Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA


SMPN 24 SEMARANG PADA SUB POKOK BAHASAN
GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB)

Unik Setyorini, Sukiswo Supeni Edi, Bambang Subali

Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang

e-mail: unique_cute69@yahoo.co.id

Abstrak
Materi gerak lurus berubah beraturan merupakan materi yang bersifat nyata dapat
dijumpai dilingkungan sekitar. Pembelajaran konsep tersebut kurang memanfaatkan
alat peraga dan permasalahan yang ada dalam alam sekitar, sehingga kemampuan
berpikir kritis siswa rendah dan tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk
menemukan pengetahuan baru. Model Problem Based Learning mengajak siswa agar
mampu melatih kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka tujuan penelitian ini untuk
mengetahui penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada sub pokok
bahasan gerak lurus berubah beraturan yang dapat meningkatkan kempuan berpikir
kritis siswa. Pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling. Data
penelitian berupa kemampuan berpikir kritis siswa diambil dengan teknik tes dan
praktikum, dengan tes diperoleh hasil 75% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis
dan 7,5% memiliki kemampuan sangat kritis. Sedangkan pada praktikum diperoleh
hasil sebesar 82,5%. Aspek psikomotorik memiliki rerata 82,75 dalam kategori sangat
aktif kemudian untuk aspek afektif nilai rerata sebesar 73,38 yang termasuk dalam
kategori baik. Simpulan penelitian ini yaitu model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada sub pokok
bahasan gerak lurus berubah beraturan.

