fedarasi Jerman (Jerman Barat), Italia dan Yugoslavia. Salah satu jenis peralatan militer yang didatangkan untuk memperkuat Jajaran Armada ALRI adalah kapal perang jenis MTB (Motor Torpedo Boat) Klas Jaguar dari Jerman Barat. Kapal perang jenis ini memiliki kemampuan untuk menembakkan torpedo anti kapal permukaan. Guna melaksanakan operasi infiltrasi (penyusupan) yang bertujuan memasukkan sejumlah pasukan gerilya ke Bumi Cenderawasih tersebut, ALRI mengerahkan 4 kapal perang jenis MTB, yaitu Rl Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, Rl Harimau dan Rl Singa. Karena dipersiapkan untuk mengangkut pasukan, maka persenjataan utama andalan kapal perang jenis MTB ini yaitu torpedo, terpaksa dikorbankan alias dilucuti agar kapal memiliki ruang yang lebih besar. Hal ini berakibat fatal ketika mereka terpaksa harus berhadapan dengan kapal perang musuh. Dari keempat MTB tersebut, ternyata hanya 3 yang mampu bergerak hingga memasuki perairan Irian Barat, karena RI Singa mengalami kerusakan mesin. Namun di perjalanan tepatnya di posisi 4,49 derajat selatan dan 135,2 derajat timur ketiga MTB ALRI tersebut dihadang 3 kapal perang AL. Kerajaan Belanda, yaitu Destroyer Klas Province Hr.Ms. Utrecht, Fregat Hr. Ms. Evertsen dan Korvet Hr.Ms. Kortenaer. Sebelum dua pihak yang bermusuhan tersebut berpapasan, 2 pesawat intai maritim AL Belanda jenis Neptune dan Firefly telah lebih dahulu memergoki MTB ALRI dan

selanjutnya mengirimkan berita ke kapal meraka. Akibatnya, terjadilah kontak senjata di tengah laut di Laut Aru. Menyadari bahwa kekuatan tidak seimbang, ketiga MTB ALRI bermaksud menghindar, namun ketiga musuhnya tidak membiarkan mereka lolos begitu saja. Guna melindungi dua kapal lainnya, Rl Matjan Tutul melakukan manuver bergerak maju secara lurus langsung menuju Hr.Ms Evertsen. Manuver ini dipandang berbahaya, karena merupakan pertanda bahwa kapal berpeluncur terpedo akan meluncurkan terpedonya. Akibatnya, KRI Matjan Tutul dihujani tembakan gencar hingga akhirnya tenggelam. Sebagian awak RI Matjan Tutul gugur dan sebagian lagi ditawan oleh Belanda. Sementara itu, dua MTB ALRI lainnya berhasil melolos-kan diri dan tiba di pangkalannya dengan selamat. Makna Hari Darma Samudera Meskipun tanggal 15 Januari merupakan hari terjadinya Peristiwa Pertempuran Laut Aru, namun sesungguhnya tanggal tersebut juga mewakili sejumlah pertempuran laut lainnya yang pernah dilakukan oleh para pahlawan TNI AL. Jauh sebelum terjadinya Peristiwa Aru, beberapa pertempuran laut yang pernah terjadi antara lain Pertempuran Laut Cirebon (1947) dan Pertempuran Teluk Sibolga (1947). Bahkan jika menarik jauh kebelakang, yaitu sejak jaman sebelum kemerdekaan Indonesia, juga pernah terjadi sejumlah pertempuran laut, seperti Pertempuran Laut Malaka (1511) antara armada Pati Unus dengan Portugis, Pertempuran Laut Sunda Kelapa (1512) antara armada Fata-hillah dengan Portugis dan banyak lagi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanggal 15 Januari merupakan jiwa atau semangat pengorbanan dari seluruh pejuang bahari yang telah berjuang mempertahankan kedaulatan negeri ini dari masa ke masa. Inilah makna sejati dari Hari Darma Samudera. Memang di era millenium yang serba modern dan canggih ini, kiranya sulit terjadi sebuah pertempuran laut sebagaimana pernah dialami di masa silam. Saat ini, dua kekuatan angkatan laut mustahil saat bertempur akan berada pada posisi saling berhadap-hadapan. Bahkan mungkin dua kekuatan saling

menghancurkan dan jarak yang sangat jauh, karena menggunakan teknologi radar dan sa

