Anda di halaman 1dari 12

CATATAN LAPORAN KASUS ANESTESI

BASIC
1. Membran arachnoid tidak hanya berfungsi sebagai penyimpanan pasif dari cairan
serebrospinal namun proses secara aktif dan agen transport untuk berpindah dari
meninges
2. Enzim metabolik diekspresikan di arachnoid yang akan berefek pada agen (mis:
epinefrin) dan neurotransmitter penting untuk spinal anestesia (asetilkolin). Zat
transport aktif melewati membran arachnoid muncul di area dari ikatan akar saraf.
3. Struktur lamellar dari arachnoid mudah dipisahkan antara membran arachnoid
dengan dura selama puncture spinal.
4. Variasi individual di volume LCS lumbosakral dan distribusi berdasarkan volume
dapat berefek pada spinal anestesia.
5. Target dari spinal anestesia merupakan spinal nerve roots dan korda spinalis. Pada
volume spinal, variabilitas individu pada anatomi spinal nerve roots dapat
menjelaskan variabilitas spinal anestesia.
6. Anatomi yang menarik dari dorsal nerve roots relatif berukuran besar
dibandingkan dengan ventral. Walaupun dorsal nerve root yang lebih besar tidak
mudah dilalui anestesi lokal, pembagian dorsal root menjadi kumpulan komponen
yang menghasilkan area yang lebih besar untuk dapat dipengaruhi anestesi lokal
daripada nerve root ventral yang kecil dan tunggal. Menjelaskan terjadinya blok
sensorik relatif lebih mudah dibandingkan blok motorik.
7. Perioperatif dengan sedikit hipotermia berhubungan dengan peningkatan
insidensi iskemia miokardial, morbiditas kardiak, infeksi luka, kehilangan darah, dan
membutuhkan transfusi.
8. Anestesi umum dan anestesi regional menurunkan homeostatis suhu beberapa
derajat yang hampir sama.
9. 3 mekanisme yang menyebabkan hipotermia inti :
a) Terjadi redistribusi dari panas sentral ke perifer oleh karena vasodilatasi dari
blok simpatis. Efek ini maksimal selama 30-60 menit, menyebabkan
penurunan suhu inti sekitar 1-2°C, dan tergantung dari perpanjangan blok
sensorik dan usia pasien.
b) Kehilangan termoregulasi dengan karakteristik menurunkan ambang
shivering dan vasokonstriksi selama spinal anestesia. Toleransi abnormal ini
terhadap hipotermia muncul karena terjadi peningkatan suhu yang subjektif
melebihi peningkatan suhu di permukaan yang actual dari simpatektomi.
Efek berlebihan ini proposional dengan pemanjangan blok sensorik dan blok
simpatis dan penurunan ambang shivering dan vasokontriksi. Kemudian
hipotermia dapat muncul selama spinal anestesia tanpa persepsi dingin.
c) Kehilangan regulasi vasokonstriksi di bawah level simpatis blok, peningkatan
kehilangan panas karena vasodilatasi. Spinal anestesia dapat diprediksi
menyebabkan hipotermia inti selama 30-60 menit, dan pasien dapat di
monitoring dan aktif dihangatkan jika diperlukan.
10. Efek samping yang paling sering pada spinal anestesia adalah hipotensi dan
bradikardia.
11. Efek kardiovaskular tipikal termasuk penurunan tekanan darah arteri dan
tekanan vena sentral dengan penurunan sedikit di denyut jantung, stroke volume,
atau cardiac output.
12. Memelihara cardiac output selama spinal anestesia dapat mencukupi oxygen
delivery ke organ vital seperti otak, ditunjukkan dengan tidak berubahnya oksigen
saturasi.
13. Hipotensi yang muncul karena penurunan vascular resistance sistemik dan
tekanan vena sentral dari blok simpatis dengan vasodilatasi dan redistribusi volume
sentral darah ke ekstremitas bawah dan splanchnic beds.
