Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas
Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Proposal ini. Proposal ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PTK Pendidikan Kimia yang
dilaksanakan di Universitas Negeri Medan.
Dalam penyusunan Proposal ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus dan sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai terutama
kepada dosen pengampu mata kuliah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal ini jauh dari kata sempurna untuk itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Semoga Proposal ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal
yang lebih baik lagi dan semoga bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Penelitian 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Rumusan Masalah 3
1.5 Tujuan Penelitian 3
1.6 Manfaat Penelitian 4
1.7 Defenisi Operasional 5
BAB II : KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 6
2.1 Tinjauan Teori 6
2.2 Kerangka Berpikir 29
2.3 Hipotesis 30
BAB III : METODE PENELITIAN 32
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 32
3.2 Populasi dan Sampel 32
3.3 Variabel Penelitian 32
3.4 Desain Penelitian 33
3.5 Instrumen Penelitian 39
3.6 Teknik Pengumpulan Data 40
3.7 Teknik Analisis Data 43
DAFTAR PUSTAKA 47
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
diaplikasikan melalui model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran sainstifik salah
satunya yakni model pembelajaran inkuiri terbimbing (Sani, 2014).
Pembelajaran yang melibatkan penggunaan sumber belajar bervariasi,proses inkuiri
dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari merupakan konsep
pembelajaran berbasis literasi sains. Pembelajaran yang diawali dengan suatu masalah
ilmiah,dilanjutkan dengan merumuskan jawaban sementara dan proses penyelidikan untuk
menyelesaikan masalah melalui literature dan kegiatan laboratorium,selanjutnya,pemahaman
yang didapat dari proses penyelesaian masalah tersebut,digunakan untuk mengambil
keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang dimaksud dengan pembelajaran
inkuiri terbimbing berbasis literasi sains (Eka Nurul Qomaliyah, 2016). Literasi sains,
termasuk literasi kimia, sangat perlu untuk diajarkan kepada siswa agar mereka dapat hidup
di tengah-tengah masyarakat modern abad 21. Berbagai upaya telah dilakukan di berbagai
negara termasuk Indonesia untuk meningkatkan literasi sains dan literasi kimia siswa,
misalnya upaya diluncurkannya kurikulum baru 2013 (Rahayu (2017).
Salah satu model pembelajaran yang dirujuk dalam kurikulum 2013 adalah model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang
lebih baik dari pada model pembelajaran konvensional, serta mampu meningkatkan prestasi
pada kemampuan kognitif siswa (Matthew dan 3 Kenneth, 2013). Arlianty (2016) juga
berpendapat bahwa inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang
memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar. Melalui model inkuiri terbimbing
diharapkan dapat menjadi alternatif untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam
belajar kimia.
1.6.
3
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi guru
Masukan bagi guru dan calon guru kimia sebagai bahan pertimbangan untuk
menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam meningkatkan literasi Sains
siswa.
2. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan peneliti tentang model pembelajaran inkuiri terbimbing
berbasis Literasi Sains dan diharapkan bisa dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
3. Bagi siswa
Agar siswa dapat lebih paham mengenai materi larutan penyangga dengan model
pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbasis Literasi Sains.
4. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa di sekolah sehingga dapat memperbaiki kualitas pembelajaran kimia.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk mengadakan
penelitian yang lebih mendalam terhadap hal-hal yang belum terjangkau dalam penelitian
ini baik yang berhubungan proses pembelajaran maupun keefektifan serta evaluasi guna
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
4
1.7. Defenisi Operasional
1 Inkuiri terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau
suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik
kesimpulan. Pada inkuiri terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi
dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau
langkah-langkah percobaan. Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk
menemukan konsep-konsep yang telah ditetapkan guru.
2 Kemampuan literasi sains merupakan kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,
mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan data untuk
memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena
aktivitas manusia.
3 Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar-
mengajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
memperoleh suatu bentuk perubahan pengetahuan dan sikap dan keterampilan.
Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dibandingkan dengan sebelumnya dari tidak tahu menjadi tahu.
4 Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan
fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar
sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan terintegrsi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Hakikat Belajar Mengajar
Trianto (2010) unsur terpenting dalam mengajar ialah merangsang serta mengarahkan
siswa belajar. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada
perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa. Cara mengajar guru yang baik merupakan
kunci dan prasarat bagi siswa telah belajar dengan baik. Salah satu tolak ukur bahwa siswa
telah belajar dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari, sehingga indikator hasil
belajar yang diinginkan dapat dicapai oleh siswa.
Mengajar bukan tugas ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar guru berhadapan
denga sekelompok siswa mereka adalah makhluk yang memerlukan bimbingan, dan
pembinaan menuju proses menuju kedewasaan. Siswa setelah mengalami proses pendidikan
dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar tanggung jawab
terhadap diri sendiri, wiraswasta, berpribadi dan bermoral. Mengingat tugas yang berat itu,
guru yang mengajar di depan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar, dan harus
dilaksanakan seefektif mungkin agar guru tidak asal mengajar.