Kata kunci: Berpikir Kritis, Model Pembelajaran, Problem Based Learning

PENDAHULUAN
Proses pembelajaran selama ini juga menghendaki pembelajaran tidak
masih didominasi oleh guru sehingga belum hanya mempelajari tentang konsep, teori
memberikan kesempatan bagi siswa untuk dan fakta tetapi juga aplikasi dalam
berkembang secara mandiri melalui kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran
penemuan dan proses berpikir. Cara guru tidak hanya tersusun atas hal-hal
mengajar yang hanya satu arah (teacher sederhana yang bersifat hafalan dan
centered) menyebabkan penumpukan pemahaman, tetapi juga tersusun atas
informasi atau konsep saja yang kurang materi kompleks yang memerlukan analisis,
bermanfaat bagi siswa. Guru selalu aplikasi dan sintesis.
menuntut siswa untuk belajar, tetapi tidak Fisika adalah bagian dari sains (IPA),
mengajarkan bagaimana siswa seharusnya pada hakikatnya IPA sebagai kumpulan
belajar dan menyelesaikan masalah. pengetahuan dapat berupa fakta, konsep,
Berlakunya KTSP menuntut perubahan prinsip, hukum, teori, dan model yang biasa
paradigma pembelajaran, salah satunya disebut produk selain itu yang paling
adalah pembelajaran yang berpusat pada penting dalam IPA adalah proses dalam
guru beralih pada siswa (student centered). pembelajaran. Selain memberikan bekal
Menurut Trianto (2007) pembelajaran ilmu kepada siswa, mata pelajaran fisika
dalam konteks KTSP berbasis kompetensi merupakan wahana untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir dan memecahkan menerima informasi pasif menjadi aktif
masalah dalam kehidupan sehari-hari. (student centered). Model ini
Pada kenyataannya secara umum memungkinkan siswa untuk memperoleh
guru sains fisika cenderung menggunakan pengetahuan baru dalam pemecahan
metode ceramah. Guru sains fisika masalah. Dalam Problem Based Learning,
cenderung menggunakan metode tersebut sikap siswa seperti pemecahan masalah,
disebabkan keterbatasan waktu, mengejar berpikir, bekerja kelompok, komunikasi dan
materi dan sarana prasarana yang kurang informasi berkembang secara positif (Orhan
memadai. Pembelajaran yang kurang Akinoglu 2007).
melibatkan siswa secara aktif Berdasarkan penelitian Orhan
menyebabkan kurang seimbangnya Akinoglu (2007), Problem Based Learning
kemampuan kognitif, afektif dan lebih mempengaruhi prestasi belajar siswa
psikomotorik siswa. Sebagian besar dari dibandingkan dengan model pembelajaran
siswa juga tidak mampu memghubungkan tradisional yang mana telah diterapkan di
antara apa yang dipelajari dengan sekolah. Selain itu, penelitian lain
bagaimana pengetahuan tersebut akan menyebutkan bahwa Problem Based Active
dimanfaatkan atau dipergunakan. Tentu Learning lebih efektif dibandingkan dengan
saja hal tersebut cenderung membuat model klasik yang berbasis penemuan.
siswa terbiasa menggunakan sebagian Dalam Problem Based Learning tampak
kecil saja dari potensi atau kemampuan bahwa banyak siswa yang menyukai model
pikirnya dan menjadikan siswa malas untuk ini. Hal ini disebabkan model Problem
berpikir serta terbiasa malas berpikir Based Learning dapat meningkatkan
mandiri. kemampuan memecahkan masalah dan
Untuk memecahkan masalah bekerja sama dalam satu kelompok.
pembelajaran yang tersebut perlu dilakukan Berdasarkan latar belakang di atas,
upaya antara lain berupa perbaikan strategi maka masalah yang dikaji dalam penelitian
pembelajaran yaitu model pembelajaran ini adalah apakah penerapan model
yang diharapkan mempermudah siswa Problem Based Learning dapat
dalam berpikir kritis dan ketrampilan meningkatkan kemampuan berpikir kritis
memecahkan masalah sehingga tercapai siswa pada sub pokok bahasan Gerak
hasil yang lebih maksimal. Salah satu Lurus Berubah Beraturan?
model pembelajaran fisika yang digunakan Tujuan penelitian ini adalah untuk
adalah pembelajaran berbasis masalah. mengetahui peningkatan kemampuan
Problem Based Learning (PBL) berpikir kritis siswa ada sub pokok
merupakan suatu pendekatan bahasan Gerak Lurus Berubah Beraturan.
pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi METODE
siswa untuk belajar tentang cara berpikir Penelitian ini menggunakan
kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, rancangan True Experimental Design.
serta untuk memperoleh pengetahuan dan Pengambilan sampel secara simple random
konsep yang esensial dari materi kuliah sampling. Kelas VIID sebagai kelas
atau materi pelajaran. Guru dalam eksperimen dan kelas VIIE sebagai kelas
pembelajaran berbasis masalah berperan kontrol. Variabel dalam penelitian meliputi
dalam menyajikan masalah, memberikan model pembelajaran Problem Based
pertanyaan, mengadakan dialog, Learning (PBL) sebagai variabel bebas dan
membantu menemukan masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa sebagai
memberi fasilitas penelitian. Selain itu guru variabel terikat.
juga menyiapkan dukungan dan dorongan Desain penelitian pre test-post test
yang dapat meningkatkan pertumbuhan group dengan pola:
inquiri dan intelektual siswa (Sudarman
2007). E O1 X1 O2
Çuhadaroğlu et al. dalam Orhan
Akinoglu (2007), model Problem Based K O3 X2 O4
Learning dapat mengubah siswa dari
X1 = Pembelajaran yang menggunakan pengumpulan data meliputi: data nama dan
model DI dengan metode ceramah nilai semester satu siswa diperoleh dengan
X2 = Pembelajaran yang menggunakan metode dokumentasi; kemampuan berpikir
model Problem Based Learning kritis diukur dengan teknik tes dan
(PBL) praktikum; afektif dan psikomotorik siswa.
O1 = Pre test kelompok kontrol Model pembelajaran Problem Based
O2 = Post test kelompok kontrol Learning dikatakan efektif jika 85% siswa
O3 = Pre test kelompok eksperimen minimal cukup aktif; dan 85% tuntas belajar
O4 = Post test kelompok eksperimen (> 60).
E = kelompok eksperimen (pembelajaran
menggunakan model Problem Based HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Learning (PBL) Hasil penelitian berupa kemampuan
K = kelompok kontrol (pembelajaran berpikir kritis, aspek afektif dan aspek
menggunakan model DI dengan psikomotorik dalam pembelajaran yang
metode ceramah menggunakan model Problem Based
Learning disajikan pada tabel-tabel di
Prosedur penelitian meliputi bawah ini.
persiapan dan pelaksanaan. Metode

