Anda di halaman 1dari 15

p.

ANALISIS DAYA SAING DAN MODEL STRATEGI PENINGKATAN


DAYA SAING KAKAO (Theobroma cacao L.) JEMBER

Dr. Ir. Bagus Putu Yudhia Kurniawan, MP

Dosen Politeknik Negeri Jember


Jurusan Manajemen Agribisnis
Program Studi D4 Manajemen Agroindusti

Abstrak

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
menjadi prioritas pemerintah dalam pembangunan pertanian di masa depan. Fenomena
peningkatan luasan dan produksi kakao Jember tidak diimbangi dengan peningkatan
kualitas dan produktivitasnya. Produktivitas kakao Jember masih sangat rendah, jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan produktivitas kakao di Jawa Timur maupun nasional.
Rendahnya kualitas dan produktivitas menjadikan daya saing kakao Jember menjadi
menurun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing dan merumuskan
prioritas strategi peningkatan daya saing kakao Jember. Teknik analisis yang digunakan
adalah Policy Analysis Matrix (PAM) untuk mengetahui daya saing kakao Jember.
Alternatif strategi dihasilkan dari analisis SWOT dan ditentukan prioritasnya dengan
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kakao Jember memiliki daya saing, baik dilihat dari keunggulan komparatif maupun
kompetitifnya. Kondisi agribisnis kakao Jember berada pada Kuadran I dengan pilihan
strategi adalah strategi agresif. Pada situasi ini, agribisnis kakao Jember berada pada
kondisi yang paling menguntungkan karena memiliki banyak peluang dan kekuatan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produknya. Strategi yang diterapkan
dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth
oriented strategy). Prioritas utama strategi peningkatan daya saing kakao Jember adalah
strategi SO (Strengths-Opportunities), yaitu strategi yang memanfaatkan ketersediaan dan
kesesuaian lahan, dukungan sumberdaya petani, kohesivitas kelompok tani yang sudah
terbentuk serta tradisi dan budaya lokal untuk memenuhi permintaan kakao, baik untuk
pasar lokal maupun ekspor dengan dukungan berupa komitmen pemerintah, harga jual
yang selalu meningkat, dan keberadaan investor.

Key words : Daya Saing, Policy Analysis Matrix (PAM), SWOT, Analytical Hierarchy
Process (AHP), Kakao (Theobroma cacao L.)Jember

PENDAHULUAN
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
menjadi prioritas pemerintah dalam pembangunan pertanian di masa depan. Indonesia
merupakan negara terbesar ketiga penghasil biji kakao dengan produksi per tahunnya mencapai
700 ribu ton, dimana hampir 90% diantaranya dihasilkan dari perkebunan rakyat. Sebagai
komoditas ekspor, kakao masih belum memberikan output dan outcome yang sesuai harapan.
Kakao Indonesia memang memiliki daya saing (Rifin, 2013; Haryono et al., 2011; Nugroho,
2008; Kiranta dan Meydianawathi, 2014), namun daya saingnya masih jauh lebih rendah
dibandingkan Ghana dan Nigeria. Daya saing kakao Indonesia mulai tahun 1995 hingga 2004
cenderung terus menurun (Supriatna dan Dradjat, 2008).
Produksi kakao Indonesia tersebar hampir di seluruh provinsi, salah satunya provinsi
andalan penghasil kakao Indonesia adalah Jawa Timur. Luas perkebunan kakao di Jawa Timur
pada tahun 2014 mencapai 69.623 ha dengan produksi biji kakao mencapai 37,667 ton. Luasan
dan produksi kakao di Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
p.2

Gambar 1.
Luasan dan Produksi Kakao di Jawa Timur
Tahun 2010-2014

Gambar 1 menunjukkan bahwa luasan dan produksi kakao di Jawa Timur selalu meningkat
sepanjang tahun 2010-2014 (Badan Pusat Statistik, 2015), namun tidak diimbangi dengan
peningkatan produktivitas dan daya saingnya. Produktivitas kakao di Jawa Timur berfluktuasi
antara 442-541 kg/ha sepanjang tahun 2010-2014. Produktivitas kakao di Jawa Timur masih
jauh lebih rendah dibandingkan produktivitas kakao nasional yang mencapai ± 900 kg/ha,
belum lagi apalagi dibandingkan dengan dengan Ghana yang mencapai 2.621 kg/ha serta
Thailand dan Saint Luca yang mencapai 2.488 kg/ha dan 1.654 kg/ha. Secara keseluruhan
Ghana memiliki daya saing paling tinggi (David, 2013), sementara Indonesia masih lebih fokus
pada persoalan produktivitas dan kualitas biji kakao yang masih rendah (Liyandaet et al., 2012;
Safuan et al., 2013).