2.1.1.2.Pengertian Mengajar
Kemampuan mengajar merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh setiap
pengajar, dan salah satu ilmu yang dipelajari dalam menambah kemampuan mengajar adalah
kemampuan menghadapi anak didik yang memiliki karakter, kemampuan serta keinginan
yang bervariasi.
7
Berikut beberapa defenisi mengajar menurut para ahli antara lain:
a. Sudjana (2005) Mengajar adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mngajar atau
mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasikan
lingkungan dalam hubunganya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang
menimbulkan terjadinya proses belajar mengajar.
b. Sanjaya (2007) mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar.
Sehingga dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar sebagai
proses menyampaikan/ menanamkan ilmu pengetahuan yang disengaja dalam rangka
memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan atau ditetapkan.
2.1.4.
10
2.1.4. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari
kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar
sedangkan kegiatan psikis berupa keterampilan terintegrsi. (Riyanto dan Muslim, 2014).
Adapun jenis-jenis aktivitas belajar menurut Supardi (2013), yang dilakukan siswa
sebagai berikut:
1. Kegiatan-kegiatan visual : membaca, mengamati eksperimen, dan mengamati orang lain
bekerja.
2. Kegiatan-kegiatan lisan : mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi dan
interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan : mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis :menulis makalah, menulis laporan, memeriksa makalah atau
laporan, bahan pelajaran, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan emosional : minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Persentase aktivitas belajar siswa menurut Rachmawati (2014), dihitung
menggunakan rumus:
Pa = m/M x 100%
keterangan:
Pa = Persentase keaktifan siswa
m = jumlah skor yang diperoleh
M = jumlah skor maksimal
11
Tabel 2.1 Kriteria Keaktifan Siswa
Persentase Keaktifan Siswa Kriteria Keaktifan Siswa
75% <Pa≤ 100% Sangat aktif
50% <Pa≤ 75% Aktif
25% <Pa≤ 50% Cukup aktif
Pa≤ 25% Tidak aktif
12
dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami fenomena alam, memperjelas
pemahaman, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Motivasi yang tinggi berasal
dari dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan ingin mengetahuinya.
Salah satu prinsip pembelajaran inkuiri adalah siswa dapat mengkonstruksi sendiri
pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif. Dalam proses belajar mengajar, inkuiri ini
digunakan sebagai metode pengajaran yang memungkinkan ide siswa berperan dalam suatu
investigasi yang akan dilakukan oleh siswa (Zulfiani, 2009). Siswa dalam pembelajaran
inkuiri sebagai pusat dan dapat mencari pemahamannya sendiri sedangkan guru sebagai
fasilitator.
Strategi pembelajaran inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan
sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Wina Sanjaya,2011). Proses
berpikir itu sendiri dilakukan melalui tanya jawab yang dilakukan antara guru dan siswa.
Teknik yang dipergunakan guru dalam menstimulus agar siswa dapat terlibat aktif dalam
proses pencarian pemahaman sangat menentukan keberhasilan suatu proses inkuiri. Untuk
lebih membuat siswa aktif guru juga harus menstimulus siswa dengan cara penilaian yang
tidak hanya sekedar melihat siswa pada hasil pembelajarannya saja tetapi juga pada proses
dan produk yang dihasilakan oleh siswa.
Pembelajaran inkuiri adalah suatu metode pembelajaran kimia yang menekankan dan
mengarahkan siswa pada proses pencarian informasi atas permasalahan yang diajukan
sehingga adanya proses penilaian portofolio pada berbagai aspek dan mendukung
keterlibatan aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan memahami konsep-konsep yang
diajarkan. Selama proses belajar mengajar, guru dapat menilai aktivitas siswa dengan
penilaian portofolio yang melihat bukan hanya pada hasil belajar saja tetapi juga pada proses
dan produk yang akan dihasilkan oleh siswa tersebut.
2.1.6.2.Karakteristik Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang menekankan perkembangan
intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) anak menurut Piaget seperti yang
dikutip Wina Sanjaya dipengaruhi oleh empat faktor yaitu, kematangan, pengalaman-
pengalaman fisik, pengalaman sosial, dan equilibrasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan oleh setiap guru, yakni:
1. Berorientasi pada pengembangan intelektual
2. Prinsip interaksi
13
3. Prinsip belajar
4. Prinsip belajar untuk berpikir
5. Prinsip keterbukaan (Wina Sanjaya,2011).
Kegiatan ilmiah merupakan intisari dalam pembelajaran inkuiri. Inkuiri sebagai
metode yang membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan intelektual memiliki
hubungan yang erat dengan proses-proses inkuiri. Strategi pembelajaran inkuiri selain
berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Pada strategi inkuiri
guru ditempatkan sebagai sumber belajar dan sebagai motivator. Inkuiri ilmiah tepat
dikaitkan dengan tahapan-tahapan tindakan para saintis yang mengarahkan mereka pada
pengetahuan ilmiah. Dalam kegiatan ilmiah para saintis melakukan pengamatan, menemukan
masalah, melakukan hipotesis, bereksperimen, mengumpulkan data berdasarkan instrumen
yang dibuatnya dan membuat kesimpulan (Zulfiani, 2009).
Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah:
1) Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi
2) Inkuiri berfokus pada hipotesis
3) Penggunaan fakta sebagai informasi (Trianto,2007).
14
Menurut peneliti berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, intisari pembelajaran
inkuiri adalah proses inkuiri. Sehingga karakteristikkarakteristik utama inkuiri mencakup hal-
hal yang mengarahkan pada kegiatan inkuiri. Salah satu peran guru dalam menciptakan
kondisi yang dapat menimbulkan kegiatan inkuiri adalah rewarder, memberikan penghargaan
pada prestasi yang dicapai siswa. Salah satu reward yang dapat diberikan guru oleh siswa
adalah nilai. Penilaian yang dapat digunakan adalah penilaian yang tidak hanya melihat pada
hasil belajar siswa saja tetapi juga pada proses inkuiri.
c. Tingkatan-Tingkatan Inkuiri
Dalam Standard for Science Teacher Preparatiion seperti yang dikutip Zulfiani terdapat 3
tingkatan inkuiri, yakni:
1) Discovery/Structured Inquiry
Dalam tingkatan ini tindakan utama guru adalah mengidentifikasi permasalahan dan
proses, sementara siswa mengidentifikasi alternative hasil.
2) Guided Inquiry
Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru adalah mengajukan
permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian.
3) Open Inquiry
Tindakan utama pada open inquiry adalah guru memaparkan konteks penyelesaian
masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah (Zulfiani, 2009).
d. Keunggulan Pembelajaran Inkuiri
Teknik inkuiri ini memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Dapat membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri siswa, sehingga siswa
dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belahar yang baru
3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, bersikap objektif, jujur,
dan terbuka.
4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5) Member kepuasan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9) Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar yang tradisional.
10) Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi
dan mengakomodasiinformasi (Zulfiani, 2009).
15
2.1.7. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan.
Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun
kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir
reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-
cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu (Yunianti, 2012).
Sayekti (2012) memaparkan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing menempatkan
siswa sebagai subyek yang belajar tidak lagi sebagai objek belajar yang hanya menerima
pengetahuan dari guru. Selain itu inkuiri terbimbing memberikan kesempatan berpikir bagi
siswa dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan metode ilmiah
dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa.
Inkuiri terbimbing (guided inquiry) adalah salah satu cara dalam pembelajaran
berbasis inkuiri yang digunakan dalam pendidikan sains, pembelajaran inkuiri terbimbing
diawali dari permasalahan yang diajukan guru yang tidak bisa dijelaskan dengan mudah atau
tidak dapat dipecahkan dengan cepat kemudian siswa melakukan pengamatan sampai pada
kesimpulan. Akan tetapi guru mengontrol pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan,
hipotesis yang dibuat dan apa yang siswa amati.
16
2.1.7.1.Ciri-Ciri Inkuiri Terbimbing
Adapun ciri dari pembelajaran inkuiri antara lain:
a. Guru dalam menyajikan pembelajaran tidak dalam bentuk konsep jadi, disini peserta
didiklah yang diberi kesempatan untuk menelaah, menyelidiki dan menemukan sendiri
jawabannya melalui teknik pemecahan masalah.
b. Peserta didik menemukan masalah sendiri atau mempunyai keinginan sendiri untuk
memecahkan masalah.
c. Masalah dirumuskan seoperasional mungkin, sehingga terlihat kemungkinannya untuk
dipecahkan.
d. Peserta didik berlatih merumuskan hipotesis, untuk mengarahkan dalam mencari data
e. Peserta didik menyusun langkah-langkah dalam mengumpulkan data dengan melakukan
pengamatan, eksperimen, membaca dan memanfaatkan sumber lain.
f. Peserta didik melakukan penlitian secara individual atau kelompok untuk mengumpulkan
data.
g. Peserta didik mengolah data serta menyusun kesimpulan.
h. Kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran.
i. Sasarannya adalah mempelajari proses pengamatan kejadian atau objek dan menyusun
generalisasi yang sesuai (Sofyan Amri,2010).
Metode inkuiri terbimbing biasanya digunakan bagi siswa-siswa yang belum
berpengalaman belajar dengan menggunakan metode inkuiri. Pada tahap permulaan
diberikan lebih banyak bimbingan, sedikit demi sedikit bimbingan itu dikurangi seperti yang
dikemukakan oleh Hudoyono bahwa dalam usaha menemukan suatu konsep siswa
memerlukan bimbingan bahkan memerlukan pertolongan guru setapak demi setapak Siswa
memerlukan bantuan untuk mengembangkan kemampuannya memahami pengetahuan baru.
Walaupun siswa harus berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi
pertolongan guru tetap diperlukan.
17
2.1.7.2. Sintaks Inkuiri Terbimbing
Menurut Karli dan Yuliarningsih (dalam Andriani, 2011) sintak model pembelajaran
inkuiri terbimbing serta perilaku guru dan siswa adalah:
18
4) Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas
menjaring informasi yang dibutuhkan untuk
menguji hipotesis yang diajukan.
