0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
2K tayangan10 halaman
Pidato Bung Tomo memberi semangat perlawanan kepada rakyat Surabaya melawan penjajah Inggris. Ia menolak tuntutan menyerahkan senjata dan mengibarkan bendera putih, serta memperingatkan agar hanya membalas serangan saja. Pertempuran heroik melawan Inggris terjadi pada 10 November akibat insiden pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato dan kematian Jenderal Mallaby.
Pidato Bung Tomo memberi semangat perlawanan kepada rakyat Surabaya melawan penjajah Inggris. Ia menolak tuntutan menyerahkan senjata dan mengibarkan bendera putih, serta memperingatkan agar hanya membalas serangan saja. Pertempuran heroik melawan Inggris terjadi pada 10 November akibat insiden pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato dan kematian Jenderal Mallaby.
Pidato Bung Tomo memberi semangat perlawanan kepada rakyat Surabaya melawan penjajah Inggris. Ia menolak tuntutan menyerahkan senjata dan mengibarkan bendera putih, serta memperingatkan agar hanya membalas serangan saja. Pertempuran heroik melawan Inggris terjadi pada 10 November akibat insiden pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato dan kematian Jenderal Mallaby.
PIDATO BUNG TOMO YANG MEMBAKAR SEMANGAT AREK-AREK SUROBOYO UNTUK
BERJUANG MELAWAN PENJAJAH
Bismillahirrohmanirrohim.. MERDEKA!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara inggris itu dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini dengarkanlah ini tentara inggris ini jawaban kita ini jawaban rakyat Surabaya ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita: selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting! tetapi saya peringatkan sekali lagi jangan mulai menembak baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar- benar orang yang ingin merdeka
Dan untuk kita saudara-saudara lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara Tuhan akan melindungi kita sekalian BAB II PEMBAHASAN
PERISTIWA HEROIK 10 NOVEMBER DI SURABAYA Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme
Kronologi penyebab peristiwa
Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian tanggal 8 Maret 1945, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang berdasarkan perjanjian Kalidjati. Setelah penyerahan tanpa syarat tesebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kedatangan Tentara Inggris & Belanda Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya. Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera kembali sebagai bendera Merah Putih. Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA.
10 November 1945 Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka. Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda- pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris. Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. [3] Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Bung Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi utama Indonesia saat itu.
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR PERISTIWA HEROIK 10 NOVEMBER DI SURABAYA
Disusun oleh: Apang Rinaldo 13050003 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUJIPTO T.A.2013/2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Demikian bunyi alinea pertama Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Pernyataan itu merupakan reaksi terhadap kenyataan bahwa selama berabad-abad bangsa Indonesia telah dijajah oleh bangsa asing, yang terakhir adalah pendudukan tentara Jepang. Selama berabad- abad itu pula bangsa Indonesia melakukan perlawanan dan perjuangan yang gigih tiada hentinya, untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Maka dengan proklamasi kemerdekaan yang dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945, terbentuklah Negara Indonesia. Metamorfosis bentuk pemerintahan sejak Indonesia merdeka telah mencapai paripurna yang ditetapkan bentuk Negara dan sistem pemerintahan Indonesia. Mengacu pada UUD 1945, dapat diketahui bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945. Hal ini sebagaimana tertera dalam UUD 1945 pasal I ayat 1 dan 2.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana latar belakang perjuangan rakyat untuk Melawan pasukan Belanda di Surabaya? 2. Bagaimana perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Surabaya?
C. Tujuan 1. Mengetahui latar belakang perjuangan untuk Mengusir Penjajah. 2. Mengetahui perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Surabaya.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Secara moral, tanggungjawab atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Surabaya pada bulan November 1945, terletak pada Inggris, karena seluruh garis komando, dari mulai Panglima Tertinggi Tentara Sekutu, Admiral Lord Louis Mountbatten, Panglima Tertinggi Tentara Sekutu di Indonesia (AFNEI), Letnan Jenderal Sir Philip Chritison, Panglima Divisi 5, Mayor Jenderal Robert C. Mansergh, Panglima Divisi 5, Mayor Jenderal D.C. Hawthorn, bahkan sampai ke komandan-komandan brigade, seluruhnya adalah bangsa Inggris. Kesalahan serta tanggungjawab Inggris dapat dibuktikan, apabila pendekatan permasalahan dilakukan dengan suatu pendekatan logis (logical approach), yaitu dengan menggunakan kaidah kausalitas (Kausalittsgesetz: kaidah sebab-akibat) yang taat azas. Dari kronologi kejadian, dapat ditelusuri penyebab atau akar permasalahan dari sesuatu peristiwa/kejadian. Pada 10 Nobember 2000, di acara Peringatan Hari Pahlawan di Surabaya, terjadi satu peristiwa bersejarah. Untuk pertamakalinya dalam sejarah seorang Duta Besar Kerajaan Inggris, Richard Gozney, didampingi oleh Richard Philips, Direktur British Council dan Konsul Inggris di Surabaya, menghadiri acara Peringatan Hari Pahlawan di Surabaya. Hadir juga Atase Pertahanan Pakistan.
Bertindak sebagai Inspektur Upacara Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid. Abdurrahman Wahid adalah Presiden RI kedua yang hadir dalam peringatan 10 November di Surabaya. Presiden RI yang pertama hadir pada acara peringatan 10 November di Surabaya adalah Sukarno, tahun 1955.
Pada hari itu juga, 10 November 2000 di Surabaya, Komite Pembela Hak Asasi Rakyat Surabaya Korban Pemboman November 1945 (KPHARS) dibubarkan, dan didirikan Yayasan Persahabatan 10 November 45.