Anda di halaman 1dari 28

Latar belakang terjadinya Pertempuran di Ambarawa diantaranya adalah

1. Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu datangan ke Semarang untuk mengurus
tawanan perang.
2. Tentara Sekutu datang ke Indonesia diboncengi oleh NICA.
3. Sekutu memembebaskan Interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa.

Awal kedatangan pihak Sekutu ke Indonesia membuat seluruh rakyat gelisah. Rakyat takut
pihak Sekutu akan memperpanjang rentetan sejarah per-penjajahan di Indonesia ini.

Namun, pihak Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Pernyataan tersebut untuk sementara menenangkan hati rakyat Indonesia.

Rakyat Indonesia terkejut setelah tahu ternyata Sekutu datang tidak sendiri melainkan
diboncengi oleh NICA milik Belanda. Awal mula insiden bersenjata terjadi ketika Sekutu
datang ke Magelang.

Insiden tersebut meluas menjadi pertempuran setelah pasukan Sekutu membebaskan para
interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa.

Insiden ini berakhir ketika Presiden Soekarno turun tangan untuk mengintruksikan kepada
seluruh yang terlibat untuk melakukan gencatan senjata. Insiden pun dapat diredam dan pihak
sekutupun meninggalkan Magelang.

Gambar: Para Pejuang Ambarawa Sedang Bersiap Siaga


Akan tetapi, ambisi Sekutu untuk menguasai Indonesia membuat mereka tidak berputus asa.
Sehingga setelah meninggalkan Magelang, Sekutu menuju Ambarawa pada tanggal 21
November 1945 dengan tujuan menaklukannya.
Baca juga: 199 Cabang Ilmu Biologi yang Berkembang di Abad 20

Namun, Rakyat Indonesia tidak diam saja melalui para pemuda dan pemimpin TKR, Mayor
Sumarto menentang dan mengusir tentara Sekutu.

Namun dengan adanya batalion Istimewa yang dipimpin oleh Onie Sastroatmodjo dan M.
Sarbini, pemimpin dari resimen kedua, batalyon dari Yogyakarta pun turut ambil bagian
dalam penghalauan ini. Berkat kerja keras para pejuang, tentara Sekutu dapat ditahan.

Dalam pertempuran di desa Jambu pada tanggal 26 November 1945 itu, rakyat Indonesia
berduka atas gugurnya Letkol Isdiman (Komandan Resimen Banyumas) .
Kolonel Soedirman (Panglima Divisi di Purwokerto) segera mengambil alih pimpinan.
Setelah mengadakan konsolidasi dengan para Komandan Sektor, Kolonel Soedirman
memimpin pertempuran melawan Sekutu pada tanggal 12 Desember 1945.

Berkat pejuang Indonesia yang gigih, dalam waktu satu setengah jam TKR sudah mengepung
kota Ambarawa. Empat hari kemudian tentara Sekutu mundur ke Semarang.

Pertempuran Ambarawa pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945,


antara pasukan TKR melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak
antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada
tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus
tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.

Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai
para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di
Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu.
Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke
Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan
senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan
itu berisi antara lain:

1. Pihak Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan


kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan
pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari
pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya.

2. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.

3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.

Terjadinya Pertempuran Ambarawa


Pihak Sekutu temyata mengingkari janjinya. Pada tanggal 20 November 1945 di
pertempuran Ambarawa pecah pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor
Sumarto dan pihak Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu yang berada di
Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. Namun, tanggal 22
November 1945 pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan
terhadap perkampungan di sekitar Ambarawa. Pasukan TKR di Ambarawa bersama dengan
pasukan TKR dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura bertahan di kuburan Belanda, sehingga
membentuk garis medan di sepanjang rel kereta api yang membelah kota Ambarawa.

Sedangkan dari arah Magelang pasukan TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam
Androngi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945. Serangan itu bertujuan
untuk memukul mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang
dipimpin oleh Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan
terhadap desa-desa sekitarnya. Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya.
Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion
10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan Mayor Sardjono, dan
batalion Sugeng.

Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian, pasukan musuh mencoba untuk menerobos
kepungan itu. Caranya adalah dengan melakukan gerakan melambung dan mengancam
kedudukan pasukan TKR dengan menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk
mencegah jatuhnya korban, pasukan TKR mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen Dua
yang dipimpin oleh M. Sarbini, Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Onie
Sastroatmojo, dan batalion dari Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh berhasil ditahan di
desa Jambu. Di desa Jambu, para komandan pasukan mengadakan rapat koordinasi yang
dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar.

Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran,
bertempat di Magelang. Sejak saat itu, Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu sektor utara,
sektor timur, sektor selatan, dan sektor barat. Kekuatan pasukan tempur disiagakan secara
bergantian. Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan pasukan dari Purwokerto Letnan
Kolonel Isdiman gugur maka sejak saat itu Kolonel Sudirman Panglima Divisi V di
Purwokerto mengambil alih pimpinan pasukan. Situasi pertempuran menguntungkan pasukan
TKR.

Strategi Pertempuran Ambarawa


Musuh terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945. Setelah mempelajari situasi
pertempuran, pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman mengambil prakarsa untuk
mengumpulkan setiap komandan sektor. Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa musuh
telah terjepit sehingga perlu dilaksanakan serangan yang terakhir. Rencana serangan disusun
sebagai berikut.

1. Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.

2. Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.

3. Pasukan badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan.

4. Hari serangan adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30.

Akhir dari Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari, pasukan
TKR bergerak menuju sasarannya masing-masing. Dalam waktu setengah jam pasukan TKR
berhasil mengepung pasukan musuh yang ada di dalam kota. Pertahanan musuh yang terkuat
diperkirakan di Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Kota
Ambarawa dikepung selama empat hari empat malam. Musuh yang merasa kedudukannya
terjepit berusaha keras untuk mundur dari medan pertempuran. Pada tanggal 15 Desember
1945, musuh meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke Semarang.

Sejarah pertempuran Ambarawa Magelang merupakan salah satu bagian dari revolusi sosial
yang berlatar waktu setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 dan
pengakuan Belanda akan kemerdekaan Indonesia di akhir tahun 1949. Sebenarnya, gerakan
revolusi sosial ini sendiri adalah bagian dari gerakan kemerdekaan Indonesia yang dimulai
sejak Mei 1908. Perjuangan pada era revolusi sosial ini terjadi selama 4 tahun dan melibatkan
konflik bersenjata yang sporadis namun luar biasa berdarah, pergolakan politik dan komunal,
serta dua intervensi major diplomatis dari diplomat internasional. Meskipun pada saat itu
Belanda mampu mengontrol kota pada hati pihak-pihak republik yang berada di Jawa dan
Sumatra, namun mereka tidak bisa mengontrol wilayah pedesaan.
Sejarah Awal Pertempuran Ambarawa di Magelang
Pertempuran Ambarawa Magelang tidak akan terjadi jika sebelumnya tidak ada gerakan-
gerakan nasionalis yang memaksa terpisahnya Indonesia dari cengkraman pemerintahan
belanda di tahun-tahun awal abad ke-20. Revolusi dan perang tadi juga tidak lepas dari
pengaruh Jepang yang mampu mengusir para penjajah Belanda dari Indonesia dalam waktu
beberapa bulan, meskipun secara tidak langsung, ini semua berkat Jerman yang telah berhasil
mendesak Belanda untuk mengeluarkan seluruh kemampuan perangnya saat Jerman mulai
memasuki teritorinya.