Mengumpulkan data merupakan proses
mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual.
5) Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan
jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Yang
terpenting dalam menguji hipotesis adalah
mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban
yang diberikan. Di samping itu, menguji
hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional.
6. Merumuskan
kesimpulan
Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian,
berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga
pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar (Wina Sanjaya,2011).
19
persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa; (2) Strategi penemuan
membangkitkan gairah siswa; (3) Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju
sesuai dengan kemampuannya; (4) Siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya; (5)
Membantu memperkuat pribadi siswa; (6) Strategi berpusat pada anak; (7) Membantu
perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat dan menemukan kebenaran akhir dan
mutlak.
Sedangkan kelemahan metode inkuiri adalah: (1) Dipersyaratkan keharusan adanya
persiapan mental untuk cara belajar ini; (2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar di
kelas besar; (3) Harapan yang ditimpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru
dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional; (4)
Metode ini dianggap terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang diperhatikan
diperolehnya sikap dan keterampilan; (5) Fasilitas untuk mecoba ide ide mungkin belum
lengkap (Suyanti, 2010).
23
Literasi sains yang diukur adalah literasi sains pada cabang disiplin ilmu kimia. Jurnal
ini berjudul The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For Assessing The Development Of
Chemical Literacy Among High School Students. Penelitian dalam jurnal ini dilakukan pada
kelas 10 sampai kelas 12 untuk melihat apakah ada pengaruh pembelajaran kimia pada
literasi sains. Untuk kelas 10 yang baru masuk pertanyaan penelitian yang diungkapkan
dalam penelitian ini adalah, apakah ada pengaruhnya pembelajaran kimia pada tingkat dasar
pada kimia literasi siswa. Sedangkan untuk siswa diakhir kelas 10, pertengahan kelas 11 dan
diakhir kelas 12, pertanyaan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian adalah apakah
ada pengaruhnya dan apakah terdapat perbedaan mengenai materi kimia yang didapatkan
dikelas 10, 11 dan 12 terhadap kimia literasi siswa.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian diatas maka, dikembangkanlah
alat ukur kimia literasi yang mengacu pada jurnal yang dikeluarkan oleh PISA. Terdapat tiga
indikator yang dijadikan acuan, tiga indikator tersebut adalah:
1. Functional Literacy dapat menentukan beberapa konsep inti dari pembelajaran kimia
2. Conseptual Literacy menggunakan pemahaman mengenai konsep kimia agar dapat
memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Multi-Dimensional Literacy menggunakan pemahaman kimia untuk membaca dan
menganalisa artikel-artikel kimia, informasi yang terdapat dalam tulisan-tulisan kimia
(Sigit.G,2018).
Literasi sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah literasi sains yang merujuk
pada frame work PISA 2015 (OECD, 2013). Dalam literasi sains PISA 2015, digunakan
empat domain yaitu; 1) domain konteks (contexts), 2) domain kompetensi (competencies), 3)
domain pengetahuan (knowledge), dan 4) domain sikap (attitudes). Berikut penjelasan dari
masing-masing domain:
1. Domain Konteks (Contexts)
Domain konteks yang dimaksud PISA 2015 adalah konteks tidak terbatas pada
aspek umum dari pelajaran yang peserta didik dapatkan, namun juga mencakup isu-isu
kontekstual dalam lingkup pribadi /personal, lokasi/nasional, dan global yang akan
mencerminkan bukti keberhasilan literasi sains.
2. Domain Kompetensi (Competencies)
Terdapat tiga kompetensi dalam domain kompetensi yaitu menjelaskan fenomena
ilmiah, merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menginterpretasikan data dan
bukti ilmiah. Pada kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah mengharuskan peserta didik
untuk mengingat konten pengetahuan yang sesuai dan menggunakannya untuk menjelaskan
24
suatu fenomena. Kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah diperlukan
untuk mengevaluasi laporan temuan ilmiah dan penyelidikan. Kompetensi
menginterpretasikan data dan bukti ilmiah diperlukan untuk menafsirkan dan memahami
bentuk-bentuk dasar data ilmiah dan bukti ilmiah yang dapat digunakan untuk menarik
kesimpulan. Tabel 2.3 berikut menjabarkan indikator-indikator dari ketiga kompetensi
tersebut.
