Anda di halaman 1dari 51

SEMINAR PROPOSAL

Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Literasi Sains Terhadap


Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa pada Materi Larutan Penyangga

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu

Drs. Pasar Maulim, M.S.

Disusun Oleh :

Jefri Damaiyansah Nasution (4183331035)

PENDIDIKAN KIMIA B REGULER 2018

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Proposal ini. Proposal ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PTK Pendidikan Kimia yang
dilaksanakan di Universitas Negeri Medan.

Dalam penyusunan Proposal ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus dan sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai terutama
kepada dosen pengampu mata kuliah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal ini jauh dari kata sempurna untuk itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Semoga Proposal ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal
yang lebih baik lagi dan semoga bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Medan, April 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Penelitian 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Rumusan Masalah 3
1.5 Tujuan Penelitian 3
1.6 Manfaat Penelitian 4
1.7 Defenisi Operasional 5
BAB II : KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 6
2.1 Tinjauan Teori 6
2.2 Kerangka Berpikir 29
2.3 Hipotesis 30
BAB III : METODE PENELITIAN 32
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 32
3.2 Populasi dan Sampel 32
3.3 Variabel Penelitian 32
3.4 Desain Penelitian 33
3.5 Instrumen Penelitian 39
3.6 Teknik Pengumpulan Data 40
3.7 Teknik Analisis Data 43
DAFTAR PUSTAKA 47

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan faktor paling penting dalam menentukan kehidupan masa
depan suatu bangsa. UNESCO melalui International Commission on Education for the
Twenty First Century telah merekomendasikan empat pilar pendidikan yaitu “learning to do,
learning to know, learning to be, and learning to live together”. Rumusan empat pilar
pendidikan oleh UNESCO tersurat sebagaimana mestinya pembelajaran harus dilakukan, di
mana siswa harus hands on activity, terlibat segala macam proses kegiatan yang terjadi agar
tercapai pembelajaran yang aktif dan interaktif (Arlianty, 2015)
Peningkatan dan perbaikan mutu pendidikan tidak dapat terlepas dari berbagai upaya.
Salah satu upaya pemerintah yakni menerapkan dan mengembangkan kurikulum 2013 yang
menuntut siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan nantinya siswa
tidak hanya dapat belajar efektif dan memiliki pemahaman konsep saja tetapi lebih luas lagi
yaitu siswa dapat dipersiapkan untuk menemukan solusi dari masalah lokal, nasional,
maupun global (Afiyanti, 2013).
Salah satu cabang dari pendidikan itu adalah kimia. Pendidikan kimia pada umumnya
mempunyai peranan yang sangat penting, karena kimia merupakan ilmu dasar untuk tumbuh
kembangnya teknologi. Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
siswa, sehingga kurang tertarik untuk mempelajarinya. Kesulitan tersebut terkait dengan
karakter ilmu kimia, seperti konsep, materi dan perhitungan. Selain itu siswa cenderung
menganggap itu sebagai suatu beban, bukan suatu kegemaran (Marpaung, 2013). Dalam
pembelajaran kimia minat siswa sangat kecil, hal ini disebabkan karena siswa memiliki
perbedaan kecepatan belajar, isi buku kurang memotivasi, siswa memiliki gaya belajar
sendiri, dan materi yang disampaikan kurang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
sehingga pengalaman belajar siswa menjadi kecil (Dartin,2010).
Siswa cenderung untuk menghafalkan rumus, definisinya saja tanpa ada pemahaman
yang mendalam dari suatu materi kimia tersebut. Dalam proses pembelajaran kimia
diperlukan sebuah pemahaman yang benar untuk mendukung konsep yang dibangun siswa
(Purwaningtyas, 2012). Selain itu, mengaitkan konsep yang dibangunnya dengan kehidupan
sehari hari yang relevan secara konseptual merupakan cara belajar sains yang tepat melalui
pemecahan masalah dalam kehidupan masyarakat (Tanree, 2008). Cara belajar sains dapat

1
diaplikasikan melalui model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran sainstifik salah
satunya yakni model pembelajaran inkuiri terbimbing (Sani, 2014).
Pembelajaran yang melibatkan penggunaan sumber belajar bervariasi,proses inkuiri
dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari merupakan konsep
pembelajaran berbasis literasi sains. Pembelajaran yang diawali dengan suatu masalah
ilmiah,dilanjutkan dengan merumuskan jawaban sementara dan proses penyelidikan untuk
menyelesaikan masalah melalui literature dan kegiatan laboratorium,selanjutnya,pemahaman
yang didapat dari proses penyelesaian masalah tersebut,digunakan untuk mengambil
keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang dimaksud dengan pembelajaran
inkuiri terbimbing berbasis literasi sains (Eka Nurul Qomaliyah, 2016). Literasi sains,
termasuk literasi kimia, sangat perlu untuk diajarkan kepada siswa agar mereka dapat hidup
di tengah-tengah masyarakat modern abad 21. Berbagai upaya telah dilakukan di berbagai
negara termasuk Indonesia untuk meningkatkan literasi sains dan literasi kimia siswa,
misalnya upaya diluncurkannya kurikulum baru 2013 (Rahayu (2017).
Salah satu model pembelajaran yang dirujuk dalam kurikulum 2013 adalah model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang
lebih baik dari pada model pembelajaran konvensional, serta mampu meningkatkan prestasi
pada kemampuan kognitif siswa (Matthew dan 3 Kenneth, 2013). Arlianty (2016) juga
berpendapat bahwa inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang
memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar. Melalui model inkuiri terbimbing
diharapkan dapat menjadi alternatif untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam
belajar kimia.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya,maka Identifikasi dari
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Mata pelajaran kimia cukup sulit untuk dipahami siswa karena menyangkut konsep
abstrak dan aplikasi data.
2. Rendahnya kualitas proses pembelajaran dimana pembelajaran dikelas masih
menekankan pada konteks materi.
3. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran kurang
efektif dalam meningkatkan literasi sains siswa.
4. Rendahnya literasi sains pada siswa SMA.
1.3.
2
1.3. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas,maka pembatasan masalah
dititik beratkan pada :
1. Objek penelitian adalah siswa kelas.
2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
Inkuiri Terbimbing berbasis literasi sains.
3. Materi pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah larutan penyangga.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang dan identifikasi masalah diatas,maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains
berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan larutan penyangga?
2. Apakah penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains
berpengaruh terhadap aktivitas siswa pada pokok bahasan larutan penyangga?
3. Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara aktivitas dengan hasil belajar terhadap
penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis literasi sains pada pokok
bahasan larutan penyangga?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis literasi
sains terhadap hasil belajar kimia pada pokok bahasan larutan penyangga
2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis literasi
sains terhadap aktivitas siswa pada pokok bahasan larutan penyangga
3. Untuk mengetahui korelasi yang signifikan antara aktivitas dengan hasil belajar terhadap
penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis literasi sains pada pokok
bahasan larutan penyangga

1.6.

3
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi guru
Masukan bagi guru dan calon guru kimia sebagai bahan pertimbangan untuk
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam meningkatkan literasi Sains
siswa.
2. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan peneliti tentang model pembelajaran inkuiri terbimbing
berbasis Literasi Sains dan diharapkan bisa dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
3. Bagi siswa
Agar siswa dapat lebih paham mengenai materi larutan penyangga dengan model
pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains.
4. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa di sekolah sehingga dapat memperbaiki kualitas pembelajaran kimia.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk mengadakan
penelitian yang lebih mendalam terhadap hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian
ini baik yang berhubungan proses pembelajaran maupun keefektifan serta evaluasi guna
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

4
1.7. Defenisi Operasional
1 Inkuiri terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau
suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik
kesimpulan. Pada inkuiri terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi
dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau
langkah-langkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk
menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru.
2 Kemampuan literasi sains merupakan kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,
mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan data untuk
memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena
aktivitas manusia.
3 Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar-
mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
memperoleh suatu bentuk perubahan pengetahuan dan sikap dan keterampilan.
Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dibandingkan dengan sebelumnya dari tidak tahu menjadi tahu.
4 Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan
fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar
sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan terintegrsi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Hakikat Belajar Mengajar
Trianto (2010) unsur terpenting dalam mengajar ialah merangsang serta mengarahkan
siswa belajar. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada
perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa. Cara mengajar guru yang baik merupakan
kunci dan prasarat bagi siswa telah belajar dengan baik. Salah satu tolak ukur bahwa siswa
telah belajar dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari, sehingga indikator hasil
belajar yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa.
Mengajar bukan tugas ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar guru berhadapan
denga sekelompok siswa mereka adalah makhluk yang memerlukan bimbingan, dan
pembinaan menuju proses menuju kedewasaan. Siswa setelah mengalami proses pendidikan
dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar tanggung jawab
terhadap diri sendiri, wiraswasta, berpribadi dan bermoral. Mengingat tugas yang berat itu,
guru yang mengajar di depan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar, dan harus
dilaksanakan seefektif mungkin agar guru tidak asal mengajar.