14. Bradikardi yang seketika dapat muncul dari perpindahan balans autonomic
cardiac melalui sistem parasimpatis, sebagai bukti pada analisis variabilitas denyut
jantung, dari aktivasi mekanoreseptor dari penurunan volume ventikuler kiri yang
tiba-tiba (Bezold Jarisch reflex), atau dari peningkatan aktivitas barorefleks.

KASUS
1. Nadi dan RR meningkat bisa disebabkan karena kompensasi dari TD yang
menurun, dimana TD pada pasien terlihat rendah pada diastoliknya, ini bisa
disebabkan karena kehilangan cairan atau juga bisa karena kehilangan darah yang
cukup banyak.
2. GCS 15, pasien termasuk ke dalam kategori sadar sepenuhnya. VAS(Visual analog
scale) 1-2 menandakan tingkat nyeri pasien termasuk ringan, ini bisa disebabkan
karena kerusakan sudah sangat dalam dan merusak reseptor nyerinya sehingga tidak
tersensitisasi adanya rasa nyeri.
3. RIC = ruang intercostal
4. NL = nyeri lepas
5. Vertebrae normal, bisa indikasi untuk dilakukannya anestesi regional blok spinal
pada pasien
6. Crush injury = keadaan tulang, jaringan lunak, struktur vaskular dan persarafan
hancur shg tidak mungkin menunjang kehidupan ekstremitas lagi
7. Lab semua DBN kecuali eritrosit, hb dan trombosit yang turun. Eritrosit dan hb
turun bisa disebabkan karena kehilang darah akibat kecelakaan - crush injury yang
diderita, begitu pula dengan trombositnya menurun karena bekerja lebih banyak
dalam kompensasi membekukan darah yang hilang.
8. ASA 2 = pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan-sedang
(pada pasien karena anemia/kehilangan darahnya)
9. Perencanaan pembiusan :
a) Preoperatif :
i. Informed consent menjelaskan semua prosedur pelaksanaan, indikasi,
kontraindikasi, komplokasi, efek samping dan kelebihan/kesuksesan
operasi
ii. Pemasangan infus dg jarum 18G (dewasa - hijau) dengan 10 tetes per
menit makrodrip
iii. Memberikan premedikasi berupa ranitidine dan metochlorpramide
untuk mengurangi sekresi dan volume lambung untuk mencegah
terjadinya aspirasi serta melakukan puasa makanan padat 8 jam dan
minuman bening 3 jam sebelum operasi untuk membantu pengosongan
lambung dan mengurangi produksi asam lambung
iv. PRC diberikan pada pasien kadar hb 7-10g/dl bila ditemukan
hipoksia/hipoksemia yang bermakna secara klinis dan lab, sedangkan
WB diberikan pada keadaan perdarahan akut/masif yang disertai
hipovolemia
b) Intraoperatif :
i. RA SAB = anestesi regional, subarachnoid blok/spinal blok. Dilakukan
dengan menyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid
melalui tindakan punksi lumbal. Indikasi pelaksanaan ini biasanya untuk
operasi pada tubuh bagian bawah seperti abdominal bawah, inguinal,
anorektal, genitalia eksterna dan ekstremitas inferior
ii. Titik puncture L4-5 karena lebih dekat ke ekstremitas bawah
iii. Agen bupivacaine 0,5% hiperbarik sebagai obat anestesi lokal untuk
menghambat konduksi saraf perifer. Bupivacaine merupakan obat
golongan amida yang memiliki potensi tinggi (3-4x dari lidocaine), onset
kerjanya 5-10 menit, mula kerja lambat, lama kerja 4-8 jam (2-5x dari
lidocaine), dan tingkat toksisitas obat rendah serta sifat hambatan
sensorisnya lebih dominan dibanding hambatan motorik. Dosis yang
digunakan untuk blok spinal berkisar 0,5%-0,75%. Diberikan yang tipe
hiperbarik artinya penyebaran obat searah gravitasi, sehingga dapat
menyebar ke bagian tubuh bagian inferior
iv. Fentanyl diberikan sebagai obat opioid yang menimbulkan efek
analgesia anestesia yang lebih kuat dengan efek depresi napas lebih
ringan. Dosis anestesi intraoperatif 2-50 mcg/kg IV
v. Spinal blok gagal, dikonversi menjadi anestesi umum dengan laryngeal
mask airway no 3 (karena BB pasien 50kg, indikasi ukuran untuk anak &
dewasa dengan BB 30-50kg dan max volume cuff 20ml).