Pertempuran Lima Hari di Semarang

Setelah proklamasi dikumandangkan, gejolakpun mulai bermunculan, baik dari pihak rakyat Indonesia sendiri maupun dari kubu Jepang, yang pada saat itu masih menduduki Indonesia meskipun jepang sudah terdesak oleh sekutu, namun menurut mereka janji kemerdekaan yang mereka gembar-gemborkan kepada bangsa Indonesia belum terealisasikan. Setelah Soekarno mengumandangkan proklamasi di Jl Pegangsaan Timur No 56 pada tanggal 17 Agustus 1945, berita tersebut langsung menyebar kesegala penjuru, lewat kantor kantor berita yang ada di setiap daerah ataupun kabupaten. Berita kemerdekaan ini juga sampai ke Semarang. Dimana di Semarang dikumandangkan melalui RRI, namun pada saat tersebut pemerintah dari Jepang mencoba menghalangi menyebarnya berita kemerdekaan tersebut.

Meskipun mendapat tentangan dari Jepang, namun rupanya rakyat Indonesia tidak pantang menyerah dan memilih untuk tetap mengumandangkan berita kemerdekaan ke seluruh pelosok negeri, inilah yang dilakukan oleh harian surat kabar Sinar Biru, kantor surat kabar inilah yang tetap menyebarluaskan berita tentang proklamasi messkipun dilarang oleh pihak Jepang. Meskipun harus dengan cara sembunyi sembunyi. Pertempuran lima hari di semarang, adalah pertempuran rakyat melawan pasukan pasukan Jepang, yang hendak meniadakan arti proklamasi kemerdekaaan Republik Indonesia. Terutama di Semarang, telh ditanamkan benih benih kebencian kepada Jepang sejak jepang mendarat ke Nusantara, dan tentang propagandanya. Semarang, Rakyat Semarang tidak ingin kembali terjajah oleh Jepang, karena Warga Semarang juga telah tersakiti akibat perlakuan jepang yang menyakiti hati masyarakat Semarang Khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Penyebaran benih rasa tidak senang kepada jepang yang dilakukan secara sadar, bersumber kepada tokoh tokoh perjuangan, yang memang sejak zaman Hindia Belanda dulu sudah mencita citakan Indonesia Merdeka. Oleh sebab itu, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya maka mereka menginginkan bangsa Indonesia benar benar bersih dari para penjajah, terutama di Semarang. Rakyat Indonesia mulai menyusun kekuatan untuk menghadapi penolakan Jepang terhadap kemerdekaan Indonesia. Contohnya dengan pergerakan anti Jepang yang muncul sejak Akhir 1942, namun pada saat itu kesatuan dan persatuan belum dimiliki masyarakat, utamanya di tingkat daerah, mereka lebih mengutamakan daerahnya sendiri. Di Semarang sendiri, para pemuda mendesak Mr. Wongsonegoro untuk secepat mungkin mengambil alih kekuasaan dari jepang di tingkat di Tingkat Provinsi Semarang, karena menurut para pemuda,di dalam teks proklamasi bahwa Hal hal yang mengenai pemindahan kekusaan dan lan lain diselenggarakan dengan cara saksama dn dalam tempo yang sesingkat singkatnya.oleh karena itu Ibnu Parna, S karna, Sumardi dan Herdi, mendesak Mr Wongso negoro. Setelah Mr. Wongsonegoro dipaksa menanda tangani perjanjian, dimana isinya mengenai agar Mr Wongsonegoro segera mengambil alih pemerintahan di Semarang. Setelah ultimatum dari para pemuda, akhirnya Semarang bergegas, sesegera mungkin mengummandangkan tentang maklumat dari Mr Wongsonegoro, yang intinya tentang pembekuan Militer Jepang dan mengambil alih seluruh kekuatan pemerintahan yang dipegang Jepang. Pertempuran 5 Hari di Semaran, diawali dari isu diracuninya tendon air minum oleh Jepang, berita tentang diracuninya tendon air minum tersebut cepat menyebar dan kemudian didengar oleh para pemuda, dan para pemuda Semarang mulai menyiapkan kekuatan apabila terjadi hal yang tidak di inginkan. Seorang Dokter muda bernama Dr Karyadi, tergugah hatinya untuk menyelidiki apakah benar ada peracunan air minum. Akhirnya dia berangkat menuju tempat yang dimaksud, namun ditengah jalan, Dr Karyadi dicegat oleh Jepang dan kemudian terdengarlah rentetan tembakan oleh Jepang. Seiring dengan rentetan tembakan itu, Dr. Karyadi ikut tertembak, dan akhirnya terbunuh di tempat. Jenazah Dr. Kariadi baru bisa dimakamkan tiga hari setelah beliau terbunuh, ini disebabkan karena jepang yang terus menerus mempersempit ruang gerak para pemuda Indonesia.