2.1.1.1. Pengertian Belajar


Istilah belajar merupakan istilah yang sangat berkaitan dengan bidang pedidikan.
Beberapa ahli mengemukakan definisi yang berbeda-beda dari belajar, Sanjaya (2011) belajar
bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi di
dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan perilaku. Aktivitas mental
itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar
pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses
perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikanhanya
mungkin disaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.
Menurut Djamarah (2006) menyatakan bahwa “Belajar adalah proses perubahan
tingkah perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan
tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan
meliputi segenap aspek organisme atau pribadi”.Hal senada juga dikemukakan Hilgard
(1975), mendefinisikan belajar sebagai berikut:“Seseorang dapat dikatakan belajar kalau
6
dapat melakukan sesuatu dengan caralatihan-latihan sehingga yang bersangkutan dapat
berubah”.
Sedangkan menurut Sardiman (2005) mengemukakan bahwa: “Belajar itu senantiasa
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya
dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya”.Selanjutnya
pengertian belajar menurut Slameto (2010) menyatakan bahwa: “Belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, seabagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sengaja dan disadari dan perubahan tersebut menetap yang membawa
pengaruh dan manfaat positif bagi siswa akibat dari interaksi dengan lingkungannya.

2.1.1.2.Pengertian Mengajar
Kemampuan mengajar merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh setiap
pengajar, dan salah satu ilmu yang dipelajari dalam menambah kemampuan mengajar adalah
kemampuan menghadapi anak didik yang memiliki karakter, kemampuan serta keinginan
yang bervariasi.

7
Berikut beberapa defenisi mengajar menurut para ahli antara lain:
a. Sudjana (2005) Mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mngajar atau
mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasikan
lingkungan dalam hubunganya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang
menimbulkan terjadinya proses belajar mengajar.
b. Sanjaya (2007) mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar.
Sehingga dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar sebagai
proses menyampaikan/ menanamkan ilmu pengetahuan yang disengaja dalam rangka
memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan atau ditetapkan.

2.1.2. Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar
berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman,
sikap, dan keterampilan peserta didik sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Sebagaimana yang dikemukakan Dimyati dan Modjiono (2002) “hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengalaman dan puncak proses belajar”.
Adapun pengertian hasil belajar menurut para ahli,yaitu:
1. Briggs menyatakan bahwa hasil belajar sering disebut dengan istilah ”scholastic
achievement” atau “academic achievement” adalah seluruh kecakapan dan hasil yang
dicapai melalui proses belajar mengajar disekolah yang dinyatakan dengan angka-angka
atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar.
2. Gagne dan Driscoll menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.
3. Gagne dan Briggs menyatakan bahwa hasi belajar adalah kemampuan internal yang
meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah menjadi milikpribadi
seseorang dan memungkinkan seseorang itu melakukan sesuatu.
Menurut Hamalik (2010) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.
Hamalik(2010) menyatakan bawa: “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada
8
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005)
“hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik yang dimiliki siswa setelah menerima pengaman belajarnya”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan
kemampuan dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah laku yang
menggambarkan tingkat penguasaan bahan dalam proses mengajar yang diperoleh dari tes
yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Gagne ‘Istilah hasil belajar
berasal dari bahasa belanda “prestatie”, dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti
hasil usaha. Dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan
dinyatakan sebagai hasil belajar seseorang”.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar


Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar-
mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
memperoleh suatu bentuk perubahan pengetahuan dan sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
dibandingkan dengan sebelumnya dari tidak tahu menjadi tahu.
Slameto (2010) mengatakan bahwa: “Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi siswa tersebut adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berasal
dari luar individu, sedangkan faktor internal berasal dari individu siswa yang meliputi;
aktivitas, minat, intelijensi dasar pengetahuan dan metode pembelajaran”. Hasil belajar ini
ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: faktor guru, lingkungan sekolah, lingkungan
tempat tinggal, carabelajar siswa, fasilitas belajar yang digunakan, faktor internal siswa, dan
sebagainya. Akan tetapi, seorang siswa yang menyadari tugasnya sebagai seorang pembelajar
seharusnya dapat menggunakan faktor-faktor yang ada untuk memaksimalkan hasil
belajarnya. Hasil belajar matematika siswa dapat dilihat apabila tujuan-tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh siswa, dan sebaliknya apabila sebagian besar siswa
tidak dapat mencapai tujuan-tujuan dari pembelajaran berarti hasil pembelajaran tidak
tercapai.
Secara garis besar faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
dapat dibedakan atas beberapa hal, yakni: kurikulum, strategi belajar, sistem evaluasi, guru,
pengelolaan, motivasi belajar. Dalam pemecahan tiap jenis faktor diatas tidak dapat
dihindarkan munculnya faktor lain yang lebih penting. Guru merupakan salah satu yang
terlibat dalam mencari langkah-langkah dan jalan terbaik yang harus ditempuh dan
9
dilaksanakan sehingga prestasi belajar siswa mencapai tingkat yang lebih baik. Untuk itu
salah satu usaha dan langkah yang ditempuh guru adalah melakukan inovasi pembelajaran
tepat dalam penyampaian materi. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai
hasil dari proses belajar-mengajar yaitu penguasaan materi atau perubahan tingkah laku yang
dapat diukur dengan tes. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian,
tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung dan
ujian akhir semester. Hasil yang dicapai dalam proses pembelajaran ini adalah : (1) Hasil
belajar siswa merupakan ukuran keberhasilan guru, bahwa fungsi penting guru dalam
mengajar untuk meningkatkan prestasi belajar; (2) Hasil belajar siswa untuk mengukur apa
yang telah dicapai siswa; (3) Hasil belajar sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
memahami materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor, diperoleh dari tes
materi pelajaran setelah mengalami proses belajar-mengajar; (4) Hasil dari evaluasi dapat
memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

2.1.4.

10
2.1.4. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari
kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar
sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan terintegrsi. (Riyanto dan Muslim, 2014).
Adapun jenis-jenis aktivitas belajar menurut Supardi (2013), yang dilakukan siswa
sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan visual : membaca, mengamati eksperimen, dan mengamati orang lain
bekerja.
2. Kegiatan-kegiatan lisan : mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi dan
interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan : mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis :menulis makalah, menulis laporan, memeriksa makalah atau
laporan, bahan pelajaran, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan emosional : minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Persentase aktivitas belajar siswa menurut Rachmawati (2014), dihitung
menggunakan rumus:
Pa = m/M x 100%
keterangan:
Pa = Persentase keaktifan siswa
m = jumlah skor yang diperoleh
M = jumlah skor maksimal

11
Tabel 2.1 Kriteria Keaktifan Siswa
Persentase Keaktifan Siswa Kriteria Keaktifan Siswa
75% <Pa≤ 100% Sangat aktif
50% <Pa≤ 75% Aktif
25% <Pa≤ 50% Cukup aktif
Pa≤ 25% Tidak aktif

2.1.5. Pengertian Model Pembelajaran


Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh model pembelajaran yang
digunakan. Menurut Kutz (2008), pentingnya suatu model dalam pembelajaran matematika
digambarkan sebagai berikut “In my experience, without a concrete model, teachers
frequently develop patterns of instruction based only on post experience and institution”.
Hal ini memberi penekanan bahwa model pembelajaran harus benar-benar jelas agar
pembelajaran efektif dan akanmenghasilkan hasil yang baik.
Menurut Sagala (2005) menyatakan bahwa “Model pembelajaran adalah suatu
deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-
kursus, desain unit-unit pelajaran dan pengajaran, perlengkapan belajar, buku-buku kerja,
program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer”.Dari pendapat ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kunci keberhasilan proses
belajar.Hal itu dikarenakan model pembelajaran merupakan kerangka atau pedoman yang
akan mengatur kegiatan belajar sehingga tujuan belajar dapat tercapai.

2.1.6. Model Pembelajaran Inkuiri


2.1.6.1.Pengertian Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan atau pemeriksaan,
penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari
atau memahami informasi (Trianto,2007). Pembelajaran inkuiri menekankan pada
keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh informasi, sehingga siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan yang diperolehnya dengan pengetahuan yang sudah ada dalam
struktur kognitif siswa tersebut. Dengan demikian model pembelajaran inkuiri merupakan
model pemprosesan informasi yang melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam suatu
rangkaian kegiatan untuk mencari, menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analitis
sehingga memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. (Burhan. A,2019).
Menurut Hebrank, Budnitz, Chiapetta dan Adams dalam Sofyan Amri
mengungkapkan inkuiri merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dan orang