Tabel 2.3 Indikator pada Domain Kompetensi PISA 2015
Aspek Indikator
25
4. Mengevaluasi cara mengeksplorasi
pertanyaan yang diberikan secara
ilmiah
5. Menjelaskan dan mengevaluasi
berbagai cara yang digunakan oleh
ilmuwan untuk memastikan
keandalan data dan objektivitas serta
keumuman penjelasan
Menginterpretasikan data dan bukti Menganalisis dan mengevaluasi data
ilmiah ilmiah, mengklaim dan memberikan
argumen dalam berbagai representasi
serta menarik kesimpulan yang tepat
dengan menunjukkan kemampuan:
1. Mengubah data dari satu representasi
ke representasi lain
2. Menganalisis dan menafsirkan data
serta menarik kesimpulan yang tepat
3. Mengidentifikasi asumsi, bukti dan
penalaran dalam teks-ilmu terkait
4. Membedakan antara argumen yang
didasarkan pada bukti ilmiah dan teori
dan yang didasarkan pada
pertimbangan lain
5. Mengevaluasi argumen ilmiah dan
bukti dari berbagai sumber (misalnya
koran, internet, jurnal)
(OECD, 2013, hlm. 12)
2.1.3 Domain Pengetahuan (Knowledge)
Terdapat tiga aspek dalam domain pengetahuan yaitu pengetahuan konten (content
knowledge), pengetahuan procedural (procedural knowledge ), pengetahuan epistemic
(epistemic knowledge) (OECD, 2013, hlm. 17). Berikut Tabel 2.2 mengenai deskripsi
masing-masing aspek dalam domain pengetahuan.
Tabel 2.4 Aspek Domain Pengetahuan dan Deskripsinya
Aspek Deskripsi
26
Pengetahuan Konten Konten terdiri dari bidang fisika, kimia,
biologi, dan bumi dengan kriteria:
1. Memiliki relevansi dengan situasi
kehidupan nyata
2. Merupakan konsep ilmiah yang penting
3. Sesuai dengan tingkat perkembangan
anak 15 tahun
Pengetahuan Prosedural 1. Konsep mengenai variabel yang diukur;
variabel bebas, terikat, dan variabel
kontrol
2. Konsep pengukuran (secara kuantitatif),
observasi (kualitatif), penggunaan skala,
dan pengelompokan variabel
3. Cara untuk menghitung dan mengurangi
ketidakpastian nilai yang diukur; seperti
pengulangan pengukuran dan perata-
rataan data
4. Mekanisme untuk memastikan
replikabilitas (kedekatan antara besaran
yang diukur berulang), dan akurasi
(kedekatan antara nilai yang diukur dan
nilai yang sebenarnya)
5. Cara menampilkan dan mengabstrakkan
data menggunakan tabel, grafik, dan
diagram dengan sesuai
6. Strategi mengontrol sebuah variabel dan
peran variabel tersebut pada rancangan
penelitian atau menggunakan uji coba
yang acak untuk memenghindari
penemuan yang sudah ada
7. Penentuan rancangan penelitian yang
sesuai dengan pertanyaan ilmiah yang
diberikan. Contoh: ekperimental atau
hanya melihat pola
27
Pengetahuan Epistemik Membangun dan mendefinisikan aspek
ilmiah, yaitu:
1. Sifat pengamatan ilmiah, fakta,
hipotesis, model dan teori-teori
2. Maksud dan tujuan dari sains (untuk
menghasilkan penjelasan tentang alam)
dan yang membedakannya dari teknologi
(untuk mengasilkan solusi optimal dari
kebutuhan manusia, serta apa yang
mendasari pertanyaan ilmiah atau yang
bersifat teknologi menggunakan data
yang sesuai
3. Nilai nilai ilmiah, seperti komitmen
untuk mempublikasi hasil temuan, dan
obyektivitias serta menghilangkan
praduga awal
4. Sifat-sifat mengajukan alasan ilmiah,
seperti deduktif, induktif, abduktif
(menyimpulkan dari penjelasan yang
telah ada), analogikal, dan pemodelan
Peran pembangunan dan pendefinisian
aspek ilmiah dalam menjustifikasi
pengetahuan yang dihasilkan secara ilmiah,
yaitu:
1. Bagaimana pengajuan (klaim) ilmiah
didukung oleh data dan alasan yang tepat
2. Fungsi dari bentuk penelitian ilmiah
yang berbeda dalam menghasilkan
pengetahuan, tujuannya (untuk menguji
penjelasan, hipotesis, atau
mengidentifikasi pola) dan rancangannya
(observasi, eksperimen terkontrol, kajian
tentang hubungan)
3. Bagaimana kesalahan pengukuran
28
mempengaruhi tingkat kepercayaan di
pengetahuan ilmiah
4. Penggunaan dan peranan fisik, sistem
dan model abstrak, serta batasannya
5. Peranan kolaborasi, kritis, dan
bagaimana peninjauan dapat
menghasilkan kepercayaan pada
pengajuan (klaim) ilmiah
6. Peranan pengetahuan ilmiah bersama
dengan bentuk pengetahuan lain, dalam
menangani isu-isu di masyarakat dan isu
teknologi
(OECD, 2013, hlm 18)
29
2.3. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah.
Berdasarkan rumusan masalah maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
30
BAB III
METODE PENELITIAN
31
3.4. Instrumen Penelitian
Dalam Penelitian ini instrumen penelitian terdiri dari instrumen tes dan instrument
non-tes. Instrumen tes adalah tes objektif (soal pilihan berganda) dan instrument non-tes
adalah lembar observasi penilaian keaktifan siswa.
