Anda di halaman 1dari 5

Definisi Earnings Management Copeland (1968) dalam Utami (2005) mendefinisikan

earnings management sebagai, “some ability to increase or decrease reported net income at
will”. Ini berarti earnings management mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan
atau meminimumkan laba,

Termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen. Scott (2003) mendefinisikan
earning management sebagai sebuah tindakan yang dilakukan melalui pilihan kebijakan
akuntansi untuk memperoleh tujuan tertentu, misalnya untuk memenuhi kepentingan sendiri
atau meningkatkan nilai pasar perusahaan. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa Earning Management merupakan suatu tindakan manajemen yang dapat berupa
campur tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan dalam maksud untuk
meningkatkan kesejahteraannya secara peronel (pribadi) maupun untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Earning Management dipandang dari dua perspektif, yaitu: a. Pelaporan
keuangan : untuk mencapai ramalan laba analisis, menciptakan aliran laba yang smooth dan
bertumbuh selama waktu tertentu
b. Pengontrakan : untuk memproteksi dari konsekuensi atas peristiwa tak diharapkan ketika
kontrak sulit dipenuhi dan tak sempurna Earning Management yang terlalu banyak, dapat
menurunkan kemampuan investor menginterpretasikan laba neto sekarang, terutama jika
Earning Management tersembunyi dalam laba inti atau sebaliknya tidak diungkapkan secara
penuh. Memahami Earning Management dapat meningkatkan pemahaman tentang
kemanfaatan laba bersih, baik untuk pelaporan kepada investor maupun untuk pengontrakan.
Pada hakekatnya praktik manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi,
karena di dalam manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan
laba menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan. Perilaku manajemen laba dapat
dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory.
2. Dasar Pemahaman dalam Earnings Management Tiga hipotesis Positive Accounting
Theory (PAT) yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang
dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986 dalam Scott, 2009) adalah:
a) The Bonus Plan Hypothesis Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan
rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat
memaksimalkan jumlah

bonus yang akan diterimanya. Manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi
yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat
ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk
masa kini.
b) The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis) Hipotesis ini menyatakan
bahwa semakin dekat suatu perusahaan pada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para
manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba
perioda mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan
perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang.
c) The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis) Hipotesis ini menyatakan bahwa
perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk
menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran
yang tinggi. 3. Tujuan Earning Management Pihak manajemen melakukan Earning
Management untuk beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. B. C. D.

Penentuan bonus, jika laba sebagai basis Mencapai ekspektasi laba investor, berpengaruh
pada harga saham Penentuan kontrak utang, jika laba bersih sebagai basis IPO, informasi laba
mengawali penentuan harga saham.

4. Faktor-Faktor yang Memotivasi Manajer dalam melakukan Earning Management Beberapa


faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba (Scott: 2009), yaitu:
a)Motivasi Kontraktual Lainnya Manajemen laba adalah contoh dari motivasi kontraktual,
dimana insentif untuk manajemen laba timbul dari karakteristik skema bonus, yang
merupakan kontrak antara perusahaan dengan manajernya yang menetapkan basis
kompensasi manajerial.

b) Motivasi Kontrak Utang Jangka Panjang (Debt covenant) Manajemen laba dengan tujuan
untuk memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak utang jangka panjang. Perjanjian utang
bertujuan melindungi peminjam terhadap tindakan manajer. Pelanggaran terhadap covenant
mengakibatkan cost yang tinggi

terhadap perusahaan. Oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya
pelanggaran terhadap covenant.
c) Motivasi Politik (Political motivation) Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan
dengan publik atau perusahaan yang bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan gas
akan sangat mudah untuk diawasi, sehingg perusahaan seperti ini cenderung untuk mengelola
labanya.
d) Motivasi Perpajakan (Taxation Motivation) Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi
manajemen laba yang paling nyata. Penelitian Maydew (1997) membuktikan bahwa
penghematan pajak menjadi insentif bagi manajer (khususnya manajer yang mengalami net
operating loss pada tahun 19861991) untuk mempercepat pengakuan biaya dan menunda
pengakuan pendapatan.
e) Pergantian CEO (Chief Executive Officer) Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu
pergantian CEO. Hipotesis program bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati
pengunduran diri CEO maka tindakan yang dilakukan adalah memaksimalkan laba untuk
meningkatkan bonus mereka. Sedangkan CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan
manajemen laba untuk memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda
pemberhentian mereka.
f) Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) Nampaknya informasi akuntansi
keuangan yang dimasukkan dalam prospektus bermanfaat sebagai sumber informasi.
Terdapat kemungkinan bahwa manajer perusahaan go public akan mengelola prospektusnya
dengan harapan dapat menaikkan harga saham. 5. Pola Manajemen Laba Menurut menurut
Scott (2009), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:
a) Taking a bath
- Selama periode ada tekanan organisasional atau reorganisasi Menghapus (writeoffs) aset
demi biaya mendatang harapan