12
dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami fenomena alam, memperjelas
pemahaman, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Motivasi yang tinggi berasal
dari dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan ingin mengetahuinya.
Salah satu prinsip pembelajaran inkuiri adalah siswa dapat mengkonstruksi sendiri
pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif. Dalam proses belajar mengajar, inkuiri ini
digunakan sebagai metode pengajaran yang memungkinkan ide siswa berperan dalam suatu
investigasi yang akan dilakukan oleh siswa (Zulfiani, 2009). Siswa dalam pembelajaran
inkuiri sebagai pusat dan dapat mencari pemahamannya sendiri sedangkan guru sebagai
fasilitator.
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Wina Sanjaya,2011). Proses
berpikir itu sendiri dilakukan melalui tanya jawab yang dilakukan antara guru dan siswa.
Teknik yang dipergunakan guru dalam menstimulus agar siswa dapat terlibat aktif dalam
proses pencarian pemahaman sangat menentukan keberhasilan suatu proses inkuiri. Untuk
lebih membuat siswa aktif guru juga harus menstimulus siswa dengan cara penilaian yang
tidak hanya sekedar melihat siswa pada hasil pembelajarannya saja tetapi juga pada proses
dan produk yang dihasilakan oleh siswa.
Pembelajaran inkuiri adalah suatu metode pembelajaran kimia yang menekankan dan
mengarahkan siswa pada proses pencarian informasi atas permasalahan yang diajukan
sehingga adanya proses penilaian portofolio pada berbagai aspek dan mendukung
keterlibatan aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan memahami konsep-konsep yang
diajarkan. Selama proses belajar mengajar, guru dapat menilai aktivitas siswa dengan
penilaian portofolio yang melihat bukan hanya pada hasil belajar saja tetapi juga pada proses
dan produk yang akan dihasilkan oleh siswa tersebut.
2.1.6.2.Karakteristik Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang menekankan perkembangan
intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) anak menurut Piaget seperti yang
dikutip Wina Sanjaya dipengaruhi oleh empat faktor yaitu, kematangan, pengalaman-
pengalaman fisik, pengalaman sosial, dan equilibrasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh setiap guru, yakni:
1. Berorientasi pada pengembangan intelektual
2. Prinsip interaksi
13
3. Prinsip belajar
4. Prinsip belajar untuk berpikir
5. Prinsip keterbukaan (Wina Sanjaya,2011).
Kegiatan ilmiah merupakan intisari dalam pembelajaran inkuiri. Inkuiri sebagai
metode yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan intelektual memiliki
hubungan yang erat dengan proses-proses inkuiri. Strategi pembelajaran inkuiri selain
berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Pada strategi inkuiri
guru ditempatkan sebagai sumber belajar dan sebagai motivator. Inkuiri ilmiah tepat
dikaitkan dengan tahapan-tahapan tindakan para saintis yang mengarahkan mereka pada
pengetahuan ilmiah. Dalam kegiatan ilmiah para saintis melakukan pengamatan, menemukan
masalah, melakukan hipotesis, bereksperimen, mengumpulkan data berdasarkan instrumen
yang dibuatnya dan membuat kesimpulan (Zulfiani, 2009).
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah:
1) Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi
2) Inkuiri berfokus pada hipotesis
3) Penggunaan fakta sebagai informasi (Trianto,2007).

14
Menurut peneliti berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, intisari pembelajaran
inkuiri adalah proses inkuiri. Sehingga karakteristikkarakteristik utama inkuiri mencakup hal-
hal yang mengarahkan pada kegiatan inkuiri. Salah satu peran guru dalam menciptakan
kondisi yang dapat menimbulkan kegiatan inkuiri adalah rewarder, memberikan penghargaan
pada prestasi yang dicapai siswa. Salah satu reward yang dapat diberikan guru oleh siswa
adalah nilai. Penilaian yang dapat digunakan adalah penilaian yang tidak hanya melihat pada
hasil belajar siswa saja tetapi juga pada proses inkuiri.
c. Tingkatan-Tingkatan Inkuiri
Dalam Standard for Science Teacher Preparatiion seperti yang dikutip Zulfiani terdapat 3
tingkatan inkuiri, yakni:
1) Discovery/Structured Inquiry
Dalam tingkatan ini tindakan utama guru adalah mengidentifikasi permasalahan dan
proses, sementara siswa mengidentifikasi alternative hasil.
2) Guided Inquiry
Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru adalah mengajukan
permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian.
3) Open Inquiry
Tindakan utama pada open inquiry adalah guru memaparkan konteks penyelesaian
masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah (Zulfiani, 2009).
d. Keunggulan Pembelajaran Inkuiri
Teknik inkuiri ini memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa
dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belahar yang baru
3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, bersikap objektif, jujur,
dan terbuka.
4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5) Member kepuasan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9) Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar yang tradisional.
10) Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi
dan mengakomodasiinformasi (Zulfiani, 2009).
15
2.1.7. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan.
Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun
kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir
reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-
cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu (Yunianti, 2012).
Sayekti (2012) memaparkan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing menempatkan
siswa sebagai subyek yang belajar tidak lagi sebagai objek belajar yang hanya menerima
pengetahuan dari guru. Selain itu inkuiri terbimbing memberikan kesempatan berpikir bagi
siswa dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan metode ilmiah
dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa.
Inkuiri terbimbing (guided inquiry) adalah salah satu cara dalam pembelajaran
berbasis inkuiri yang digunakan dalam pendidikan sains, pembelajaran inkuiri terbimbing
diawali dari permasalahan yang diajukan guru yang tidak bisa dijelaskan dengan mudah atau
tidak dapat dipecahkan dengan cepat kemudian siswa melakukan pengamatan sampai pada
kesimpulan. Akan tetapi guru mengontrol pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan,
hipotesis yang dibuat dan apa yang siswa amati.

16
2.1.7.1.Ciri-Ciri Inkuiri Terbimbing
Adapun ciri dari pembelajaran inkuiri antara lain:
a. Guru dalam menyajikan pembelajaran tidak dalam bentuk konsep jadi, disini peserta
didiklah yang diberi kesempatan untuk menelaah, menyelidiki dan menemukan sendiri
jawabannya melalui teknik pemecahan masalah.
b. Peserta didik menemukan masalah sendiri atau mempunyai keinginan sendiri untuk
memecahkan masalah.
c. Masalah dirumuskan seoperasional mungkin, sehingga terlihat kemungkinannya untuk
dipecahkan.
d. Peserta didik berlatih merumuskan hipotesis, untuk mengarahkan dalam mencari data
e. Peserta didik menyusun langkah-langkah dalam mengumpulkan data dengan melakukan
pengamatan, eksperimen, membaca dan memanfaatkan sumber lain.
f. Peserta didik melakukan penlitian secara individual atau kelompok untuk mengumpulkan
data.
g. Peserta didik mengolah data serta menyusun kesimpulan.
h. Kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran.
i. Sasarannya adalah mempelajari proses pengamatan kejadian atau objek dan menyusun
generalisasi yang sesuai (Sofyan Amri,2010).
Metode inkuiri terbimbing biasanya digunakan bagi siswa-siswa yang belum
berpengalaman belajar dengan menggunakan metode inkuiri. Pada tahap permulaan
diberikan lebih banyak bimbingan, sedikit demi sedikit bimbingan itu dikurangi seperti yang
dikemukakan oleh Hudoyono bahwa dalam usaha menemukan suatu konsep siswa
memerlukan bimbingan bahkan memerlukan pertolongan guru setapak demi setapak Siswa
memerlukan bantuan untuk mengembangkan kemampuannya memahami pengetahuan baru.
Walaupun siswa harus berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi
pertolongan guru tetap diperlukan.

17
2.1.7.2. Sintaks Inkuiri Terbimbing
Menurut Karli dan Yuliarningsih (dalam Andriani, 2011) sintak model pembelajaran
inkuiri terbimbing serta perilaku guru dan siswa adalah:

Tabel 2.2 Tahap-tahap Pembelajaran Inkuiri Terbimbing


Fase Penjelasan

1) Orientasi Langkah Orientasi adalah langkah untuk membina


suasana atau iklim pembelajaran yang
responsif. Pada langkah ini guru
mengkondisikan agar siswa siap
melaksanakan proses pembelajaran.
Keberhasilan model ini sangat tergantung
pada kemauan siswa untuk beraktivitas
menggunakan kemampuannya dalam
memecahkan masalah; tanpa kemauan dan
kemampuan itu tak mungkin proses
pembelajaran akan berjalan dengan lancar.
2) Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah
membawa siswa pada suatu persoalan yang
mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang
siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki
itu.
3) Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari
suatu permasalahan yang sedang diuji. Salah
satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan berhipotesis
siswa adalah dengan mengajukan berbagai
pertanyaan yang dapat mendorong siswa
untuk dapat merumuskan jawaban sementara
atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji..

18
4) Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas
menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan.
Mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual.
5) Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan
jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Yang
terpenting dalam menguji hipotesis adalah
mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban
yang diberikan. Di samping itu, menguji
hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional.

Merumuskan kesimpulan adalah proses


mendeskripsikan temuan ynag diperoleh
berdasarkan hasil pengujina hipotesis

6. Merumuskan
kesimpulan

Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian,
berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga
pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar (Wina Sanjaya,2011).

2.1.7.3.Kelebihan dan Kekurangan Inkuiri Terbimbing


Setiap metode pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan. Adapun kelebihan
metode inkuiri adalah : (1) Dianggap membatu siswa mengembangkan atau memperbanyak

19
persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa; (2) Strategi penemuan
membangkitkan gairah siswa; (3) Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju
sesuai dengan kemampuannya; (4) Siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya; (5)
Membantu memperkuat pribadi siswa; (6) Strategi berpusat pada anak; (7) Membantu
perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat dan menemukan kebenaran akhir dan
mutlak.
Sedangkan kelemahan metode inkuiri adalah: (1) Dipersyaratkan keharusan adanya
persiapan mental untuk cara belajar ini; (2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar di
kelas besar; (3) Harapan yang ditimpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru
dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional; (4)
Metode ini dianggap terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang diperhatikan
diperolehnya sikap dan keterampilan; (5) Fasilitas untuk mecoba ide ide mungkin belum
lengkap (Suyanti, 2010).