Tabel 1.1 Kemampuan berpikir kritis


Pre test Post test
Komponen
Kontrol Ekspe rimen Kontrol Eksperimen

Banyak siswa 40 40 40 40
Rerata 47 47,7 61,9 70,3
Uji gain 0 0 0, 28 0, 43
% Ketuntasan belajar 0 0 67,5 92,5
Jumlah siswa yang tidak 0
0 13 3
tuntas belajar
KKM > 60 > 60 > 60 > 60

Analisis tiap aspek kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
dilihat pada Grafik 1.1.

Penilaian Post Test Aspek Berpikir Kritis Berdasarkan hasil uji-t diperoleh
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
120 nilai thitung sebesar 4,86 dan ttabel sebesar
100 95,625 1,994. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
92,5
84,38 kemampuan berpikir kritis siswa dari kelas
80 73,13
Prosentase %

64,38 58,13 54,375


eksperimen dan kelas kontrol meningkat,
60
59,375 53,75 sebab thitung>ttabel. Selain itu, hasil uji gain (g)
40 75 48,75 diperoleh nilai untuk kelas eksperimen
55
20 sebesar 0,43 tergolong sedang, sedangkan
56,875 53,13 82,5 68,75 55,63 50,63 47,5 91,875
0 untuk kelas kontrol diperoleh nilai sebesar
1 2 3 4 5 6 7 8
0,28 tergolong rendah.
Keterangan:
Aspek Berpikir Kritis Hasil kemampuan berpikir kritis
1 : Menganalisis 5 : Mengasumsi siswa mengalami peningkatan secara
2 : Fokus 6 : Mereview signifikan antara kelas eksperimen yang
3 : Mengamati 7 : Kesimpulan
4 : Menghipotesis 8 : Merefleksikan menggunakan model PBL dan kelas kontrol
Soal 1 (Eksperimen) Soal 2 (Eksperimen) yang menerapkan model DI dengan metode
Soal 1 (Kontrol) Soal 2 (Kontrol) ceramah. Meningkatnya kemampuan
berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen
Grafik1. 1 Kemampuan berpikir kritis siswa
dikarenakan perubahan model
pembelajaran yang mencakup kegiatan ada didunia nyata (Smith dalam Yuan
untuk melatih kemampuan berpikir kritis 2008). Selain itu berdasarkan pendapat
siswa. Model pembelajaran PBL mengajak Curry dalam Sungur (2006) mengatakan
siswa secara langsung aktif terlibat dalam bahwa model PBL dapat menimbulkan
proses pembelajaran. Sebab dalam model kemampuan berpikir kritis dan pengetahuan
PBL terdapat 8 langkah yang dapat baru yang berguna untuk jangka panjang.
mengajak siswa untuk turut aktif dalam Proses Pembelajaran PBL ditandai
proses pembelajaran. Keaktifan siswa dengan adanya masalah (dapat
dalam proses pembelajaran dapat melatih dimunculkan oleh siswa maupun guru),
kemampuan berpikir kritis siswa. kemudian siswa memperdalam
Sedangkan pada kelas kontrol pengetahuannya tentang apa yang
menggunakan model DI dengan metode diketahui dan bagaimana untuk
ceramah dimana model tersebut sering memecahkan masalah secara berkelompok
diterapkan pada saat pembelajaran agar saling membantu sehingga mampu
berlangsung. Dalam model DI ini siswa berkolaborasi dalam memecahkan
hanya mendengarkan penjelasan dari guru, masalah. Melalui PBL dengan anggota
