Anda di halaman 1dari 18

Disusun oleh: Tiara Permatasari R

XI IIS 1
Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung sejak
pertengahan oktober 1945. Menjelang november 1945, pasukan
NICA semakin merajelela di Bandung dengan aksi terornya.
Masuknya tentara sektu dimanfaatkan oleh NICA untuk
mengembalikan kekuasaanya di Indonesia. Tapi semangat juang
rakyat dan para pemuda Bandung tetap berkobar.
Latar belakang Bandung Lautan Api, antara lain :
1) Pasukan sekutu Inggris memasuki kota Bandung dan sikap
pasukan NICA yang merajalela dengan aksi terornya.
2) Perundingan antara pihak RI dengan Sekutu/NICA, dimana
Bandung dibagi dua bagian.
3) Bendungan sungai Cikapundung yang jebol dan menyebabkan
banjir besar dalam kota
4) Keinginan sektu yang menuntut pengosongan sejauh 11km dari
Bandung Utara.
 Suatu peristiwa di bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar
200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan
harta benda mereka, meninggalkan kota Bandung menuju
pegunungan di selatan. Peristiwa itu di kenal sebagai Bandung Lautan
Api. Sebuah memorabilia sejarah Bandung.
Pada awal tahun 1946, Inggris menjanjikan penarikan pasukannya dari
Jawa Barat dan menyerahkan kepada Belanda, untuk selanjutnya
digunakan sebagai basis militer. Kesepakatan sekutu, Inggris dan NICA
(Nederlands Indie Civil Administration) memunculkan perlawanan
heroic dari masyarakat dan pemuda pejuang di Bandung, ketika
tentara Inggris dan NICA melakukan serangan militer ke Bandung.
Tentara sekutu berusaha untuk menguasai Bandung, meskipun harus
melanggar hasil perundingan dengan RI.Agresi militer Inggris dan
NICA Belanda pun memicu tindakan pembumihangusan kota oleh
para pejuang dan masyarakat Bandung. Bumi hangus adalah
memusnahkan dengan pembakaran semua barang, bangunan, gedung
yang mungkin akan dipakai oleh musuh.
Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di
utara jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke barat),
memberikan ultimatum (23 Maret 1946) supaya Tentara Republik Indonesia
(TRI) mundur sejauh 11 km dari pusat kota (wilayah di selatan jalan kereta api
dikuasai TRI) paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret
1946. Akibatnya pertempuran pun kembali menghebat. Pada saat itu datang
dua buah surat perintah yang isinya membingungkan, yaitu
:
1) Dari perdana Menteri Amir
Syarifudin Bahwa para
pejuang / pasukan RI harus mundur dari kota Bandung sesuai dengan
perjanjian antara pemerintah RI dengan Sekutu yanag saat itu sedang
berlangsung di Jakarta.
2) Dari Panglima TKR (Jenderal Sudirman)
Bahwa para pejuang/pasukan RI harus mempertahankan Kota bandung sampai
titik darah penghabisan.
Menghadapi dua perintah yang berbeda ini, akhirnya pada 24 Maret 1946 pukul
10.00 WIB, para petinggi TRI mengadakan rapat untuk menyikapi perintah PM
Sjahril di Markas Divisi III TKR. Rapat ini dihadiri para pemimpin pasukan
Komandan Divisi III Kolonel Nasution, Komandan Resimen 8 Letkol Omon
Abdurrahman, Komandan Batalyon I Mayor Abdurrahman, Komandan
Batalyon II Mayor Sumarsono, Komandan Batalyon III Mayor Ahmad
Wiranatakusumah, Ketua MP3 Letkol Soetoko, Komandan Polisi Tentara
Rukana, dan perwakilan tokoh masyarakat dan pejuang Bandung.
Dalam menyikapi ultimatum Inggris, sikap para pejuang terbelah. Ada
yang menginginkan bertahan di Bandung sambil melakukan
perlawanan hingga titik darah penghabisan, ada juga yang memilih
meninggalkan Bandung sambil mengatur strategi gerilya ketika berada
di luar Bandung. Meski begitu, tujuan mereka sama yakni menolak
keras upaya penjajahan kembali oleh Belanda.
Rapat pun berlangsung alot dan panas. Berbagai usulan perlawanan
disampaikan peserta rapat, salah satu usul adalah meledakkan
terowongan Sungai Citarum di Rajamandala sehingga airnya
merendam Bandung. Usul ini disampaikan Rukana. Namun saking
emosinya, Rukana menyebut usulnya agar Bandung menjadi “lautan
api”, padahal maksudnya “lautan air”. Diduga, dari rapat inilah muncul
istilah Bandung Lautan Api.
Usul lain muncul dari tokoh Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon
(AMPTT), Soetoko, yang tidak setuju jika hanya TRI saja yang
meninggalkan Bandung. Menurutnya, rakyat harus bersama TKR
mengosongkan kota Bandung.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di Bandung,
Nasution akhirnya memutuskan untuk mentaati keputusan
pemerintah RI. Keputusan ini berisi beberapa poin, di antaranya TRI
akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi atau bumi
hangus, hingga Bandung diserahkan dalam keadaan tidak utuh.
Lalu rakyat akan diajak mengungsi bersama TRI. Selama
pengungsian, TRI dan pejuang akan melakukan perlawanan
dengan taktik gerilya ke Bandung Utara dan Selatan yang
dikuasai musuh.
Melalui siaran RRI pada pukul 14.00, Nasution
mengumumkan: bahwa semua pegawai dan rakyat harus keluar
sebelum pukul 24.00, tentara melakukan bumi hangus terhadap
objek vital di Bandung agar tidak dipakai Inggris dan NICA.
Saat malam tiba, TRI akan menyerang Bandung. TRI juga
mempersiapkan sejumlah titik pengungsian bagi Keresidenan
Priangan, Walikota Bandung, Bupati Bandung, Jawatan KA,
Jawatan PTT, rumah sakit, dan lain-lain.
Rakyat sebagian ada yang menerima informasi tersebut, sebagian lagi
hanya mendengar desas-desus bahwa Bandung akan dibakar dan
penduduknya harus ngungsi segera menyebar, tetapi banyak juga yang
tidak mengetahui sama sekali. Namun situasi umum waktu itu
mencekam, kepanikan di mana-mana.
Meski panik, secara umum rakyat mematuhi keputusan pemerintah.
Banyak rakyat yang mengungsi, Meski berat hati harus meninggalkan
rumah yang sudah mereka ditinggali sejak kecil. Tempat tujuan
pengungsi menyebar, mulai dari Cililin, Ciparay dan Majalaya,
Tasikmalaya, Cianjur, Ciwidey, Garut, Sukabumi, bahkan adaya yang
mengikuti hingga Jogjakarta.
TRI menjadwalkan peledakan pertama dimulai pukul 24.00 WIB di
Gedung Regentsweg, selatan Alun-alun Bandung yaitu Gedung
Indische Restaurant (sekarang Gedung BRI), sebagai aba-aba untuk
meledakan semua gedung.
Di tengah persiapan itu tiba-tiba terjadi ledakkan. Seorang pejuang,
Endang Karmas, mengaku heran dengan adanya ledakan, padahal baru
pukul 20.00 WIB. Ledakkan pertama itu terlanjut dianggap aba-aba,
sehingga pejuang lain pun tergesa-gesa melakukan pembakaran dan
peledakkan gedung.
Karena persiapan yang minim, banyak gedung vital yang
tidak bisa diledakkan, kalaupun meledak, tidak
sanggup merusak bangunan yang terlalu kokoh.