Petinggi-petinggi Jepang yang ada di Indonesia pada saat itu mulai menyebarkan sentimen-
sentimen nasional. Meskipun awalnya ini semua hanya taktik politik yang dilakukan Jepang
untuk mengambil hati masyarakat Indonesia, sokongan ini ternyata mulai membentuk badan-
badan baru yang membantu kemerdekaan Indonesia nantinya, juga dengan mengangkat
pemimpin-pemimpin yang menjanjikan seperti Soekarno. Selain itu, Jepang juga ingin
membuktikan kebohongan bahwa mereka memihak Indonesia dengan menghancurkan dan
mengganti sistem ekonomi, adminsitrasi, dan infrastruktur politik yang dibangun oleh
Belanda dengan milik mereka sendiri.

Pada 6 Agustus 1945, Jepang menerima kabar bahwa salah satu kota besar mereka yang
bernama Hiroshima menjadi target pemboman nuklir oleh orang-orang Amerika Serikat. Hal
ini membuat moral para pasukan Jepang turun, dan belum sempat mereka membangun
percaya diri mereka, pada tanggal 9 Agustus muncul sebuah berita tentang dibomnya
Nagasaki dengan bom yang sangat berat bernama Fat Man untuk Nagaski dan Little Boy
untuk Hiroshima. Esoknya, pada tanggal 15 Agustus, tepat beberapa hari setelah pengeboman
Nagasaki dan deklarasi perang oleh Soviet, Jepang akhirnya mengaku kalah pada sekutu.
Kekalahan Jepang pada masa-masa akhir Perang Dunia II ini membuat Belanda yang selalu
siaga mengawasi Indonesia memiliki pemikiran untuk kembali menduduki Indonesia dan
mengucapkan pada Jepang untuk menjaga aturan dan hukum di sana tanpa tahu bahwa
pilihan mereka akan mencatatkan sejarah pertempuran Ambarawa Magelang.
Setelah sebelumnya Jepang membuat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) untuk persiapan kemerdekaan, mereka ditekan oleh pemuda radikal
bahwa mereka ingin Soekarno menyatakan deklarasi jauh lebih cepat, yaitu pada tanggal 17
Agustus 1945. Hal ini bertepatan dengan dua hari menyerahnya kerajaan Jepang pada sekutu,
dan setelah debat panjang akhirnya mereka setuju. Di hari yang sama juga, KNIP mengangkat
Soekarno menjadi presiden dan Hatta sebagai wakilnya.

Meskipun sebelumnya Belanda sudah menargetkan untuk kembali menduduki Indonesia, hal
itu digagalkan dengan berkurang drastisnya kekuatan tempur mereka, dan baru pada tahun
1946 mereka cukup kuat. Selama masa penyembuhan kekuatan tempur ini, Jepang dipercaya
oleh Belanda sepagai pengawas Indonesia dan karena tentara Amerika terlalu sibuk dengan
pulau di Jepang, Nusantara diserahkan kepada laksamana Inggris, Louse Mountbatten. Ketika
pihak Inggris diberikan perintah untuk mengembalikan kedamaian dan pemerintahan sipil di
Jawa, pasukan Belanda melihat kesempatan ini sebagai administrasi koloni dan bisa terus
mengeruk kekayaan Nusantara tanpa harus memberikan apapun.

Bibit-bibit kerusuhan sudah mulai diinisiasikan pada bulan Oktober 1945, yang meskipun
perjanjiannya adalah pihak Jepang harus pulang, mereka abaikan dan mereka merasa mereka
masih pantas untuk memegang kondisi Indonesia yang awalnya ingin mereka jadikan negara
boneka ini. Di Pekalongan, Jawa Tengah, polisi militer Jepang berhasil membunuh salah satu
anggota barisan pemuda pada tanggal 3 Oktober. Di Bandung, hal yang sama juga tejadi
antara tentara Jepang melawan barisan pemuda. Kemenangan dan keberhasilan pendudukan
Jepang di Bandung tidak berarti apa-apa, karena setelahnya mereka memberikan hak akan
kota tersebut ke Inggris. Perang paling mematikan melawan Jepang baru dimulai di
Semarang pada tanggal 14 Oktober. Pada saat itu, tentara republik Indonesia dipaksa mundur
dan sebagai gantinya mereka membunuh 130 hingga 300 tentara Jepang yang menjadi
tawanan mereka. Kejadian ini menewaskan 500 tentara Jepang dan 2000 tentara Indonesia.
Hampir saja Jepang menguasai kota itu, namun kemudian tentara Inggris datang dan
memulangkan tentara dan masyarakat sipil Jepang ke negara mereka sendiri.

Perang Ambarawa dimulai ketika NICA telah tiba di Ambarawa dan bersiap-siap untuk
membebaskan tawanan belanda, dimana kemudian tawanan-tawanan tadi malah diberikan
persenjataan dan membuat warga Indonesia muak luar biasa. Awal perang terjadi di
Magelang dimana tentara sekutu berusaha keras untuk mencabuti persenjataan tentara
keamanan rakyat dan menyulut kekacauan.