Gambar 2.
Luasan dan Produksi Kakao di Jember
Tahun 2010-2014
p.3

Gambar 2 menunjukkan bahwa luasan dan produksi kakao di Jember (selanjutnya ditulis
kakao Jember) selalu meningkat sepanjang tahun 2010-2014, namun tidak diimbangi dengan
peningkatan kualitas dan produktivitasnya. Produktivitas kakao Jember masih tergolong sangat
rendah, yaitu berkisar 60-400 kg/ha (Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2014), jauh
lebih rendah dibandingkan produktivitas kakao di Jawa Timur yang mencapai 442-541 kg/ha
maupun produktivitas kakao nasional yang mencapai ± 900 kg/ha.
Kualitas dan produktivitas kakao perlu mendapat perhatian seiring dengan permintaan
pasar, baik lokal maupun ekspor yang terus meningkat. Meningkatnya industri hilir menuntut
tersedianya kuantitas dan kualitas biji kakao yang memadai (Zulfiandri dan Marimin, 2012).
Menurut Goenadi et al., (2005), kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah
kompleks, antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama seperti
penggerek buah kakao, penyakit busuk buah maupun kerusakan-kerusakan fisik yang
ditimbulkan akibat kesalahan saat pemanenan. Permasalahan lain, seperti penyediaan bibit yang
lebih baik (Basri, 2009), pengendalian hayati, proses pengeringan biji kakao yang lebih baik,
dan diversifikasi produk kakao yang diproduksi UKM belum terselesaikan dengan maksimal
(Sai’d, 2009:pp.45-55).
Rendahnya produktivitas dan kualitas biji kakao yang dihasilkan menjadikan daya saing
kakao Jember menjadi menurun. Selain persoalan produktivitas dan kualitas, ditemukan
beberapa permasalahan yang dapat memicu menurunnya daya saing kakao Jember, antara lain
rendahnya kualitas dan kompetensi sumberdaya petani dari aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan, rendahnya kemampuan dalam memasarkan produk, lemahnya infrastruktur,
kurangnya alih teknologi dan ahli teknologi informasi, dan rendahnya kepercayaan investor.
Rendahnya kualitas dan kompetensi sumberdaya petani pada akhirnya akan berpengaruh pada
rendahnya produktivitas dan kualitas biji kakao yang dihasilkan. Rendahnya produktivitas dan
kualitas biji kakao yang dihasilkan berpengaruh pada menurunnya daya saing produk tersebut.
Di sisi lain, fenomena penurunan produksi, peningkatan permintaan pasar - dibarengi dengan
stok kakao yang semakin menurun, memberikan peluang untuk meningkatkan daya saing kakao
Jember dalam memenuhi permintaan pasar domestik maupun ekspor.

RUANG LINGKUP PENELITIAN


Penelitian ini menganalisis daya saing kakao Jember dan merumuskan prioritas strategi
peningkatan daya saingnya untuk direkomendasikan kepada pembuat kebijakan (pemerintah).
Penelitian ini terbatas pada perumusan prioritas strategi, sedangkan untuk pengujian
implementasi strategi yang telah direkomendasikan tidak diikutkan dalam penulisan jurnal ini.

KAJIAN PUSTAKA
Konsep dan Teori Daya Saing
Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh
Ricardo sekitar abad ke-18 (tahun 1823), yang selanjutnya dikenal dengan model Ricardian
Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Teori
keunggulan komparatif Ricardo ini kemudian disempurnakan oleh Haberler (1936), yang
mengemukakan bahwa konsep keunggulan komparatif yang berdasarkan pada Teori Biaya
Imbangan (Opportunity Cost Theory). Teori keunggulan komparatif yang lebih modern adalah
seperti yang dikemukakan oleh Heckscher Ohlin dalam Lindert dan Kindleberger (1993), yang
menekankan pada perbedaan bawaan faktor produksi antar negara sebagai determinasi
perdagangan yang paling penting (Sudiyarto, 2006).
Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial
dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi
sama sekali (Simatupang, 1991; Sudaryanto dan Simatupang, 1993). Komoditas yang memiliki
keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi.
p.4

Daya saing adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh
tenaga kerja. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat
bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya. Porter (2001:12-14),
menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan
meningkatkan kemampuan mandiri; (2) meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks
regional ekonomi maupun kuantitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi
meningkat; dan (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi
Secara teoritis, konsepsi daya saing bisa mengacu pada pendapat Hill dan Jones (2009:3),
bahwa daya saing akan tercapai ketika profitabilitas perusahaan lebih besar dari keuntungan
rata-rata semua perusahaan di industri yang sama. Semakin tinggi rata-tara profitabilitas
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang lain untuk industri yang sama, maka
perusahaan tersebut akan semakin tinggi daya saingnya.
Hasil kajian Ambastha and Momaya (2004) menyimpulkan, bahwa the hyper-competitive
era in the last few decades has created the need for an explicit management of competitiveness.
Consequently, considerable research has been undertaken on competitiveness issues at
different tingkats. Daya saing menjadi penting untuk dikaji di berbagai tingkat dengan
mengembangkan model yang komprehensif serta mampu mengukur daya saing tersebut
(Cetindamar and Kilitcioglu, 2013). Banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui daya saing
di tingkat negara, industri dan perusahaan, namun ada beberapa penelitian yang fokus di tingkat
perusahaan dengan membangun strategi agar mampu berdaya saing secara global (Oral, 1993;
Offstein et al., 2007).
Salah satu cara mengukur dan menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif suatu
komoditas adalah dengan menggunakan Matrik Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix;
PAM). Beberapa kajian untuk mengukur dan menganalisis daya saing produk agribisnis dengan
menggunakan PAM sebagai alat analisisnya pernah dilakukan oleh Haryono et al., (2011),
Neptune (2006), Gerungan et al., (2013), Ratna et al., (2013), Emelda dan Mappigau (2014).
p.5

Policy Analysis Matrix (PAM) merupakan model yang digunakan untuk menganalisis


keunggulan komparatif (analisis ekonomi) dan keunggulan kompetitif (analisis financial)
terhadap suatu komoditi, yang diperkenalkan pertama kali oleh Monke dan Pearson pada tahun
1989. Menurut Monke dan Pearson (1989:10-19), tujuan dari analisis PAM, yaitu: (1)
menghitung tingkat keuntungan privat sebuah ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga
pasar atau harga aktual; (2) menghitung tingkat keuntungan sosial usahatani yang dihasilkan
dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga efisiensi (social opportunity cost); dan (3)
menghitung transfer effect, sebagai dampak dari sebuah kebijakan.
Hasil analisis PAM dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki daya
saing yang tinggi atau rendah dalam suatu sistem produksi komoditi dilihat dari teknologi dan
wilayah tertentu, serta bagaimana suatu kebijakan dapat memperbaiki daya saing tersebut
melalui penciptaan efisiensi usaha dan pertumbuhan pendapatan. Selain digunakan untuk
mengukur daya saing suatu komoditas, PAM juga dapat melihat sejauh mana dampak
kebijakan harga input dan output, atau kombinasi keduanya yang dilakukan pemerintah
terhadap produsen.
Policy Analysis Matrix  (PAM) dapat mengidentifikasi analisis keuntungan (privat dan
sosial), analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif), dan analisis
dampak kebijakan (Monke dan Pearson, 1989:10-19). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam
PAM antara lain: (1) perhitungan berdasarkan harga privat (privat cost), yaitu harga yang
benar-benar diterima produsen dan konsumen atau harga yang terjadi setelah adanya kebijakan;
(2) perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price),
yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada
kebijakan pemerintah. Harga bayangan pada komoditi tradable  adalah harga yang terjadi di
pasar Internasional; (3) output bersifat tradable  dan input dapat digolongkan ke dalam
komponen tradable dan komponen non tradable; dan (4) eksternalitas positif dan negatif
dianggap saling menghilangkan.

Strategi Peningkatan Daya Saing


SWOT Matrix is an important matching tool that helps managers develop four types of
strategies: SO (strengths-opportunities) strategies, WO (weaknesses-opportunities) strategies,
ST (strengths-threats) strategies, and WT (weaknesses-threats) strategies. Penyusunan strategi
di tingkat perusahaan perlu dikaji sebagai bagian untuk memenangkan persaingan. Penyusunan
strategi di tingkat perusahaan bermanfaat juga untuk meningkatkan daya saing perusahaan,
baik di tingkat lokal maupun internasional (Oral, 1993; Offstein et al.,2007). Analisis SWOT
masih memainkan peran penting dalam proses perencanaan strategis beberapa perusahaan besar
(Afuah, 2009:324). Pemanfaatan analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan dan ancaman (Rante, 2013). SWOT merupakan salah satu alat analisis untuk
mengembangkan strategi agar perusahaan mampu menyusun dan menentukan strategi sehingga
bisa meningkatkan daya saingnya (Nayantakaningtyas et al., 2012; Anggrianto et al., 2013).
Penyusunan strategi mengacu pada hasil analisis lingkungan eksternal dan internal yang
kemudian dijadikan dasar untuk memilih strategi yang tepat (Hill dan Jones, 2009:7). Hasil
analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan akan memberikan gambaran mengenai
posisi perusahaan pada space matrix. Keberhasilan strategi akan sangat bergantung pada
kemampuan dan akurasi data analisis terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal
perusahaan. Hasil analisis SWOT akan menghasilkan empat strategi, yaitu: Strategi SO
(strengths-opportunities), strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
memanfaatkan peluang eksternal. Startegi WO (weaknesses-opportunities) bertujuan untuk
meningkatkan kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST
(strengths-threats), menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi
p.6

dampak ancaman eksternal. Strategi WT (weaknesses-threats) adalah strategi defensif yang


diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Prioritas
pilihan strategi didasarkan pada hasil analisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy
Process (AHP) untuk menentukan strategi terbaik dalam meningkatkan daya saing kakao
Jember.

METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di Kabupaten Jember dengan pertimbangan
bahwa Kabupaten Jember merupakan salah satu sentra penghasil kakao Indonesia. Fenomena
peningkatan luasan dan produksi kakao Jember tidak diimbangi dengan peningkatan
produktivitas dan kualitas hasil produksinya. Produktivitas kakao Jember masih tergolong
sangat rendah, yaitu berkisar 60-400 kg/ha, jauh lebih rendah dibandingkan produktivitas kakao
di Jawa Timur yang berkisar 442-541 kg/ha maupun produktivitas kakao nasional yang
mencapai ± 900 kg/ha. Rendahnya produktivitas dan kualitas biji kakao yang dihasilkan
menjadikan daya saing kakao Jember menjadi menurun.
Penelitian ini merupakan gabungan antara penelitian eksploratif, deskriptif dan
explanatory. Penelitian eksploratif dilakukan untuk memperoleh informasi yang mendalam
berkaitan dengan daya saing kakao Jember, dan penyusunan prioritas strategi peningkatan daya
saing yang direkomendasikan melalui kajian teoritis dan empiris sebelum dilanjutkan dengan
penelitian deskriptif.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung dan mendalam dengan
sumber informasi atau informan ahli di bidangnya serta mengamati dokumen-dokumen yang
ada. Pertanyaan yang diajukan telah disusun sebelumnya dengan sistematis dan dipandu dengan
menggunakan kuesioner yang telah valid dan reliabel. Data sekunder bersumber dari informasi
atau data yang dimiliki instansi terkait serta buku literatur, jurnal atau berbagai macam bentuk
terbitan sebagaimana tertera dalam Daftar Pustaka.
Analisis data penelitian untuk mengetahui daya saing kakao Jember menggunakan PAM
(Monke dan Pearson, 1989:10-19). Selanjutnya, untuk merumuskan alternatif strategi
peningkatan daya saing menggunakan analisis SWOT, dan dilanjutkan dengan Analytical
Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan prioritas strategi peningkatan daya saing kakao
Jember.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Daya Saing Kakao Jember
Daya saing kakao Jember dapat dilihat dari dua indikator, yaitu keunggulan komparatif dan
kompetitif komoditas tersebut. Hasil analisis PAM kakao Jember ditunjukkan pada Tabel 1
berikut ini.