b) Income minimization
- Selama periode profitabilitas tinggi, di U.S pertimbangan pajak Sama dengan di atas hanya
kurang ekstrem

c) Income maximization – Selama laba sebagai ukuran bonus, penyimpangan dari perjanjian
kredit Penggunaan akrual

d) Income smoothing

- Selama manajer berharp kompensasi yang besarnya konstan, untuk pengontrakan

- Kompensasi efisien Meratakan laba dapat mengirimkan informasi pihak dalam


perusahaan kepada pasar tentang kekuatan laba

6. Teknik Manajemen Laba Adapun beberapa teknik dalam manajemen laba yang seringkali
dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi. Cara manajemen untuk
mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi
tingkat piutang tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tak berwujud, dan estimasi biaya garansi.
b) Mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk
mencatat suatu transaksi,contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode
depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Strategi manajemen laba dengan
pemilihan metode akuntansi dan pengaturan waktu transaksi mempengaruhi manajemen laba
dengan proksi akrual kelolaan (Rahmawati dkk., 2010).
c) Menggeser periode biaya atau pendapatan. Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini
sebagai manipulasi keputusan operasional (Fischer dan Rosenzweig: 1995). Contoh rekayasa
periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk
penelitian sampai periode akuntansi berikutnya (Daley dan Vigeland: 1993), mempercepat
atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, kerja sama dengan
vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi
berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi
sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah
tidak dipakai (Bartov: 1993).

7. Sisi “Baik” Earning Management Alasan lain untuk perkembangan manajemen laba adalah
bahwa ada “baik” sisi untuk itu. Seperti disebutkan, kita dapat mempertimbangkan sisi baik
dari manajemen laba baik dari kontraktor dan perspektif pelaporan keuangan. Dari perspektif
kontrak sejauh mana laba manajemen bisa baik berhubungan dengan kontrak yang efisien
versus oportunistik bentuk teori akuntansi positif. Berdasarkan kontrak yang efisien, maka
diinginkan untuk

Memberikan manajer beberapa kemampuan untuk mengelola pendapatan di dalam


menghadapi kontak lengkap dan kaku. Kita harus berhati-hati untuk tidak selalu menafsirkan
bukti manajemen laba untuk bonus, perjanjian hutang, dan alasan-alasan politik sebagai
buruk. Manajemen laba bisa menjadi alat untuk menyampaikan informasi kepada pasar,
sehingga harga saham dapat lebih mencerminkan prospek masa depan perusahaan.

8. Sisi “Buruk” Earning Management Sisi buruk managemen laba, antara lain :
1. Menurut Healy (1999), manajemen laba mengaburkan informasi kinerja ekonomis
perusahaan karena ada kondisi dimana manajer perusahaan memiliki akses informasi secara
langsung sementara sebagian stakeholder tidak. Ada sebagian informasi yang tidak
tersampaikan ke stakeholder. Manajer disisi lain, memang dapat menggunakan kebijakan
untuk membuat laporan keuangan lebih informatif, mencerminkan kinerja perusahaan
sesungguhnya, misalnya melalui pemilihan metode akuntansi atau estimasi untuk
memberikan sinyal yang memadai agi penilaian kinerja perusahaan. Akan tetapi kebijakan
akuntansi untuk membuat laporan keuangan lebih informatif kepada pengguna tidak masuk
dalam definisi.
2. Kontroversi muncul ketika manajemen laba dikaitkan dengan moral/etika, apakah tindakan
manajer melakukan manajemen laba tidak akan menyesatkan pemakai laporan keuangan.
Apalagi karena laba merupakan komponen penting yang dipantau para pemakai laporan
keuangan. Ditinjau dari legalitas, tidak ada yang dilanggar karena pemilihan metode
akuntansi tidak melanggar standar akuntansi yang berlaku di samping merupakan
kewenangan manajer untuk memilih metode akuntansi yang akan dipakai. Menilai etis atau
tidaknya manajemen laba dapat dilihat dari sudut pandang pencapaian keseimbangan antara
kepentingan individu (manajer) dengan kewajiban terhadap pihakpihak yang terkait dengan
perusahaan (stakeholder). Penilaian tersebut hanya dapat dilakukan kalau manajer
melakukannya secara sadar, artinya menyadari implikasi jangka panjang yang ditimbulkan.
Tekanan persaingan untuk menghasilkan laba yang tinggi bisa menyebabkan perilaku tidak
etis, terutama untuk perusahaan yang menggunakan angka akuntansi untuk penilaian kinerja
secara mutlak. Manajer dengan kinerja keuangan yang buruk dan perusahaan dengan laba
rendah lebih mudah melakukan tindakan tidak etis dibandingkan manajer dengan
kinerjakeuangan baik dan perusahaan dengan laba.

Anda mungkin juga menyukai