3.4.1. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar kimia
siswa yakni pretest dan posttest. Pretest diberikan kepada sampel sebelum perlakuan
(treatment) dengan tujuan untuk mengetahui homogenitas dan kenormalan ataupun
kesamaan karakteristik kemampuan awal siswa. Posttest diberikan setelah selesai proses
perlakuan (treatment) dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Bentuk tes hasil belajar kimia siswa adalah pilihan berganda, yang disusun dengan
lima pilihan jawaban yaitu a, b, c, d, dan e. Butir tes dirancang mencakup empat kawasan
kognitif menurut taksonomi Bloom yaitu aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2),
penerapan (C3), dan analisis(C4). Jumlah soal yang digunakan untuk penelitian sebanyak 20
butir soal. Tetapi sebelumnya soal divalidasi dan diuji cobakan terlebih dahulu.
Analisis Instumen menurut Silitonga (2011) dilakukan dengan dua cara yaitu analisis
secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. Analisis secara kualitatif adalah validitas logis
(validitas isi) yaitu penelaahan instrumen tes dari segi teknis, isi dan editorial. Sedangkan
analisis kuantitatif dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu butir instrumen tes
memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian, apakah butir instrumen tersebut harus
diperbaiki karena terbukti masih memiliki kelemahan, bahkan instrumen tersebut harus
digugurkan atau tidak digunakan sama sekali karena terbukti secara empiris tidak berfungsi
sama sekali (Silitonga, 2011). Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis kualitatif yaitu
validitas isi instrumen tes hasil belajar sedangkan analisis kuantitatif yaitu uji coba soal ke
siswa.
3.4.1.1. Validitas Isi (Content Validity)
Menurut Silitonga (2011) content validity adalah menelaah instrument tes dari
segi teknis, isi, dan editorial. Menelaah dari segi teknis dimaksudkan sebagai penelaahan
instrumen berdasarkan prinsip-prinsip pengukuran dan format penulisan. Menelaah dari segi
isi dimaksudkan sebagai penelaahan terhadap kelayakan pengetahuan yang dinyatakan. Dan
yang terakhir yaitu menelaah dari segi editorial adalah penelaahan yang berkaitan dengan
32
penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas tiap butir soal (item) adalah
teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Silitonga
(2011), dapat dilihat pada persamaan sebagai berikut:
N Σ XY −(Σ X )(Σ Y )
r xy =
√ ¿ ¿¿
Dimana, X = Skor butir tes yang akan dihitung validitasnya.
Y = Skor total butir soal
N = Jumlah Siswa
rxy = Koefisien korelasi
Koefisien validitas yang diperoleh (rxy) dibandingkan dengan nilai–nilai r Tabel
Product Moment dengan derajat bebas (db = N-2) pada α = 0,05 dengan kriteria : jika r hit> r
tabel, maka butir tes tersebut dikatakan valid.
S 2−∑ p2
r 11 = [ K
K−1
x ][ S2 ]
2
2 (∑ X )
Dengan ∑X −
N
S2=
N
q=1–p
tabel harga product moment dengan α = 0,05 jika r hitung >r tabel maka soal reliabel.
Adapun kriteria reliabilitas suatu tes diuraikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1. Kriteria Reliabilitas
No Skors Kriteria
34
3.4.1.3. Tingkat Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan karakteristik (sukar mudahnya) suatu soal disebut
Indeks Kesukaran (Silitonga,2011). Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal.
Untuk menentukan taraf kesukaran soal dapat dilihat persamaan sebagai berikut :
B
P=
T
Dimana : P = Indeks kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab item dengan benar
T = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dengan klasifikasi taraf kesukaran diuraikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.2. Klasifikasi Taraf Kesukaran
No Skors Kriteria
35
Dengan klasifikasi daya pembeda diuraikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.3. Klasifikasi Daya Pembeda
No Skors Kriteria
36
Tabel 3.4. Kisi-Kisi Lembar Observasi Penilaian Aktivitas
No Kategori Indikator Aspek yang Diamati
1 Kegiatan visual Memperhatikan a. Mengikuti proses
(visual activities) penjelasan pendidik pembelajaran
b. Tidak melakukan
kegiatan lain yang
tidak berhubungan
dengan pelajaran selain
kimia (seperti mencatat
atau belajar pelajaran
selain kimia, bermain
handphone, dsb)
c. Saat pendidik
menjelaskan materi,
pandangan siswa
tertuju pada pendidik)
37
mendengarkan baik ketika teman lain ketika teman sedang
(listening activities) sedang berbicara / berpendapat
mengeluarkan b. Pandangan siswa
pendapat. tertuju pada teman
yang sedang
berpendapat
a. Siswa tidak memotong
pembicaraan ketika
teman sedang
berpendapat
4 Kegiatan menulis Menulis atau mencatat a. Mencatat penjelasan
(writing activities) dari guru
b. Menyelesaikan tugas
c. Mengerjakan lembar
kerja siswa.
