Anda di halaman 1dari 15

ARBRITASE &

ADR
DUDUNG HIDAYAT, S.H.,
M.H
ALASAN TIDAK
BERHASILNYA APS

1. Kurangnya Sosialisasi

2. Shilled Mediation

3. Institusionalisasi belum berkembang

4. Peran Hakim

5. Peran Advokat yang tidak mendukung Mediasi

6. Membuka kesempatan seluas-luasnya dengan Proses APS/ Mediasi


ARBRITASE SEBAGAI APS

■ Penyaluran Arbritase

– Dimulai dari sejarah Arbritase di Indonesia tidak terlepas dari sejarah Arbritase di Belanda.

– Arbritase di Indonesia dimulai pada tahun 1977 dengan dimulainya Badan Arbritase
Nasional Indonesia (BANI)

– Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Marsekal Purn. Suwoto A.
Sukendar memprakarsai berdirinya BANI di Jakarta Bersama Prof. Soebekti, SH (Ketua MA
RI), Haryono Tjitrosoebono (Ketua IKADIN), Prof. H. Priyatna Abdurrasyid, SH., Phd dan J.R
Abubakar, SH. → Saat ini BANI merupakan Arbritase dalam bentuk Lembaga (Insyitusional)
yang tertua di Indonesia.
– Arbritase diperkenalkan di Indonesia bersaman dengan dipakainya Reglement Of De
Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesich Reglement (HIR) ataupun
Rechtsreglement Bitengewesten (RBg) → Karena semula Arbritase ini diatur dalam
Pasal 615 s/d 651 RV.

– Perkembangan dalam Prakter Arbritase terdiri dari dua jalur yaitu :

a) Arbritase Ad-hoc : Para pihak menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada


seseorang/ beberapa orang yang bukan Lembaga arbritase untuk di putuskan.

b) Abritase Institusional : Proses penyelesaian sengketa yang keputusannya


ditetapkan oleh satu/ beberaoa orang dari Lembaga Arbritase.
■ Pengertian :

– Secara Umum : “Salah satu dari berbagai metode yang bisa digunakan dalam penyelesaian
sengketa”

– Menurut Subekti (1992) : suatu penyelesaian atau juga pemutusan sengketa oleh seorang
hakim atau pun juga para hakim yakni dengan berdasarkan persetujuan bahwa para pihak tersebut
akan tunduk atau juga menaati keputusan yang diberikan oleh sang hakim yang mereka pilih.

– Menurut Harahap (1991) : sebuah ikatan kesepakatan di antara para pihak, bahwa mereka akan
menyelesaikan adanya perselisihan yang muncul dari perjanjian oleh badan arbitrase. Para pihak
kemudian sepakat untuk tidak mengajukan persengketaan yang terjadi itu ke badan peradilan.
■ Landasan dan Sumber Hukum Arbritase di Indonesia

– Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945


➢ Bahwa “ Semua Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”
➢ Sama hal nya dengan HIR yang diundangkan pada zaman Koloneal Hindia Belanda
masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan penggantian yang baru
sesuai dengan Peraturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.
– Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBg

➢ Bahwa “Jika orang Indonesia/ Orang Timur Asing menghendaki perselisihan


mereka diputus oleh juru pisah/ Arbritase maka mereka wajib memenuhi
peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropah”

➢ Menjadi landasan titik tolak keberadaan Arbritase dalam kehidupan & Praktek
hukum.

➢ Pihak-pihak yang boleh bersengketa :

1) Menyelesaikan Sengketa Melalui Juru Pisah atau Arbritase dan

2) Abritase diberi wewenang & fungsi untuk menyelesaikan dalam bentuk


keputusan
3) Untuk itu baik Para Pihak maupun Arbritor atau Arbriter wajib tunduk menuruti
peraturan hukum acara yang berlaku bagi bangsa ataupun golongan Eropah.
➢ Adanya kemungkinan dan kebolehan bagi para pihak yang bersengketa untuk
membawa & menyelesaikan perkara yang timbul di luar jalur kekuasaan
pengadilan apabila mereka menghendakinya.

- Pasal 615 s/d 651 RV


➢ Peraturan mengenai Arbritase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab
Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi:
1) Persetujuan Arbritase dan pengangkatan para Arbriter → Pasal 615 s/d 623
RV
2) Pemeriksaan di muka Arbritase → Pasal 631 s/d 674 RV
3) Putusan Arbritase → Pasal 631 s/d 674 RV
4) Upaya-upaya terhadap putusan Arbritase → Pasal 641 s/d 674 RV
5) Berakhirnya Acara Arbritase → Pasal 648 s/d 651 RV

– Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-
pokok Kekuasaan Kehakiman
➢ Setelah Indonesia Merdeka → adanya ketentuan yang tegas dalam Pasal 3 ayat (1)
Undang-undang No.14 Tahun 1970
– Pasal 80 Undang-undang No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
➢ Menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai
Mahkamah Agung : “Bahwa Semua Peraturan Pelaksanaan yang telah ada mengenai
Mahkamah Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak
bertentangan dengan Undang-undang Mahkamah Agung ini”.
➢ UU No.1 tahun 1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai Pengadilan yang
memutus dalam tingkat yang kedua atas putusan arbritase mengenai sengketa yang
melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp.25.000,- → Pasal 15 jo. Pasal 108
UU No. 1 tahun 1950
– Pasal 22 ayat (2) & (3) UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
➢ Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No.1 tahun 1967 :

“Jikalau di antara kedau belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam,
dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbritase yang
putusannya mengikat kedua belah pihak”
➢ Pasal 22 ayat (3) UU No. 1 tahun 1967 :

“Badan Arbritase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemiliok
modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih Bersama-
sama oleh pemerintah dan pemilik modal”
– Undang-undang No. 5 tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara
dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal
➢ Yakni mengenai persetuajuan atas “Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan
antara Negara dan Warga Asing mengenai Penanaman Modal” atau sebagai Ratifikasi
atas “International Convention On The Settlement Of Investment Disputes Between
States and Nationals of Other States”
➢ Bahwa “Pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan agar
suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing diputus oleh International Center
For The Settlement Of Investment Disputes (ICSD) di Washington.
– Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981
➢ Pemerintah Indonesia telah Mengesahkan “Convention On The Recognition And
Enforcement Of Foreign Arbrital Awards” disingkat New York Convention tahun 1958
“Konvensi tentang pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbritase luar Negeri, yang
diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di New York, yang diprakarsai oleh PBB”

– Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbritase Asing
➢ Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No.34 tahun
1958 oleh MA → PERMA No.1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan
Arbritase Asing (Tanggal 1 Maret 1990 yang berlaku sejak tanggal dikeluarkan.
– UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(12 Agustus 1999)
➢ Dimaksudkan untuk menggantikan peraturan mengenai Lembaga arbritase yang
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional
→ Ketentuan mengenai Arbritase sebagaimana dimaksud dalam Pasal
615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan PASAL 705 RBg dinyatakan tidak berlaku lagi.
➔ Dengan demikian ketentuan hukum acara dari Lembaga arbritase saat ini telah
mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1999.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai