Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BLOK GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

DOSEN TUTOR : dr. Nopri esmiralda ,M.Kes

TUTOR KELOMPOK 2

NAMA : PUTRI ALYA MAHARANI MILLENIA


NPM : 61118005

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BATAM
2020
BLOK GANGGUAN TUMBUH KEMBANG
Skenario 2

[ TRAUMA GINJAL ]

Tuang Guntur (33 tahun) dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas, terjatuh dari sepeda motor waktu kebut-kebutan dan perut kanan atasnya terbentur trotoar.
Dari pemeriksaan fisik, dokter mendapatkan : kesadaran kompos mentis, akral dingin,
tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 120 x/menit, nafas 20 x/menit. Dokter segera memasang infus
Ringer laktat dan diguyur, serta memasang kateter uretra. Pemeriksaan abdomen didapatkan jejas
pada perut kanan atas dan dinding perut tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas (+). Dokter segera
merujuk Tuan Guntur ke RS.
Pemeriksaan di RS didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, urine 50 ml/jam, bercampur
darah. Lalu dilakukan CT Scan abdomen dengan kontras. Dari CT Scan terlihat ada ekstravasasi
kontras keluar dari kapsul di pool atas ginjal, sedangkan organ intra abdomen lain normal.
Dokter merawat Tuan Rian diruang intensif.

Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Tuan Rian ?

STEP 1

TERMINOLOGI ASING :

1. Kateteruretra : kateter yang dimasukkan ke dalam ureter melalui uretra dan


kandung kemih atau dari sebelah posterior ginja
2. Jejas : lecet, tergores, luka sedikit pada kulit
3. Ekstravasasi: keluarnya / pelepasan sesuatu seperti darah dari pembuluh darah
kedalam jaringan darah atau substansi lain yang dikeluarkan
STEP 2
RUMUSAN MASALAH :

1. Apa ada kemungkinan lain yang terjadi jika sakit perut kanan atas ?
2. Apa saja yang menyebabkan hematuria dan apakah ada hubungan hematuria
dengan besar kecilnya trauma yang terjadi?
3. Mengapa dokter melaksanakan tata laksana dengan member infuse dan memasang
kateter uretra?

STEP 3
HIPOTESIS :

1. Fraktur hepar , rupture hepar , infeksi dan radang usus


2. Penyebab hematuria :
- Infeksi saluran kemih
- Batu saluran kemih , termasuk batu kandung kemih
- Penyakit ginjal , misalnya batu ginjal , petadangan (glomerulonefritis) atau
akibat penyakit diabetes (nefropatidiabetik)
- Pembesaran kelenjar prostat (BPH)

Tidak ada hubungan hematuria degan besar kecilnya trauma yang terjadi . hematuria
memang poin diagnostic yang penting untuk trauma ginjal namu tidak cukup
sensitive dan spesifik untuk membedakan apakah suatu trauma mayor atau minor
hamturia tidak memiliki korelasi lurus Denham beratnya trauma ginjal.

3. RL untuk menggantikan cairan yang hilang saat mengalami cedera dan memasang
kateter uretra untuk mengsongkan kandung kemih agar tidak terjadi penumpukan urin
pada ginjal dan tidak menyebabkan gangguan pada ginjal .

STEP 4
SKEMA
STEP 5
LO ( LEARNING OBJECTIVE ) :

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi trauma ginjal


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemeiologi trauma ginjal
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi trauma ginjal
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi trauma ginjal
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi trauma ginjal
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi trauma ginjal
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakan diagnosis trauma ginjal
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan trauma ginjal
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding trauma ginjal
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi trauma ginjal
11. Mahasiswa mampu memahami dan menielaskan prognosis trauma ginjal
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan trauma ginjal yang memerlukan rujukan

STEP 6
PEMBAHASAN :

1. Definisi trauma ginjal :

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal merupakan trauma yang terbanyak
pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal
.

2. Epidemiologi trauma ginjal :


Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang dipertimbangkan.
Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan trauma dan sebanyak 10
% dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen. Dengan menggunakan Nasional
Trauma Data Bank, Grimsby et al. mengulas data cedera ginjal anak untuk menentukan
mekanisme cedera dan kelas, demografi, perawatan, dan pengaturan perawatan. Sebagian
besar trauma ginjal pada anak-anak ditemukan pada kelas rendah (79%) dan ditemukan
trauma tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien
adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat di rumah sakit
Universitas Sumatera Utara 8 anak. Meskipun sebagian besar anak-anak dirawat secara
konservatif di rumah sakit dewasa, tingkat nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan
pasien dirawat di rumah sakit anak

3. Etiologi trauma ginjal :

Cedera ginjal dapat terjadi secara:


a) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.
b) Tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal
secara tiba - tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk,
atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan
regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.
Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang selanjutnya dapat
menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat
dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis, kista
ginjal atau tumor ginjal.
Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal :
a) Trauma tumpul
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan kenderaan bermotor, dan
jatuh. Trauma tumpul dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan tabrakan
pribadi adalah penyebab utama trauma ginjal

b) Trauma iatrogenik
Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde pyelography, percutaneous
nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan
trauma ginjal

c) Trauma tajam
Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah abdomen
bagian atas ataupun pinggang

4. Patofisiologi trauma ginjal :

- Patofisiologi trauma abdomen


Trauma abdomen terjadi karena trauma ,infeksi ,iritasi dan obstruksi.
Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan
memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah dan
akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi,
maka tanda –tanda perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda
dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan , nyeri spontan ,nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah
lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu tubuh , juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda –tanda peritonitis belum tampak .Pada fase awal perforasi
kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul . Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk
kerongga abdomen , maka operasi harus dilakukan.