vi. Dengan maintenance obat anestesi umum inhalasi yaitu sevofluran
(cairan), N2O (analgesia lemah shg harus dikombinasi dengan obat lain)
dan O2 (gas) dengan perbandingan 1%:1:1 (pasien berisiko tinggi) yang
memiliki khasiat hipnotik, analgetik dan relaksasi otot
c) Post operatif :
i. Dibawa ke high unit care untuk dipantau/dimonitor hemodinamiknya
dan untuk dimonitor apakah terjadi hipotermia pasca operasi yang
disebabkan oleh suhu ruangan operasi dan efek obat anestesinya
ii. Analgetik fentanyl dalam kristaloid diberikan untuk mengatasi rasa nyeri
saat pasien bangun ataupun untuk mencegah hipotermia karena obat
ini bekerja menempel pada reseptor opioid pada cornu posterior
iii. Antiemetik ondansentron diberikan untuk mengatasi atau mengurangi
kejadian mual muntah pasca bedah
10. Barbotage = tindakan menyuntikkan sebagian zat anestesi lokal ke dalam cairan
serebrospinal, kemudian dilakukan aspirasi bersama cairan serebrospinal dan
penyuntikan kembali zat anestesi lokal yang telah bercampur dengan cairan
serebrospinal.

CLINICAL
1. Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal yang
menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal
atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5 untuk
menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat keberhasilan yang tinggi.
2. Kontraindikasi anestesi spinal :
a) Absolut :
i. pasien menolak,
ii. infeksi di daerah penusukan,
iii. koagulopati,
iv. hipovolemi berat,
v. peningkatan tekanan intrakranial,
vi. stenosis aorta berat dan stenosis mitral berat.
b) relatif :
i. pasien tidak kooperatif,
ii. sepsis,
iii. kelainan neuropati seperti penyakit demielinisasi sistem syaraf pusat,
lesi pada katup jantung serta kelainan bentuk anatomi spinal yang
berat.
3. Keuntungan :
a) Tidak berdampak buruk bagi sistem pernapasan
b) Lebih sedikit risiko terkena infeksi dada setelah operasi
c) Lebih sedikit risiko mengalami kebingungan setelah operasi, terutama pada
pasien lanjut usia
d) Dapat makan dan minum lebih cepat setelah operasi
e) Daerah yang teranestesia terbatas pada bagian tubuh yang dikendalikan
saraf tertentu sehingga bagian tubuh yang lain tidak terpengaruh oleh
anestesi,
f) Berkurangnya kejadian mual dan muntah pascaoperasi,
g) Masa pemulihan yang cepat, serta
h) Penatalaksanaan nyeri pascaoperasi dengan durasi lebih lama tanpa
pemberian analgetik opioid.
4. Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik.
a) golongan amino ester: mudah dihidrolisis dalam hepar dan oleh plasma
esterase, mula kerja lambat, lama kerja pendek dan hanya sedikit
menembus jaringan. procaine, chloroprocaine dan tetracaine.
b) golongan amino amida : mudah menjadi tidak aktif oleh hepatic amidase,
mula kerja cepat, lama kerja lebih lama dan lebih banyak menembus
jaringan. lidocaine, mepivacaine, bupivacaine dan etidocaine.
5. Komplikasi :
a) Hipotensi : disebabkan oleh blokade saraf simpatis preganglionik yang
menyebabkan vasodilatasi yang terjadi di arteri, arteriola, vena dan venula
sehingga mengakibatkan penurunan tahanan pembuluh darah perifer.
Preload dari kristaloid/koloid dapat mengurangi hipotensi karena
peningkatan volume sirkulasi dapat mencegah/mengurangi terjadinya
hipovolemi relative oleh blok simpatis pada anestesi spinal.
b) Hipotermia : karena adanya sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi
panas oleh metabolisme berkurang.
c) Mual muntah : karena adanya aktifitas parasimpatis yang menyebabkan
peningkatan peristaltik usus dan tarikan nervus serta pleksus N vagus.
d) Blokade spinal tinggi : sampai ke servikal karena suatu obat anestesi lokal.