Gejolak penolakan kemerdekaan Kemerdekaan di Semarang oleh jepang kian menjadi, para tahanan yang telah ditahan oleh polisi istimewa memberontak dan berhasil kabur serta memukul mundur polisi istimewa Karena kalah jumlah. Pada 14 oktober para pemuda semarang meminta izin kepada R.P. Soeroso untuk menawan jendral Nakamura, namun ditolah oleh Soeharso, namun penolakan itu tidak di indahkan oleh para pemuda dan tetap menawan jendral Nakamuradi Purworejo.

Mendengar berita ditawannya Jendral Nakamura, pasukan Kido Butai mulai geram dan mempersiapkan diri untuk benar benar berperang dan membalas dendam dengan tujuan utama juga menawan pimpinan Semarang, yaitu Mr. Wongsonegoro. Kido butai memulai pergerakannya dengan mengirimkan pasukannya secara bergelombang. Pertempuran dimulai dengan para pemuda di sekitar pasar kagok, di daerah ini pasukan jepang mendapat perlawanan sangat hebat sebelum akhirnya para pemuda gugur, karena gelombang serangan jepang yang terus bertambah. Kemudian serangan berlanjutm ke markas AMRI, dan menawan 25 pemuda, setelah itu mereka ditawan, disiksa dan disembelih masal. Kemudian mereka mulai melumpuhakn satu demi satu tempat penting yang dijaga para pemuda, seperti hotel Brussels, Sekolah Taman Siswa, dan mengepung Rumah Sakit Purusara.setelah mengepung rumah sakit purusara, jepang juga bertekad merebut kembali gedung besar markas Keinpetai. Dalam gerakannya mereka mendapat perlawanan yang sangat sengit dari para pemuda, namun karena kalah jumlah dan persenjataan, akhirnya para pemuda yang dibantu BKR dan AMKA pun akhirnya jatuh.begitupun tentara Jepang, separuh dari pasukan mereka tumbang, dan para pemuda yang ditangkap dipenjarakan dan dibunuh. Gedung Gubernuran, dimana Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro berada, pun tak luput dari penyerngan, bahkan mungkin inilah sasaran utama pasuikan Kido Butai, karena pasukan kido ingin menawan Mr. Wonsonegoro, seperti halnya para pemuda, yang menawan jendral Nakamura. Di gedung Gubernur inilah para Jepang mendapat perlawanan yang sangat hebat dari para pemuda Semarang dengan dibantu BKR. Hari itu tanggal 15 Oktober 1945 akhirnya Mr. Wongsonegoro berhasil ditawan oleh jepang. Dalam serangan kilat Jepang tersebut, korban korban banyak yang berjatuhan di jalan jlan, tanpa ada yang mengurus. Dalam tahanan Mr.

Wongsonegoro diajak untuk berkoalisi agar menghentikan pertempuran itu, namun Mr. Wongsonegoro tidak dapat menanggung. Jepang malah khawatir, barangkali para pemuda sedang menyusun kembali rencana untuk balas dendam.

Pertempuran Ambarawa

Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan kekuasaan tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain tidak lagi mempunyai hak untuk melakukan penjajahan di atas bumi Indonesia. Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh suatu bangsa yang menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas dari penjajahan[1].