Tabel 1. Policy Analysis Matrix (PAM) Kakao Jember (Rp/Ha/Th)


Biaya
Uraian Penerimaan Input Faktor Keuntungan
Tradable Domestik
Harga Privat 23.544.000 7.009.413 14.118.612 2.415.975
Harga Sosial 24.429.350 6.721.688 13.656.882 4.050.780
Divergensi (885.350) 287.725 461.730 (1.634.805)
DRC = 0,771 PCR = 0,854  
Sumber: Data primer diolah (2015)

Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas (penerimaan) privat kakao Jember (Rp.
23.544.000,-/ha/th) lebih kecil dibandingkan profitabilitas sosialnya (Rp. 24.429.350,-/ha/th)
p.7

karena diduga adanya praktik monopsoni (pembeli menguasai harga pasar) di lokasi penelitian.
Pearson et.al (2004) menguatkan dugaan ini, bahwa penyebab terjadinya divergensi adalah
kegagalan pasar dan kebijakan pemerintah yang distorsif - diterapkan untuk mencapai tujuan
yang bersifat non-efisiensi yang dapat berupa hambatan ekspor kakao sebesar 5-15% dan
hambatan impor input tradable sebesar 5%.
Dilihat dari input tradable kakao Jember yang mencapai Rp. 7.009.413,-/ha/thn serta
penerimaan atas harga privat sebesar Rp. 23.544.000,-/ha/thn, hal ini berpengaruh pada
kecilnya tingkat keuntungan yang diterima petani, yaitu Rp. 2.415.975 atau sekitar 10% dari
total penerimaan.

Keunggulan Komparatif Kakao Jember


Tabel 1 menunjukkan bahwa kakao Jember mempunyai keunggulan komparatif. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien Domestic Resource Cost (DRC) sebesar 0,771, lebih kecil dari 1,00.
Koefisien DRC sebesar 0,771 memiliki makna, bahwa untuk menghasilkan satu-satuan nilai
tambah output dapat menggunakan sumberdaya domestik sebesar 0,771. Berdasarkan hasil
analisis ini diketahui bahwa faktor pendukung lokal seperti sumberdaya petani, lahan
perkebunan serta sarana dan prasarana pendukung lainnya mampu memberi penghematan biaya
sebesar 22,9% dibandingkan jika diusahakan di luar negeri. Koefisien DRC sebesar 0,771 atau
77,1% akan memberikan keuntungan ekonomi sebesar 22,9% dari total biaya. Hasil ini
menunjukkan bahwa kakao Jember memiliki keunggulan komparatif atau nilai tambah yang
dihasilkan kakao Jember melebihi biaya sumberdaya domestik yang digunakan.
p.8

Keunggulan Kompetitif Kakao Jember


Tabel 1 menunjukkan bahwa kakao Jember mempunyai keunggulan kompetititf. Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien Private Cost Ratio (PCR) sebesar 0,854, lebih kecil dari 1,00.
Koefisien PCR sebesar 0,854 adalah lebih kecil dari 1,00, hal ini berarti untuk meningkatkan
nilai tambah output sebesar satu satuan US$ 1 diperlukan tambahan biaya faktor domestik
sebesar US$ 0,854. Koefisien PCR sebesar 0,854 atau 85,4% menunjukkan penggunaan biaya
sebesar 85,4% akan memberikan keuntungan secara ekonomi sebesar 14,6% dari total biaya
atau dengan kata lain biaya produksi kakao dalam negeri per kilogram lebih murah 14,6 %
dibandingkan jika diproduksi di luar negeri.

Perumusan Alternatif Strategi Menggunakan Analisis SWOT


Analisis SWOT merupakan salah satu alat analisis untuk mengembangkan strategi agar
perusahaan mampu menyusun dan menentukan strategi sehingga bisa meningkatkan daya
saingnya. Pemanfaatan analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Berdasarkan hasil penelitian, telah diidentifikasikan masing-masing pernyataan yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kakao Jember. Internal Factor Evaluation (IFE)
dan External Factor Evaluation (EFE) kakao Jember ditunjukkan pada Tabel 2 dan 3 berikut
ini.

Tabel 2. Internal Factor Evaluation (IFE) Kakao Jember


Bobot Peringkat Nilai
Faktor Internal
(a) (b) (a x b)
Kekuatan
1. Ketersediaan lahan 0,10 2 0,20
2. Kesesuaian lahan 0,20 3 0,60
3. Dukungan sumberdaya petani 0,15 3 0,45
4. Kohesivitas kelompok tani 0,05 2 0,10
5. Tradisi dan budaya lokal 0,05 2 0,10
Jumlah (A1) 0,55 1,45
Kelemahan
1. Kualitas produk 0,05 2 0,10
2. Permodalan dan informasi 0,10 2 0,20
3. Sarana dan prasarana pendukung 0,05 3 0,15
4. Keberadaan industri hilir 0,10 3 0,30
5. Distribusi dan tataniaga 0,05 3 0,15
6. Riset dan pengembangan pasar 0,10 2 0,20
Jumlah (A2) 0,45   1,10
Total 2,55
Selisih 0,35
Sumber: Data Primer diolah (2015)