5. klasifikasi trauma ginjal :

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi:
a) cedera minor.
b) cedera mayor.
c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal
dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupum
hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor
(derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% merupakan
cedera pedikel ginjal.

Klasifikasi trauma ginjal


DERAJAT JENIS CEDERA GAMBARAN CEDERA

Derajat 1 - kontusio -mikrokopis atau hematuria gross


-Studi urulogi yang normal
- hematoma -subkapsular,nonexpanding tanpa
-parenkim laserasi
Derajat 2 - hematoma -nonexpanding hematoma
Perineral
-dikonfirmasi ke ginjal
-retroperiteneum
- laserasi -<1.0 cm kedalam parenkim dari
korteks ginjal tanpa kemih
Ekstravasasi.
Derajat 3 - laserasi -<1.0 cm kedalam parenkim
Korteks ginjal tanpa
Mengumpulkan system rupture
Ekstravasasi kemih.
Derajat 4 - laserasi -laserasi parenkim memperpanj
Angkan melalui korteks ginjal,
Medulla dan system pengumpulan
-vaskular -arteri ginjal atau cedera vena
Utama mengandungi pendarahan,
Derajat 5 -laserasi -ginjal terbelah sepenuhnya
-vaskular -avulsi pedikel ginjal,mungkin
Terjadi thrombosis arteri renalis

6. manifestasi trauma ginjal :

Tanda-tanda dan gejala trauma ginjal adalah :


a) Hematuria : Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi. Oleh karena itu,
adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan kemungkinan cedera
ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan muncul atau terdeteksi hanya
melalui pemeriksaan mikroskopik.
b) Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut.
c) Syok atau tanda-tanda kehilangan darah.
d) Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut.
e) Sebuah massa teraba mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma atau
kemungkinan ekstravasasi kemih.
f) Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul

7. penegakan diagnosis trauma ginjal :


Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas, mengkontrol
perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan
kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka harus dilakukan evaluasi lebih
lanjut.Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis dan peneriksaan fisik dan
penunjang.
- Keluhan :
1. Ada riwayat trauma.
2. Nyeri abdomen , bagian pinggang dengan intensitas nyeri yang bervariasi.
3. Ketegangan otot pinggang
4. Hematuria

-Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik :


Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi mekanisme
deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan bermotor dengan
kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank. Riwayat penyakit
sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ sebelum terjadinya trauma dan
adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya yang dapat memperberat trauma.
Hidronefrosis, batu ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan
komplikasi yang berat.
Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien
trauma. Stabilitas haemodinamik merupakan faktor utama dalam pengelolaan semua
trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk mengevaluasi pasien.
Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma tembus pada
region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus, panjang luka tidak
menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan seperti hematuria, jejas,
dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah, atau distensi abdomen dapat
dicurigai adanya trauma pada ginjal.
Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat :
a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bahagian
atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada daerah tersebut.
b) Hematuria
c) Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra.
d) Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
e) Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu
lintas.

-pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan BNO (foto polos abdomen) , untuk melihat adanya ekstravasasi , dan
adakah terlihat adanya fraktur pelvis dan lain-lain. Pemeriksaan pielografi intravena ,
adanya ekstravasasi kontras, fungsi ginjal kontralateral dan kelainan anatomik.

8. penatalaksanaan trauma ginjal :

Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera, kebutuhan
transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera. Namun,
manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh keputusan untuk mengeksplorasi
atau mengamati luka di abdominal.
Indikasi pemeriksaan CT scan pada kelainan urologi.
- Kecurigaan adanya massa di ginjal.
- Penderajatan (staging) keganasan urologi.
- Abses, urinoma, dan infeksi urogenitalia.
- Kolik ureter atau ginjal.
- Cedera pada urogenitalia (ginjal, buli-buli, ureter, dan uretra).
- Kecurigaan kelainan di retroperitoneum.
Diatas adalah gambar Pencitraan ct scan pada trauma ginjal

Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah :


1) Operasi dan Rekontruksi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment reparasi
ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan
nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
Semakin banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk pasien trauma ginjal.
Pada trauma ginjal, mayoritas ahli menganjurkan pendekatan transperitoneal). Untuk
menilai di tingkat acak secara prospektif nefrektomi, tingkat transfusi, kehilangan darah,
dan waktu operasi dalam menembus pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak
ada kontrol vascular adalah sebelum membuka fasia Gerota.
Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi pada
saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat syok,
hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat). Pada luka tembak, rekonstruksi
mungkin susah dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi). Secara keseluruhan,
perbaikan berhasil dicapai pada 89 % dari unit ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip
manajemen operasi yang sukses termasuk kontrol vaskular awal dan berbagai teknik
bedah. Penyelamatan ginjal setelah trauma utama dapat berhasil dilakukan dengan aman.
Pada semua kasus, direkomendasikan penggunaan drainase retroperitoneal untuk
mengalirkan kebocoran urin.

