Pasukan yang pada awalnya menjadi sekutu ini disambut baik oleh
masyarakat. Namun dengan kemunculan NICA yang kemudian
membuat Indonesia curiga.
Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela jika Kota Bandung
kemudian dimanfaatkan oleh pihak Sekutu serta NICA. Keputusan ini
sendiri diambil untuk membumihanguskan Bandung melalui
musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di
hadapan semua kekuatan perjuangan pihak RI, hingga akhirnya pada
tanggal 23 Maret 1946 Kolonel Abdoel Haris Nasoetion sebagai
Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah ini dan
memerintahkan evakuasi Kota Bandung.
Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah
dikosongkan dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung
membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api. Pembumi-
hangusan Bandung ini dianggap sebagai strategi yang tepat dalam
Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI serta milisi
rakyat tidak sebanding jika dibandingkan dengan kekuatan pihak
Sekutu dan NICA yang berjumlah besar.
Hal ini sendiri dilakukan guna mencegah tentara Sekutu serta tentara
NICA Belanda dalam menggunakan kota Bandung sebagai markas
strategis militer dalam rangka Perang Kemerdekaan Indonesia.
Istilah Bandung Lautan Api kemudian digunakan sebagai istilah yang
terkenal setelah peristiwa pembumihangusan ini terjadi. Jenderal A.H
Nasution yang berperan sebagai Jenderal TRI dalam pertemuan di
Regentsweg (kini sebagai Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari
pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, kemudian
memutuskan strategi terhadap Kota Bandung usai menerima
ultimatum dari Inggris tersebut.
Peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada 76 tahun silam atau
24 Maret 1946 merupakan momen penting bagi rakyat Indonesia,
khususnya masyarakat Kota Bandung. Saat-saat tersebut
masyarakatnya memilih membumihanguskan rumahnya dibanding
menyerahkannya kepada militer sekutu guna mempertahankan bumi
Sunda.
Jalan Braga
Stilasi 2 ini berada persimpangan Jalan Braga serta Jalan Naripan
yang terletak di gedung Bank Jabar dahulunya bernama Gedung
Denis. Di gedung ini, pada Oktober 1945, pejuang Bandung Moeljono
serta E. Karmas merobek bendera Belanda.
Jalan Asia-Afrika
Stilasi 3 berada di depan Gedung Asuransi Jiwasraya di Jalan Asia-
Afrika atau tepatnya berada di seberang Masjid Raya Jawa Barat.
Dulunya, gedung ini digunakan sebagai markas resimen 8 yang
dibangun pada tahun 1922.
Jalan Simpang
Stilasi 4 ini berada pada sebuah rumah yang terletak di Jalan
Simpang. Di tempat inilah dilakukannya perumusan keputusan
pembumihangusan kota Bandung. Perintah meninggalkan kota
Bandung sendiri kemudian dikomandoi dari rumah ini. Rumah
tersebut kini dijadikan sebagai tempat tinggal dan masih sama dengan
bentuk aslinya.
SD Dewi Sartika
Stilasi 5 tidak berada jauh dari Jalan Otto Iskandardinata – Jalan
Kautamaan Istri. Tepatnya berada di depan SD Dewi Sartika.
Jalan Ciguriang
Stilasi 6 terletak di Jalan Ciguriang sebelah pusat perbelanjaan Yogya
Kepatihan. Stilasi 6 ini terletak di dalam sebuah rumah yang juga
difungsikan sebagai markas komando Divisi III Siliwangi pimpinan
kol. A.H. Nasution.
Persimpangan Lengkong Tengah
Lengkong Dalam Stilasi ini kemudian berada di persimpangan Jalan
Lengkong Tengah serta Jalan Lengkong Dalam, tepatnya berada
belakang kampus Unpas. Tempat ini kemudian menjadi tempat
bermukimnya masyarakat Indo – Belanda.
Jalan Asmi
Stilasi 9 berada di SD ASMI, tepat di depan Jalan Asmi. Bangunan
utama Gedung ini tidak mengalami banyak perubahan. Tempat ini
kemudian digunakan sebagai markas pemuda pejuang, PESINDO dan
BBRI sebelum kemudian terjadilah peristiwa Bandung Lautan Api.
Gereja Gloria
Stilasi berikutnya berada di depan sebuah gereja yang terletak di jalan
ini. Gereja ini bernama Gloria, dulunya digunakan sebagai gedung
pemancar NIROM yang berfungsi untuk menyebarluaskan proklamasi
kemerdekaan ke seluruh Indonesia dan dunia. Di seberang stilasi
inilah, di Taman Tegallega, sebuah tugu kokoh bernama tugu
Bandung Lautan Api didirikan.