Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Illahi Robbi, yang


dengan limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan Karya ilmiah mata kuliah “Bahasa Indonesia” yang membahas
tentang “Tafsir, Ta`wil, dan Terjema” sebaik mungkin.

Dalam upaya penyelesaian karya ilmiah ini penulis telah banyak


mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan ribuan terima kasih kepada Bapak H. Frimeir Liadi, M.Pd. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia.

Penulis menyadari meskipun penulisan karya ilmiah ini telah penulis


upayakan seoptimal mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan
yang tidak disengaja, untuk itu kami sebagai penyusun membutuhkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi perbaikkan dan kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan khususnya bagi
penulis serta memperoleh ridho Allah semata. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, 07 Desember 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur`an merupakan pedoman hidup bagi umat islam semua hal yang
ada pada aspek kehidupantelah diatur di dalamnya. Walaupun begitu,
disamping bahsa arab tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang
sifatnya global. Sehingga tidak dapat dipahami secara tekstual, untuk itu bagi
orang awam perlu penerjemah dan penafsiran untuk memahaminya.
Dalam rangka penafsiran ayat-ayat Al-Quir`an dengan tujuan untuk
memahami maksud redaksi tersebut tidak jarang dilakukan pena`wilan
terhadap ayat-ayat yang tidak mampu dipahami dengan penfsiran. Dengan
demikian, betapa pentingnya aspek penafsiran dan pena`wilan ayat-ayat Al-
Qur`an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tafsir,Ta`wil, dan Tejemah?
2. Apa perbedaan Tafsir, Ta`wil, dan Terjemah?
3. Bagaimana Klasifikasi Tafsir?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Tafsir, Ta`wil, dan Terjemah.
2. Untuk mengetahui perbedaan Tafsir, Ta`wil, dan Terjemah.
3. Untuki mengetahui Klasifikasi Tafsir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir, Ta`wil, dan Terjemah


1. Pengertian Tafsir
Kata “Tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang berarti
keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut
pengertian bahasa adalah “Al-Kasf wa Al-Izhhar” yang artinya menyingkap
(membuka) dan melahirkan. Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan
bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-Idhah (menjelaskan), Al-
Bayan (menerangkan), Al-Kasys (mengungkapkan), Al-Izhar
(menampakkan), dan Al-Ibanah (menjelaskan)1.
Kata tafsir juga dapat berarti Al-Tafsirah, yakni alat-alat kedokteran
yang khusus dipergunakan untuk dapat mendeteksi atau mengetahui segala
penyakit yang diderita pasien.Kalau kata Tafsirah adalah alat kedokteran
yang di gunakan untuk mengungkap penyakit dari seorang pasien, maka
tafsir dapat menyingkap makna yang tersimpan dalam kandungan ayat-ayat
Al-Quran2.
Adapun pengertian tentang tafsir berdasarkah istilah, para ulama
banyak membelikan komentar di antara lain sebagai berikut :
a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil menyatakan tafsir adalah uraian
yang menjelaskan Al-Qur`an, menerangkan maknanya, dan
menjelaskan yang dikehendaki dengan nash, isyarat, atau tujuannya.
b. Menurut Syekh Al-Jaiziri dalam Shabib At-Taujih menyatakan tafsir
pada hakekatnya menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh
pendengar dengan menggunakan lafazh sinonimnya atau makna yang
mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dalilah
lafazh tersebut3.