2.1.8. Literasi Sains


Kemampuan Literasi Sains Literasi sains (science literacy, LS) berasal dari gabungan
dua kata Latin yaitu literatus artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan
dan scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut Boer, orang yang pertama
menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hurt dari Stanford University. Menurut
Hurt, science literacy berarti tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi
kebutuhan masyarakat Sementara. National Science Teacher Assosiation (1971)
mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki literasi sains adalah orang yang
menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses sains untuk dapat menilai dalam
membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan dengan orang lain, lingkungannya,
serta memahami interaksi antara sains, teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan
sosial dan ekonomi. Literasi sains didefinisikan pula sebagai kapasitas untuk menggunkan
pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta
dan data untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi
karena aktivitas manusia (OECD, 2013).
Pudjiadi mengatakan bahwa sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang obyek
dan fenomena alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah”. PISA
mendefinisikan literasi sains sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan dan
kemampuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan
20
berdasarkan bukti-bukti dan data-data yang ada agar dapat memahami dan membantu peneliti
untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan interaks manusia dengan alamnya (Hadi,
2009).
Menurut Suhendra Yusuf, literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam
kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan,
ekonomi,dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat
bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Holbrook
dalam jurnalnya The meaning of science menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada
ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar
dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan diatas literasi
sains memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan kontribusi dalam mengartikan
literasi sains. Setiap kalangan umur memberikan kontribusi terhadap teknolgi berdasarkan
tingkat pemahaman yang dimilikinya (Mu’addab,2009).
Secara umum literasi sains memiliki beberapa komponen, komponen tersebut adalah:
1 Mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang bukan konteks sains
2. Mengerti bagian-bagian dari sains dan memiliki pemahaman secara umum aplikasi sains
3. Memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains dalam pemecahan masalah
4. Mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya dengan budaya
5. Mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains (OECD, 2013).
Komponen-komponen diatas merupakan dasar pengembangan dari indikator yang
akan disusun untuk meneliti lebih lanjut literasi sains. Kemampuan tingkat tinggi yang dapat
dikembangkan dalam literasi sains adalah dapat menggunakan konsep sains dan teknologi,
mampu menempatkan, mengklasifikasikan teknologi informasi untuk memecahkan masalah
sehari-hari agar dapat membuat keputusan, dapat membedakan bukti sains dan bukti
teknologi untuk mengetahui informasi yang Reliable dan yang tidak reliable, mampu
memberikan penjelasan mengenai fenomena yang terjadi berdasarkan konsep yang telah
dipahami, dapat menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, dan mampu menganalisis hubungan sains dan teknologi dengan isu yang
berkembang dalam masyarakat (OECD, 2013).
Produk-produk berpikir tingkat tinggi diatas dapat dipilih sesuai dengan porsi literasi
Sains yang diinginkan. Indikator literasi sains dan berpikir tingkat tinggi tentu disesuaikan
dengan individu yang akan ditinjau. Dengan pemilihan indikator yang berbeda, maka akan
memberikan pengertianliterasi sains yang berbeda. Namun secara garis besar literasi sains
memiliki arti yang sama yaitu mampu mengaplikasikan konsep-konsep keilmuwan dalam
21
memecahkan masalah sehari-hari. Terdapat prinsip-prinsip penting yang harus ada dalam
sebuah pembelajaran yang bertujuan untuk melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa.
prinsip-prisip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membuat pembelajaran lebih konseptual, sehingga siswa mampu mengintegrasikan konsep
dengan kehidupan sehari-hari. Setelah siswa memahami konsep, siswa dituntun agar dapat
melihat aplikasi dari konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
2. Agar siswa lebih termotivasi dalam belajar, maka guru harus dapat menyediakan
pembelajaran yang interaktif.
3. Buat pembelajaran lebih konseptual, siswa selalu terpapar dengan informasi dan peristiwa
terbaru yang terjadi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.
4. Buat topik yang dipelajari ada kaitannya dengan isu sosial yang sedang hangat dibicarakan
5. Siswa diajak untuk memahami topik-topik secara lebih mendalam sehingga siswa benar-
benar mengerti mulai dari konsep sampai aplikasi mengenai topik tersebut dalam kehidupan
sehari-hari (Hadi, 2009).
Kelima prinsip diatas adalah hal-hal minimal yang harus ada dalam sebuah
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan literasi sains. Terdapat beberapa model
pembelajaran yang bisa digunakan dalam melatihkan kemampuan literasi sains, salah satunya
adalah model pembelajaran berbasis inkuiri. Secara garis besar model pembelajaran berbasis
inkuiri memiliki hal-hal penting dimana disetiap tahapannya memiliki tujuan tertentu.
Berdasarkan tahap-tahapan yang ada pada pembelajaran inkuiri diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang cocok digunakan jika
ingin melatihkan kemampuan literasi sains pada siswa. tahap-tahapan yang ada pada
pembalajaran sains tersebut melatihkan kemampuan kemapuan yang dimilki oleh saintis
sehingga secara tidak langsung model pembelajaran ini dapat melatihkan kemampuan
perbikir tingkat tinggi(OECD, 2012).
Salah satu komponen yang bisa diukur untuk mengakses kemampuan literasi sains
siswa adalah dengan mengakses kemampuan inkuiri. Wenning (2007) dalam jurnalnya
Assessing Inquiry Skills as a component of Scientific Literacy mengatakan bahwa
kemampuan literasi sains dapat diketahui dengan mengukur kemampuan inkuiri siswa.
Kemampuan inkuiri berati kemampuan menyelidiki. Dalam penyelidikan ilmiah terdapat
beberapa kompetensi yang harus dimiliki siswa, kompetensi itu antara lain:
1. Memiliki rasa ingin tahu yang kuat akan masalah yang akan diinvestigasi
2. Mampu mengindentifikasi masalah yang akan diinvestigasi
3. Menggunakan pola pikir induktif, sehingga siswa mampu menyusun hipotesis
22
4. Menggunakan pola pikir deduktif, sehingga siswa memformulasikan kemungkinan apa
yang akan terjadi berdasarkan hipotesa yang sudah disusun
5. Mampu merancang eksperimen dan melakukan observasi untuk menguji hipotesa
6. Mengumpulkan data, mengorganisasi data, dan menganalisa data secara akurat
7. Mampu mengaplikasikan perhitungan statistik dalam pengolahan data untuk mengambil
kesimpulan
8. Dapat menjelaskan secara logis hasil eksperimen jika data yang diinginkan tidak didapat
9. Menggunakan teknologi untuk mengkomunikasikan hasil temuan(OECD, 2012).
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengukur literasi sains siswa adalah
dengan menjadikan komponen-komponen inkuiri diatas sebagai indikator ketercapaian tujuan
pembelajaran. Jika yang ingin dicapai adalah kemampuan inkuiri, maka yang cocok
digunakan sebagai model pembelajaran adalah model pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran inkuiri dan system penilaian inkuiri sudah merupakan satu paket yang dapat
diaplikasikan dalam suatu pembelajaran (Toharudin, 2011).
Literasi sains tidak hanya bisa diukur melalui melalui kompetensi inkuiri siswa,
namun bisa juga diukur dengan kompetensi yang lain. Sebelum mengukur kemampuan
literasi sains, maka kita harus menentukan terlebih dahulu indikator yang bisa dijadikan
sebagai penanda bahwa siswa memiliki kemampuan literasi sains. PISA menetapkan tiga
dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yaitu proses sains, konten sains, dan
konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika
menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk didalamnya mengenal jenis
pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang
diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan
bukti yang ada (Hurd, 2013).
Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami
fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.
PISA tidak secara khusus membatasi cakupan konten sains hanya pada pengetahuan yang
menjadi materi kurikulum sains sekolah, namun pengetahuan ini dapat pula bersumber dari
sumber-sumber yang lain. Konteks sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari
yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Dalam kaitan ini
PISA membagi bidang aplikasi literasi sains dalam beberapa kelompok, yaitu; kehidupan dan
kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi.