Tabel 2 menunjukkan bahwa faktor internal yang menjadi kekuatan kakao Jember dengan
peringkat tertinggi (nilai peringkat 3) adalah kesesuaian lahan dan dukungan sumberdaya
petani. Kedua faktor ini merupakan kekuatan yang sangat penting dibandingkan faktor internal
lainnya, yaitu ketersediaan lahan, kohesivitas kelompok tani maupun tradisi dan budaya lokal
yang mendapat nilai peringkat 2. Kekuatan dengan bobot tertinggi (nilai bobot 0,20) adalah
kesesuaian lahan. Hasil ini menunjukkan bahwa kesesuaian lahan merupakan faktor internal
yang menjadi kekuatan utama dalam agribisnis kakao Jember.
Faktor internal yang menjadi kelemahan kakao Jember dengan peringkat tertinggi (nilai
peringkat 3) adalah keberadaan industri hilir, sarana dan prasarana pendukung serta distrbusi
p.9

dan tata niaga. Ketiga faktor ini merupakan kelemahan yang memiliki prioritas tertinggi untuk
dipenuhi dan dioptimalisasikan dibandingkan faktor internal lainnya, seperti permodalan dan
informasi, riset dan pengembangan pasar serta kualitas produk. Kelemahan dengan bobot
tertinggi (nilai bobot 0,1) adalah keberadaan industri hilir, permodalan dan informasi, serta riset
dan pengembangan pasar. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan industri hilir merupakan
faktor internal yang menjadi kelemahan utama dalam agribisnis kakao Jember. Selisih
peringkat terbobot kekuatan dengan kelemahan adalah sebesar 0,35. Selisih peringkat terbobot
ini merupakan nilai X (Gambar 3) yang akan menentukan posisi kakao Jember dalam matrik
SWOT.

Tabel 3. External Factor Evaluation (EFE) Kakao Jember


Bobot Peringkat Nilai
Faktor Eksternal
(a) (b) (a x b)
Peluang
1. Pasar 0,20 3 0,60
2. Harga jual 0,15 2 0,30
3. Komitmen Pemerintah 0,15 3 0,45
4. Keberadaan investor 0,05 2 0,10
Jumlah (B1) 0,55 1,45
Ancaman
1. Ketersediaan sarana produksi 0,10 3 0,30
2. Produk sejenis dari daerah lain 0,10 2 0,20
3. Ketidakpastian iklim 0,15 3 0,45
4. Liberalisasi (globalisasi) ekonomi 0,10 3 0,30
Jumlah (B2) 0,45   1,25
Total 2,70
Selisih 0,20
Sumber: Data Primer diolah (2015)

Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor eksternal yang menjadi peluang kakao Jember dengan
peringkat tertinggi (nilai peringkat 3) adalah pasar dan komitmen pemerintah. Kedua faktor ini
merupakan peluang yang memiliki prioritas tertinggi untuk dimanfaatkan dibandingkan faktor
eksternal lainnya, yaitu harga jual dan keberadaan investor yang mendapat nilai peringkat 2.
Peluang dengan bobot tertinggi (nilai bobot 0,20) adalah pasar. Hasil ini menunjukkan bahwa
pasar merupakan faktor eksternal yang menjadi peluang terbesar agribisnis kakao Jember.
Faktor eksternal yang menjadi ancaman kakao Jember dengan peringkat tertinggi (nilai
peringkat 3) adalah ketidakpastian iklim, ketersediaan sarana produksi serta liberalisasi
(globalisasi) ekonomi. Ketiga faktor ini merupakan ancaman yang memiliki prioritas tertinggi
untuk diantisipasi dibandingkan faktor eksternal lainnya, seperti ancaman produk sejenis dari
daerah lain. Ancaman dengan bobot tertinggi (nilai bobot 0,15) adalah ketidakpastian iklim.
Hasil ini menunjukkan bahwa ketidakpastian iklim merupakan faktor eksternal yang menjadi
ancaman terbesar agribisnis kakao Jember. Selisih peringkat terbobot peluang dan ancaman
adalah sebesar 0,20. Selisih peringkat terbobot ini merupakan nilai Y (Gambar 3) yang akan
menentukan posisi agribisnis kakao Jember dalam matrik SWOT seperti ditunjukkan pada
Gambar 3 berikut ini.
p.10

Faktor Eksternal
Y (+)
Kuadran III Kuadran I
Strategi Turn-around Strategi agresif
 
  (0,35 0,20)
 

Faktor Internal
 
  X
X(-)
            (+)

 
 
 Kuadran IV Kuadran II
Strategi Defensif Strategi Diversifikasi
 
 
Y(-)

Gambar 3.
Matriks Posisi Strategi Agribisnis Kakao Jember

Gambar 3 menunjukkan bahwa posisi strategi agribisnis kakao Jember berada pada
Kuadran I dengan pilihan strategi adalah strategi agresif. Pada situasi ini, agribisnis kakao
Jember berada pada kondisi yang paling menguntungkan karena memiliki banyak peluang dan
kekuatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing produknya. Strategi yang
diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif
(growth oriented strategy). Alternatif strategi yang dapat direkomendasikan ditunjukkan
pada matrik SWOT pada Gambar 4 berikut ini.
p.11

STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)