1
Rosihon Anwar, Ulumul Al-Qur`an. Bandung, CV Pustaka Setia, 2010.hlm.209
2
Usman, Ulumul Qur`an, Yogyakarta, Teras, 2009.hlm.312
3
Maman Abdul Djaliel, Ulumul Qur`an, Bandung, CV Pustaka Setia, 2004.hlm.210
2. Pengertian Ta`wil
Secara etimoligi, menurut sebagian ulama kata ta`wil memiliki makna
yang sama dengan kata tafsir, yakni “menerangkan” dan “mejelaskan”.
Ta`wil berasal dari kata “aul”. Kata tersebut dapat berarti : pertama Al-Ruju
(kembali atau mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada proporsi
yang sesungguhnya. Kedua, Al-Sharf (memalingkan) yaitu memalingkan
suatu lafal yang mempunyai sifat khusus dari makna lahir kepada makna
batin lafal itu sendiri karena ada ketepatan atau kecocokan dan keserasian
dengan maksud yang dituju. Ketiga, Al-Siayasah (mensiasati) yakni, bahwa
lafal-lafal atau kalimat-kalimat tertentu yang mempunyai sifat khusus
memerlukan “siasat” yang tepat untuk menemukan makna yang dimaksud.
Untuk itu diperlukan ilmu yang meluas dan mendalam.
Pemaknaan ta`wil menurut terminologi adalah memalingkan lafal dari
maknanya yang tersurat kepada makna lain yang dimiliki lafal itu, jika
makna lain tersebut dipandang sesuai dengan ketentuan Al-Qur`an dan As-
Sunnah.
Adapun Ahmad Al-Maraghiy mengemukakan bahwa ta`wil ialah ayat
yang memiliki kemungkinan sejumlah makna yang terkandung didalamnya,
maka manakala dikemukakan makna demi makna kepada pendengar, ia
menjadi sangsi dan bingung mana yang hendak dipilihnya. Karena itu,
ta`wil lebih banyak digunakan untuk ayat-ayat mutasyahibat.
Sedangkan Muhammad Ali Al-Shabuniy mendefinisikan ta`wil adalah
memandang kuat sebagian dari makna-makna tertentu yang terkandung
didalam ayat Al-Qur`an dari sekian banyak kemungkinan makna yang ada.
Jadi, menta`wilkan ayat-ayat Al-Qur`an berarti “membelokkan” atau
“memalingkan” lafal-lafal atau ayat-ayat Al-Qur`an dari maknanya yang
tersurat kepada yang tersirat dengan maksud mencari makna yang sesuai
dengan ruh Al-Qur`an dan Sunnah Rasullullah SAW4

4
Abu Anwar, Ulumul Qur`an, Amzah, Pekan Baru, 2002.hlm.99
3. Terjemah
Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari suatu bahasa ke
bahasa lain”. Atau berati mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari
suatu bahasa ke bahasa lain.
Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-Qur`an adalah seperti yang
di kemukakan oleh Ash-Shabuni : “memindahkan bahasa Al-Qur`an kepada
bahasa yang lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini
kedalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa
arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantaraan
terjemah ini”.
Pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu :
a. Terjemah Maknawiyyah Tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau
kalimat dan mensyarahkannya, tidak terkat oleh leterlek-nya melainkan
ole makna dan tujuan kalimat aslinya. Terjemah semacam ini (dengan
corak lain) sinonim dengan tafsir.
b. Tejemah Harfiyyah bi Al-Mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-
kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (murafidnya) ke dalam
baasa baru dan terikat oleh bahasa aslinya.
c. Terjemah Harfiyyah bi Dzuni Al-Mistli, yaitu menyalin atau mengganti
kata-kata bahasa asli kedalam bahasa lain dengan memperhatikan
urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru itu
dan sejauh kemampuan penerjemahan.
B. Perbedaan Tafsir, Ta`wil, dan Terjemah
Perbedaan tafsir dan ta`wil berada pada satu pihak, sedangkan terjemah
mempunyai perbedaan tersendiri, yaitu yang pertama adalah bahwa tarjamah
adalah upaya menjelaskan makna-makna setiap kata didalam Al-Quran.
Sedangkan yang kedua, menjelaskan bahwa terjemah adalah hanya
mengalihkan bahasa Al-Qur`an yang berbahasa arab kedalam bahasa non arab5.
Adapun perbedaan tafsir dan ta`wil dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tafsir Ta`wil
5
Rosihon Anwar, Ulumul Al-Qur`an, CV Pustaka Setia, Bandung, 2010.hlm.213
1. Al-Raghif Al-Ashfahmi : lebih 1. Al-Raghif Al-Ashfahani : lebih
umum dan lebih banyak banyak dipergunakan untuk makna
digunakan untuk lafadzh dan dan kalimat dalam kitab-kitab yang
kosa kata dalam kitab-kitab diturunkan Allah SWT. Saja.
lainya.
2. Menerangkan makna lafadzh 2. Menetapkan makna yang
yang tidak menerima selain dari dikehendaki suatu lafadzh yang
satu arti. dapat menerima banyak makna
karena ada dalil-dalil yang
mendukungnya.
3. Al-Maturidi : menetapkan apa 3. Menyeleksi salah satu makna yang
yang dikehendaki ayat dan mungkin diterima oleh suatu ayat
menetapkan demikianlah yang dengan tidak meyakini bahwa
dikehendaki Allah SWT. itulah yang dikeendaki Allah SWT.
4. Abu Thalib Ats –Tsa`labi : 4. Abu Thabib Ats-Tsa`labi :
menerangkan makna lafadzh, menafsirkan batin lafadzh.
baik berupa akikat atau majaz.
Sedangkan persamaan antara tafsir dan ta`wil adalah dari sisi sasaran
atau tujuannya, yaitu sama-sama bertujuan untuk menjelaskan maksud dari
ayat-ayat Al-Qur`an.