Beberapa kemungkinan menjadi pemicu melesetnya


jadwal ledakkan dari jadwal semula, yakni faktor
teknis atau keterampilan menguasi bahan peledak
yang minim, alat peledak yang kurang, atau ada
sabotase oleh musuh untuk menggagalkan sekenario
Bandung Lautan Api.

Terlebih saat persiapan pengungsian pasukan Gurkha


dan NICA terus melakukan provokasi hingga
penembakan terhadap para pejuang. Hal itulah yang
membuat rencana pembakaran dan penghancuran
objek vital tidak berjalan seperti rencana.
Kebakaran hebat justru timbul dari rumah-rumah warga yang sengaja dibakar,
baik oleh pejuang maupun oleh pemilik rumah yang sukarela membakar
rumahnya sebelum berangkat ngungsi. Rumah-rumah warga yang dibakar
membentang dari Jalan Buah Batu, Cicadas, Cimindi, Cibadak, Pagarsih,
Cigereleng, Jalan Sudirman, Jalan Kopo. Kobaran api terbesar ada di daerah
Cicadas dan Tegalega, di sekitar Ciroyom, Jalan Pangeran Sumedang (Oto
Iskandar Dinata), Cikudapateuh, dan lain-lain.
Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi.
Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan
Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI
bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah
Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan
gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan
terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut gugur sebagai pahlawan bangsa.
Sejarah heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa
Bandung Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki
menjadi lagi perjuangan pada saat itu. NICA Belanda berhasil menguasai Jawa
Barat melalui Perjanjian Renville (17 Januari 1948).
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo-Halo Bandung" ditulis untuk
melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang
telah menjadi lautan api. Perlambang emosi mereka, seiring janji akan kembali
ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Terjadinya peristiwa bandung lautan api diawali
dari datangnya sekutu pada bulan Oktober 1945.
Peristiwa ini dilatar belakangi oleh ultimatum sekutu
untuk mengosongkan kota bandung pada tanggal 21
november 1945. Sekutu mengeluarkan ultimatum
pertama isinya kota bandung bagian utara selambat-
lambatnya tanggal 29 november 1945 dikosongkan
oleh para pejuang. Ultimatum tersebut tidak
dianggap, selanjutnya tanggal 23 maret 1946 sekutu
mengeluarkan ultimatum kembali yang isinya hampir
sama dengan ultimatum pertama.

Anda mungkin juga menyukai