Sejarah pertempuran Ambarawa Magelang sendiri baru dimulai ketika tanggal jatuh tepat
pada 11 Desember 1945. Pada saat itu, kolonel Soedirman mengadakan rapat yang diikuti
oleh para komandan sektor TKR. Penyerangan pertama terjadi pada 12 Desember pukul 4.30
pagi dan serangan pembukaan dimulai dari tembakan mitraliur, dan berlanjut oleh penembak-
penembak karaben. Hanya butuh waktu satu setengah jam bagi pasukan TKR untuk
menundukkan pasukan bersenjata pemerintah Belanda. Peperangan akhirnya selesai pada
tanggal 15 Desember 1945, perang ini berakhir dengan kemenangan Indonesia berkat taktik
supit urang (rangkap dari kedua sisi) sehingga musuh kehabisan suplai.
ejarah Perang Ambarawa Pesta P Manurung/SI V/B A. Latar Belakang Pemboman Nagasaki
dan Hirosima oleh sekutu secara tidak langsung membawa dampak yang sangat besar
terhadap negara Indonesia. Melalui pemboman tersebut membuat negara Indonesia
mengalami kekosongan kekuasaan, dan menjadi momentum yang baik bagi Indonesia.
Momentum tersebut digunakan secapat mungkin dan membuat momentum tersebut menjadi
sesuatu yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena pada saat kekosongan kekuasaan
tersebutlah masayarakat Indonesia berserta pejuang-pejuang negara memproklamirkan
kemerdekaan negara ini. Kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus
tahun 1945 yang diproklamirkan dijalan pegangsaan timur no 56 di Jakarta Selatan
meresmikan negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang pada saat itu proklamasi
dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Dan mulai saat itulah negara Indonesia menjadi
negara merdeka dan lepas dari penjajah. Namun pada saat itu ibarat sebuah rumah tangga
yang baru nikah, Indonesia membangun disemua lini, mulai dari pertahanan, pendidikan dan
kesehatan. Dan pada saat itu negara Indonesia belum kuat karena masih baru membangun dan
menyusun system pemerintahan. Dan negara belanda yang dulunya pernah menjajah
Indonesia berniat untuk menduduki Indonesia lagi. Mereka melakukan beberapa taktik yang
jauh sebelumnya juga dilakukan oleh Belanda taktik tersebut adalah membuat janji yang enak
didenganr. Namun belanda yang hobby ingkar janji melakukan hal yang sama juga pada saat
palagan ambarawa ini. Bagaimana tujuan awal mereka yang hanya untuk membebaskan
orang belanda yang menjadi tawanan Jepang. Namun pada kenyataannya mereka melanggar
perjanjian karena justru mereka mempersenjatai tawanan tersebut. B. ISI Palagan ambarawa
adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap sekutu yang tejadi di ambarawa, sebelah
selatan semarang, jawa tengah. Pertempuran ambarawa ini berlangsung selama empat hari
mulai tanggal 12-15 desember 1945. Semangat juang pasukan TKR menjadi penentu
kemenangan dalam melawan musuh, pertempuran ini diawali kedatangan tentara sekutu di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Mereka datang untuk mengurus tawanan perang.
Pihak sekutu berjanji tidak akan menggangu kedaulatan RI. Pihak Indonesia
memperkenankan mereka masuk ke wilayah RI untuk mengurus masalah tawanan perang
bangsa belanda yang berada di penjara Magelang dan Ambarawa. Setelah mendapat
persetujuan dari Gubernur Jawa tengah Mr. Wongsosonegoro untuk melaksanakan misinya
dengan catatan tidak mengganggu kedaulatan RI, maka tentara sekutu kemudian bergerak
masuk ke Magelang dan Ambarawa. [1] Namun ternyata sekutu di boncengi oleh NICA yang
mempersenjatai bekas tawanan itu. Kejadian itu meluas menjadi pertempuran setelah pasukan
sekutu membebaskan para interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa. Dalam
melaksanakan misinya ternyata tentara Sekutu melampaui batas kewenangannya sehingga
mengganggu kedaulatan Negara Republik Indonesia. Mereka membebaskan dan
mempersenjatai para bekas tawanan perang Belanda dan bertindak sewenang wenang
terhadap rakyat, sehingga menimbulkan amarah rakyat Indonesia. Insiden bersenjatapun
timbul di kota Magelang hingga menjadi pertempuran. Pada tanggal 26 Oktober 1945, terjadi
insiden di kota Magelang yang berkembang menjadi pertempuran pasukan TKR dengan
pasukan gabungan sekutu Inggris dan NICA. Insiden itu berhenti setelah presiden Soekarno
dan brigadier Jenderal bethel datang ke Magelang tanggal 2 November 1945. Mereka
mengadakan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan dalam 12
pasal , naskah persetujuan itu diantaranya berisikan: 1. Pihak sekutu akan tetap menempatkan
pasukannya di Magelang untuk melindungi dan mengurus evakuasi APWI ( Allied prisioners
war and interneers atau tawanan perang dan interniran sekutu). 2. Jalan Ambarawa Magelang
terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia-Sekutu. 3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas
NICA dalam badan-badan yang berada di bawahnya. Pihak sekutu ternyata mengingkari
janjinya. Pada tanggal 20 November, di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR
dibawah pimpinan Mayor Sumarto dan tentara sekutu. Pada tanggal 21 November, pasukan
sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa. Namun tanggal 22 November 1945,
pertempuran berkobar di dalam kota, dan pasukan sekutu melakukan pengeboman terhadap
kampung-kampung yang berada di sekitar Ambarawa. [2] Pasukan TKR bersama-sama
dengan pasukan pemuda dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura bertahan di kuburan Belanda,
sehingga membentuk garis medan sepanjang rel kereta Api dan membelah kota Ambarawa.
Sementara itu dari arah Magelang, pasukan TKR dan divisi V/ Purwokerto dibawah pimpinan
Imam Androngi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945, dan berhasil
menduduki desa pingit dan desa-desa sekitarnya yang sebelumnya diduduki oleh Sekutu.
Batalyon Imam Androngi meneruskan gerak pengajarannya disusul tiga batalyon dari
Yogyakarta, yaitu Batalyon 10 divisi III dibawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalyon 8
dibawah pimpinan sardjono dan batalyon sugeng. Akhirnya musuh terkepung. Walaupun
demikian, pasukan musuh mencoba mematahkan pengepungan dengan mengancam
kedudukan pasukan dari belakang dengan tank-tanknya. Untuk menghindari jatuhnya korban,
pasukan mundur ke Bendano. Dengan bantuan resimen yang kedua yang dipimpin oleh M
Sarbibi daari Yogyakarta, gerakan musug berhasil ditahan di desa Jambu. [3] Para komandan
pasukan kemudian mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh colonel Holland
Iskandar. Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang disebut markas pimpinan
pertempuran dan bertempat di Magelang. Sejak itu, Ambarawa dibagi menjadi empat sector,
yaitu sector selatan, sector utara, sector barat, dan sector timur. Pada tanggal 26 November
1945, pimpinan pasukan TKR dari Purwokerto, yaitu Letnan Kolonel Isdimin, gugur dan
digantikan oleh kolonel Soedirman. Situasi pertempuran menguntungkan pasukan TKR.
Pasukan Inggris terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945, yang merupakan garis
pertahanan terdepan. Pada tanggal 11 Desember 1945, kolonel Soedirman mengambil
prakarsa untuk mengumpulkan masing-masing komandan sector. Dan colonel soedirman
memberikan intruksi sebagai berikut: "Ambarawa harus kita rebut dengan serangan serentak
Karena Ambarawa merupakan kunci bagi mereka untuk menguasai seluruh Jawa tengah dan
Jogjakarta. Ini akan membahayakan posisi Republik. Kita akui terus terang bahwa kita
kurang kuat dalam persenjataan kita. Tetapi keadaan semacam ini tidak menghambat kita,
atau mengurangi hasrat kita untuk mempertahankan negara kita. Kami sudah menentukan
suatu siasat, yaitu pendadakan serentak dengan taktik Mangkara Yudha atau Supit
Urang.Komandan penyerangan dipegang oleh komandan sektor TKR. Pasukan pasukan dari
badan perjuangan sebagai barisan belakang. Serangan dimulai besok pagi pukul 04.30.
Selamat berjuang, Allah SWT bersama kita, Amin. Merdeka ! ". Taktik Mangkara Yudha atau
Supit Urang merupakan tata yudha klasik yang pernah digelar pada jaman Majapahit,
kemudian digelar kembali oleh Kolonel Soedirman untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa.
Akhirnya, colonel Soedirman mengambil suatu kesimpulan bahwa pasukan musuh telah
terjepit. Dan untuk itu, perlu dilaksanakan serangan terakhir. Serangan direncanakan pada
tanggal 12 Desember 1945 pukul 04:30, yang dipimpin oleh masing-masing komandan yang
akan melakukan serangan secara mendadak dari semua sector. Adapun keberadaan badan-
badan perjuangan dapat menjadi tenaga cadangan. Prajurit-prajurit kita yang gagah perkasa
terus maju dari segenap penjuru, bagai banteng ketaton patriot-patriot itu terus menyerbu
menerkam musuh, menggagahi tank-tank dan ranjau-ranjau sambil menembus hujan peluru
senjata musuh dengan tekad bulat "Rawe-rawe rantas malang malang putung
"membebaskan kota Ambarawa atau gugur sebagai bangsa. [4] Pasukan-pasukan yang
mendapat perintah menguasai jalan besar Ambarawa Semarang telah berhasil melaksanakan
tugasnya dengan baik. Jalan itupun kemudian dipertahankan agar pengepungan atas musuh
dalam kota Ambarawa dapat dilaksanakan dengan sempurna. Pasukan- pasukan itupun
kemudian memasang barikade-barikade serta menerjang setiap konvoi musuh yang pergi dan
datang dari arah Ambarawa - Semarang. Satu setengah jam dari awal penyerbuan, pasukan-
pasukan kita sudah berhasil menghimpit dan mengepung musuh di dalam kota Ambarawa.
Bagi Sekutu ( Inggris ) hanya tinggal satu jalan ke luar, yaitu jalan besar Ambarawa-
Semarang. Pergelaran serangan umum di Ambarawa itu berupa pendobrakan oleh pasukan-
pasukan pemukul dari arah selatan dan barat ke timur menuju ke arah Semarang. Bersamaan
dengan pendobrakan tersebut, diikuti gerakan penjepitan dari lambung kanan dan kiri
sebagaimana halnya gerakan "Supit Urang " sedang menjepit mangsanya yang ujung-
ujungnya bertemu di bagian luar kota arah Semarang. Empat hari empat malam serangan
yang heroik itu berlangsung, menggempita di seluruh kota Ambarawa. Desing peluru dan
gema ledakan serta asap mesiu terus mewarnai udara Ambarawa sepanjang waktu. Semangat
bertempur pasukan-pasukan kita terus bertambah berkat keberhasilan-keberhasilan yang telah
dicapai, sebaliknya moril musuh semakin menipis, Persediaan amunisi mereka semakin
menipis, bantuan yang mereka harapkan tak kunjung tiba karena jalur perhubungan lewat
darat maupun udara terputus. Semakin hari mereka dicekam oleh rasa panik dan putus asa.
Setelah beberapa waktu lamanya mereka berada di front pertempuran, akhirnya mereka
sampai kepada keputusan harus meninggalkan Ambarawa, merekapun kemudian mengadakan
persiapan untuk menerobos pasukan TKR untuk menuju ke Semarang. Pada tanggal 15
Desember 1945 dengan tergopoh-gopoh tentara sekutu mundur ke luar kota Ambarawa tanpa
sempat menyelamatkan mayat-mayat serdadunya. Mereka dilabrak terus dan diusir oleh
pasukan pemukul kita sampai ke luar kota Ambarawa. Peristiwa palagan Ambarawa
merupakan peristiwa penting karena merupakan peristiwa pertempuran yang pertama kali
dimenangkan bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Peristiwa tersebut menjadi momentum
bersejarah dalam pergelaran militer dengan gerak taktik pasukan darat. Kemenangan yang
gemilang dalam palagan Ambarawa tersebut, selanjutnya setiap tanggal 15 Desember
diperingati sebagai Hari Infanteri dan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163 tahun
1999 diabadikan menjadi " Hari Juang Kartika ". Notes: [1] Sudirman, Adi. 2014. Sejarah
Lengkap Indonesia. Jakarta: Diva Press. Hal 344 [2]
http://warofweekly.blogspot.com/2011/04/palagan-ambarawa.html [3] Sudirman, Adi. 2014.
Sejarah Lengkap Indonesia. Jakarta: Diva Press. Hal 345 [4]
http://warofweekly.blogspot.com/2011/04/palagan-ambarawa.html C. DAFTAR PUSTAKA
Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Jakarta: Diva Press. Pusat Sejarah dan
Tradisi ABRI.1998.Pertempuran Surabaya.Jakarta:Balai Pustaka
http://warofweekly.blogspot.com/2011/04/palagan-ambarawa.html