C. Klasifikasi Tafsir
1. Tafsir bi Al-Ma`tsur
Kata Al-Ma`tsur adalah isim maf`ul (objek) dari kata atsara-ya`tsiru
yang secara etimologis berarti menyebutkan atau mengutip (naqala) dan
memuliakan atau menghormati (akrama). Sejalan dengan pengertian
harfiyah kata Al-Ma`tsur, tafsir Al-Riwayah, atau yang dikenal dengan tafsir
Al-Ma`tsur adalah penafsiran Al-Qur`an yang dilakukan dengan cara
menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an, menafsirkan Al-Quran dengan
Al-Sunnah Al-Nabawiyah atau menafsirkan ayat Al-Qur`an dengan kalam
(pendapat) sahabat, bahkan tabi`in menurut sebagian ulama6
Al-Farmawy menjelaskan bahwa, tafsir bi Al-Ma`tsu (bi Ar-Riwayah
dan An-Naql), yaitu menafsirkan Al-Qur`an yang mendasarkan pada
penjelasan Al-Qur`an sendiri, penjelasan Rasulallah, penjelasan sahabat

6
Muammad Amin Suma, Ulumul Qur`an, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013.hlm.333
melalui ijtihadnya, dan aqwal tabi`in. Jadi, bila merujuk pada definisi diatas,
ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi Al-Matsur.

Pertama, Al-Qur`an yang dipandang sebagai penafsir Al-Qur`an sendiri.


Misalnya, penafsiran kata muttaqin pada surat Al-Imran (33:1) dengan
kandungan ayat berikutnya, yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah
menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan
seterusnya

Kedua, otoritas hadits Nabi yang memang berfungsi sebagai penjelas


(mubayyin) Al-Qur`an. Misalnya, penafsiran Nabi teradap kata ‘Az-Zulm’
pada surat Al-An`am (60 dengan pengertian syirik dan pengertian
ungkapan) Al-Quwwah dengan Ar-Ramy (panah) pada firman Allah :

