Keputusan tentang awal penanggalan itu diambil melalui jalan musyawarah. Yang mana
semula muncul beberapa usulan, di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa
kelahiran Nabi Muhammad Ini adalah usulan yang cukup rasional karena Rasulullah adalah
manusia yang luar biasa yang telah melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik
bagi masyarakat Arab pada waktu itu. Karena itu kelahiran beliau adalah sebuah momen bagi
kelahiran perdaban itu sendiri. Tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur
yang diyakini membawa perubahan besar, yakni Isa al-Masih. Yang menarik, Umar bin
Khatab tidak menyetujui usulan ini. Singkat cerita, forum musyawarah menyepakati momen
hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau
kalender qamariyah yang merujuk pada perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak
dikenal dengan tahun hijriah yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah).
Memilih momen hijrah daripada momen kelahiran Nabi yang dilakukan Umar dan para
sahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam. Kelahiran yang dialami manusia
adalah peristiwa alamiah yang tak bisa ditolaknya. Nabi Muhammad pun saat lahir tak serta
merta diangkat menjadi nabi kecuali setelah berusia 40 tahun. Beliau kala itu hanyalah
seorang putra dari Abdullah bin Abdul Muthalib. Hal ini tentu berbeda dari nilai hijrah yang
mengandung tekad, semangat perjuangan, perencanaan, dan kerja keras ke arah tujuan yang
jelas, terealisasinya nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan
dalam Islam (rahmatan lil ‘alamin).
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Setidaknya ada dua poin yang perlu digaris bawahi dari ulasan tersebut. Pertama, tahun baru
hijriah harus dimaknai dalam kerangka perjuangan Nabi dalam merealisasikan nilai-nilai
kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil
‘alamin). Nabi sebagai sosok yang membawa perubahan di tanah arab,termasuk momen
kelahirannya memang layak dihormati, tapi ada hal yang lebih penting lagi yakni spirit dan
prestasi beliau sepanjang periode risalah. Dalam perjuangan itu ada ikhtiar, pengorbanan,
keteguhan prinsip, keseriusan, kesabaran, keikhlasan dan niat. Yang terakhir ini menjadi
sangat penting karena Rasulullah bersabda:
َُت ِهجْ َرتُهُ ِإلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه فَ ِهجْ َرتُه ِ ِإنَّ َما اَْأل ْع َما ُل بِالنِّيَّا
ْ فَ َم ْن َكان.ت َوِإنَّ َما لِ ُك ِّل ا ْم ِرٍئ َما نَ َوى
ُص ْيبُهَا َأوْ ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما هَا َج َر ِإلَ ْي ِه
ِ َت ِهجْ َرتُهُ لِ ُد ْنيَا ي
ْ َو َم ْن َكان،ِإلَى هللاِ َو َرسُوْ لِ ِه
Artinya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan
Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang
dia niatkan.”
Nabi dan para sahabatnya menunjukkan ketulusan yang luar biasa semata hanya untuk jalan
Allah. Namun justru karena niat seperti inilah mereka mendapatkan banyak hal, termasuk
persaudaraan, keluarga baru, hingga kekayaan dan kesejahteraan selama di Madinah.
Keikhlasan dan kerja kerasa dalam membangun masyarakat berketuhanan sekaligus
berkeadaban berbuah manis meskipun tantangan akan selalu ada. Inilah teladan yang di
berikan Nabi dan para sahabat dari hasil berhijrah.
Poin kedua adalah kenyataan bahwa Nabi tidak membangun negara berdasarkan fanatisme
kelompok atau suku. Rasulullah menginisasi terciptanya kesepakatan bersama kepada seluruh
penduduk Yatsrib untuk kepentingan jaminan kebasan beragama, keamanan, penegakan
akhlak mulia, dan persaudaraan antaranggota masyarakat. Tujuan dari kesepakatan tersebut
masih relevan kita terapkan hingga sekarang. Inilah hijrah yang tak hanya bermakna secara
harfiah “pindah tempat”, melainkan juga pindah orientasi: dari yang buruk menjadi yang
baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Dan Rasulullah meneladankan, perubahan tersebut
tak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk masyarakat dan pengikutnya secara kolektif.
Semoga pergantian tahun hijriah membawa keberkahan bagi umur kita dengan belajar dari
peristiwa hijrah Rasulullah yang monumental lengkap dengan nilai-nilai positif di dalamnya.
demikianlah khutbah ini disampaikan.