5 Kegiatan emosional Antusias dalam a. Siswa terlihat senang
(emotional pembelajaran mengikuti
activities) pembelajaran
b. Siswa tidak mengantuk
mengikuti
pembelajaran
c. Siswa tidak ribut
selama pembelajaran
(Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2017)
38
Eksperimen T1 X T2
Kontrol T1 Y T2
Keterangan :
X= Perlakuan yang akan diberikan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan
menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis Literasi Sains
Y= Perlakuan yang akan diberikan pada kelas kontrol yaitu pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional.
T1 = Tes awal (Pretest)
T2 = Tes akhir (Posttest)
39
1. Menentukan dua kelas secara acak dari beberapa kelas pararel yang ada sebagai
sampel kelas. Kelas pertama dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua
dijadikan kelas kontrol.
2. Sebelum pembelajaran dimulai, terlebih dahulu melakukan pendataan siswa-siswa
disetiap kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Melaksanakan pretest (T1) dikelas eksperimen dan kelas control untuk mengukur
kemampuan awal, kenormalan dan homogenitas sampel sebelum diberikan
perlakuan.
4. Menetapkan sampel siswa yaitu siswa yang relative homogen statusnya.
5. Memberikan perlakuan X (menggunakan model inkuiri terbimbing berbasis Literasi
Sains dikelas eksperimen dan Y (menggunakan model pembelajaran konvensional)
dikelas kontrol selama beberapa waktu tertentu.
6. Selama proses penelitian berlangsung, pertahankan agar kondisi kedua kelompok
tetap sama misalnya guru yang mengajar, buku yang digunakan, media yang
digunakan, lamanya waktu mengajar dan lain-lain.
7. Selama proses penelitian berlangsung, masing-masing kelas eksperimen dan kelas
kontrol diamati aktivitas siswa melalui lembar observasi penilaian aktivitas yang
diamati oleh observer pada saat pembelajaran sedang berlangsung yaitu dari awal
sampai akhir pembelajaran.
8. Setelah proses pembelajaran yaitu memberikan perlakuan dikelas eksperimen dan
dikelas control selesai, tahap selanjutnya memberikan posttest (T2) untuk mengukur
hasil belajar dan aktivitas siswa dikelas eksperimen dan dikelas kontrol.
40
3.6.3. Tahap Akhir Penelitian
1. Data skor/nilai pretes dan postes setiap siswa ditabulasi, kemudian menghitung selisih
nilai hasil belajar yang diperoleh dikelas ekperimen maupun dikelas kontrol tersebut
sebelum dan sesudah perlakuan (postes ‒ pretes).
2. Melakukan uji persyaratan analisis statistik terutama uji normalitas dan uji
homogenitas data.
3. Menghitung rata-rata (mean) nilai hasil belajar yang diperoleh di setiap kelas.
4. Menerapkan uji statistik yang cocok untuk menguji apakah ada pengaruh hasil belajar
serta penilaian sikap aktivitas siswa dikelas eksperimen dibandingkan dengan hasil
belajar serta penilaian siswa dikelas kontrol.
5. Menarik kesimpulan penelitian.
Skema Alur Penelitian
Tahap Persiapan
Populasi
Sampel
Preetest
Posttest
Pengolahan data
41
Kesimpulan
∑ f i Xi
X = ∑ fi Sudjana (2005)
b. Untuk menentukan simpangan baku digunakan rumus :
∑ ( Xi−X )2
Dimana :
S= √ n−1 (Silitonga, 2011)
2
( Xi−X ) = Simpangan Kuadrat
Xi = Nilai Siswa
n = Jumlah Sampel
3.7.1.2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya populasi penelitian tiap
variabel penelitian. Untuk menguji normalitas dapat dilakukan dengan uji Chi Kuadrat
dilakukan dengan cara membandingkan kurva baku/standar (A) dengan kurva normal yang
terbentuk dari data yang terkumpul (B). Bila B tidak berbeda secara signifikan dengan A,
maka disimpulkan bahwa B merupakan data yang terdistribusi normal. Adapun langkah-
langkah uji Chi Kuadrat sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah kelas interval untuk uji Chi Kuadrat. Jumlah kelas interval ditetapkan
= 6. Hal ini sesuai dengan 6 bidang yang ada pada kurva normal baku.
42
DataTerbesar −DataTerkecil
Panjang Kelas (PK) =
6
3. Menyusun data ke dalam Tabel penolong untuk menentukan harga Chi Kuadrat
Tabel 3.6 Uji Normalitas
Interval fo fh (dibulatkan) fo-fh (fo-fh)2 (fo−fh)2
fh
Jumlah X2 =
Keterangan:
Interval dimulai dari data terendah dan setiap interval ditambabh panjang kelas (PK)
fo = jumlah data hasil observasi
fh = jumlah data yang diharapkan (persentase luas tiap bidang dikalli
banyaknya data)
4. Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung ( χ 2 ) dengan harga Chi Kuadrat Tabel pada α =
0,05 dengan db = 5. Jika Chi Kuadrat hitung ( χ 2 )< harga Chi Kuadrat Tabel, maka data
berdistribusi normal.