Meskipun demikian, terdapat pihak-pihak yang berusaha untuk mengembalikan Indonesia sebagai jajahan Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah Belanda merasa masih mempunyai historiesch recht (hak sejarah) untuk meneruskan pemerintahan kolonialnya. Hal ini didasarkan dari perjanjian yang dilakukan Inggris dengan Belanda yang disebut Civil Affairs Aggreement pada tanggal 24 Agustus 1945 yang mengatur pemindahan kekuasaan di Indonesia dari British Military Administration kepada NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Oleh sebab itu, Belanda dengan organisasi pemerintahannya, NICA membonceng tentara sekutu kembali ke Indonesia[2].

Maksud kedatangan Sekutu adalah pertama, menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang. kedua, membebaskan para tawanan perang dan inteniran Sekutu. Ketiga, melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan. Keempat, menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil. Kelima, menghimpun keterangan tentang dan menuntut penjahat perang[3]. Oleh sebab itu, RI menerima kedatangan Sekutu dengan sambutan yang baik.

Pendaratan tentara Sekutu pada tanggal 20 Oktober 1945 di Semarang, berbarengan dengan usaha perebutan kekuasaan dan senjata rakyat Indonesia terhadap Jepang. Usaha melucuti tentara Jepang oleh para pejuang Indonesia ini memang merupakan tindakan yang harus dilakukan sesegera mungkin. Sebab, usaha tersebut sudah diperhitungkan akan adanya suatu kemungkinan bahaya yang ditimbulkan sehubungan dengan mendaratnya Sekutu di Indonesia. Bagaimanapun, pasti Sekutu tidak akan rela melepaskan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka begitu saja. Dengan demikian, tujuan kedatangan Sekutu yang bermaksud untuk melucuti tentara Jepang telah dilakukan oleh para pejuang Indonesia, sehingga menimbulkan kekecewaan dari pihak Sekutu.

Selanjutnya, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut justru dipersenjatai. Ketegangan dimulai ketika tawanan-tawanan Belanda yang dibebaskan bertingkah congkak dan sombong, serta mengabaikan kedaulatan pemerintah dengan terang-terangan berusaha untuk menduduki kembali Indonesia.

Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia, sehingga muncul gerakan pemboikotan keperluan makanan dan kebutuhan sehari-hari terhadap Sekutu yang semula dibantu oleh rakyat Indonesia dalam usaha melucuti tentara Jepang[4]. Akhirnya pecah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945, disusul tanggal 31 Oktober 1945 di Magelang.

Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana[5]. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka dan meluas sampai ke Ambarawa.

Pertempuran di Ambarawa, merupakan pertempuran yang cukup penting. Sebab pertempuran Ambarawa merupakan salah satu dari rangkaian peristiwa

mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi[6]. Sebab, bagi Indonesia revolusi Indonesia bertujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai empat dasawarsa sebelumnya. Namun di lain pihak, bagi Belanda masa revolusi sebagai suatu zaman yang merupakan kelanjutan dari masa lampau untuk melakukan penjajahan yang menurut mereka sudah dilakukan selama 300 tahun. Pada masa ini pulalah, hak Indonesia akan kemerdekaan dan kedaulatan atas nama revolusi mendapatkan banyak dukungan dari rakyat Indonesia.

Demikian pentingnya arti pertempuran Ambarawa bagi bangsa Indonesia dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sehingga meskipun pertempuran itu berlangsung singkat (12 Desember 1945 15 Desember 1945) tetapi memberikan kemenangan yang gilang-gemilang bagi Indonesia. Dipimpin oleh Kolonel Sudirman, para pejuang berhasil memukul Sekutu yang terdesak ke mundur Semarang.

Disamping itu, pertempuran di Ambarawa berhasil mempengaruhi dan melemahkan kekuatan Belanda, sehingga Belanda kesulitan dalam melakukan pertempuran di

wilayah lainnya. Berakhirnya pertempuran pada tanggal 15 Desember 1945 dengan kemenangan di pihak Indonesia tersebut kini diperingati sebagai Hari Infanteri/hari jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika. Peristiwa tersebut diabadikan dalam sebuah karya monumental, yaitu Monumen Palagan Ambarawa yang dibangun pada tanggal 15 Desember 1974.

