Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hal utama yang menjadi latar belakang pertempuran Surabaya adalah pengibaran bendera Belanda di hotel Yamato pada tanggal 18 September 1945. Sebab Pertempuran 10 November 1945 Pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S Mallaby yang datang ke Indonesia mengingkari perjanjian yang telah disepakati dengan Gubernur Jawa Timur R.M.T.A Suryo. Perjanjian itu berisi: Pasukan Inggris akan melucuti senjata Jepang Inggris tidak mengikutsertakan angkatan perang Belanda Menjalin kerja sama kedua belah pihak untuk menciptakan keamanan dan ketentraman. Beberapa hal yang di ingkari Inggris terhadap perjanjian dengan pemerintah Jawa Timur: 1. Penyerbuan penjara Kalisosok untuk membebaskan tawanan Belanda dan pegawai RAPWI (Relief of Allied Prisoners of War end Interness) yang di tawan oleh Republik Indonesia. 2. Pendudukan beberapa tempat strategis di Surabaya. 3. Penyebaran pamflet yang isinya agar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang menguasai senjata di serahkan kepada Sekutu. Sejak adanya pelanggaran perjanjian tersebud, terjadilah kontak senjata antara Inggris dgn rakyat Surabaya yang di mulai pada tanggal 27 Oktober 1945. Kedatangan Tentara Inggris & Belanda Setelah kekalahan pihak Jepang setelah perang dunia II, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun ternyata, NICA ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA. Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih- Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya. Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Sudirman (Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI), datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Ploegman mengeluarkan pistol. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga, sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih. Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi. Kematian Brigadir Jenderal Mallaby Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi pemberontakan. Bentrokan memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terjadi karena ledakan granat. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia. Ultimatum 10 November 1945 Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, Banyak masyarakat menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia Pada 10 November pagi, tentara Inggris melancarkan serangan yang diawali dengan bom udara ke gedung pemerintahan Surabaya, mengerahkan 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Ribuan penduduk sipil menjadi korban dalam serangan tersebut. Pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan pihak Indonesia bisa terus berlanjut. SutomoSutomo (lahir di Surabaya Jawa Timur, 3 Oktober 1920 meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981) lebih dikenal sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.