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef


Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November sampai tanggal 15 Desember 1945,
antara pasukan TKR dan Pemuda Indonesia melawan pasukan Sekutu (Inggris). Pertempuran
Ambarawa dimulai dari insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945.
Pertempuran di Ambarawa sering dikenal dengan peristiwa Palagan Ambarawa. Untuk
mengenang peristiwa tersebut dibangun Monumen Palagan Ambarawa di tengah kota
Ambarawa.
Awal kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan
Brigadir lenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus
tawanan perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan
mempersenjatai para bekas tawanan perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi
insiden di Magelang antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945
Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata. Pada
tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan
ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan
meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan
Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta
menghadang Sekutu di desa Lambu.
Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol M. Sarbini melakukan pengejaran
terhadap tentara Sekutu. Gerak mundur tentara Sekutu ini tertahan karena dihadang pasukan
Angkatan Muda pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat gabungan pasukan dari Ambarawa,
Suruh, dan Solo. Di Desa Ngipik, tentara Sekutu kembali dihadang Batalyon Suryosumpeno.
Pada saat pengunduran diri itu, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar
Ambarawa. Dalam usaha merebut kedua desa itu, gugurlah Komandan Resimen Banyumas
Letkol Isdiman.
Di pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen
Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh
Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir
komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh.
Panglima Besar Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Purwokerto memerintahkan
sebuah tim untuk meninjau front pertempuran. Tim terdiri atas Gatot Subroto (Staf Divisi
Purwokerto), Mayor Abimanyu (Staf Divisi Purwokerto), Letkol Isdiman (Komandan
Resimen I/Purwokerto), dan Kapten Surono (ajudan Resimen I/Purwokerto). Mereka
kemudian mengadakan koordinasi dengan Divisi Sutarto dari Surakarta, Divisi Jatikusuno
dari Semarang, Divisi Umar Slamet dari Yogyakarta. Siasat yang digunakan untuk mengusir
Sekutu dari Ambarawa adalah Nijptang atau menjepit seperti supit udang, secara serentak
tanggal 12 Desember 1945. Pada tanggal 12 Desember 1945 inilah pasukan TKR berhasil
mengepung musuh yang bertahan di benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota
Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka
pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke
Semarang.
Kemudian setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri. Melalui
pertempuran ini nama Sudirman mulai terangkat. Ketika terjadi pemilihan pimpinan tentara
di Yogyakarta, Sudirman dapat mengalahkan Urip Somoharjo. Keberhasilan TKR mengusir
Sekutu dari Ambarawa menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan RI. Empat hari kemudian strategi ini berhasil mengusir
Sekutu dari Ambarawa hingga mereka mundur ke Semarang.
BAB I
LATAR BELAKANG
Setelah berhasil mengalahkan Jepang, Komando Sekutu Asia Tenggara di
Singapura mengutus tujuh perwira Inggris di bawah pimpinan Mayor A.G.
Greenhalgh untuk datang ke Indonesia. Mereka tiba di Indonesia pada 8
September 1945 dengan tugas mempelajari dan melaporkan keadaan di
Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada 16 September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di Tanjung
Priok (Jakarta) dengan menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini
dipimpin Laksamana Muda W.R. Patterson. Dalam rombongan ini ikut pula
C.H.O. Van der Plas yang mewakili Dr. H.J. van Mook, kepala NICA. Sekutu
menugaskan sebuah komando khusus untuk mengurus Indonesia dengan nama
Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Komando khusus yang
dipimpin Letjen. Sir Philip Christison ini mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti dan memulangkan tentara Jepang.
4. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
5. Mencari dan mengadili para penjahat perang.
AFNEI mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta pada 29 September 1945.
pasukan ini hanya bertugas di Sumatra da Jawa, sedangkan daerah Indonesia
lainnya diserahkan kepada Angkatan Perang Australia.
Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia semula mendapat sambutan baik.
Akan tetapi, setelah diketahui mereka datang disertai orang-orang NICA, sikap
bangsa Indonesia berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya
bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat menegakkan
kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk manakala NICA
mempersenjatai kembali bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger
(KNIL). Satuan-satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang kemudian
bergabung dengan tentara NICA. Di berbagai daerah, NICA dan KNIL yang
didukung Inggris (Sekutu) melancarkan provokasi dan melakukan teror
terhadap para pemimpin nasional sehingga pecahlah berbagai pertempuran di
daerah-daerah, salah satunya Ambarawa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan
memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja,
mereka bahu membahu dengan segala golongan, mulai dari petani, pedagang,
guru, hingga para pelajar bersama dengan tentara tanpa mengenal rasa lelah,
takut serta kelaparan berjuang menghadapi desingan peluru serta berondongan
persenjataan modern milik para penjajah.
Sungguh perjuangan yang sangat menguras tenaga dan airmata,
mengorbankan segalanya baik nyawa ataupun harta. Beribu bahkan berjuta
nyawa rakyat Indonesia melayang demi kemerdekaan bangsa ini, mereka rela
menyerahkan nyawanya menjadi martir demi anak cucunya nanti.