Dalam pertempuran Ambarawa, memunculkan tokoh yang paling berjasa dalam upaya mengusir Sekutu dari bumi Ambarawa yang kelak menjadi Jenderal Panglima Besar Republik Indonesia, yaitu Kolonel Sudirman. Dalam pertempuran ini pulalah dikenal strategi yang sangat jitu yang dapat dirumuskan dari hasil pemikiran dan kerja keras beliau bersama para pejuang lainnya. Strategi tersebut dikenal dengan sebutan Strategi Supit Urang atau dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut Strategi Supit udang. Dengan kedisiplinan yang tinggi dari para pejuang yang termasuk dalam bagian strategi Kolonel Sudirman, dan dengan didukung perencanaan yang matang, strategi tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik sehingga membawa kemenangan yang gilang gemilang bagi para pejuang tanah air. [] Catatan: Menganai jalannya pertempuran, dan bagaimana skema strategi yang digunakan Jenderal Sudirman, saya tulis dalam artikel yang lain. Terimakasih. []

Catatan Kaki: [1] Soemarmo (1990:1)

[2] Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948 Lihat juga 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Jilid 1 halaman 34 [3] Ibid; halaman 44, lihat juga Soemarmo, Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, IKIP SEMARANG PRESS 1991 halaman 84 [4] Dari buku palagan Ambarawa [5] Saya tidak mengatakan, bahwa saya tidak menghargai semangat saudara-saudara. Saya mengetahui, bahwa saudara-saudara mendasarkan usaha-usaha atas alas an yang saua hargai. Tetapi ada cara lain untuk mencapai kepuasan hati-hati saudara itu. Saya perintahkan di sini supaya saudara-saudara menurut perintah ini Hentikan Pertempuran! [6] Masa revolusi menurut MC. Ricklefs (1989: 317) mengacu pada suatu kisah sentral dalam sejarah Indonesia dan merupakan unsur yang kuat di dalam perspektif bangsa Indonesia itu sendiri. Untuk pertama kalinya, segala sesuatu yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.

Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945


Pada tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi

diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Pertempuran di Sumatera ( Medan Area, 10 Desember 1945) Tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda Indonesia. Pendaratan Sekutu di kota Medan terjadi pada tanggal 9 Oktober 1945 dibawah pimpinan T.E.D Kelly. Pendaratan tentara sekutu (Inggris)ini di ikuti oleh pasukan dan NICA yangdipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Kedatangan tentara sekutu dan NICa ternyata memacing berbagai iniden. Pada tanggal 13 Oktober 1945 pemuda dan TKR bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam upaya merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang. Inggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata kepada Sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Pada tanggal. Pada tanggal 15 Desember 194% Sekutu memasang papan yang tertulis.kan Fixed Boundaries Medan Area ( batas resmi wilayah Medan) diberbagai pinggiran kota MEdan. Tindakan Sekutu itu merupakan tantangan bagi para pemuda. Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak koraban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar. Untuk melanjutkan perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan initerus mengadakan serangan terhadap Sekutu diwilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakayat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.

Pertempuran Medan Area 10 Desember 1945 Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Dalam

melaksanakan

hal-hal

yang

berkenaan

dengan

pemerintah

sipil,

pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota yang akan didatangi Inggris dengan menyelundupkan NICA Belanda adalah Medan.

Sementara di tempat lain pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda Indonesia.

Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benar-benar dilaksanakan. Tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly.

Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945.

Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan.

Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di kota Medan.

Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama

Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.

Pada tanggal 10 desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besarbesaran terhadap kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak koraban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pemantangsiantar.

Untuk melanjutkan perjuangan di Medan maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan initerus mengadakan serangan terhadap Sekutu diwilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakayat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.