‫ون ِب ِه عَدُ َّو اهَّلل ِ َوعَدُ َّومُك ْ َو َءا َخ ِر َين ِمن‬ َ ‫ِمن قُ َّو ٍة َو ِمن ّ ِراَب ِط الْ َخ ْيلِ تُ ْر ِه ُب‬%ِّّ ‫َوَأ ِعدُّ و ْالَهُم َّما ْاس َت َط ْعمُت‬
‫ون‬َ ‫ ُدوهِن ِ ْم َال تَ ْعلَ ُموهَن ُ ُم اهَّلل ُ ي َ ْعلَ ُمه ُْم َو َما تُن ِف ُقو ْا ِمن يَس ْ ِء يِف َسبِيلِ اهَّلل ِ يُ َو َّف ِالَ ْيمُك ْ َوَأنمُت ْ َالت ُْظلَ ُم‬.
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kakuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persipan itu) kamu menggentarkan musu Allah Dan musuhmu
dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah
niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya (dirugikan)”. (Al-Anfal : 60)

Ketiga, otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang


banyak mengetaui Al-Qur`an.
Keempat, otoritas penjelasan tabi`in yang dianggap orang yang bertemu
langsung dengan sahabat.
Tidak diperoleh alasan yang memadai mengapa penfsiran tabi`in
dijadikan sebagai salah satu sumber tafsir bil Al-Ma`tsur. Padahal, dalam
menafsirkan Al-Qur`an, mereka tidak hanya mendasarkan pada riwayat
yang diterimanya dari sahabat, tetapi juga terkadang memasukkan ide-ide
mereka. Dengan kata lain mereka melakukan ijtihad dan memberi
interprestasi sendiri teradap Al-Qur`an.
Tafsir bi Al-Riwayah atau Tafsir bi Al-Matsur dapat dibedakan dalam 3
(tiga) bentuk, yaitu sebagai berikut :
a. Tafsir Al-Qur`an bi Al-Qur`an
Tafsir Al-Qur`an bi Al-Qur`an adalah bentuk menafsirkan bagian
atau kosakata tertentu ayat Al-Qur`an dengan bagian Al-Qur`an yang
lain dalam ayat dan surat yang sama. Contonya :

ْ ‫الص َيا ِم َّالرفَ ُث ِإ ىَل ِن َسآئِمُك ْ ه َُّن ِل َب َاس لَمُك ْ َوَأنمُت ْ ِل َب َاس لَّه َُّن عَمِل َ اهَّلل ُ َأنَّمُك ْ ُكنمُت‬
ِ ّ َ ‫ُأ ِح َّل لَمُك ْ لَ ْيةَل‬
‫ُون َان ُف َسمُك ْ فَتَا َب عَلَ ْيمُك ْ َو َع َفا َعنمُك ْ فَالْنَئ َ بَرِش ُ وه َُّن وابْ َتغُو ْا َما َك َت َب اهَّلل ُ لَمُك ْ َولُك ُو ْا‬ َ ‫خَت ْ َتان‬
ِ‫الص َيا َم َل ال َّ ْيل‬ ِ ‫َوارْش َ بُو ْا َحىَّت ي َ َتبَنَي َ لَمُك ُ الْ َخ ْيطُ اَأْلبْ َي ُض ِم َن الْ َخ ْيطِ اَأْل ْس َو ِد ِم َن الْ َف ْج ِر مُث َّ َأ ِت ُّمو ْا‬
‫ِإ‬
‫ون يِف الْ َم َسجِ ِد ِتكْل َ ُحدُ و ُد اهَّلل ِ فَ َال تَ ْق َربُوهَا َك َذ كِل َ يُ َبنِّي ُ اهَّلل ُ َءاي َ ِت ِه‬ َ ‫َو َال تُبَرِش ُ وه َُّن َوَأنمُت ْ َع ِك ُف‬
‫ون‬َ ‫ِللنَّ ِاس لَ َعلَّه ُْم يَتَّ ُق‬
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu,
dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu,
sedang kamu beri`tikaf dalam masjid. Itula larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa”.