Seperti yang terjadi di Ambarawa, sebuah daerah yang terletak di sebelah


selatan kota Semarang-Jawa Tengah, dimana rakyat beserta tentara Indonesia
berjuang mempertahankan daerahnya dari cengkeraman tentara sekutu yang
mencoba membebaskan para tahanan tentara Belanda ( NICA ).
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir
Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan
tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi
oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur
Jawa Tegah Mr. Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan
makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu
berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan
Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, justru
mempersenjatai mereka sehingga menimbulkan amarah pihak Indonesia.
Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di
Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti
Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) dan membuat kekacauan. TKR Resimen
Magelang pimpinan M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan
mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari
kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil
menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam
meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa
tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini
segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara
Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda
di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan
dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Suryosumpeno di Ngipik. Pada saat
pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar
Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letnan Kolonel Isdiman
berusaha membebaskan kedua desa tersebut, Letnan Kolonel Isdiman gugur.
Sejak gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Soedirman
merasa kehilangan perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan
untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kolonel Sudirman memberikan nafas
baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara komando-
komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang
diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala
bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto,
Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 Nopember 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-
menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan
pekuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan Indonesia antara lain dari
Yon Imam Adrongi, Yon Soeharto dan Yon Sugeng. Tentara Sekutu mengerahkan
tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke kedudukan
Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan rapat
dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember
1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pertempuran berkobar di
Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa
dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung
sengit, Kolonel Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan
taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap sehingga musuh benar-
benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya terputus
sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945
pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu
dibuat mundur ke Semarang.
Kedahsyatan Palagan Ambarawa juga tercermin dalam laporan pihak Inggris
yang menulis: The battle of Ambarawa had been a fierce struggle between
Indonesian troops and Pemuda and, on the other hand, Indian soldiers, assisted
by a Japanese company. Yang juga ditambahi dengan kalimat, The British
had bombed Ungaran intensively to open the road and strafed Ambarawa from
air repeatedly. Air raids too had taken place upon Solo and Yogya, to destroy
the local radio stations, from where the fighting spirit was sustained
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen
Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau
Hari Juang Kartika.
Dan hingga kini, darah pejuang yang membasahi bumi Ambarawa adalah bukti
dari keteguhan serta pengorbanan untuk mempertahankan harga diri bangsa
yang harus tetap kita pertahankan sampai kapanpun.
== Kronologi peristiwa ==
Pada tanggal [[20 Oktober]] [[1945]], tentara Sekutu di bawah pimpinan
Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan
perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu
ini diboncengi oleh [[NICA]]. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik,
bahkan Gubernur Jawa Tengah [[Wongsonegoro|Mr Wongsonegoro]]
menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi
kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu
kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di [[Ambarawa]]
dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para
tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak
Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota [[Magelang]], hingga terjadi
pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang
mencoba melucuti [[Tentara Keamanan Rakyat]] dan membuat kekacauan.
TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. [[M. Sarbini]] membalas tindakan
tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka
selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden [[Soekarno]] yang
berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam
meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa
tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera
mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di
bawah pimpinan [[Oni Sastrodihardjo]] yang diperkuat oleh pasukan
gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I [[Soerjosoempeno]] di
Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa
di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol.
[[Isdiman]] berusaha membebaskan kedua desa tersebut, namun ia keburu
gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V
Banyumas, Kol. [[Soedirman]] merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya
dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran
Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI.
Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan
terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan
pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari
[[Yogyakarta]], [[Solo]], Salatiga, [[Purwokerto]], Magelang, [[Semarang]],
dan lain-lain.
Tanggal [[23 November]] [[1945]] ketika matahari mulai terbit, mulailah
tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja
dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon.
[[Imam Adrongi]], Yon. [[Soeharto]] dan Yon. [[Soegeng]]. Tentara Sekutu
mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup
ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan
Indonesia pindah ke Bedono.
Pertempuran Ambarawa berlangsung empat hari, dari 13-15 Desember
1945. Semangat juang pasukan TKR menjadi penentu kemenangan dalam
melawan musuh.Awal Pertempuran
Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal
Soedirman pada pertengahan Desember 1945, membuat tentara sekutu terjepit
dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Walaupun dihadang
dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan
strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar sedikitpun. Mereka
melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di
semua penjuru kota Ambarawa. Dengan gerakan pengepungan rangkap ini
sekutu benar-benar terkurung dan kewalahan.
Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya
mengusir tentara sekutu dan Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan
menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah.
Dengan semboyan Rawe-rawe rantas malang-malang putung, patah tumbuh
hilang berganti, pasukan TKR memiliki tekad bulat membebaskan Ambarawa
atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.
Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat
malam dilancarkan dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12
hingga 15 Desember 1945, para pejuang tidak menghiraukan desingan-
desingan peluru maut dan lawan.
Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan
Ambarawa, terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang
yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap
mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan
mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika, dan segala penjuru
Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan
granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang
kalang kabut.
Akhir pertempuran
Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa
Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan
sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada 14
Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh
berkurang.
Akhirnya, pasukan sekutu mundur dan Ambarawa sambil melancarkan aksi
bumi hangus pada 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir
dengan kemenangan gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut
benteng pertahanan sekutu yang tangguh. Kemenangan pertempuran
Ambarawa pada 15 Desember 1945. Keberhasilan Panglima Besar Jenderal
Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan
Ambarawa. TNI AD memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari
Infanteri.

BAB III
PENUTUP
Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945
pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu
dibuat mundur ke Semarang. Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan
dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi
TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika atau Hari Infanteri.
Jenderal Soedirman merupakan salah satu tokoh
paling populer dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Ia adalah panglima TNI yang
pertama, tokoh agama, pendidik, tokoh
Muhammadiyah sekaligus pelopor perang
gerilya di Indonesia. Jenderal Soedirman juga
salah satu jenderal bintang lima di Indonesia
selain Jenderal AH Nasution, dan Jenderal
Soeharto. Beliau lahir di Bodas Karangjati,
Purbalingga, Jawa Tengah, tanggal 24 Januari
1916 dan meninggal di Magelang, Jawa Tengah,
29 Januari 1950 pada umur 34 tahun karena
penyakit tuberkulosis dan dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki,
Yogyakarta.