23
Literasi sains yang diukur adalah literasi sains pada cabang disiplin ilmu kimia. Jurnal
ini berjudul The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For Assessing The Development Of
Chemical Literacy Among High School Students. Penelitian dalam jurnal ini dilakukan pada
kelas 10 sampai kelas 12 untuk melihat apakah ada pengaruh pembelajaran kimia pada
literasi sains. Untuk kelas 10 yang baru masuk pertanyaan penelitian yang diungkapkan
dalam penelitian ini adalah, apakah ada pengaruhnya pembelajaran kimia pada tingkat dasar
pada kimia literasi siswa. Sedangkan untuk siswa diakhir kelas 10, pertengahan kelas 11 dan
diakhir kelas 12, pertanyaan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian adalah apakah
ada pengaruhnya dan apakah terdapat perbedaan mengenai materi kimia yang didapatkan
dikelas 10, 11 dan 12 terhadap kimia literasi siswa.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian diatas maka, dikembangkanlah
alat ukur kimia literasi yang mengacu pada jurnal yang dikeluarkan oleh PISA. Terdapat tiga
indikator yang dijadikan acuan, tiga indikator tersebut adalah:
1. Functional Literacy dapat menentukan beberapa konsep inti dari pembelajaran kimia
2. Conseptual Literacy menggunakan pemahaman mengenai konsep kimia agar dapat
memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Multi-Dimensional Literacy menggunakan pemahaman kimia untuk membaca dan
menganalisa artikel-artikel kimia, informasi yang terdapat dalam tulisan-tulisan kimia
(Sigit.G,2018).
Literasi sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah literasi sains yang merujuk
pada frame work PISA 2015 (OECD, 2013). Dalam literasi sains PISA 2015, digunakan
empat domain yaitu; 1) domain konteks (contexts), 2) domain kompetensi (competencies), 3)
domain pengetahuan (knowledge), dan 4) domain sikap (attitudes). Berikut penjelasan dari
masing-masing domain:
1. Domain Konteks (Contexts)
Domain konteks yang dimaksud PISA 2015 adalah konteks tidak terbatas pada
aspek umum dari pelajaran yang peserta didik dapatkan, namun juga mencakup isu-isu
kontekstual dalam lingkup pribadi /personal, lokasi/nasional, dan global yang akan
mencerminkan bukti keberhasilan literasi sains.
2. Domain Kompetensi (Competencies)
Terdapat tiga kompetensi dalam domain kompetensi yaitu menjelaskan fenomena
ilmiah, merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menginterpretasikan data dan
bukti ilmiah. Pada kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah mengharuskan peserta didik
untuk mengingat konten pengetahuan yang sesuai dan menggunakannya untuk menjelaskan
24
suatu fenomena. Kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah diperlukan
untuk mengevaluasi laporan temuan ilmiah dan penyelidikan. Kompetensi
menginterpretasikan data dan bukti ilmiah diperlukan untuk menafsirkan dan memahami
bentuk-bentuk dasar data ilmiah dan bukti ilmiah yang dapat digunakan untuk menarik
kesimpulan. Tabel 2.3 berikut menjabarkan indikator-indikator dari ketiga kompetensi
tersebut.
Tabel 2.3 Indikator pada Domain Kompetensi PISA 2015
Aspek Indikator

Menjelaskan fenomena ilmiah Mengakui, mengajukan, dan


mengevaluasi penjelasan dari berbagai
fenomena alam dan teknologi dengan
menunjukkan kemampuan:
1. Mengingat dan menerapkan
pengetahuan ilmiah yang sesuai
2. Mengidentifikasi, menggunakan, dan
menghasilkan model yang jelas dan
representasi
3. Membuat dan membenarkan prediksi
4. Mengajukan hipotesis yang jelas
Menjelaskan penerapan dari
pengetahuan ilmiah untuk masyarakat
Mengevaluasi dan Merancang Menjelaskan dan menilai penelitian
Penelitian Ilmiah ilmiah, serta mengusulkan cara-cara
mengatasi permasalahan ilmiah dengan
menunjukkan kemampuan :
1. Mengidentifikasi pertanyaan ilmiah
yang dieksplorasi dari penelitian
ilmiah yang diberikan
2. Membedakan pertanyaan yang
memungkinkan untuk diselidiki
secara ilmiah
3. Mengusulkan cara mengeksplorasi
pertanyaan yang diberikan secara
ilmiah

25
4. Mengevaluasi cara mengeksplorasi
pertanyaan yang diberikan secara
ilmiah
5. Menjelaskan dan mengevaluasi
berbagai cara yang digunakan oleh
ilmuwan untuk memastikan
keandalan data dan objektivitas serta
keumuman penjelasan
Menginterpretasikan data dan bukti Menganalisis dan mengevaluasi data
ilmiah ilmiah, mengklaim dan memberikan
argumen dalam berbagai representasi
serta menarik kesimpulan yang tepat
dengan menunjukkan kemampuan:
1. Mengubah data dari satu representasi
ke representasi lain
2. Menganalisis dan menafsirkan data
serta menarik kesimpulan yang tepat
3. Mengidentifikasi asumsi, bukti dan
penalaran dalam teks-ilmu terkait
4. Membedakan antara argumen yang
didasarkan pada bukti ilmiah dan teori
dan yang didasarkan pada
pertimbangan lain
5. Mengevaluasi argumen ilmiah dan
bukti dari berbagai sumber (misalnya
koran, internet, jurnal)
(OECD, 2013, hlm. 12)
2.1.3 Domain Pengetahuan (Knowledge)
Terdapat tiga aspek dalam domain pengetahuan yaitu pengetahuan konten (content
knowledge), pengetahuan procedural (procedural knowledge ), pengetahuan epistemic
(epistemic knowledge) (OECD, 2013, hlm. 17). Berikut Tabel 2.2 mengenai deskripsi
masing-masing aspek dalam domain pengetahuan.
Tabel 2.4 Aspek Domain Pengetahuan dan Deskripsinya
Aspek Deskripsi

26
Pengetahuan Konten Konten terdiri dari bidang fisika, kimia,
biologi, dan bumi dengan kriteria:
1. Memiliki relevansi dengan situasi
kehidupan nyata
2. Merupakan konsep ilmiah yang penting
3. Sesuai dengan tingkat perkembangan
anak 15 tahun
Pengetahuan Prosedural 1. Konsep mengenai variabel yang diukur;
variabel bebas, terikat, dan variabel
kontrol
2. Konsep pengukuran (secara kuantitatif),
observasi (kualitatif), penggunaan skala,
dan pengelompokan variabel
3. Cara untuk menghitung dan mengurangi
ketidakpastian nilai yang diukur; seperti
pengulangan pengukuran dan perata-
rataan data
4. Mekanisme untuk memastikan
replikabilitas (kedekatan antara besaran
yang diukur berulang), dan akurasi
(kedekatan antara nilai yang diukur dan
nilai yang sebenarnya)
5. Cara menampilkan dan mengabstrakkan
data menggunakan tabel, grafik, dan
diagram dengan sesuai
6. Strategi mengontrol sebuah variabel dan
peran variabel tersebut pada rancangan
penelitian atau menggunakan uji coba
yang acak untuk memenghindari
penemuan yang sudah ada
7. Penentuan rancangan penelitian yang
sesuai dengan pertanyaan ilmiah yang
diberikan. Contoh: ekperimental atau
hanya melihat pola

27
Pengetahuan Epistemik Membangun dan mendefinisikan aspek
ilmiah, yaitu:
1. Sifat pengamatan ilmiah, fakta,
hipotesis, model dan teori-teori
2. Maksud dan tujuan dari sains (untuk
menghasilkan penjelasan tentang alam)
dan yang membedakannya dari teknologi
(untuk mengasilkan solusi optimal dari
kebutuhan manusia, serta apa yang
mendasari pertanyaan ilmiah atau yang
bersifat teknologi menggunakan data
yang sesuai
3. Nilai nilai ilmiah, seperti komitmen
untuk mempublikasi hasil temuan, dan
obyektivitias serta menghilangkan
praduga awal
4. Sifat-sifat mengajukan alasan ilmiah,
seperti deduktif, induktif, abduktif
(menyimpulkan dari penjelasan yang
telah ada), analogikal, dan pemodelan
Peran pembangunan dan pendefinisian
aspek ilmiah dalam menjustifikasi
pengetahuan yang dihasilkan secara ilmiah,
yaitu:
1. Bagaimana pengajuan (klaim) ilmiah
didukung oleh data dan alasan yang tepat
2. Fungsi dari bentuk penelitian ilmiah
yang berbeda dalam menghasilkan
pengetahuan, tujuannya (untuk menguji
penjelasan, hipotesis, atau
mengidentifikasi pola) dan rancangannya
(observasi, eksperimen terkontrol, kajian
tentang hubungan)
3. Bagaimana kesalahan pengukuran
28
mempengaruhi tingkat kepercayaan di
pengetahuan ilmiah
4. Penggunaan dan peranan fisik, sistem
dan model abstrak, serta batasannya
5. Peranan kolaborasi, kritis, dan
bagaimana peninjauan dapat
menghasilkan kepercayaan pada
pengajuan (klaim) ilmiah
6. Peranan pengetahuan ilmiah bersama
dengan bentuk pengetahuan lain, dalam
menangani isu-isu di masyarakat dan isu
teknologi
(OECD, 2013, hlm 18)

2.2. Kerangka Konseptual


Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses
pembelajaran yang baik pada gilirannya dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam
suatu proses belajar mengajar, unsur yang amat penting adalah model pengajaran. Literasi
sains merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
pertanyaan ilmiah, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti dan data untuk memahami
alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia.
Untuk meningkatkan literasi sains siswa yaitu sesuai dengan yang diharapkan maka perlu
dilakukan inovasi dalam pembelajaran.
Inovasi pembelajaran yang dilakukan dalam hal ini adalah dengan menerapkan
model pembelajaran Inkuiri Terbimbing yang menyajikan suatu rangkaian pembelajaran yang
sistematis dan komprehensif. Selain hal tersebut, setiap sintaks pembelajaran Inkuiri
Terbimbing mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik. Berdasarkan pemaparan
tentang kemampuan intelektual yang dikembangkan pada setiap sintaks, dan domain pada
kemampuan literasi sains peserta didik, maka peneliti melihat adanya keterkaitan antara
kemampuan intelektual yang dilatihkan dan kemampuan literasi sains peserta didik
khususnya pada domain kompetensi pada aspek menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi
dan merancang penyelidikan ilmiah, menginterpretasikan data dan bukti ilmiah.