Kata Al-Fajr pada ayat diatas adalah menerangkan maksud dari

kata-kata ‫اَأْلب ْ َي ُض‬ ُ‫الْ َخ ْيط‬ (benang putih) pada ayat yang sama dan dalam

surah yang sama.


b. Tafsir Al-Qur`an bi Al-Sunnah Al-Nabawiyah
Tafsir Al-Qur`an bi Al-Sunnah Al-Nabawiyah adalah menafsirkan
Al-Qur`an dengan hadits Nabi Muhammad SAW. Contonya :

َ ‫ِا ْه ِداَن الرِّص َ َط الْ ُم ْس َت ِقمْي‬


ِ ُ‫رِص َ َط اذَّل ِ َين َانْ َع ْم َت عَلَهْي ِ ْم غَرْي ِ الْ َمغْض‬
َ ‫وب عَلَهْي ِ ْم َو َال الضَّ ا ِل ّنْي‬
Artinya : “Tunjukanlah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-
orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
Nabi Muammad SAW. Menafsirkan kata ِ ُ‫الْ َمغْض‬dan ‫الضَّ ا ِل ّ َني‬
‫وب‬ masing-

masing dengan orang yahudi dan orang-orang nasrani.


c. Tafsir Al-Qur`an dengan Pendapat Sahabat
Tafsir Al-Qur`an dengan Pendapat Sahabat oleh sebagian ulama,
tafsir ini digolongkan kedalam kelompok tafsir bi Al-Riwayah.
Misalnya Al-Hakim dalam bukunya Al-Mustadrak, mengatakan bahwa
tafsir sahabat yang menyaksikan proses turunnya wahyu Al-Qur`an
layak diposisikan sebagai hadits marfu`. Maksudnya disertakan dengan
hadits Nabi. Karena kelebihan generasi sahabat memang diakui oleh Al-
Qur`an dan Hadits, baik secara eksplisit maupun implisit. Firman Allah
dalam surah At-Taubah ayat 100 yang berbunyi :
‫ون ِم َن الْ ُمهَجِ ِر َين َواَأْل َنص ِار َواذَّل ِ َين ات َّ َب ُعومُه ْح َس ِن َّريِض َ اهَّلل ُ َعهْن ُ ْم‬ َ ُ‫ون اَأْل َّول‬َ ‫الس ِب ُق‬ َّ ‫َو‬
‫ِإِب‬
‫َو َرضُ و ْا َع ْن ُه َوَأعَدَّ لَه ُْم َجن َّ َت جَت ْ ِري حَت ْ هَت َا اَأْلهْن َ ُر َخدِل ِ َين ِفهيَآ َأبَدً ا َذكِل َ الْ َف ْو ُز الْ َع ِظ ُمي‬
Artinya : “Orang-orang yang terdaulu lagi yang pertama-tama (masuk
islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”
2. Tafsir bi Ar-Ra`yi
Berdasarka pengertian etimologi, “Ra`yi” berarti keyakinan (i`tiqad),
analogi, qiyas, dan ijtihad. Dan “Ra`yi” dalam terminologi tafsir adala
ijtihad. Dengan demikian, Tafsir bi Ar-Ra`yi (Tafsir bi Al-Dirayah)
sebagaimana didefinisikan Husen Adz-Dzahabi adalah tafsir yang
penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dam pemikiran mufassir setelah
terlebih dahulu mengetahui bahasa arab serta metodenya, dalil hukum yang
ditunjukkan, serta problema penafsiran seperti Asbab An-Nuzul, Nasikh-
Mansukh, dan sebagainya.
Adapun Al-Farmawi mendefinisikannya, menafsirkan Al-Qur`an
dengan ijtihad setelah terlebih dahulu si mufassir bersangkutan mengetahui
metode yang digunakan orang-orang arab beserta muatan-muatan artinya.
Untuk menafsirkan Al-Qur`an dengan ijtihad, si mufassir pun dibantu oleh
Syi`ri Jailiyyah, Asbab Anuzul, Nasikh Mansukh, dan lainnya yang
dibutukan oleh seorang mufassir.
Sedangkan Az Zurqani menerangkan bahwa yang dimaksud dengan
Tafsir bi Ar-Ra`yi adalah menfsirkan ayat Al-Qur`an dengan ijtihat, jika
ijtihat itu sesuai, artinya bersandar kepada sesuatu yang wajib menjadi
sandaran, jauh dari kesesatan dan kebodohan maka tafsir ini terpuji7.
Tafsir bi Al-Ra`yi muncul sebagai sebuah “corak” penafsiran