Jenderal Soedirman lahir dan dibesarkan dalam keluarga sederhana. Ayahnya,


Karsid Kartowirodji, adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor,
Banyumas, dan ibunya, Siyem, adalan keturunan Wedana Rembang. Soedirman
sejak umur 8 bulan diangkat sebagai anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang
asisten Wedana Rembang yang masih merupakan saudara dari Siyem. Jenderal
Soedirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa.
Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta tapi
tidak sampai tamat. Soedirman saat itu juga giat di organisasi Pramuka Hizbul
Wathan. Setelah itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.

Pengetahuan militernya diperoleh dari pasukan Jepang melalui pendidikan.


Setelah menyelesaikan pendidikan di PETA, ia menjadi Komandan Batalyon di
Kroya, Jawa Tengah. Kemudian ia menjadi Panglima Divisi V/Banyumas
sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan
Perang Republik Indonesia (Panglima TKR). Soedirman dikenal memiliki
pribadi yang teguh pada prinsip dan keyakinan, Ia selalu mengutamakan
kepentingan orang banyak banyak dan bangsanya di atas kepentingan
pribadinya, bahkan kepentingan kesehatannya sendiri. Pribadinya tersebut
ditulis dalam sebuah buku oleh Tjokropranolo, pengawal pribadinya semasa
gerilya, sebagai seorang yang selalu konsisten dan konsekuen dalam membela
kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Pada masa pendudukan Jepang ini,
Soedirman pernah menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Dalam saat ini ia
mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Jepang menyerah tanpa syarat kepada


Pasukan Sekutu. Momen tersebut digunakan Soekarno untuk mendeklarasikan
kemerdekaan Indonesia. Soedirman dan pasukannya bertempur di Banyumas,
Jawa Tengah melawan Jepang dan berhasil merebut senjata dan amunisi. Saat
itu pasukan Jepang posisinya masih kuat di Indonesia. Soedirman
mengorganisir batalyon PETA-nya menjadi sebuah resimen yang bermarkas di
Banyumas, untuk menjadi pasukan perang Republik Indonesia yang selanjutnya
berperan besar dalam perang Revolusi Nasional Indonesia.

Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat


menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui
Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Soedirman terpilih menjadi
Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Selanjutnya dia mulai
menderita penyakit tuberkulosis, namun dia tetap terjun dalam beberapa perang
gerilya melawan pasukan NICA Belanda yang ingin menguasai Indonesia
kembali setelah Jepang menyerah.

Perang besar pertama yang dipimpin Soedirman adalah perang Palagan


Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda yang berlangsung dari
bulan November sampai Desember 1945. Pada Desember 1945, pasukan TKR
yang dipimpin oleh Soedirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di
Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember 1945, Soedirman melancarkan
serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa.
Pertempuran terkenal yang berlangsung selama lima hari tersebut diakhiri
dengan mundurnya pasukan Inggris ke Semarang. Perang tersebut berakhir
tanggal 16 Desember 1945. Setelah kemenangan Soedirman dalam Palagan
Ambarawa, pada tanggal 18 Desember 1945 dia dilantik sebagai Jenderal oleh
Presiden Soekarno. Soedirman memperoleh pangkat Jenderal tersebut tidak
melalui sistem Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya, tapi karena
prestasinya.

Jendral Soedirman tetap terjun ke medan perang saat terjadi agresi militer
Belanda II di Ibukota Yogyakarta. Saat itu Ibukota RI dipindahkan ke Yogya
karena Jakarta sudah dikuasai Belanda.Soedirman memimpin pasukannya untuk
membela Yogyakarta dari serangan Belanda tanggal 19 Desember 1948
tersebut. Dalam perlawanan tersebut, Kondisi kesehatan Jenderal Soedirman
sudah dalam keadaan sangat lemah karena penyakit tuberkulosis yang
dideritanya sejak lama. Yogyakarta pun kemudian dikuasai Belanda, walaupun
sempat dikuasai oleh tentara Indonesia setelah Serangan Umum 1 Maret 1949.
Saat itu, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dan beberapa anggota
kabinet juga ditangkap oleh tentara Belanda. Karena situasi genting tersebut,
Soedirman dengan ditandu berangkat bersama pasukannya dan kembali
melakukan perang gerilya.

Ia berpindah-pindah selama tujuh bulan dari hutan satu ke hutan lain, dan dari
gunung ke gunung dalam keadaan sakit hampir tanpa pengobatan dan perawatan
medis. Soedirman pulang dari gerilya tersebut karena kondisi kesehatannya
yang tidak memungkinkannya untuk memimpin Angkatan Perang secara
langsung. Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di balik layar
dalam kampanye gerilya melawan Belanda. Setelah Belanda menyerahkan
kepulauan nusantara sebagai Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi
Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Jenderal Soedirman kembali ke Jakarta
bersama Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada tangal
29 Januari 1950, Jenderal Soedirman meninggal dunia di Magelang, Jawa
Tengah karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya. Ia dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan
sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia mendapat gelar
sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya
dimiliki oleh beberapa jenderal di RI sampai sekarang.

Pertempuran Ambarawa

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pahlawan peperanagn yang berjuang mati-matian telah menjadikan negara ini merdeka,
walaupun terkadang kita selalu mengecewakan perjuangan mereka. Banyak sekali perjuang
mereka. Banyak pula peperangan yang telah mereka alami, meski terasa menderita tetapi rela
berkorban untuk negara kita. Salah satu perjuangannya adalah dalam pertempuaran
Ambarawa.
Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of
Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan kekuasaan
tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain tidak lagi mempunyai hak untuk melakukan
penjajahan di atas bumi Indonesia. Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh
suatu bangsa yang menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas dari
penjajahan.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa pertempuran ambarawa terjadi?


2. Apa latar belakang dari pertempuran Ambarawa?
3. Bagaiman peristiwa pertempuran Ambarawa?
4. Bagaimana akhir dari pertempuran tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pertempuran Ambarawa


Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman pada
pertengahan Desember 1945, membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari
Ambarawa menuju Semarang. Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan
modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar
sedikitpun. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat
di semua penjuru kota Ambarawa. Dengan gerakan pengepungan rangkap ini sekutu benar-
benar terkurung dan kewalahan.
Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara
sekutu dan Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai
basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Dengan semboyan Rawe-rawe rantas malang-
malang putung, patah tumbuh hilang berganti, pasukan TKR memiliki tekad bulat
membebaskan Ambarawa atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.
Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of
Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan kekuasaan
tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain tidak lagi mempunyai hak untuk melakukan
penjajahan di atas bumi Indonesia. Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh
suatu bangsa yang menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas dari
penjajahan.
Meskipun demikian, terdapat pihak-pihak yang berusaha untuk mengembalikan Indonesia
sebagai jajahan Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah Belanda merasa masih mempunyai
historiesch recht (hak sejarah) untuk meneruskan pemerintahan kolonialnya. Hal ini
didasarkan dari perjanjian yang dilakukan Inggris dengan Belanda yang disebut Civil Affairs
Aggreement pada tanggal 24 Agustus 1945 yang mengatur pemindahan kekuasaan di
Indonesia dari British Military Administration kepada NICA (Netherlands Indies Civil
Administration). Oleh sebab itu, Belanda dengan organisasi pemerintahannya, NICA
membonceng tentara sekutu kembali ke Indonesia.
Maksud kedatangan Sekutu adalah pertama, menerima penyerahan kekuasaan dari tangan
Jepang. kedua, membebaskan para tawanan perang dan inteniran Sekutu. Ketiga, melucuti
dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan. Keempat, menegakkan dan
mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil.
Kelima, menghimpun keterangan tentang dan menuntut penjahat perang. Oleh sebab itu, RI
menerima kedatangan Sekutu dengan sambutan yang baik.
Pendaratan tentara Sekutu pada tanggal 20 Oktober 1945 di Semarang, berbarengan dengan
usaha perebutan kekuasaan dan senjata rakyat Indonesia terhadap Jepang. Usaha melucuti
tentara Jepang oleh para pejuang Indonesia ini memang merupakan tindakan yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Sebab, usaha tersebut sudah diperhitungkan akan adanya suatu
kemungkinan bahaya yang ditimbulkan sehubungan dengan mendaratnya Sekutu di
Indonesia. Bagaimanapun, pasti Sekutu tidak akan rela melepaskan bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang merdeka begitu saja. Dengan demikian, tujuan kedatangan Sekutu yang
bermaksud untuk melucuti tentara Jepang telah dilakukan oleh para pejuang Indonesia,
sehingga menimbulkan kekecewaan dari pihak Sekutu.
Selanjutnya, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang
untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut justru
dipersenjatai. Ketegangan dimulai ketika tawanan-tawanan Belanda yang dibebaskan
bertingkah congkak dan sombong, serta mengabaikan kedaulatan pemerintah dengan terang-
terangan berusaha untuk menduduki kembali Indonesia. Hal ini menimbulkan kemarahan
rakyat Indonesia, sehingga muncul gerakan pemboikotan keperluan makanan dan kebutuhan
sehari-hari terhadap Sekutu yang semula dibantu oleh rakyat Indonesia dalam usaha melucuti
tentara Jepang[4]. Akhirnya pecah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal
20 Oktober 1945, disusul tanggal 31 Oktober 1945 di Magelang.
Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara
Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M.
Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru.
Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang
berhasil menenangkan suasana[5]. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam
meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut,
Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran
terhadap mereka dan meluas sampai ke Ambarawa.
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat
di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di
Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya
disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan
menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang
Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk
membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai
sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota
Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai
penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR
Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan
mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran
berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian
pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng
Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M.
Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu
tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan
Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan
Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat
pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan
Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut,
namun ia keburu gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V
Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung
turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan
napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando
sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah
serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta,
Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan
pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng.
Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara
Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke
tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke
Bedono.
Pertempuran Ambarawa berlangsung empat hari, dari 13-15 Desember 1945. Semangat juang
pasukan TKR menjadi penentu kemenangan dalam melawan musuh.

B. Peristiwa Pertempuran di Ambarawa


Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan
Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai
dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian
disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu
setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan
TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin
pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari
kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan
induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember
1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat
mundur ke Semarang.
Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat malam
dilancarkan dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12 hingga 15 Desember
1945, para pejuang tidak menghiraukan desingan-desingan peluru maut dan lawan.
Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan Ambarawa,
terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang yang telah bersiap-siap di
seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan
siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika, dan segala penjuru
Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan granat.
Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang kalang kabut.

C. Akhir pertempuran
Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa Semarang, dan
pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah
pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada 14 Desember 1945. Persediaan logistik
maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang.
Akhirnya, pasukan sekutu mundur dan Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus
pada 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan kemenangan
gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut benteng pertahanan sekutu yang
tangguh. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada 15 Desember 1945. Keberhasilan
Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen
Palagan Ambarawa. TNI AD memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari
Infanteri.
Pertempuran di Ambarawa, merupakan pertempuran yang cukup penting. Sebab pertempuran
Ambarawa merupakan salah satu dari rangkaian peristiwa mempertahankan kemerdekaan
pada masa revolusi[6]. Sebab, bagi Indonesia revolusi Indonesia bertujuan untuk melengkapi
dan menyempurnakan proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai empat
dasawarsa sebelumnya. Namun di lain pihak, bagi Belanda masa revolusi sebagai suatu
zaman yang merupakan kelanjutan dari masa lampau untuk melakukan penjajahan yang
menurut mereka sudah dilakukan selama 300 tahun. Pada masa ini pulalah, hak Indonesia
akan kemerdekaan dan kedaulatan atas nama revolusi mendapatkan banyak dukungan dari
rakyat Indonesia.
Demikian pentingnya arti pertempuran Ambarawa bagi bangsa Indonesia dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sehingga meskipun pertempuran itu berlangsung
singkat (12 Desember 1945 15 Desember 1945) tetapi memberikan kemenangan yang
gilang-gemilang bagi Indonesia. Dipimpin oleh Kolonel Sudirman, para pejuang berhasil
memukul Sekutu yang terdesak ke mundur Semarang.
Disamping itu, pertempuran di Ambarawa berhasil mempengaruhi dan melemahkan kekuatan
Belanda, sehingga Belanda kesulitan dalam melakukan pertempuran di wilayah lainnya.
Berakhirnya pertempuran pada tanggal 15 Desember 1945 dengan kemenangan di pihak
Indonesia tersebut kini diperingati sebagai Hari Infanteri/hari jadi TNI Angkatan Darat atau
Hari Juang Kartika. Peristiwa tersebut diabadikan dalam sebuah karya monumental, yaitu
Monumen Palagan Ambarawa yang dibangun pada tanggal 15 Desember 1974.
Dalam pertempuran Ambarawa, memunculkan tokoh yang paling berjasa dalam upaya
mengusir Sekutu dari bumi Ambarawa yang kelak menjadi Jenderal Panglima Besar Republik
Indonesia, yaitu Kolonel Sudirman. Dalam pertempuran ini pulalah dikenal strategi yang
sangat jitu yang dapat dirumuskan dari hasil pemikiran dan kerja keras beliau bersama para
pejuang lainnya. Strategi tersebut dikenal dengan sebutan Strategi Supit Urang atau dalam
terjemahan bahasa Indonesia disebut Strategi Supit udang. Dengan kedisiplinan yang tinggi
dari para pejuang yang termasuk dalam bagian strategi Kolonel Sudirman, dan dengan
didukung perencanaan yang matang, strategi tersebut berhasil dilaksanakan dengan baik
sehingga membawa kemenangan yang gilang gemilang bagi para pejuang tanah air.
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan
Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
Untuk memperingati pertempuran itu, maka di kota Ambarawa didirikan Monumen Palagan
Ambarawa.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan vacuum of
Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia). Kekosongan kekuasaan
tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain tidak lagi mempunyai hak untuk melakukan
penjajahan di atas bumi Indonesia. Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh
suatu bangsa yang menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas dari
penjajahan. Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan
Ambarawa, terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang yang telah
bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang telah
ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika,
dan segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan
ledakan granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang kalang
kabut. Untuk memperingati pertempuran itu, maka di kota Ambarawa didirikan Monumen
Palagan Ambarawa.

B. Saran
Para pejuang dahulu telah mengorbankan tenaga, pikiran, harta bahkan nyawa mereka untuk
kemerdekaan negara yang sedang kita hancurkan ini. Bagaimana tidak, kita menyontek itu
berarti sedang merobek-robek bendera kebangsaan kita sendiri. Kita melupakan pancasila
sebagai ideologi kita apalagi perjuangan para pahlawan masa lalu. Mengapa sekarang kita
menjadi pengecut? Setidaknya, bila kita tidak bisa berperang dengan senjata, kita masih bisa
berusaha menjadi warga negara yang baik dan taat aturan serta berbudi pekerti luhur. Dan itu
semua sudah cukup membanggakan hati para pejuang terdahulu meski mereka sudah tidak
berada di dunia lagi.
Menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, menyebabkan
vacuum of Power (kekosongan kekuasaan) di Hindia Belanda (Indonesia).
Kekosongan kekuasaan tersebut tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta. Hal ini berarti, bangsa lain tidak
lagi mempunyai hak untuk melakukan penjajahan di atas bumi Indonesia.
Proklamasi berarti pengumuman yang dilakukan oleh suatu bangsa yang
menyatakan bahwa bangsa tersebut telah merdeka dan lepas dari penjajahan[1].