sehingga siswa bersifat pasif dalam kelompok yang heterogen memungkinkan
pembelajaran. Maka siswa dalam belajar siswa untuk saling bertukar pikiran,
hanya bersifat ingatan saja tidak dapat bekerjasama untuk memecahkan masalah
mengaplikasikan konsep dalam dunia yang pada akhirnya dapat meningkatkan
nyata. Sedangkan keaktifan siswa itu kemampuan berpikir kritis. Dengan
sangat diperlukan dalam proses demikian penerapan PBL juga membantu
pembelajaran, tetapi dalam model DI siswa dalam meningkatkan kemampuan
keaktifan siswa tidak tampak karena berpikir kritis. Berbeda halnya pada model
pemebelajaran berpusat pada hal ini yang DI siswa tidak diberikan masalah, tetapi
menyebabkan kemampuan berpikir kritis siswa hanya diberi penjelasan saja
siswa pada kelas kontrol mendapatkan sedangkan siswa hanya menulis saja apa
hasil yang lebih rendah dibandingkan kelas yang dikatakan oleh guru maka siswa
eksperimen. Hal ini sesuai dengan hanya mendapatkan pengetahuan yang
pendapat Sudarman (2007) bahwa suatu kurang mengembangkan kemampuan
pendekatan pembelajaran yang berpikir kritis siswa. Hal ini sesuai dengan
menggunakan masalah dunia nyata pendapat dari Senocak dalam Akinoglu
sebagai konteks bagi siswa untuk belajar (2007) mengatakan bahwa model PBL lebih
tentang berpikir kritis dan ketrampilan efektif apabila dibandingkan model
pemecahan masalah, serta untuk tradisional sebab model PBL lebih
memperoleh pengetahuan dan konsep menerapkan pembelajaran konsep, proses
yang esensial dari materi kuliah atau materi dan pemecahan masalah dalam dunia bagi
pelajaran. Hal senada dikemukakan oleh siswa.
Morales-Mann dan Kaitell dalam Yuan Pada dasarnya siswa mempunyai
(2008) bahwa manfaat penggunaan PBL potensi kemampuan berpikir kritis. Potensi
dapat meningkatkan pembelajaran otonomi, tersebut lebih baik dilatih sejak dini melalui
berpikir kritis, pemecahan masalah dan pembelajaran yang mengaharuskan
keahlian dalam berkomunikasi. Selanjutnya siswanya aktif dan sangat disayangkan jika
dikemukakan bahwa pembelajaran yang tidak dapat dikembangkan dengan baik.
dapat meningkatkan kemampuan berpikir Dengan demikian, penerapan model PBL
kritis yaitu PBL. Model Pembelajaran pada sub pokok bahasan GLBB dapat
Berbasis Masalah merupakan salah satu melatih kemampuan berpikir kritis siswa.
pendekatan yang menantang siswa untuk Hal ini dapat terlihat dari hasil penilaian
mencari solusi suatu masalah dari dunia kemampuan berpikir kritis siswa yang
nyata yang dapat diselesaikan secara semakin meningkat.
berkelompok. PBL mengarahkan siswa
untuk belajar mandiri sehingga dapat
mengembangkan keterampilan berpikir
kritis dan dapat menganalisis masalah yang
Penilaian Aspek Afektif Kelas Eksperimen dan akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan
Kelas Kontrol
hasil belajar. Maka dengan hal tersebut
100 semua aspek tersebut dapat diamati ketika
Prosentase %