IFE 1. Ketersediaan lahan 1. Kualitas produk
2. Kesesuaian lahan 2. Permodalan dan infromasi
3. Dukungan sumberdaya petani 3. Sarana dan prasarana
4. Kohesivitas kelompok tani pendukung
EFE 5. Tradisi dan budaya lokal 4. Keberadaan industri hilir
5. Distribusi dan tataniaga
6. Riset dan pengembangan
pasar
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO: STRATEGI WO:
1. Pasar memanfaatkan ketersediaan dan 1. Memanfaatkan pasar yang
2. Harga jual kesesuaian lahan, dukungan luas dan harga jual yang
3. Komitmen Pemerintah sumberdaya petani, kohesivitas selalu meningkat untuk
4. Keberadaan investor kelompok tani yang sudah menghasilkan produk
terbentuk serta tradisi dan budaya berkualitas dengan
lokal untuk memenuhi permintaan memaksimalkana sarana dan
kakao, baik untuk pasar lokal prasarana pendukung,
maupun ekspor dengan dukungan pemodalan dan informasi,
berupa komitmen pemerintah, keberadaan industri hilir,
harga jual yang selalu meningkat distribusi dan tata niaga, serta
dan keberadaan investor (S1, S2, riset dan pengembangan pasar
S3, S4, S5, O1, O2, O3, O4) (W1, W2, W3, W4, W5, O1,
O2, O3)
2. Meningkatkan kualitas
produk dengan dukungan
berupa komitmen pemerintah
dan keberadaan investor.
(W1, W2, W3, O3, O4).
THREATS (T) STRATEGI ST: STRATEGI WT:
1. Ketersediaan sarana produksi Memanfaatkan kohesivitas Melakukan integrasi dengan
2. Produk sejenis dari daerah kelompok tani yang sudah industri hilir untuk menghasilkan
lain terbentuk untuk menghasilkan produk turunan yang berkualitas
3. Ketidakpastian iklim kakao berkualitas sehingga sehingga mampu meningkatkan
4. Liberalisasi (globalisasi) memenuhi standar global. (S3, S4, pendapatan petani (W1, W4, W6,
ekonomi S5, T1, T4) W5, T1, T2)

Gambar 4.
Matriks SWOT Kakao Jember

Strategi SO
Strategi SO merupakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang. Berdasarkan hasil matrik SWOT diperoleh strategi SO, yaitu memanfaatkan
ketersediaan dan kesesuaian lahan, dukungan sumberdaya petani, kohesivitas kelompok tani
yang sudah terbentuk serta tradisi dan budaya lokal untuk memenuhi permintaan kakao, baik
untuk pasar lokal maupun ekspor dengan dukungan berupa komitmen pemerintah, harga jual
yang selalu meningkat dan keberadaan investor. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan
oleh Zulfiandri dan Marimin (2012).

Strategi WO
Strategi WO dilakukan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang
yang ada. Berdasarkan hasil matrik SWOT, diperoleh dua strategi WO yaitu :
1. Strategi WO1, yaitu memanfaatkan pasar yang luas dan harga jual yang selalu meningkat
untuk menghasilkan produk berkualitas dengan memaksimalkana sarana dan prasarana
pendukung, pemodalan dan informasi, keberadaan industri hilir, distribusi dan tata niaga,
serta riset dan pengembangan pasar. Strategi ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh
Dradjat et al., (2007); Hasibuan et al.,(2012); Rifin (2013).
p.12

2. Strategi WO2, yaitu meningkatkan kualitas produk dengan dukungan berupa komitmen
pemerintah dan keberadaan investor. Hal isi sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan oleh
Rubiyo dan Siswanto (2012:pp.33-48); Dradjat et al., (2007); Suptriatna dan Dradjat
(2008:pp.130-145); Rifin (2013).

Strategi ST
Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengantisipasi
ancaman. Berdasarkan hasil matrik SWOT diperoleh strategi ST, yaitu memanfaatkan
kohesivitas kelompok tani yang sudah terbentuk untuk menghasilkan kakao berkualitas
sehingga memenuhi standar global. Hal ini sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan oleh
Rubiyo dan Siswanto (2012).

Strategi WT
Strategi WT merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan yang ada serta
mengantisipasi ancaman. Berdasarkan hasil matrik SWOT diperoleh strategi WT, yaitu
melakukan integrasi dengan industri hilir untuk menghasilkan produk turunan yang berkualitas
sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. Hal ini sesuai dengan hasil kajian yang
dilakukan oleh Yantu et al., (2010).

Penentuan Prioritas Strategi Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)


Alternatif strategi yang diusulkan tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan
Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP menyelesaikan persoalan dalam suatu kerangka
pemikiran yang terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang
efektif atas persoalan tersebut. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan
kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan
tertata dalam suatu hirarki.
Tingkat kepentingan
25/01/2016 1:01:31 setiap variabel diberi nilai numerik, secara subyektif tentang
Page 1 of 1 arti
penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan dengan variabel lain - dari berbagai
pertimbangan kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas
tinggi dan berperan untuk mempengaruhi Model Name:
hasil padakakao
sistem tersebut. Berdasarkan pada Gambar
4 telah diperoleh lima alternatif strategi kakao Jember, yaitu strategi SO, WO1, WO2, ST, dan
WT. Hasil analisis AHP menghasilkan prioritas strategi seperti ditunjukkan pada Gambar 5
Synthesis: Summary
berikut ini.

S ynthes is with re s pe ct to :
Goal: S trategi Ko mo ditas Kaka o Kabupaten Jember
Ove rall Incons is te ncy = ,05

SO ,362
WT ,222
WO1 ,187
ST ,135
WO2 ,093

Gambar 5.
Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Kakao Jember

Gambar 5 menunjukkan prioritas strategi peningkatan daya saing kakao Jember. Prioritas
strategi pertama dengan bobot 0.362 adalah strategi SO, yaitu memanfaatkan ketersediaan dan
kesesuaian lahan, dukungan sumberdaya petani, kohesivitas kelompok tani yang sudah
terbentuk serta tradisi dan budaya lokal untuk memenuhi permintaan kakao, baik untuk pasar
p.13