Meskipun demikian, terdapat pihak-pihak yang berusaha untuk


mengembalikan Indonesia sebagai jajahan Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah
Belanda merasa masih mempunyai historiesch recht (hak sejarah) untuk
meneruskan pemerintahan kolonialnya. Hal ini didasarkan dari perjanjian yang
dilakukan Inggris dengan Belanda yang disebut Civil Affairs Aggreement pada
tanggal 24 Agustus 1945 yang mengatur pemindahan kekuasaan di Indonesia dari
British Military Administration kepada NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Oleh sebab itu, Belanda dengan organisasi pemerintahannya, NICA membonceng
tentara sekutu kembali ke Indonesia[2].

Maksud kedatangan Sekutu adalah pertama, menerima penyerahan


kekuasaan dari tangan Jepang. kedua, membebaskan para tawanan perang dan
inteniran Sekutu. Ketiga, melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk
kemudian dipulangkan. Keempat, menegakkan dan mempertahankan keadaan
damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil. Kelima, menghimpun
keterangan tentang dan menuntut penjahat perang[3]. Oleh sebab itu, RI menerima
kedatangan Sekutu dengan sambutan yang baik.

Pendaratan tentara Sekutu pada tanggal 20 Oktober 1945 di Semarang,


berbarengan dengan usaha perebutan kekuasaan dan senjata rakyat Indonesia
terhadap Jepang. Usaha melucuti tentara Jepang oleh para pejuang Indonesia ini
memang merupakan tindakan yang harus dilakukan sesegera mungkin. Sebab,
usaha tersebut sudah diperhitungkan akan adanya suatu kemungkinan bahaya yang
ditimbulkan sehubungan dengan mendaratnya Sekutu di Indonesia. Bagaimanapun,
pasti Sekutu tidak akan rela melepaskan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
merdeka begitu saja. Dengan demikian, tujuan kedatangan Sekutu yang bermaksud
untuk melucuti tentara Jepang telah dilakukan oleh para pejuang Indonesia,
sehingga menimbulkan kekecewaan dari pihak Sekutu.

Selanjutnya, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan
Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan
tersebut justru dipersenjatai. Ketegangan dimulai ketika tawanan-tawanan Belanda
yang dibebaskan bertingkah congkak dan sombong, serta mengabaikan kedaulatan
pemerintah dengan terang-terangan berusaha untuk menduduki kembali Indonesia.
Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia, sehingga muncul gerakan
pemboikotan keperluan makanan dan kebutuhan sehari-hari terhadap Sekutu yang
semula dibantu oleh rakyat Indonesia dalam usaha melucuti tentara Jepang[4].
Akhirnya pecah pertempuran melawan Sekutu di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945, disusul tanggal 31 Oktober 1945 di Magelang.

Di Magelang tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba


melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen
Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan
mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari
kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan
suasana[5]. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota
Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu
Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran
terhadap mereka dan meluas sampai ke Ambarawa.

Pertempuran di Ambarawa, merupakan pertempuran yang cukup penting.


Sebab pertempuran Ambarawa merupakan salah satu dari rangkaian peristiwa
mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi[6]. Sebab, bagi Indonesia
revolusi Indonesia bertujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan proses
penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai empat dasawarsa
sebelumnya. Namun di lain pihak, bagi Belanda masa revolusi sebagai suatu zaman
yang merupakan kelanjutan dari masa lampau untuk melakukan penjajahan yang
menurut mereka sudah dilakukan selama 300 tahun. Pada masa ini pulalah, hak
Indonesia akan kemerdekaan dan kedaulatan atas nama revolusi mendapatkan
banyak dukungan dari rakyat Indonesia.

Demikian pentingnya arti pertempuran Ambarawa bagi bangsa Indonesia


dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia, sehingga meskipun
pertempuran itu berlangsung singkat (12 Desember 1945 15 Desember 1945)
tetapi memberikan kemenangan yang gilang-gemilang bagi Indonesia. Dipimpin oleh
Kolonel Sudirman, para pejuang berhasil memukul Sekutu yang terdesak ke mundur
Semarang.

Disamping itu, pertempuran di Ambarawa berhasil mempengaruhi dan


melemahkan kekuatan Belanda, sehingga Belanda kesulitan dalam melakukan
pertempuran di wilayah lainnya. Berakhirnya pertempuran pada tanggal 15
Desember 1945 dengan kemenangan di pihak Indonesia tersebut kini diperingati
sebagai Hari Infanteri/hari jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
Peristiwa tersebut diabadikan dalam sebuah karya monumental, yaitu Monumen
Palagan Ambarawa yang dibangun pada tanggal 15 Desember 1974.
Dalam pertempuran Ambarawa, memunculkan
tokoh yang paling berjasa dalam upaya mengusir Sekutu dari bumi Ambarawa yang
kelak menjadi Jenderal Panglima Besar Republik Indonesia, yaitu Kolonel Sudirman.
Dalam pertempuran ini pulalah dikenal strategi yang sangat jitu yang dapat
dirumuskan dari hasil pemikiran dan kerja keras beliau bersama para pejuang
lainnya. Strategi tersebut dikenal dengan sebutan Strategi Supit Urang atau dalam
terjemahan bahasa Indonesia disebut Strategi Supit udang. Dengan kedisiplinan
yang tinggi dari para pejuang yang termasuk dalam bagian strategi Kolonel
Sudirman, dan dengan didukung perencanaan yang matang, strategi tersebut
berhasil dilaksanakan dengan baik sehingga membawa kemenangan yang gilang
gemilang bagi para pejuang tanah air. []
Catatan: Menganai jalannya pertempuran, dan bagaimana skema strategi yang
digunakan Jenderal Sudirman, saya tulis dalam artikel yang lain. Terimakasih. []
Catatan Kaki:
[1] Soemarmo (1990:1)

[2] Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948


Lihat juga 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Jilid 1 halaman 34
[3] Ibid; halaman 44, lihat juga Soemarmo, Pendudukan Jepang dan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, IKIP SEMARANG PRESS 1991 halaman 84
[4] Dari buku palagan Ambarawa
[5] Saya tidak mengatakan, bahwa saya tidak menghargai semangat saudara-saudara.
Saya mengetahui, bahwa saudara-saudara mendasarkan usaha-usaha atas alas an yang
saua hargai. Tetapi ada cara lain untuk mencapai kepuasan hati-hati saudara itu. Saya
perintahkan di sini supaya saudara-saudara menurut perintah ini Hentikan
Pertempuran!
[6] Masa revolusi menurut MC. Ricklefs (1989: 317) mengacu pada suatu kisah sentral dalam
sejarah Indonesia dan merupakan unsur yang kuat di dalam perspektif bangsa Indonesia itu
sendiri. Untuk pertama kalinya, segala sesuatu yang berasal dari kekuasaan asing hilang
secara tiba-tiba.

Anda mungkin juga menyukai