90,6 88,13
86,25 82,5 78,1 pembelajaran berlangsung, dimana dalam
100
80 55 pembelajaran menggunakan model PBL.
37,5
60
33,1 29,1 Model PBL tersebut memiliki ciri-ciri bahwa
40
20 sebelum pembelajaran dimulai, siswa
0 sudah dalam keadaan siap untuk belajar.
1 2 3 4 5 Siswa dikelompokkan menjadi beberapa
Aspek Afektif kelompok kecil pada saat pembelajaran
Afektif (Eksperimen)
berlangsung. Dengan kelompok-kelompok
kecil dimaksudkan agar semua siswa dapat
Afektif (Kontrol)
bekerja sama, saling bertukar pendapat
(bertanya, berpendapat), dan dapat
menghargai pendapat orang lain, sampai
Grafik1. 2 Aspek afektif siswa dapat memutuskan kesimpulan yang
disepakati bersama. Model PBL dikaitkan
Berdasarkan hasil pengamatan dengan kehidupan nyata menarik perhatian
pada kelas eksperimen didapatkan nilai siswa, sehingga siswa termotivasi untuk
sebesar 73,38 yang tergolong baik selalu hadir dan masuk kelas sebelum guru
sedangkan untuk kelas kontrol sebesar masuk. Aspek-aspek ini menjadi indikator
62,75 tergolong baik. Pada kelas pada penilaian aspek afektif tersebut
eksperimen terdapat 8 siswa dalam dimasukkan untuk mengetahui sikap siswa
kategori sangat baik, 27 siswa termasuk terhadap pelaksanaan penerapan model
dalam kategori baik dan 5 siswa lainnya PBL pada sub pokok bahasan GLBB.
dalam kategori cukup baik. Pada kelas Berbeda halnya pada kelas kontrol yang
kontrol 18 siswa dalam kategori baik, 21 menggunakan model DI dengan metode
siswa dalam kategori cukup baik dan 1 ceramah pada saat pembelajaran siswa
siswa dalam kategori kurang baik. tidak dibagi dalam kelompok-kelompok
Sehingga pada hasil uji-t diperoleh nilai sehingga membuat siswa merasa bosan
thitung sebesar 17 dan ttabel sebesar 1,994. dalam mengikuti pembelajaran maka sikap
Hal ini menunjukkan bahwa aspek afektif ilmiah siswa kurang berkembang dengan
siswa antara kelas eksperimen meningkat baik akibatnya aspek afektif kelas kontrol
secara signifikan dibandingkan dengan mendapatkan hasil yang rendah
kelas kontrol, sebab thitung>ttabel. dibandingkan kelas eksperimen. Hal sesuai
Hasil afektif siswa setelah pendapat Walker dan Lofton dalam
diterapkan model PBL pada sub pokok Akinoglu (2007) bahwa model PBL dapat
bahasan GLBB antara kelas eksperimen meningkatkan hasil belajar dan sikap yang
dengan kelas kontrol mengalami positif dalam pembelajaran. Hal senada
peningkatan. Meningkatnya aspek afektif dikemukakan oleh Ram dalam Akinoglu
dikarenakan penciptaan lingkungan belajar (2007) bahwa PBL dapat menimbulkan
yang baru di dalam kelas melalui PBL sikap yang positif dalam pembelajaran
membangkitkan sikap yang baik bagi siswa. selain itu siswa mendapatkan pengetahuan
Adapun aspek afektif dalam penelitian ini: yang dapat digunakan untuk memecahkan
a) kehadiran siswa; b) perhatian siswa saat masalah dalam kehidupan nyata.
pembelajaran berlangsung; c) keberanian
siswa dalam mengemukakan pendapat; d)
keberanian siswa dalam bertanya; e)
menghargai pendapat orang lain. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anni (2006: 12)
bahwa dalam belajar faktor yang sangat
penting adalah tempat belajar, suasana
lingkungan dan budaya belajar masyarakat
Penilaian Aspek Psikomotorik Kelas siswa diharapkan mampu
Eksperimen dan Kelas Kontrol mengkomunikasikan hasil percobaan.
90 90 Penggunaan model PBL dalam
100 80 77,5 80 78,75
65 75 64,38 proses pembelajaran menjadi lebih aktif
80
Prosentase %