belakangan setelah Tafsir bi Al-Ma`tsur muncul walaupun sebelum itu ra`yu
dalam pengertian akal sudah digunakan para sahabat ketika menafsirkan Al-
Qur`an. Apalagi kalau kita tilik bahwa salah satu sumber penfsiran pada
masa sahabat adalah ijtihat.
Diantara sebab yang memicu kemunculan “corak” Tafsir bi Al-Ra`yi
adalah semakin majunya ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai dengan
kemunculan ragam disiplin ilmu, karya-karya ulama, aneka warna metode
penafsiran, dan pakar-pakar di bidangnya masing-masing. Akibatnya, karya
tafsir seorang mufassir sangat diwarnai oleh latar belakang disiplin ilmu
yang di kuasainya. Di antara mereka, ada yang lebih menekankan pada
telaah balaghah seperti Az-Zamakhsyari, atau telaa hukum-hukum syara`
seperti Al-Qurtubi, atau telaah keistimewaan bahasa seperti Abi As-Su`ud,
atau telaah Qira`ah seperti An-Naisaburi dan An-Nasafi, atau telaah
madzhab-madzhab kalam dan filsafat seperti Ar-Razi, atau telaah-telaah
lainnya, seseorang biasa saja juga ahli dalam bidang fiqih, bahasa, filsafat,
astronomi, kedokteran, atau kalam. Dengan demikian, tatkala ada ayat Al-
Qur`an yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang dikuasainya, mereka
keluarkan sebuah pengetauan tentangnya, sampai-sampai terkadang mereka
lupa akan inti dari ayat yang bersangkutan8.
Kemunculan Tafsir bi Ar-Ra`yi dipicu pula oleh asil interaksi umat
islam dengan peradapan yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh
karena itu, di dalam Tafsir bi Ar-Ra`yi akan ditemukan peranan akal sangat
7
Siti Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, CV Asy-Syifa`, Semarang,
1994.hlm.314
8
Rosihon Anwar, Ulumul Qur`an, CV Pustaka Setia, Bandung,2010.lhm.220
dominan. Dari sana, muncullah madrasah-madrasah tafsir yang beragam
sebagaimana yang kita lihat saat ini.
Tafsir bi Al-Dirayah/ bi Al-Ma`qul/ bi Al-Ra`yi/ bi Al-Ijtiad terbagi
kedalam dua macam bentuk, yaitu :
a. Tafsir bi Al-Ra`yi yang terpuji (Al-Tafsir Al-Mahmud)
Ali Al-Sabuni menjelaskan bahwa, Tafsir Al-Mamud ialah tafsir
yang pelakunya (mufassirnya) mengenali aturan-aturan bahasa
(Qawanin Al-Lughah), menghayatai uslub-uslubnya, dan
menguasai ukum-ukum syariat.
Adapun ciri-ciri Tafsir Al-Mamud (yang terpuji) adalah sebagai
berikut :
1) Sesuai dengan tujuan Al-Syar`i.
2) Jauh atau terhindar dari kesalahan dan kesesatan.
3) Dibangun atas dasar kaidah-kaidah kebahasaan (bahasa arab)
yang tepat dengan mempraktikan gaya bahasa (uslubnya)
dalam memahami nash-nash Al-Qur`an.
4) Tidak mengabaikan kaidah-kaidah penafsiran yang sangat
penting seperti memperatikan Asbab Anuzul, Ilmu Munasabah,
dan lain-lain sarana yang dibutukan oleh mufassir.
b. Tafsir bi Al-Ra`yi yang tercela (Tafsir Madzmum)
Tafsir yang tercela (madzmum) adalah tafsir yang terbetik dari
kecenserungan hawa nafsu, dibangun atas dasar kebodohan dan
kesesatan mufassirnya9.
Adapun ciri-ciri tafsir yang tercela (madzmum) adalah sebagai
berikut :
1) Mufassirnya tidak mempunyai keilmuan yang memadai
(bodoh)
2) Tidak didasarkan kepada kaidah-kaidah keilmuan.