PERTEMPURAN MEDAN AREA Pada tanggal 9 Nopember 1945, pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatera Utara yang diikuti oleh pasukan NICA. Pemerintah Republik Indonesia di Sumatera Utara memperkenankan mereka untuk menempati beberapa hotel yang terdapat di kota Medan, seperti Hotel de Boer, Grand Hotel, Hotel Astoria, dan hotel-hotel lainnya. Selanjutnya mereka ditempatkan di Binjai, Tanjung Lapangan. Sehari setelah mendarat Tim RAPWI mendatangi kampkamp tawanan yang ada di Medan atas persetujuan Gubernur M. Hasan. Kelompok itu langsung dibentuk menjadi Medan Batalyon KNIL. Dengan adanya kekuatan itu, ternyata bekas tawanan menjadi arogan dan sewenangwenang sehingga memancing munculnya insiden. Insiden pertama kali terjadi tanggal 13 Oktober 1945 di Jalan Bali, Medan. Insiden itu berawal dari ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-nginjak lencana Merah Putih. Akibatnya hotel itu diserang dan dirusak oleh kalangan pemuda. Dampak dari insiden itu menjalar ke beberapa kota lain seperti Pematang Siantar, dan Brastagi. Pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatera Timur dengan pimpinannya Achmad Tahir. Selanjutnya diadakan pemanggilan bekas Giyugun dan Heiho ke Sumatera Timur. Disamping TKR, terbentuk juga badan-badan perjuangan yang sejak tanggal 15 Oktober 1945 menjadi Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur dan kemudian berganti nama menjadi Pesindo. Setelah dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tentang terbentuknya partai-partai

politik pada bulan November 1945, di Sumatera dibentuk laskar-laskar partai. PNI memiliki laskar yang bernama Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), PKI mempunyai barisan Merah, Masyumi mempunyai laskar Hisbullah dan Parkindo mendirikan Pemuda Parkindo. Sementara itu pada tanggal 18 Oktober 1945, Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberi ultimatum agar para pemuda Medan menyerahkan senjatanya kepada sekutu. Pasukan Sekutu-Inggris juga semakin memperkeruh suasana dengan permusuhan dikalangan pemuda Indonesia di Sumatera. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu-Inggris memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di daerah-daerah pinggiran kota Medan. Sejak saat itu nama Medan Area menjadi terkenal. Inggris bersama NICA melakuan pembersihan terhadap unsur-unsur Republik Indonesia di Medan. Bahkan pada tanggal 10 Desember 1945, mereka berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di Trepes. Aksi tersebut tentu saja mendapat perlawanan yang sengit dari pemuda Medan. Dengan terjadinya peristiwa seperti itu, Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata yang mereka miliki dan jika tidak, akan ditembak mati. Pada bulan April 1946 tentara Sekutu Inggris sudah mulai mendesak Pemerintah Republik Indonesia di Medan. Gubernur, markas besar divisi TKR dan walikota pindah ke Pematang Siantar. Inggris pun menduduki kota Medan. Pada tanggal 10 Agustus 1946, diselenggarakan suatu pertemuan di Tebing Tinggi antara para komando pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan itu memutuskan dibentuknya suatu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando resimen itu terdiri atas empat sektor, dan tiap sektor terdiri dari empat subsektor. Tiap-tiap sektor berkekuatan satu batalyon. Markas komando resimen berkedudukan di sudi mengerti, Trepes. Di bawah komando itulah mereka meneruskan perjuangan di Medan Area. KESIMPULAN Pada tanggal 9 November 1945, Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di kota Medan. Awalnya kedatangan mereka disambut baik oleh penguasa medan, tapi karena mereka datang bersama NICA yang berusaha memulihkan kembali kekuasaan belanda di Indonesia maka pada tanggal 10 Desember 1945, terjadilah Insiden antara pejuang Indonesia dengan Sekutu. Dengan adanya Insiden tersebut Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly mengancam para pemuda

untuk menyerahkan senjata yang dimilikinya. Dan pada tanggal 10 Agustus 1946 di selenggarakan suatu pertemuan antara para Komando-Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Dan di bawah komando inilah mereka meneruskan perjuangan di Medan Area.

Agresi Militer Belanda


Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah kemerdekaan Indonesia, tentara sekutu datang ke Indonesia. Dalam pendaratannya di Indonesia, tentara sekutu diboncengi NICA. Selain bermaksud melucuti tentara Jepang, tentara sekutu membantu NICA mengembalikan Indonesia sebagai jajahannya. dengan bantuan sekutu, NICA ingin membatalkan kemerdekaan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak mau dijajah lagi. Rakyat Indonesia tidak mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan kemerdekaannya, kecuali dengan bertempur sampai titik darah penghabisan. Di sebagian besar wilayah Indonesia, tentara Sekutu dan NICA harus menghadapi perlawanan pejuang-pejuang Indonesia. Perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, menyadarkan tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia tidak dapat dikalahkan hanya dengan kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu mempertemukan Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan tanggal 10 November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat. Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan dinamakan Persetujuan Linggarjati.

Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia. Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata melanggar isi Persetujuan Linggarjati. Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan militer ke daerah-daerah yang termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I

bertujuan menguasai daerah-daerah perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur, Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.

Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang mempertahankan tanah airnya. Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang gerilya yaitu taktik perang menyerang musuh yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat. Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha Komisi Tiga Negara, Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Perundingan dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat. Kapal tersebut bernama USS Renville. Hasil perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.

Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah yang telah direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19

Desember 1948. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam Agresi Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan sekali merdeka tetap merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan. Rakyat tetap melakukan perang gerilya. Aksi militer Belanda tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB. Oleh karena itu, Dewan keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949, dan memerintahkan Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden dan pejabat tinggi negara yang ditawan.

Kesimpulan
No 1. Perjuangan Peristiwa Bendera di Surabaya Latar Belakang Ada beberapa orang 1. Belanda tergabung yang 2. dalam Tokoh Sdr. SIDIK, Sdr. MULYADI, Sdr. HARIONO Sdr. MULYONO (Arek-Arek Surabaya) Akhir beberapa orang pemuda berhasil mendekati dan memanjat dinding serta

Komite Kontak Sosial mengibarkan bendera

Belanda (Merah-Putih- 3. Biru) pada tiang

puncak Gapura Hotel, berhasil menurunkan bendera Belanda menyobek bagian birunya serta menaikkan kembali bendera MerahPutih ukuran dengan yang dan

bendera sebelah kanan (Utara) Gapura Hotel Yamato (Orange /

Mojopahit sekarang). Sehingga dinilai oleh para pejuang dan Arekarek tindakan Belanda sangat Suroboyo orang-orang tersebut congkak dan

tidak simpatik karena merupakan akan kembali Pemerintah Belanda Surabaya. Resimen SUDIRMAN dengan Mobil mengendarai Sedan Hitam Hotel dan di lambang

ditegakkannya kekuasaan Kolonial Bumi

tidak seimbang dengan diiringi pekikan MERDEKA, MERDEKA, MERDEKA, yang disambut dengan gempita oleh Rakyat massa yang

mendatangi Orange

memerintahkan dengan

tegas kepada Komite Perwakilan untuk menurunkan Sekutu segera bendera -

berkerumun di bawah bendera tiang dan

berada di depan Hotel Orange.

Belanda tersebut. Tetapi justru perintah Residen Sudirman

tidak diindahkan sama sekali oleh orang-

orang Sekutu/Belanda yang berada di Hotel Orange, Sehingga perkelahian memicu massal

yang tidak seimbang antara 20 orang

sekutu/Belanda berhadapan massa dengan rakyat /

Pemuda Surabaya yang berasal dari Genteng, Embong Malang,

Praban dan sekitarnya. 2. Peristiwa Merah Putih di Minahasa, Manado, dan Biak Adanya pelarangan pengibaran bendera Merah Putih di kota Minahasa, Manado, dan Biak. Rakyat Minahasa, Manado, dan Biak Rakyat berusaha

untuk mengibarkan bendera putih di merah seluruh

Minahasa, Manado, dan Biak, namun mendapat perlawanan Belanda gagal oleh

sehingga dan

pemimpin perlawanan berhasil ditangkap dan dijatuhi

hukuman mati. -

3.

Pertempuran Lima Hari di Semarang

Peristiwa disebabkan

ini 1. Badan karena Keamanan Rakyat (BKR)

Jepang dengan Mr. Wongsonegoro sepakat menghentikan pertempuran karena banyaknya rakyat yang meninggal dari kedua belah pihak.

munculnya kecurigaan BKR dan

Pemuda 2. Pemuda akan Semarang

Semarang pelucutan Jepang. Pemuda

senjata 3. Mr. Wongsonegero Semarang

khawatir Jepang akan menyerahkan senjatanya Sekutu, berpendapat kesempatan memperoleh harus sebelum senjata oada dan

dimanfaatkan Sekutu

mendarat di Semarang. -

4.