29
2.3. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah.
Berdasarkan rumusan masalah maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

2.3.4. Rumusan Masalah I


I. Hipotesis Verbal
Ho : Tidak ada pengaruh model Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains terhadap hasil
belajar kimia siswa pada materi larutan penyangga.
Ha : Ada pengaruh model Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains terhadap hasil
belajar kimia siswa pada materi larutan penyangga

2.3.5. Rumusan Masalah II


I. Hipotesis Verbal
Ho : Tidak ada pengaruh model Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains terhadap
aktivitas siswa pada materi larutan penyangga
Ha : Ada pengaruh model Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains terhadap aktivitas
siswa pada materi larutan penyangga.

I.15.3. Rumusan Masalah III


I. Hipotesis Verbal
Ho : Tidak ada korelasi yang signifikan antara aktivitas belajar dengan hasil belajar
terhadap model Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains pada materi larutan penyangga
Ha : Ada korelasi yang signifikan antara aktivitas belajar dengan hasil belajar terhadap
model Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains pada materi larutan penyangga

30
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 12 Medan. Waktu penelitian
dilaksanakan pada semester ganjil T.P 2020/2021 selama lebih kurang lima bulan yaitu
januari sampai dengan Mei 2020. Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal
hingga pelaporan hasil penelitian.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI peminatan bidang IPA
yang menggunakan kurikulum 2013 di SMA Negeri 12 Medan berjumlah tiga kelas dan
setiap kelasnya berjumlah 36 orang siswa.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yang diambil secara purposive
sampling. Kelas XI IPA 1 dijadikan sebagai kelas eksperimen yang dibelajarkan
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains dan kelas XI
IPA 3 lagi dijadikan sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan menggunakan model
konvensional.

3.3. Variabel Penelitian


Variabel adalah objek penelitian atau apa saja yang menjadi titik perhatian dalam
penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian adalah variabel bebas, variabel
terikat, dan variabel control. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi penyebab. Pada penelitian ini adalah penerapan model inkuiri terbimbing berbasis
Literasi Sains dan Konvensional. Variabel terikat adalah variabel yang menjadi akibat dari
suatu penyebab Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar kimia dan aktivitas
siswa yang berkaitan dengan materi pokok Laju Reaksi. Variabel kontrol adalah variabel
yang harus dikendalikan dalam suatu penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah
guru yang mengajar, materi yang diajarkan, buku pegangan siswa, waktu yang digunakan dan
soal instrumen (pre-test dan post-test) yang sama. Variabel kontrol ini digunakan untuk
menghomogenkan sampel sehingga sampel mempunyai efek yang sama terhadap gejala yang
diteliti.

31
3.4. Instrumen Penelitian
Dalam Penelitian ini instrumen penelitian terdiri dari instrumen tes dan instrument
non-tes. Instrumen tes adalah tes objektif (soal pilihan berganda) dan instrument non-tes
adalah lembar observasi penilaian keaktifan siswa.
3.4.1. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar kimia
siswa yakni pretest dan posttest. Pretest diberikan kepada sampel sebelum perlakuan
(treatment) dengan tujuan untuk mengetahui homogenitas dan kenormalan ataupun
kesamaan karakteristik kemampuan awal siswa. Posttest diberikan setelah selesai proses
perlakuan (treatment) dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Bentuk tes hasil belajar kimia siswa adalah pilihan berganda, yang disusun dengan
lima pilihan jawaban yaitu a, b, c, d, dan e. Butir tes dirancang mencakup empat kawasan
kognitif menurut taksonomi Bloom yaitu aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2),
penerapan (C3), dan analisis(C4). Jumlah soal yang digunakan untuk penelitian sebanyak 20
butir soal. Tetapi sebelumnya soal divalidasi dan diuji cobakan terlebih dahulu.
Analisis Instumen menurut Silitonga (2011) dilakukan dengan dua cara yaitu analisis
secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. Analisis secara kualitatif adalah validitas logis
(validitas isi) yaitu penelaahan instrumen tes dari segi teknis, isi dan editorial. Sedangkan
analisis kuantitatif dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu butir instrumen tes
memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian, apakah butir instrumen tersebut harus
diperbaiki karena terbukti masih memiliki kelemahan, bahkan instrumen tersebut harus
digugurkan atau tidak digunakan sama sekali karena terbukti secara empiris tidak berfungsi
sama sekali (Silitonga, 2011). Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis kualitatif yaitu
validitas isi instrumen tes hasil belajar sedangkan analisis kuantitatif yaitu uji coba soal ke
siswa.
3.4.1.1. Validitas Isi (Content Validity)
Menurut Silitonga (2011) content validity adalah menelaah instrument tes dari
segi teknis, isi, dan editorial. Menelaah dari segi teknis dimaksudkan sebagai penelaahan
instrumen berdasarkan prinsip-prinsip pengukuran dan format penulisan. Menelaah dari segi
isi dimaksudkan sebagai penelaahan terhadap kelayakan pengetahuan yang dinyatakan. Dan
yang terakhir yaitu menelaah dari segi editorial adalah penelaahan yang berkaitan dengan

32
penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas tiap butir soal (item) adalah
teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Silitonga
(2011), dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut:
N Σ XY −(Σ X )(Σ Y )
r xy =
√ ¿ ¿¿
Dimana, X = Skor butir tes yang akan dihitung validitasnya.
Y = Skor total butir soal
N = Jumlah Siswa
rxy = Koefisien korelasi
Koefisien validitas yang diperoleh (rxy) dibandingkan dengan nilai–nilai r Tabel
Product Moment dengan derajat bebas (db = N-2) pada α = 0,05 dengan kriteria : jika r hit> r
tabel, maka butir tes tersebut dikatakan valid.

3.4.1.2. Reliabilitas Tes


Uji reliabilitas tes adalah untuk melihat seberapa jauh alat pengukur tersebut andal
(reliabel) dan dapat dipercaya, sehingga instrumen tersebut dapat dipertanggungjawabkan
dalam mengungkapkan data penelitian. Karena tes yang digunakan sebagai instrumen
penelitian adalah soal yang pilihan berganda dan essay dengan rumus yang digunakan adalah
rumus K – R 20 dalam Silitonga (2011),
dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut :

S 2−∑ p2
r 11 = [ K
K−1
x ][ S2 ]
2
2 (∑ X )
Dengan ∑X −
N
S2=
N
q=1–p

Keterangan : r11 : koefisien reliabilitas tes


K : jumlah butir tes
S2 : Varians skor
p : Proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (skor 1)
q : Proporsi subjek yang menjawab salah pada sesuatu butir
N : Banyaknya siswa
33
Masing-masing proporsi dihitung dengan rumus:
banyaknya subjek yang skornya1
p=
N
banyaknya subjek yang skornya 0
q=
N
Untuk menafsirkan harga reabilitas dari soal, maka harga tersebut dikorelasikan ke

tabel harga product moment dengan α = 0,05 jika r hitung >r tabel maka soal reliabel.
Adapun kriteria reliabilitas suatu tes diuraikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1. Kriteria Reliabilitas
No Skors Kriteria

1 < 0,20 sangat rendah

2 0,20 – 0,40 Rendah

3 0,41 – 0,70 Sedang

4 0,71 – 0,90 Tinggi

5 0,91 – 1,00 sangat tinggi

34
3.4.1.3. Tingkat Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan karakteristik (sukar mudahnya) suatu soal disebut
Indeks Kesukaran (Silitonga,2011). Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal.
Untuk menentukan taraf kesukaran soal dapat dilihat persamaan sebagai berikut :
B
P=
T
Dimana : P = Indeks kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab item dengan benar
T = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dengan klasifikasi taraf kesukaran diuraikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.2. Klasifikasi Taraf Kesukaran
No Skors Kriteria

1 0,00 – 0,30 Sukar


2 0,31 – 0,70 Sedang
3 0,31 – 0,70 Sedang

3.4.1.4. Daya Pembeda Soal


Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara
siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya
pembeda soal dapat dilihat persamaan berikut:
B A BB
D= −
J A J B =P - P (Silitonga, 2011)
A B

Dimana : D = Daya pembeda soal


BA = Banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Banyak peserta kelompok atas
JB = Banyak peserta kelompok bawah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

35
Dengan klasifikasi daya pembeda diuraikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.3. Klasifikasi Daya Pembeda
No Skors Kriteria

1 0,00 – 0,20 jelek (poor)


2 0,21 – 0,40 cukup (satisfactory)
3 0,41 – 0,70 baik (good)
4 0,71 – 1,00 baik sekali (excellent)

3.4.2. Instrumen Non-tes


Instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi
penilaian aktivitas siswa. Nilai-nilai yang berkaitan dengan aktivitas siswa diukur dan diamati
secara langsung oleh pengamat/ observer. Pengamat dapat terdiri dari peneliti ditambah
dengan beberapa orang guru atau pihak lain. Dalam penelitian ini setiap satu kelas
eksperimen dibagi menjadi enam kelompok belajar sehingga observer yang dibutuhkan
sebanyak dua orang. Satu orang observer mengamati sekaligus tiga kelompok belajar.
Lembar observasi penilaian aktivitas siswa disusun berdasarkan indikator tertentu.
Suatu instrumen tes atau non tes baik digunakan dalam penelitian harus diuji validitas dan
reliabilitasnya sebelum instrumen tersebut dipakai dalam penelitian (Silitonga, 2011). Untuk
validitas instrument non tes dalam penelitian ini cukup dilakukan secara kualitatif dengan
expert judgement atau pertembingan para ahli di bidangnya (validator ahli) yang
mempertimbangkan dan menganalisis kriteria kesesuaian lembar observasi penilaian
aktivitas siswa yang diukur terhadap indikator sikap serta deskriptor yang dibuat oleh
peneliti. Sedangkan untuk uji reliabilitas instrumen non tes tidak dilakukan oleh peneliti
dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya. Kisi-kisi lembar observasi penilaian sikap
diuraikan pada tabel 3.4.