lokal maupun ekspor dengan dukungan berupa komitmen pemerintah, harga jual yang selalu
meningkat dan keberadaan investor. Prioritas strategi kedua dengan bobot 0,222 adalah
strategi WT, yaitu melakukan integrasi dengan industri hilir untuk menghasilkan produk
turunan yang berkualitas sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. Prioritas strategi
ketiga dengan bobot 0,187 adalah strategi WO1, yaitu memanfaatkan pasar yang luas dan
harga jual yang selalu meningkat untuk menghasilkan produk berkualitas dengan
memaksimalkana sarana dan prasarana pendukung, pemodalan dan informasi, keberadaan
industri hilir, distribusi dan tata niaga, serta riset dan pengembangan pasar. Prioritas strategi
keempat dengan bobot 0,135 adalah strategi ST, yaitu memanfaatkan kohesivitas kelompok
tani yang sudah terbentuk untuk menghasilkan kakao berkualitas sehingga memenuhi standar
global. Prioritas strategi kelima dengan bobot 0.093 adalah strategi WO2, yaitu meningkatkan
kualitas biji kakao dengan dukungan berupa komitmen pemerintah dan keberadaan investor.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
1. Kakao Jember memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini ditunjukkan oleh
koefisien DRC (DRC=0,771) dan PCR (PCR=0,854) lebih kecil dari 1,00.
2. Kondisi agribisnis kakao Jember berada pada Kuadran I dengan pilihan strategi adalah
strategi agresif. Pada situasi ini, agribisnis kakao Jember berada pada kondisi yang paling
menguntungkan karena memiliki banyak peluang dan kekuatan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan daya saing produknya. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).
3. Prioritas strategi peningkatan daya saing kakao Jember, pertama adalah strategi SO, yaitu
memanfaatkan ketersediaan dan kesesuaian lahan, dukungan sumberdaya petani,
kohesivitas kelompok tani yang sudah terbentuk serta tradisi dan budaya lokal untuk
memenuhi permintaan kakao, baik untuk pasar lokal maupun ekspor dengan dukungan
berupa komitmen pemerintah, harga jual yang selalu meningkat dan keberadaan investor.
Kedua adalah strategi WT, yaitu melakukan integrasi dengan industri hilir untuk
menghasilkan produk turunan yang berkualitas sehingga mampu meningkatkan pendapatan
petani. Ketiga adalah strategi WO1, yaitu memanfaatkan pasar yang luas dan harga jual
yang selalu meningkat untuk menghasilkan produk berkualitas dengan memaksimalkana
sarana dan prasarana pendukung, pemodalan dan informasi, keberadaan industri hilir,
distribusi dan tata niaga, serta riset dan pengembangan pasar. Keempat adalah strategi ST,
yaitu memanfaatkan kohesivitas kelompok tani yang sudah terbentuk untuk menghasilkan
kakao berkualitas sehingga memenuhi standar global. Kelima adalah strategi WO2, yaitu
meningkatkan kualitas biji kakao dengan dukungan berupa komitmen pemerintah dan
keberadaan investor.

Saran
1. Perlu dilakukan kajian dengan ruang lingkup penelitian yang lebih luas serta kajian yang
lebih mendetail untuk memperoleh jawaban yang lebih komprehensif mengenai kebijakan
strategi pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy)
2. Perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam pada setiap alternatif strategi dan prioritas
strategi yang telah direkomendasikan untuk memberikan strategi terbaik dalam
peningkatan daya saing kakao Jember.
p.14

DAFTAR PUSTAKA
[BPS Jatim] Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015. Luas Area Perkebunan Kakao
berdasarkan Kabupaten di Jawa Timur. Surabaya: BPS.
Afuah, Allan. 2009. Strategic Innovation: New Game Sstrategies for Competitive Advantage.
New York (NY): Routledge.
Ambastha, Ajitabh and Momaya. 2004. Competitiveness of Firms: Review of Theory,
Frameworks, and Models. Singapore Management Review, Vol. 26 No 1. pp.: 45-61
Anggrianto, Indri Parwati, dan Sidharta. 2013. Penerapan Metode SWOT dan BCG Guna
Menentukan Strategi Penjualan. Jurnal REKAVASI. Vol.1 No.1. pp.: 52-61 ISSN: 2338-
7750.
Basri, Zainuddin. 2009.Kajian Metode Perbanyakan Klonal Pada Tanaman Kakao. Media
Litbang Sulteng 2 (1): pp.: 7–14.
Cetindamar, Dilek and Hakan Kilitcioglu. 2013. Measuring the Competitiveness of a firm for
an Award System. Competitiveness Review: An International Business Journal. Vol. 23
No. 1, 2013. pp.: 7-22 © Emerald Group Publishing Limited.
David, Boansi. 2013. Competitiveness and Determinants of Cocoa Exports from Ghana.
International Journal of Agricultural Policy and Research Vol. 1 (9). November 2013.
pp.:236-254..
Dradjat B, A. Agustian dan A. Supriatna. 2007. Ekspor dan Daya Saing Kopi Biji Indonesia di
Pasar Internasional: Implikasi Strategis bagi Pengembangan Kopi Biji Organik. Jurnal
Penelitian Kopi dan Kakao. 23(2): pp.: 139-159.
Emelda, Andi, Laode Asrul and Palmarudi Mappigau. 2014. An Analysis of Competitiveness
and Government Policies Impact on Development of Cocoa Farming in Indonesia. Asian
Journal of Agriculture and Rural Development, 4(1). Pp.: 30-35.
Gerungan, Caroline B.D Pakasi, Joachim N.K Dumais, Lorraine W.Th. Sondak. 2013. Analisis
Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditi Biji Pala di Minahasa Utara.
ejournal.unsrat.ac.id. pp.: 1-15.
Goenadi BH, Purwoto. John Bako Baon, Herman dan Adreng Purwoto. 2005. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Haryono, Dede.,Soetriono, Rudi Hartadi, dan Joni Murti Mulyo Aji. 2011. Analisis Daya Saing
dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Produksi Kakao di Jawa Timur. J-SEP Vol. 5
No.2. Juli 2011. pp.: 72-82.
Hasibuan, Abdul Muis, Rita Nurmalita, dan Agus Wahyudi. 2012. Analisis Kinerja Daya Saing
Perdagangan Biji Kakao dan Produk Kakao Olahan Indonesia di Pasar Internasional.
Buletin RISTRI. Vol 3 (1). Tahun 2012. pp.: 57-70
Hill, Charles W. L. and Gareth R. Jones. 2009. Essentials of Strategic Management, Second
Edition. Canada: South-Western, Cengage Learning.
Kiranta, Febri P. dan Luh Gede Meydianawathi. 2014. Analisis Tingkat Daya Saing Ekspor
Biji Kakao Indonesia Tahun 2007-2012.e-Jurnal EP UNUD, 3 [11]: 502-512 (ISSN: 2303-
0178).
Liyanda,Mizar.,Abubakar Karim, dan Yusya’ Abubakar. 2012. Analisis Kriteria Kesesuaian
Lahan terhadap Produksi Kakao pada Tiga Klaster Pengembangan di Kabupaten Pidie.
Jurnal Agrista Vol. 16 No. 2, 2012. pp.: 62-79.
Monke, Eric A dan Scott R Pearson. 1989. The Policy Analisys Matrix for Agricultural
Development. Cornel University Press.
Nayantakaningtyas, Jauhar samudera dan Heny K. Daryanto. 2012. Daya Saing dan Strategi
Pengembangan Minyak Sawit di Indonesia. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol. 9 No. 3.
pp.: 194-201.
p.15