Pertempuran Medan Area

Bekas tawanan yang menjadi arogan dan

1. Resimen Laskar Rakyat Medan Area 2. Letkol Sucipto 3. Komandan Medan Area

Pasukan-Pasukan RI mengundurkan diri dari Medan Area.

sewenang-wenang. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak

lencana merah putih. Ultimatum agar

pemuda menyerahkan kepada Sekutu. Pemberian

Medan senjata

batas

daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu dengan bertuliskan Boundaries Area Medan (Batas memasang Fixed Medan Resmi di

papan pembatas yang

Area)

sudut-sudut pinggiran Kota Medan. 5. Pertempuran 10 November di Surabaya A.W.S terbunuh Mallaby karena 1. Rakyat Surabaya 2. Bung Tomo Seluruh kota jatuh ke tangan sekutu. Para Indonesia masih mengikuti pengungsi melarikan meninggalkan Surabaya kemudian menolak tersebut membuat pertahanan mulai baru dari dan mereka yang diri pejuang yang hidup

melanggar kesepakatan untuk menghentikan

kontak senjata dalam salah satu insiden. Inggris menuntut

pertanggungjawaban rakyat Surabaya

dengan mengeluarkan ultimatum. Rakyat ultimatum

secara resmi melalui pernyataan Suryo. Karena penolakan Gubernur

Mojokerto di Barat hingga kea rah

Sidoarjo di Timur.

tersebut, -

meletuslah

pertempuran. 6. Palagan Ambarawa Sekutu menyimpang Kolonel Sudirman. Pasukan memukul Sekutu berhasil mundur yang

dari tugas semula yang akan melucuti dan

memunglangkan bekas pasukan Jepang ke

terdesak mundur ke Semarang.

Negara asalnya Para tawanan Belanda malah dan dipersenjatai terang-terangan menduduki

berusaha -

kembali Indonesia. 7. Bandung Lautan Api Pasukan sekutu Inggris Kolonel Abdul Haris Bandung memasuki Bandung dan kota Nasution, sikap Muhammad seolah

menjadi lautan api Toha akibat dari

pasukan NICA yang dan Ramdan, Atje pembumihangusan merajalela dengan aksi Bastaman, terornya. Perundingan pihak RI Marzuki, antara Syahrir, dengan Komandan Ismail oleh Sutan Bandung. Rukana, sekutu penduduk Tentara pun

Polisi kehilangan gudang senjata mesiunya instalasi dan serta militer bom, dan

Sekutu/NICA, dimana Militer Badung. Bandung dibagi dua bagian. Bendungan Cikapundung jebol menyebabkan besar dalam kota Keinginan sektu yang menuntut pengosongan sejauh 11km dari sungai yang dan banjir

akibat

penduduk Bandung kehilangan seluruh harta benda.

Bandung Utara.

8.

Puputan Margana

Kedatangan yang

Belanda Letnan

Kolonel

I Perang habis

sampai ini

mrmpotak- Gusti Ngurah Rai.

potandakan pasukan I Gusti Ngurah Rai, Tidak Belanda membujuk Laskar berhasilnya yang Pimpinan untuk

mengakhiri hidup I Gusti Ngurah Rai dan menghancurkan daerah Bali.

Bali

bekerja sama. Pasukan I Gusti

Ngurah Rai berhasil menyerang Belanda menyebabkan kemarahan dari pihak Belanda. 9. Pertempuran di Palembang Peristiwa pembunuhan Badaruddin II orang-orang Eropa di Palembang membuat Belandan kembali konflik berkepanjangan dengan penguasa di Sumatera. Hal ini juga memuluskan unuk terlihat dalam markas yang

Raffles geram kepada pemimpin saat itu. kesultanan

Belanda menegakkan pemerintahan kolonialnya wilayah dan -

di

Sumatera Mudantara

pada umumnya. 10. Serangan Umum 1 Maret 1949 Adanya Agresi serangan Kolonel Soeharto. Militer yang Serangan Umum 1 Maret berjalan

dilakukan oleh pihak

dengan lancer dan

Belanda. Setelah Agresi Militer ke II yang dilakukan oleh Belanda, kondisi dari rakyat Indonesia sangat memprihatinkan.

menelan korban kerugian cukup

banyak dan yang besar di

pihak Belanda.

Anda mungkin juga menyukai