Gejalanya bisa sesak napas, mual muntah, gelisah, precordial discomfort,
penurunan kesadaran sampai hipotensi berat.
6. Terapi :
a) Pengaturan posisi pasien :
i. Dengan posisi trendelenburg dimana posisi kepala lebih rendah
daripada kaki namun jangan dilakukan pada 15 menit pertama
pemberian obat anestesi spinal karena bahaya obat hiperbarik
menyebar ke cephalad.
ii. Lebih baik posisi kepala tetap datar dan tempat tidur difleksikan agar
kaki terangkat lebih tinggi dibanding kepala sehingga aliran balik vena
meningkat dan menghambat penyebaran blok simpatis lebih lanjut.
b) Pemberian oksigen : untuk meningkatkan kandungan oksigen dalam arteri
sehingga mencegah terjadinya hipoksia dan mual muntah.
c) Pemberian cairan intravena : untuk mengatasi hipotensi, untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan meningkatkan curah jantung.
7. Laringeal Mask Airway :
a) Definisi :
i. Alat bantu untuk memberikan aliran ventilasi tekanan positif.
ii. Alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan menjamin
tertutupnya bagian dalam laryng untuk ventilasi spontan dan
memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cmH2O) tekanan
positif.
b) Jenis LMA :
i. LMA klasik (cLMA) :
Suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang dapat
digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk
ventilasi facemask maupun intubasi ET.
ii. LMA flexible :
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway
tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya
meningkat yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang
bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada
pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT.
iii. LMA proseal :
Dengan akses lambung dapat medekomprasi lambung seketika LMA
dipasang. LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk jalan nafas
dan lebih cocok untuk ventilasi tekanan positif.
iv. LMA fast track :
terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung (diameter internal
13 mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff,
dan suatu batang pengangkat epiglottis. Laryngeal mask yang dirancang
khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal.
v. LMA Unique :
Alat jalan nafas yang baik dengan sekali pemakaian dan digunakan
untuk indikasi yang sama seperti LMA klasik. Dapat digunakan untuk
berbagai macam aplikasi rutin mulai dari anestesi umum, penggunaan
darurat atau sebagai suatu alat resusitasi.
c) Indikasi :
i. Alternatif face mask dan intubasi endotrakheal untuk penanganan jalan
nafas sulit.
ii. Penanganan airway selama anastesi umum pada : rutin ataupun
emergency, radioterapi, CT-Scan/MRI, resusitasi luka bakar, ESWL,
adenotonsilektomi, bronkoskopi dengan fiberoptik fleksibel, resusitasi
neonatal.
iii. Situasi jalan nafas sulit: terencana, penyelamatan jalan nafas,
membantu intubasi endotrakeal.
d) Kontraindikasi :
i. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa).
ii. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya
artitis rematoid yang berat atau ankilosing spondilitis), menyebabkan
memasukkan LMA lebih jauh ke hipofaring sulit.
iii. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar.
iv. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya.
v. Kelainan pada orofaring (misalnya hematoma, dan kerusakan jaringan).
vi. Ventilasi satu paru.
e) Ukuran :
i. Nomer 1 : untuk pasien neonates dibawah 5 kg dengan maksimum
volume cuff 4 ml.
ii. Nomer 1,5 : untuk pasien infants yang memiliki berat badan 5-10 kg
dengan maksimum volume cuff sebanyak 7 ml.
iii. Nomer 2 : untuk infants atau anak-anak yang memiliki berat badan 10-
20 kg dengan maksimum volume cuff sebanyak 10 ml.
iv. Nomer 2,5 : untuk anak-anak yang memiliki berat badan 20-30 kg
dengan maksimum volume cuff sebanyak 14 ml.
v. Nomer 3 : untuk anak-anak atau dewasa yang memiliki berat badan 30-
50 kg dengan maksimum volume cuff sebanyak 20 ml.