36
Tabel 3.4. Kisi-Kisi Lembar Observasi Penilaian Aktivitas
No Kategori Indikator Aspek yang Diamati
1 Kegiatan visual Memperhatikan a. Mengikuti proses
(visual activities) penjelasan pendidik pembelajaran
b. Tidak melakukan
kegiatan lain yang
tidak berhubungan
dengan pelajaran selain
kimia (seperti mencatat
atau belajar pelajaran
selain kimia, bermain
handphone, dsb)
c. Saat pendidik
menjelaskan materi,
pandangan siswa
tertuju pada pendidik)

2 Kegiatan lisan (oral Bertanya a. Aktif bertanya dalam


acivities) pembelajaran
b. Menyampaikan
pertanyaan yang
berhubungan dengan
materi Laju Reaksi.
c. Mengajukan
pertanyaan tentang
materi kimia dan
menghubungkannya ke
kehidupan sehari- hari
Mengemukakan a. Menyatakan pendapat
pendapat dengan sopan
b. Menyampaikan
pendapat dengan logis
c. Menjawab pertanyaan
siswa lain
3 Kegiatan Mendengarkan dengan a. Siswa terlihat senang

37
mendengarkan baik ketika teman lain ketika teman sedang
(listening activities) sedang berbicara / berpendapat
mengeluarkan b. Pandangan siswa
pendapat. tertuju pada teman
yang sedang
berpendapat
a. Siswa tidak memotong
pembicaraan ketika
teman sedang
berpendapat
4 Kegiatan menulis Menulis atau mencatat a. Mencatat penjelasan
(writing activities) dari guru
b. Menyelesaikan tugas
c. Mengerjakan lembar
kerja siswa.
5 Kegiatan emosional Antusias dalam a. Siswa terlihat senang
(emotional pembelajaran mengikuti
activities) pembelajaran
b. Siswa tidak mengantuk
mengikuti
pembelajaran
c. Siswa tidak ribut
selama pembelajaran
(Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2017)

3.5. Rancangan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian maka jenis penelitian
merupakan penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan pada dua kelas yang satu kelas
dijadikan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Rancangan
penelitian menggunakan desain T1 dan T2 masing-masing adalah uji awal dan uji akhir,
sedangkan X dan Y adalah perlakuan yaitu model pembelajaran yang digunakan, seperti
pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Rancangan Penelitian
Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

38
Eksperimen T1 X T2
Kontrol T1 Y T2

Keterangan :
X= Perlakuan yang akan diberikan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan
menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis Literasi Sains
Y= Perlakuan yang akan diberikan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional.
T1 = Tes awal (Pretest)
T2 = Tes akhir (Posttest)

3.6. Teknik Pengumpulan Data


3.6.1. Tahap Persiapan Penelitian
1. Melakukan observasi ke sekolah untuk mengetahui masalah yang terjadi dalam proses
pembelajaran khususnya dikelas XI tentang pelajaran kimia dan model
pembelajarannya.
2. Penyusunan proposal penelitian.
3. Persetujuan proposal penelitian.
4. Melakukan validitas isi terhadap instrumen tes pilihan berganda dengan validator ahli
5. Melakukan analisis validitas dan reliabilitas instrumen non tes yaitu lembar observasi
penilaian sikap siswa dengan validator ahli.
6. Melakukan uji coba instrumen tes terhadap soal yang akan diberikan kepada siswa
sebagai sampel penelitian.
7. Mengurus surat izin penelitian.
8. Kosultasi dengan kepala sekolah tempat penelitian dilaksanakan dengan membawa
surat izin penelitian.
9. Konsultasi dengan guru kimia kelas XI IPA SMA Negeri 12 Medan
10. Menyusun materi pembelajaran dengan menerapkan model inkuiri terbimbing
berbasis Literasi Sains dan model pembelajaran konvensional dikelas kontrol.
11. Menyusun evaluasi belajar siswa.

3.6.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

39
1. Menentukan dua kelas secara acak dari beberapa kelas pararel yang ada sebagai
sampel kelas. Kelas pertama dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua
dijadikan kelas kontrol.
2. Sebelum pembelajaran dimulai, terlebih dahulu melakukan pendataan siswa-siswa
disetiap kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Melaksanakan pretest (T1) dikelas eksperimen dan kelas control untuk mengukur
kemampuan awal, kenormalan dan homogenitas sampel sebelum diberikan
perlakuan.
4. Menetapkan sampel siswa yaitu siswa yang relative homogen statusnya.
5. Memberikan perlakuan X (menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis Literasi
Sains dikelas eksperimen dan Y (menggunakan model pembelajaran konvensional)
dikelas kontrol selama beberapa waktu tertentu.
6. Selama proses penelitian berlangsung, pertahankan agar kondisi kedua kelompok
tetap sama misalnya guru yang mengajar, buku yang digunakan, media yang
digunakan, lamanya waktu mengajar dan lain-lain.
7. Selama proses penelitian berlangsung, masing-masing kelas eksperimen dan kelas
kontrol diamati aktivitas siswa melalui lembar observasi penilaian aktivitas yang
diamati oleh observer pada saat pembelajaran sedang berlangsung yaitu dari awal
sampai akhir pembelajaran.
8. Setelah proses pembelajaran yaitu memberikan perlakuan dikelas eksperimen dan
dikelas control selesai, tahap selanjutnya memberikan posttest (T2) untuk mengukur
hasil belajar dan aktivitas siswa dikelas eksperimen dan dikelas kontrol.

40
3.6.3. Tahap Akhir Penelitian
1. Data skor/nilai pretes dan postes setiap siswa ditabulasi, kemudian menghitung selisih
nilai hasil belajar yang diperoleh dikelas ekperimen maupun dikelas kontrol tersebut
sebelum dan sesudah perlakuan (postes ‒ pretes).
2. Melakukan uji persyaratan analisis statistik terutama uji normalitas dan uji
homogenitas data.
3. Menghitung rata-rata (mean) nilai hasil belajar yang diperoleh di setiap kelas.
4. Menerapkan uji statistik yang cocok untuk menguji apakah ada pengaruh hasil belajar
serta penilaian sikap aktivitas siswa dikelas eksperimen dibandingkan dengan hasil
belajar serta penilaian siswa dikelas kontrol.
5. Menarik kesimpulan penelitian.
Skema Alur Penelitian

Tahap Persiapan

Populasi

Sampel

Preetest

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Lembar observasi Pembelajaran


Model inkuiri terbimbing
berbasis Literasi Sains penilaian aktivasi konvensional
siswa

Posttest

Pengolahan data
41
Kesimpulan

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian


3.7. Teknik Analisis Data
3.7.1. Pedoman Penilaian Instrumen Tes
Dalam penelitian ini data yang diolah adalah hasil belajar siswa kedua kelas. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis dengan menggunakan rumus Uji-t. Sebelum
melakukan Uji-t tersebut, terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah berikut :
3.7.1.1. Menentukan Nilai Rata- rata dan Simpangan Baku
a. Untuk menentukan nilai rata – rata skor masing – masing kelompok sampel dihitung
dengan rumus :

∑ f i Xi
X = ∑ fi Sudjana (2005) 
b. Untuk menentukan simpangan baku digunakan rumus :

∑ ( Xi−X )2

Dimana :
S= √ n−1 (Silitonga, 2011)

2
( Xi−X ) = Simpangan Kuadrat
Xi = Nilai Siswa
n = Jumlah Sampel
3.7.1.2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya populasi penelitian tiap
variabel penelitian. Untuk menguji normalitas dapat dilakukan dengan uji Chi Kuadrat
dilakukan dengan cara membandingkan kurva baku/standar (A) dengan kurva normal yang
terbentuk dari data yang terkumpul (B). Bila B tidak berbeda secara signifikan dengan A,
maka disimpulkan bahwa B merupakan data yang terdistribusi normal. Adapun langkah-
langkah uji Chi Kuadrat sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah kelas interval untuk uji Chi Kuadrat. Jumlah kelas interval ditetapkan
= 6. Hal ini sesuai dengan 6 bidang yang ada pada kurva normal baku.