9
Muammad Amin Suma, Ulumul Qur`an, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.hlm.
352
3) Menafsirkan Al-Qur`an dengan semata-mata kecenderungan
hawa nafsu.
4) Mengabaikan aturan-aturan bahasa arab dan aturan syariah
yang menyebabkan penafsirannya menjadi rusak, sesat dan
menyesatkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Kata “Tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira” yang berarti
keterangan atau uraian.
b. Menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an berarti “membelokkan” atau
“memalingkan” lafal-lafal atau ayat-ayat Al-Qur’an dari maknanya yang
tersurat kepada yang tersirat dengan maksud mencari makna yang sesuai
dengan Ruh Al-Qur’an dan Sunnah Rasululla SAW.
c. Terjmah adalah memidahkan Al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan
bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar
dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab seingga ia dapat memahami
kitab ALLAH SWT. Dengan perantara terjema.
d. Adapun perbedaan antara Tafsir dan Ta`wil berada dalam ruang lingkup
yang sama, yaitu :

Tafsir Ta`wil
1. Al-Raghif Al-Ashfahmi : lebih 1. Al-Raghif Al-Ashfahani : lebih
umum dan lebih banyak banyak dipergunakan untuk
digunakan untuk lafadzh dan makna dan kalimat dalam
kosa kata dalam kitab-kitab kitab-kitab yang diturunkan
lainya. ALLAH SWT. Saja.
2. Menerangkan makna lafadzh 2. Menetapkan makna yang
yang tidak menerima selain dari dikehendaki suatu lafadzh
satu arti. yang dapat menerima banyak
makna karena ada dalil-dalil
yang mendukungnya.
3. Al-Maturidi : menetapkan apa 3. Menyeleksi salah satu makna
yang dikehendaki ayat dan yang mungkin diterima oleh
menetapkan demikianlah yang suatu ayat dengan tidak
dikehendaki ALLAH SWT. meyakini bahwa itulah yang
dikeendaki ALLAH SWT.
4. Abu Thalib Ats –Tsa`labi : 4. Abu Thabib Ats-Tsa`labi :
menerangkan makna lafadzh, menafsirkan batin lafadzh.
baik berupa akikat atau majaz.
Sedangkan terjemah mempunyai perbedaan tersendiri, yaitu adalah bahwa
terjemah adalah upaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-
Qur’an, dan menjelaskan bahwa terjmah adalah hanya mengalikan bahasa
Al-Qur’an yang berbaasa Arab kedalam bahasa non-Arab
e. Klafisikasi tafsir terbagi menjadi 2, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi
Al –Ra’yi. Tafsir bi Al-Ma’tsur terbagi menjadi tiga yaitu Tafsir Al-
Qur’an bi Al-Qur’an, Tafsir bi Al-Sunnah Al-Nabiyah, dan Tafsir Al-
Qur’an dengan pendapat Sahabat.
f. Tafsir bi Al-Ra’yi (Tafsir Al-dirayah) terbagi menjadi 2 bentuk yaitu
Tafsir bi Al-Ra’yi yang Terpuji (Mahmud) dan Tafsir bi Al-Ra’yi yang
Tercela (Madzum).
B. Saran
Kitab suci Al-Qur`an sebagai pedoman hidup seluruh umat islam di dunia
amatlah penting untuk di pelajari dan di fahami maknanya, oleh karena itu
pentingnya mempelajari ilmu yang terkain dengan Al-Qur`an, dan di antaranya
yaitu ilmu Tafsir, Ta`wil, dan Terjemah.

Anda mungkin juga menyukai