2) Manajemen Non- Operatif / Konservatif Perbedaan


dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari ketidakstabilan
yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan kemungkinan lebih tinggi dari
cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka tusuk.
a) Cedera ginjal tumpul
Manejemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien trauma
ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan istirahat dan
observasi. Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat secara konservatif
baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada trauma ginjal derajat 3
telah menjadi kontroversi selama bertahuntahun. Mayoritas pasien dengan trauma ginjal
derajat 4 dan 5 datang dengan trauma penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan
tingginya angka untuk melakukan nefrektomi. Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5
dapat dirawat secara konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil. Pendekatan
klinis yang sistematis adalah berdasarkan pada temuan klinis, laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang radiologi.

b) Penetrasi trauma ginjal


Luka tembus telah mendekati pembedahan secara tradisional. Namun, pendekatan
sistematis berdasarkan evaluasi klinis, laboratorium dan radiologi untuk meminimalkan
eksplorasi negatif tanpa meningkatkan morbiditas dari cedera terjawab. Selektif oleh
manajemen non-operatif untuk luka tusuk perut umumnya diterima untuk meningkatkan
proporsi pusat trauma). Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk
eksplorasi dan rekonstruksi. Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-operatif
harus mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien
hemodinamik stabil Luka tembak harus dieksplorasi hanya jika melibatkan hilus atau
disertai dengan tanda-tanda perdarahan terus, cedera ureter, atau laserasi pelvis ginjal).
Tembak kecepatan rendah dan luka tusuk minor dapat dikelola secara konservatif dengan
hasil yang diterima baik). Sebaliknya, jaringan kerusakan dari cedera tembak kecepatan
tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi diperlukan lebih sering. Universitas Sumatera Utara
18 Pada pasien hemodinamik stabil tanpa peritonitis mampu menjalani pemeriksaan
klinis serial, cedera organ padat bukan kontra - indikasi untuk manajemen non - operatif.
Dalam pengaturan yang sesuai, manajemen non - operatif cedera organ padat setelah
tembak melukai dikaitkan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan penyelamatan
organ Jika situs penetrasi dengan luka tusukan adalah posterior ke garis aksila anterior,
88% dari cedera ginjal tersebut dapat dikelola dengan non-operatif.

9. diagnosis banding trauma ginjal :

pendarahan intrabadomen

10. komplikasi trauma ginjal :

Jika tidak mendapatkan perawatan cepat dan tepat, maka trauma mayor dan trauma
pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian.
Terdapat beberapa komplikasi awal setelah cedera yaitu :
a) Delayed bleeding.
b) Urinary leakage
c) Abses perirenal. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan
komplikasi lanjutan yaitu :
- Hidronefrosis.
- Pielonefritis kronis.
- Hipertensi.
- Fistula arteriovenosa.
- Urolithiasis

11. prognosis trauma ginjal :


Jika follow-up dilakukan secara hati-hati , kasus trauma ginjal banyak yang
memiliki prognosis baik dengan proses penyembuhan yang berlangsung spontan serta
tata laksana yang diterima pasien .

12. trauma ginjal yang memerlukan rujukan :

Kriteria rujukan Bila terdapat tanda kegawat daruratan harus segera dirujuk ke
layanan sekunder. Contohnya apabila KU buruk disertai tanda-tanda syok, harus atasi perdarahan
dan syok dahulu, yaitu dengan pemasangan infus dan pemberian cairan elektrolit atau darah,
tergantung derajat perdarahan yang ditemui. Segera rujuk ke layanan sekunder cito. Tatalaksana
definitive untuk ginjal yang mengalami trauma faskes tingkat 1 tidak dapat dikerjakan karena
untuk menegakkan diagnosis dan menentukan grading trauma ginjal membutuhkan pemeriksaan
CT Scan Abdomen yang adannya difasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Sehingga kasus ini
harus dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Kapita Selekta Kedokteran. 3TH Ed. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. FKUI. 2000: p.
358-359.

6. Guyton, Hill. Ginjal dan Cairan tubuh in Buku Ajar. Fisiologi kedokteran. 9 th ed. EGC.
Jakarta. 2007. p 375-524

7. Summertom D.J et all. Renal Trauma in Guidelines on Urological Trauma. European


Association of Urology. 2013. p 9-23..

Anda mungkin juga menyukai