Anda di halaman 1dari 3

Khutbah Tahun Baru: Merenungi Hakikat Umur

‫ض َو َما يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهَا‬ ِ ْ‫الح ْم ُد فِي اآلخ َرة ْال َح ِكي ُم ْال َخبِي ُر يَ ْعلَ ُم َما يَلِ ُج فِي اَأْلر‬ َ ُ‫ض َولَه‬ ِ ْ‫ت َو َما فِي اَْألر‬
ِ ‫اوا‬َ ‫الح ْم ُد هللِ الّ ِذي لَهُ َما فِي الس َم‬ َ
‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّدنا ُم َح َّمدًا‬، ُ‫ك لَه‬
َ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬. .‫نز ُل ِمنَ ال َّس َما ِء َو َما يَ ْع ُر ُج فِيهَا وهو ال ّر ِحيم ال َغفُوْ ر‬
ِ َ‫َو َما ي‬
‫ب َو َعلَى‬ َّ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحاِب ِه الهَا ِد ْينَ لِل‬
ِ ‫ص َوا‬ َ َ‫ اَللَّهُ َّم ف‬.‫َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّدا ِعى بِقَوْ لِ ِه َوفِ ْعلِ ِه ِإلَى ال َّر َشا ِد‬
َ َ‫ق تُقَاتِه َوالَتَ ُموْ تُ َّن اِالَّ َوَأنـْتُ ْم ُم ْسلِ ُموْ نَ فَقَ ْد ق‬
َ ‫ال هللاُ تَ َع‬
‫الى‬ َّ ‫ اِتَّقُوْ اهللاَ َح‬، َ‫ـ فَيَااَيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ ن‬،‫ اَ َّما بَ ْع ُد‬.‫ب‬
ِ ‫التَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإلَى يَوْ ِم ْال َمآ‬
َ‫ ْاليَوْ َم ن َْختِ ُم َعلَى َأ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُ َكلِّ ُمنَا َأ ْي ِدي ِه ْم َوتَ ْشهَ ُد َأرْ ُجلُهُ ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬:‫فِي ِكتَابِ ِه ْال َك ِري ِْم‬

Ada pemandangan yang hampir selalu kita temui tiap momen pergantian tahun, yakni
banyak orang-orang larut dalam suka cita hingga kadang merasa perlu untuk merayakannya
dengan kegiatan-kegiatan khusus. Tahun baru seolah menjadi saat-saat yang paling dinanti. Di
detik-detik pergantiannya pun nyaris tiap orang rela berjaga, lalu meluapkan rasa bahagia dengan
aneka petasan, kembang api, atau sejenisnya, ketika saat-saat yang ditunggu itu tiba. Bahagia
terhadap momen-momen tertentu merupakan sesuatu yang sangat manusiawi. Begitu pula dalam
momen pergantian tahun ini. Yang menjadi pertanyaan, sudah pada tempatnyakah kebahagiaan
itu diekspresikan? Jamaah shalat jum’at rahimakumullah, Waktu adalah sebuah anugerah.
Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat. Sebagaimana
Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen
di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat
adalah kekal abadi. Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua
kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an
melukiskan kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka.
َ‫َو َما ٰ َه ِذ ِه ْال َح َياةُ ال ُّد ْن َيا ِإاَّل لَهْوٌ َولَ ِعبٌ وَِإ َّن ال َّدا َر اآْل ِخ َرةَ لَ ِه َي ْال َحيَ َوانُ لَوْ َكانُوا يَ ْعلَ ُمون‬
Artinya: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS al-
Ankabut: 64)
Kalimat “kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita
dianjurkan untuk berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut
dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak kekal, dan
penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus lebih banyak mencurahkan
perhatian kepada kehidupan akhirat. Lantas apa yang harus dilakukan agar kesempatan hidup di
dunia berkualitas? Al-Qur’an telah memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia
adalah untuk mengabdi secara total kepada Allah.
َ ‫ت ْال ِج َّن َواِإْل ْن‬
‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56)
Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada
Allah. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk
diri mereka sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah
(seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya) melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan yang
membawa kemaslahatan bagi orang lain. Memanfaatkan umur di dunia ini menjadi sangat
penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang kembali. Manusia dituntut untuk
memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu,
sehingga tak menyesal di kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan
oleh Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya.
ِ ‫و َقاِئلُ َها ۖ َومِنْ َو َر‬2َُ ‫ت ۚ َكاَّل ۚ ِإ َّن َها َكلِ َم ٌة ه‬
‫اِئه ْم‬ َ ‫ لَ َعلِّي َأعْ َم ُل‬، ‫ُون‬
ُ ‫صالِحً ا فِي َما َت َر ْك‬ ُ ‫َح َّت ٰى ِإ َذا َجا َء َأ َح َد ُه ُم ْال َم ْو‬
ِ ‫ت َقا َل َربِّ ارْ ِجع‬
َ ‫َبرْ َز ٌخ ِإلَ ٰى َي ْو ِم ُيب َْع ُث‬
‫ون‬
Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu) hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke
dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
sampal hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun: 99-100)
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah, Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang
disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka
sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan
—dengan mengutip hadits—dalam kitab Ayyuhal Walad:
َ‫ق لَـهُ ِمن‬
َ ‫ير َما ُخلِـ‬ ْ ‫ َو اَنﱠ ا ْم َرًأ َذ َه َب‬2،‫ـ ا ْشتِغَالُهُ بِ َما الَ َيعْ نِي ِه‬،‫اض هللاِ تَ َعالَى َع ِن ْال َع ْب ِد‬
ِ ‫ في َغ‬،ِ‫ت َسا َع ٌة َمنْ ُعم ُِره‬ ِ ‫َعالَ َمةُ اِ ْع َر‬
ُ‫ول َعلَ ْي ِه َحس َْرتُه‬ َ ُ‫ لَ َج ِدي ٌر اَ ْن تَط‬،‫ ْال ِعبَا َد ِة‬Artinya: "Pertanda bahwa Allah ta'ala sedang berpaling dari hamba
adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang
seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian
berkepanjangan.” Dari penjelasan ini, kita patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan
tahun baru. Momen tahunan ini seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan
terhadap tahun baru semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia,
bukan uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk
menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia.
Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah (introspeksi) dan ishlah (perbaikan).
Sebuah kata-kata Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut
menjadi renungan:
ْ َّ‫ت آما ُدهُ َوقَل‬
ُ‫ َورُبَّ ُع ُم ٍر قَليلَةٌ آما ُدهُ َكثي َرةٌ أ ْمدا ُده‬،ُ‫ت أ ْمدا ُده‬ ْ ‫رُبَّ ُع ُم ٍر اتَّ َس َع‬.
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur
berlangsung pendek namun manfaat melimpah." Semoga kita menjadi pribadi yang orang-orang
yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan terhindar dari perbuatan
dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb.
َ ‫ت وال ِّذ ْك ِر‬
ٌ ِ‫ إنّهُ تَعاَلَى َجوّا ٌد َك ِر ْي ٌم َمل‬.‫الح ِكي ِْم‬
ٌ ْ‫ك بَرٌّ َرُؤ و‬
‫ف َر ِح ْي ٌم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوِإيّا ُك ْم بِاآليا‬،‫با َ َركَ هللاُ ِل ْي َولك ْم فِي القُرْ آ ِن ال َع ِظي ِْم‬

Anda mungkin juga menyukai