2. Mementukan panjang kelas intrval (PK) dengan persamaan

42
DataTerbesar −DataTerkecil
Panjang Kelas (PK) =
6
3. Menyusun data ke dalam Tabel penolong untuk menentukan harga Chi Kuadrat
Tabel 3.6 Uji Normalitas
Interval fo fh (dibulatkan) fo-fh (fo-fh)2 (fo−fh)2
fh

Jumlah X2 =

Keterangan:
Interval dimulai dari data terendah dan setiap interval ditambabh panjang kelas (PK)
fo = jumlah data hasil observasi
fh = jumlah data yang diharapkan (persentase luas tiap bidang dikalli
banyaknya data)
4. Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung ( χ 2 ) dengan harga Chi Kuadrat Tabel pada α =

0,05 dengan db = 5. Jika Chi Kuadrat hitung ( χ 2 )< harga Chi Kuadrat Tabel, maka data
berdistribusi normal.
3.7.1.3. Uji Homogenitas Data
Jika dalam uji normalitas diperoleh data berdistribusi normal, maka selanjutnya
dilakukan uji homogenitas. Uji Homogenitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah
grup (data kategori) mempunyai varians yang sama diantara anggota grup tersebut (Silitonga,
2011). Jika varians sama, dikatakan ada homogenitas. Sedangkan varians tidak sama,
dikatakan terjadi heterogenitas. Kesamaan varians diuji dengan hipotesis sebagai berikut :
VariansTerbesar
F=
Varians Terkecil
Dengan Kriteria pengujian Jika Fhitung< Ftabel maka Ho diterima sedangkan Jika Fhitung ≥
Ftabel maka Ho ditolak.
Dimana Fα (v1, v2) didapat dari daftar distribusi F dengan peluang α, sedangkan derajat
kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang = (n1 -1) dan dk penyebut =
(n2 – 1) dengan taraf nyata α = 0,05.
3.7.1.4. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis digunakan untuk menguji apakah kebenarannya dapat diterima atau
ditolak dengan menggunakan uji t dua pihak sebagai berikut :

43
( X́1 - X́2 )
t hitung =
S21 S22 (Silitonga, 2011)

Dimana :
√( +
n1 n2 )
Untuk mengukur hipotesis rumusan masalah I :
X́ 1 = Skor rata-rata nilai hasil belajar siswa kelas eksperimen
X́ 2 = Skor rata-rata nilai siswa kelas kontrol

Untuk mengukur hipotesis rumusan masalah II :


X́ 1 = Skor rata-rata aktivitas siswa kelas eksperimen
X́ 2 = Skor rata-rata aktivitas siswa kelas kontrol
n1 = Jumlah anggota sampel kelas eksperimen
n2 = Jumlah angota sampel kelas kontrol
S1 = Standart deviasi kelompok kelas eksperimen
S2 = Standart deviasi kelompok kelas kontrol
Langkah-langkah berikutnya dalam pengujian hipotesis ini adalah :
- Menetapkan taraf signifikan (α) yaitu 0,05.
- Mencari ttabel dengan pengujian dua pihak dimana dk = n1+ n2 -2 dan dengan
menggunakan table t sehingga di dapat t tabel.
- Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak (Ha diterima), dan jika thitung ≤ ttabel maka H0 diterima
(Ha ditolak) dengan derajat bebas (db) = ( n1 + n2 ) – 2 dan α = 0,05.
- Membandingkan thitung dengan ttabel.
- Membuat kesimpulan.
3.7.1.4 Uji Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengukur seberapa erat hubungan antara dua
variabel. Kuat tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y diukur dengan suatu
nilai yang disebut Koefisien Korelasi (“r”) atau disimbolkan dengan ρ (rho). Besarnya
koefisien korelasi berkisar antara -1 dan +1 atau dilambangkan dengan -1< r < +1.
Jika : r = +1 berarti ada korelasi positif sempurna antara variabel X dan Y
r = -1 berarti ada korelasi negatif sempurna antara variabel X dan Y
r = 0 berarti tidak ada korelasi antara X dan Y
Secara rinci, makna dari koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7 Makna dari Koefisien Korelasi

44
Koefisien Korelasi (r) Makna

0,00 Tidak berkorelasi


0,01 – 0,20 Korelasi Sangat rendah
0,21 – 0,40 Korelasi Rendah
0,41 – 0,60 Korelasi Cukup
0,61 – 0,80 Korelasi Tinggi
0,81 – 1,00 Korelasi Sangat tinggi

Untuk menghitung koefisien korelasi berdasarkan sekumpulan data (X,Y) berukuran


N maka digunakan rumus Produk Moment:
N Σ XY −( Σ X ) ( ΣY )
r xy= 2 2 2 2
√ { N Σ X −( ΣX ) } {NΣ Y −( ΣY ) }
Dimana :
Rxy : Koefisien korelasi
X : Nilai hasil belajar siswa
Y : Nilai kemampuan berpikir kritis siswa
N : Jumlah siswa
Uji signifikansi korelasi sederhana dilakukan dengan membandingkan nilai r yang
diperoleh (r-hit) dengan rtabel pada tingkat signifikansi tertentu, dengan kriteria: jika r- hit ≥ r-tabel
maka Ho ditolak dengan berarti: Ada korelasi positip/negatip yang signifikan antara variable
X dengan variabel Y.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ahriani, F. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Dan Gaya Belajar Terhadap
Hasil Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X SMK Negeri 2 Bantaeng.Jurnal
Chemica. 14(1): 1-9

Ajaja, P., & Eravwoke, U. 2010. Effects Of Cooperative Learning Strategy On Junior
Secondary School Students Achievement In Integrated Science. Electronic Journal
Of Science Education.14(1): 1-18.

Akinoglu, O., & Tandogan,O. 2007. The Effect of Problem Based Active Learning in Science
Education on Students’ Academic achievement, attitude and Concept Learning.
Eurasia Jounal of Mathematics, sciece and Technology Education. 3(1): 71-81.

Anni, Catharina Tri. 2006. Psikologi Belajar. Semarang: Unnes Press.

Bliss, C.A.,& Lawrence, B. 2009. Is The Whole Greater Than Sum Of Its Parts? A
Comparison Of Small Group And Whole Class Discussion Board Activity In
Online Courses. Journal of Asynchronous Learning Networks.13(4):25-40.

Cornu, L. R., & Peters, J. 2005.Towards Constructivist Classrooms: The Role Of The
Reflective Teacher.Journal of Educational Enquiry. 6(1): 50-64

Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dani, Alber. 2011. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Aktif Tipe Belajar Berawal Dari
Pertanyaan Dikolaborasikan Dengan Permainan Belajar Sucker Ball Terhadap
Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VII Smpn 4 Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan. Skripsi. IKIP PGRI Sumatera Barat.

Goswami, J., Meling, V., &Kupczynski, L. 2012.Cooperative Learning In Distance Learning:


A Mixed Methods Study.International Journal of Instruction.5(2):81-90

Hasan, R., Risdawati, R., & Nerita, S. 2011. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran
Aktif Tipe Learning Starts With A Question Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar

46
Biologi Siswa Kelas X Sman 2 Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
Pelajaran 2011/2012.Skripsi. IKIP PGRI Sumatera Barat

Isjoni. 2008. Model-model Pembelajaran Mutakhir Perpanduan Indonesia Malaysia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Otrina, S. 2012. Penerapan strategi pembelajaran aktif tipe learning starts with a
question(LSQ) terhadap pemahamanKonsep matematis siswa SMP Negeri 2
Pasaman. Skripsi. Sumatera Barat: STKIP PGRI Sumatera Barat

Pope, K. 2007. Conversations About Effective Teaching. Journal Of Educational


Enquiry.7(2): 51-65

Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga. Purnawati,
Ani. 2005. Pengaruh Pendekatan Pembentukan Soal (Problem Possing) Terhadap
Prestasi Belajar dan Sikap Siswa Kelas II SMAN IX Malang pada Pokok Bahasan
Stoikiometri. Skripsi Universitas Negeri Malang

Qomari, R. 2008. Pengembangan instrumen evaluasi domain afektif. Jurnal Pemikiran


Alternatif Pendidikan.13 (1): 87-109

Riswani, E., & Widayati, A. 2012.Model active learning dengan teknik learning starts with a
question dalam peningkatan keaktifan peserta didik pada pembelajaran akuntansi
kelas XI ilmu sosial 1 SMA Negeri 7 Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia.10(2): 1-21

Rosida, P., & Suprihatin, T. 2011. Pengaruh Pembelajaran Aktif Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Fisika Pada Siswa Kelas 2 SMU.Proyeksi. 6 (2): 89-102

Saptorini. 2011. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Semarang.

Silberman, Melvin L. 2011. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:
Penerbit Nusamedia.

Soeprodjo. 2002. Pengantar Statistika Untuk Penelitian. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Semarang.

47
Sudarmo, Unggul. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Surakarta: Phibeta. Sudjana.
2005.Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta :


Prestasi Pustaka.

Winkel. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.Jakarta: Gramedia Yuliawati, R.,
Rahayu, S. M., & Susatyo, E. B. 2009.Penggunaan Model Learning Start With A
Question Dan Self Regulated Learning Pada Pembelajaran Kimia. Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia. 3(1): 406-4012

Zaini, Hisyam ; Munthe, Bermawi; Aryani, Sekar. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta: CTSD (Center for Teaching Staf Development) UIN Sunan Kalijaga

48

Anda mungkin juga menyukai