58,75
60 dan menyenangkan bagi siswa karena
40 siswa lebih mengerti tentang hal-hal yang
20 sering dialaminya dalam kehidupan sehari-
0 hari. Dengan demikian, aktivitas ilmiah
siswa dalam proses pembelajaran akan
1 2 3 4 5
berpengaruh pada pertumbuhan aspek
Aspek Psikomotorik psikomotoriknya.
Psikomotorik (Eksperimen)
Psikomotorik (Kontrol)
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
Grafik1. 3 Aspek psikomotorik model PBL dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada
Hasil psikomotorik siswa setelah pembelajaran GLBB. Hal ini dapat dilihat
diterapkan model PBL pada sub pokok bahwa 75% siswa memiliki kemampuan
bahasan GLBB antara kelas eksperimen berpikir kritis, 7,5% siswa memiliki
dengan kelas kontrol mengalami kemampuan sangat kritis, psikomotorik
peningkatan. Meningkatnya aspek siswa memiliki nilai rerata 82,75 dalam
psikomotorik erat kaitannya dengan kategori sangat aktif dan afektif siswa
keaktifan siswa ketika proses pembelajaran mempunyai nilai rerata sebesar 73,38 yang
berlangsung. Hal ini sesuai dengan termasuk dalam kategori baik. Sehingga
pendapat Sharmann dan Orth-Hampton para guru diharapkan mampu
dalam Akinoglu (2007) mengatakan bahwa memvariasikan model pembelajaran yang
PBL merupakan pembelajaran yang dapat menghindari rasa bosan dan tercipta
termasuk dalam Cooperative Learning suasana yang menyenangkan. Model
dimana siswa bekerja sama dalam Problem Based Learning dapat dijadikan
menyelesaikan masalah hal ini dapat solusi untuk meningkatkan kemampuan
menimbulkan semangat kebersamaan berpikir kritis pada sub pokok bahasan
akibatnya keaktifan siswa akan lebih GLBB. Selain itu, Guru diharapkan dapat
berkembang. Berbeda dengan kelas kontrol mencoba model PBL pada materi yang
yang menggunakan model DI dengan berbeda.
metode ceramah dalam pembelajaran
maka akan berdampak negatif dalam DAFTAR PUSTAKA
praktikum sebab siswa belum terbiasa Akinaglu O and Ruhan Ozkardes Tandogan.
dalam menyelesaikan masalah sendiri. 2007. The effects of problem based
Penilaian aspek psikomotorik siswa active learning of student’ academic
dalam penelitian ini meliputi: a) menyiapkan achievement, attitude and concept
alat percobaan; b) merangkai alat learning. Eurasia Journal of
percobaan; c) melakukan pengamatan dan Mathematics, Science & Technology
percobaan; d) membaca hasil percobaan;
Education 3(1): 71-81.
e) mengkomunikasikan hasil percobaan.
Aspek psikomotorik dalam penelitian ini
diamati pada saat praktikum GLBB, dimana Anni CT, dkk. 2006. Psikologi Belajar.
dalam praktikum menggunakan model PBL. Semarang: UNNES Press.
Dalam hal ini hanya guru memberikan
sedikit gambaran mengenai alat, kemudian Sudarman. 2007. Problem Based Learning:
siswa diminta untuk menyiapkan alat dan suatu model pembelajaran untuk
bahan dengan tepat sesuai dengan tujuan mengembangkan dan meningkatkan
pembelajaran. Untuk aspek yang terakhir,
kemampuan memecahkan masalah.
Jurnal Pendidikan Inovatif, 2/2.

Sungur Semra dan Ceren Tekkaya. 2006.


Effect of Problem Based Learning
and Traditional Instruction on Self
Regulated Learning. The Journal of
Educational Research 99(5): 316

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran


Inovatif Berorientasi Kontruktivisme.
Jakarta: Prestasi Pustaka.

Yuan et. al. 2008. Promoting Critical


Thinking Skill through Problem
Based Learning. CMU. Journal of
Soc. Sci. And Human. 2(2): 85-100.

Anda mungkin juga menyukai