Melalui gambar diatas,kita dapat mengetahui bahwa upaya bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaannya dilakukan dengan du acara,yaitu cara diplomasi dan cara
perjuangan fisik ( perjuangan bersenjata).
a.Perjuangan Fisik
Insiden Hotel Yamato adalah peristiwa perobekan warna biru pada bendera Belanda yang
berkibar di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) pada tanggal 19 September 1945 yang didahului
oleh gagalnya perundingan antara Soedirman (residen Surabaya) dan W. V. C. Ploegman[1] untuk
menurunkan bendera Belanda.[2] Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan W. V. C.
Ploegman pada malam hari tanggal 19 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan
bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah Indonesia Daerah Surabaya,
di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda
Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina
kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan
gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.[3]
Di luar hotel, para pemuda yang mengetahui berantakannya perundingan tersebut langsung
mendobrak masuk ke Hotel Yamato dan terjadilah perkelahian di lobi hotel. Sebagian pemuda
berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama
Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama
Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan
mengereknya ke puncak tiang kembali. Peristiwa ini disambut oleh massa di bawah hotel dengan
pekik BELANDA KALAH' berulang kali.[4]
2).Pertempuran Surabaya
Pertempuran Lima Hari adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia melawan
tentara Jepang di Semarang pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal
15–19 Oktober 1945. Dua penyebab utama pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang
dan tewasnya dr. Kariadi.[1]
Pada saat tentara Sekutu ingin menduduki dua desa di sekitar Ambarawa,
pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman, Komandan Divisa
V Banyumas berusaha membebaskan dua desa itu. Setelah gugurnya Letkol Isdiman, Panglima
Divisi Banyumas Kolonel Sudirman terjun langsung memimpin pertempuran.
Pada tanggal 9 Oktober 1945, dibawah pimpinan T.E.D Kelly. Pendaratan tentara sekutu (Inggris)
ini diikuti oleh pasukan sekutu dan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan.
Kedatangan tentara sekutu dan NICA ternyata memancing berbagai insiden terjadi di Hotel yang
terletak di Jalan Bali, Kota Medan, Sumatra Utara pada tanggal 13 Oktober 1945.
Pada tanggal 13 Oktober 1945, barisan pemuda dan TKR bertempur melawan Sekutu dan NICA
dalam upaya merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Inggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata kepada
Sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Pada tanggal 1 Desember 1945, Sekutu memasang
papan yang tertuliskan "Fixed Boundaries Medan Area" (batas resmi wilayah Medan) di berbagai
pinggiran kota Medan. Tindakan Sekutu itu merupakan tantangan bagi para pemuda.
b.Perjuangan Diplomasi
1).Perundingan Linggarjati
Kekukuhan Belanda
ini diperlihatkan dengan melakukan penyerangan secara tiba-tiba terhadap
daerah-daerah yang menjadi wilayah RI sesuai hasil Perjanjian Linggajati,
pada 21 Juli 1947. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.
2).Perundingan Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada
tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat
sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di Jakarta.[1] Perundingan dimulai pada tanggal
8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara, yang terdiri dari Amerika Serikat,
Australia, dan Belgia. Perjanjian ini diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian
Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang
disebut Garis Van Mook.
Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia internasional,khususnya dalam forum
PBB. Dalam rangka usaha penyelesaian damai, makaDewan Keamanan PBB membentuk Komisi
Tiga Negara (KTN). Negara-negara anggota KTN yaitu: Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh
RichardKirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika
Serikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham.
3).Perundingan Roem-Royen
Perjanjian Roem-Roijen (juga dieja Roem-Roeyen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia
dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 17 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada
tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi,
Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan
beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den
Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran
Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari
Yogyakarta untuk mempertegas sikapnya terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di
Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek
Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).[1]
Konfrensi ini merupakan titik terang bagi bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan
kemerdekaannya. Informasi mengenai Konferensi Meja Bundar dapat kamu amati pada tabel
berikut. Sebagaimana kesepakatan yang diperoleh pada Konfrensi Meja Bundar,
Pada tanggal 27 Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan
kedaulatan atas Republik Indonesia Serikat.
4.Perkembangan Politik Indonesia pada Masa Kemerdekaan
a.Republik Indonesia Serikat
Republik Indonesia Serikat disingkat RIS, adalah sebuah negara republik parlementer federal di
Asia Tenggara yang pernah berdiri antara tanggal 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950.
Republik Indonesia Serikat terbentuk setelah Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan
Hindia Belanda (tanpa Nugini Belanda) pada tanggal 27 Desember 1949. Negara ini merupakan
perserikatan antara Republik Indonesia dan negara-negara yang dibentuk Belanda di Nusantara
dari tahun 1946 hingga 1949. sesuaidengan isi konstitusi baru itu, negara berbentuk federasi dan
meliputi seluruhdaerah Indonesia. Yang tergabung dalam federasi ini antara lain adalah sebagai
berikut.
Sistem pemerintahan RIS dipegang oleh persiden dan Menteri-menteri dibawah perdana Menteri.
Setelah dilakukan beberapa perundingan unsur-unsur negara RIS dan RI, maka pada tanggal 15
Agustus 1950 Presiden Soekarno membacakan Piagam terbentuknya NKRI yang berlaku mulai 17
Agustus 1950. Dengan demikian, sejak 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan dan
kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada bulan April 1950, hampir seluruh negara bagian dan satuan-satuan
kenegaraan telah bergabung dengan Republik Indonesia, kecuali Negara
Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Berkat pendekatan dan ajakan
yang dilakukan, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur akhirnya
menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali ke dalam NKRI.
c. Gangguan Keamanan
1). Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin
oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti
dasar negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet
Republik Indonesia.
PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan ini secara besar-besaran. Pada tanggal 30
September 1948,pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh rakyat.
Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa Tengah bagian timur) dan
Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur).
c). Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang
merupakan mantan Gubernur Aceh. Pemberontakan ini disebabkan oleh
status Aceh yang semula menjadi daerah istimewa diturunkan menjadi
daerah karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah
tersebut ditentang oleh Daud Beureuh sehingga pada tanggal 21 September
1953 ia mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara
Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pemerintah Republik Indonesia
memberantas pemberontakan ini di Aceh dengan operasi millter dan
musyawarah dengan rakyat Aceh, sehingga pada tanggal 17-28 Desember
1962 diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh dan melalui
musyawarah tersebut maka berhasil dicapai penyelesaian secara damai.