Neptune, Lueandra and Jacque, Andrew. 2006.Competitiveness of Cocoa Production Systems


in Trinidad and Tobago. CAES 26th West Indies Agricultural Economic Conference,
Puerto Rico. July 2006. pp.: 50-58.
Nugroho, Nurtamtomo Hadi. 2008. Analisis Daya Saing Biji Kakao Indonesia di Pasar Dunia.
J-SEP Vol. 2 No. 3. November 2008. pp.: 72-85.
Offstein, E., Harrell-Cook, G. and Tootoonchi, A. 2007. Executive Discretion as a Driver of
Firm Competitiveness. Advances in Competitiveness Research. Vol. 15 No 1/2. pp.: 1-14.
Oral, M. 1993. A Methodology for Competitiveness Analysis and Strategy Formulation in
Glass Industry. European Journal of Operational Research, Vol. 66 No. 14. pp.: 1-14.
Pearson, S.R. Gotsch, C. dan Bahri, S. 2004. Applications of the Policy Analysis Matrix in
Indonesia Agriculture. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Porter, ME. 2001. Competitive Advantage. Edisi Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT Indeks
Kelompok Gramedia, 2001), Edisi 4. pp: 12-14
Rante, Yohanis. 2013. Strategi Pengembangan Tanaman Kedelai untuk Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat di Kabupaten Keerom Provinsi Papua. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan.Vol. 15 No. 1. pp.:75-88.
Ratna, Purwati.,Ribut Santosa, dan Didik Wahyudi. 2013. Daya Saing Kedelai di Kecamatan
Ganding Kabupaten Sumenep. Jurnal CEMARA. Vol. 10 No. 1. pp.: 18-35.
Rifin, Amzul. 2013. Competitiveness of Indonesia’s Cocoa Beans Export in TheWorld Market.
International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 4 No. 5, October 2013. pp.:
279-281.
Rubiyo dan Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao (Theobroma
cacao L.) di Indonesia. Buletin RISTRI. Vol. 3 (1). Tahun 2012. pp.: 33-48.
Safuan, La Ode.,Aminuddin Mane Kandari, dan Muhamad Natsir. 2013. Evaluasi Kesesuaian
Lahan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Berdasarkan Analisis Data Iklim
Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. JURNAL AGROTEKNOS. Juli 2013.
Vol. 3 No. 2. pp.: 80-85.
Simatupang, P. 1991. The Conception of Domestic Resource Cost and Net Economic Benefit
for Comparative Advantage Analysis, Agribusiness Division. Working Paper No. 2/91,
Centre for Agro-Socioeconomic Research. Bogor.
Sudaryanto, T dan P. Simatupang. 1993. Arah Pengembangan Agribisnis: Suatu Catatan
Kerangka Analisis dalam Prosiding Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Sudiyarto. 2006. Daya Saing Produk Agribisnis Berprespektif Pasar Global dengan Orientasi
Perilaku Konsumen. Makalah Seminar Nasional “Agribisnis Dalam Perspektif Ketahanan
Nasional Guna Memenangkan Persaingan Global” 5 Juli 2006. Pascasarjana UPN
“Veteran” Jawa Timur, Surabaya. pp: 1-10
Supriatna, Ade dan Bambang Dradjat. 2008. Kinerja Pemasaran dan Daya Saing Ekspor Kakao
Indonesia (Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Tenggara). Agrin Vol. 12 No. 2. Oktober
2008. pp.: 130-145. ISSN: 1410-0029
Yantu, M.R., Bambang Juanda, Hermanto Siregar, Isang Gonarsyah, dan Setia Hadi. 2010.
Integrasi Pasar Kakao Biji Pedesaan Sulawesi Tengah dengan Pasar Dunia. Jurnal Agro
Ekonomi, Vol. 28 No. 2 Oktober 2010. pp.:. 201-225.
Zulfiandri dan Marimin. 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Kakao Berbasis Kelompok
Tani di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Inovasi. Vol. 8. No. 1. April 2012. pp.:1-13

Anda mungkin juga menyukai