3.7.1.3. Uji Homogenitas Data
Jika dalam uji normalitas diperoleh data berdistribusi normal, maka selanjutnya
dilakukan uji homogenitas. Uji Homogenitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah
grup (data kategori) mempunyai varians yang sama diantara anggota grup tersebut (Silitonga,
2011). Jika varians sama, dikatakan ada homogenitas. Sedangkan varians tidak sama,
dikatakan terjadi heterogenitas. Kesamaan varians diuji dengan hipotesis sebagai berikut :
VariansTerbesar
F=
Varians Terkecil
Dengan Kriteria pengujian Jika Fhitung< Ftabel maka Ho diterima sedangkan Jika Fhitung ≥
Ftabel maka Ho ditolak.
Dimana Fα (v1, v2) didapat dari daftar distribusi F dengan peluang α, sedangkan derajat
kebebasan v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang = (n1 -1) dan dk penyebut =
(n2 – 1) dengan taraf nyata α = 0,05.
3.7.1.4. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis digunakan untuk menguji apakah kebenarannya dapat diterima atau
ditolak dengan menggunakan uji t dua pihak sebagai berikut :
43
( X́1 - X́2 )
t hitung =
S21 S22 (Silitonga, 2011)
Dimana :
√( +
n1 n2 )
Untuk mengukur hipotesis rumusan masalah I :
X́ 1 = Skor rata-rata nilai hasil belajar siswa kelas eksperimen
X́ 2 = Skor rata-rata nilai siswa kelas kontrol
44
Koefisien Korelasi (r) Makna
45
DAFTAR PUSTAKA
Ahriani, F. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Dan Gaya Belajar Terhadap
Hasil Belajar Kimia Peserta Didik Kelas X SMK Negeri 2 Bantaeng.Jurnal
Chemica. 14(1): 1-9
Ajaja, P., & Eravwoke, U. 2010. Effects Of Cooperative Learning Strategy On Junior
Secondary School Students Achievement In Integrated Science. Electronic Journal
Of Science Education.14(1): 1-18.
Akinoglu, O., & Tandogan,O. 2007. The Effect of Problem Based Active Learning in Science
Education on Students’ Academic achievement, attitude and Concept Learning.
Eurasia Jounal of Mathematics, sciece and Technology Education. 3(1): 71-81.
Bliss, C.A.,& Lawrence, B. 2009. Is The Whole Greater Than Sum Of Its Parts? A
Comparison Of Small Group And Whole Class Discussion Board Activity In
Online Courses. Journal of Asynchronous Learning Networks.13(4):25-40.
Cornu, L. R., & Peters, J. 2005.Towards Constructivist Classrooms: The Role Of The
Reflective Teacher.Journal of Educational Enquiry. 6(1): 50-64
Dani, Alber. 2011. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Aktif Tipe Belajar Berawal Dari
Pertanyaan Dikolaborasikan Dengan Permainan Belajar Sucker Ball Terhadap
Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VII Smpn 4 Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan. Skripsi. IKIP PGRI Sumatera Barat.
Hasan, R., Risdawati, R., & Nerita, S. 2011. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran
Aktif Tipe Learning Starts With A Question Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar
46
Biologi Siswa Kelas X Sman 2 Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
Pelajaran 2011/2012.Skripsi. IKIP PGRI Sumatera Barat
Otrina, S. 2012. Penerapan strategi pembelajaran aktif tipe learning starts with a
question(LSQ) terhadap pemahamanKonsep matematis siswa SMP Negeri 2
Pasaman. Skripsi. Sumatera Barat: STKIP PGRI Sumatera Barat
Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga. Purnawati,
Ani. 2005. Pengaruh Pendekatan Pembentukan Soal (Problem Possing) Terhadap
Prestasi Belajar dan Sikap Siswa Kelas II SMAN IX Malang pada Pokok Bahasan
Stoikiometri. Skripsi Universitas Negeri Malang
Riswani, E., & Widayati, A. 2012.Model active learning dengan teknik learning starts with a
question dalam peningkatan keaktifan peserta didik pada pembelajaran akuntansi
kelas XI ilmu sosial 1 SMA Negeri 7 Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia.10(2): 1-21
Rosida, P., & Suprihatin, T. 2011. Pengaruh Pembelajaran Aktif Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Fisika Pada Siswa Kelas 2 SMU.Proyeksi. 6 (2): 89-102
Saptorini. 2011. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
Silberman, Melvin L. 2011. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung:
Penerbit Nusamedia.
Soeprodjo. 2002. Pengantar Statistika Untuk Penelitian. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
47
Sudarmo, Unggul. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Surakarta: Phibeta. Sudjana.
2005.Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Winkel. 1986. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.Jakarta: Gramedia Yuliawati, R.,
Rahayu, S. M., & Susatyo, E. B. 2009.Penggunaan Model Learning Start With A
Question Dan Self Regulated Learning Pada Pembelajaran Kimia. Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia. 3(1): 406-4012
Zaini, Hisyam ; Munthe, Bermawi; Aryani, Sekar. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif.
Yogyakarta: CTSD (Center for Teaching Staf Development) UIN Sunan Kalijaga
48