vi. Nomer 4 : untuk dewasa yang memiliki berat badan 50-70 kg dengan
maksimum volume cuff sebanyak 30 ml.
vii. Nomer 5 : untuk dewasa yang memiliki berat badan 70-100 kg dengan
maksimum volume cuff sebanyak 40 ml.
f) Teknik pemasangan:
Insersi LMA, dengan cara yang mirip balon LMA yang belum terkembang
dilekatkan menyusuri langit-langit dengan jari telunjuk menekan LMA menyusuri
sepanjang langit-langit keras dan langit-langit lunak terus sampai ke
hipopharyng.
i. teknik klasik/standard (digital Brain’s original techniques),
ii. inverted/reserve/rotation approach,
iii. lateral approach (inflated atau defated cuff),
iv. teknik 180o,
v. teknik Thumb, dan
vi. teknik jaw thrust.
CATATAN TAMBAHAN DR. LUNDU :
1. Spinal anestesi -> tensi akan turun (hipotensi) karena vasodilatasi -> selanjutnya
harus diberikan efedrin/ fenilefrin (vasopressor)
2. Koass laporan ke dokter konsulen semua data pasien : misal, selamat sore dokter,
saya blablabla koas anestesi blablabla, izin dok melaporkan pasien emergensi/bukan,
nama, umur, jenis kelamin, diagnosis, rencana operasi, dokter bedah orthopedi
blabla, harus langsung naik/harus saya visite, terimakasih dokter
3. Visite pasien : perkenalan pada pasien, saya koass qara, diutus oleh dr. Lundu
anestesi, saya ingin bertanya mengenai beberapa pertanyaan terkait gejala/keluhan
yg dikeluhkan pasien (anamnesis: KU, RPS kalau ada nyeri tanyakan sebabnya, kapan
terjadi, nyeri dibagian mana saja, skala nyerinya, bisa mobilisasi atau tidak, nyeri
hilang timbul tidak, kalau perburukan saat gimana, kalau mereda saat gimana,
tanyakan ada trauma di tempat lain tidak, RPD cari komorbiditasnya, RPK apakah ada
riwayat keluarga pasien saat dibius langsung demam dan dimasukan ke ICU
(penyakit keturunan -> hipertemia malignan))
4. Ada tanda2 tekanan intrakranial meningkat atau tidak (nyeri kepala, mual muntah)
5. Pemeriksaan fisik : TTV, kepala (jalan napas), head to toe
6. Pemeriksaan penunjang: laboratorium (darah lengkap, fungsi ginjal, waktu
perdarahan), albumin diperiksa utk ditakutkan malnutrisi atau bisa karena untuk
pertahankan cairan agar tertarik kembali ke dalam darah shg ttp dalam ruang
interstitial (fungsi osmotik, bila ada gangguan cairan) atau hanya untuk pasien syok
hipovolemik, ureum dan kreatinin diperiksa untuk lihat apa ada gangguan ginjal
karena untuk melihat cairan masuk = cairan keluar, ekg
7. Pasien harus dipuasakan, karena ditakutkan mual muntah atau
aspirasi/regurgitasi, bisa premedikasi diberi ranitidine/metachlorpramide
8. Max dosis bupivacaine w/o epinefrin 2,5 mg/kgbb, w/ epinefrin 3 mg/kgbb

Kasus pasien 50kg x 2,5 mg/kg = 125 mg/kgbb (w/o epi), 50kg x 3 mg/kg = 150
mg/kgbb

9. Tetracaine (gol. Ester) untuk tetes mata = pantocaine


10. Yang di blok itu dibagian neurositnya, diselubung mielinnya (pleksus brakhialis)
11. Perdarahan paling banyak tersembunyi ada di abdomen (hati, limpa), pelvis,
femur, organ2 berongga, thorax
12. Debridement (membersihkan luka dan membuang jaringan mati) pada luka robek
besar dan kotor. surgical debridement, the wound should be adequately irrigated
with copious amounts of saline, povidone-iodine (Betadine) and hydrogen peroxide. 
13. Profilaksis tetanus

Anda mungkin juga menyukai