Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN III
FENOMENA DISTRIBUSI

NAMA : DIAN SEKARWATI


NIM : 1913026033
KELOMPOK : 6 (ENAM)
KELAS :A
ASISTEN : NOVINDA TAMI SUKOWATI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
I. TUJUAN

Mengetahui dan mempraktekkan cara menentukan koefisien partisi suatu zat dalam
pelarut yang tidak saling bercampur

II. TUGAS PENDAHULUAN

1. Jelaskan pengertian dari koefisien partisi


Jawab : Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit antara fasa
sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan dari perbandingan kadar zat dalam dua
fase. Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau
hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan
interaksi dengan makromolekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik
dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Ansel, 1989)

2. Jelaskan peranan koefisien partisi dalam formulasi sediaan farmasi


Jawab : Peranan koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting.
Kecepatan absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal
partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar
terdiri terdiri dari lipida. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam
lipida akan dengan melaluinya. Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam lipida
akan sukar diabsorpsi. Obat-obat yang mudah larut dalam lipida tersebut dengan
sendirinya memiliki koefisien partisi yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar
larut dalam lipida akan memiliki koefisien partisi partisi lipida air kecil.
Lipofilisitas kecil. Lipofilisitas bisa dilihat dari koefisien koefisien partisi partisi
dan ikatan hidrogen. Koefisien partisi merupakan perbandingan kelarutan di
dalam lemak dibanding air. (Martin, 1990)
III. TEORI DASAR

Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut tertentu dan pada suhu tetap.
Senyawa mempunyai beberapa bentuk Kristal yang berbeda. Perbedaan ini dapat
diperlihatkan dalam bentuk kelarutannya ini dapat digunakan sebagai suatu cara
untuk menetapkan apakah suatu senyawa membentuk Kristal berbeda atau tidak
(Martin,1993). Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam larutan
jenuhnya pada suhu tertentu. Larutan dalam campuran homogen bahan yang
berlainan dapat dibedakan antara larutan dari gas , cairan dan bahan padat didalam
cairan. (Voight,1995)
Koefisien distribusi atau koefisien partisi didefinisikan sebagai rasio fraksi
berat zat terlarut dalam fase K ekstrak, dibagi dengan fraksi berat zat terlarut dalam
fase pemurnian, pada kesetimbangan. Koefisien distribusi juga dapat dinyatakan
dalam fraksi mol (Kasmiyatun dan Bakti, 2008). Koefisien distribusi merupakan
sistem dengan kesetimbangan konstan karena koefisien distribusi suatu zat
dipengaruhi oleh perlakuan termodinamika yang diberikan pada sistem
kesetimbangan. Nyatakan koefisien distribusi dalam bentuk energi bebas standar
yang diperlukan untuk zat terlarut untuk bergerak di antara dua fase dengan
mempertimbangkan tingkat molekul. Koefisien distribusi dapat merupakan interaksi
dari tiga hal mendasar, yaitu perpindahan fasa dalam larutan dan kesetimbangan fasa.
Larutan dan kesetimbangan fasa dihubungkan oleh kapasitansi, perpindahan larutan
dan fasa dihubungkan oleh kelarutan, sedangkan perpindahan fasa dan
kesetimbangan fasa dihubungkan karena persaingan antara setidaknya satu
konstituen selama proses perpindahan fasa. (Cazes, 2001).
Peran koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori
absorpsi, ekstraksi dan kromatografi sangat erat hubungannya dengan teori koefisien
partisi. Laju absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini
disebabkan komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipid. Oleh
karena itu, obat yang mudah larut dalam lemak akan dengan mudah melewatinya. Di
sisi lain, obat yang kurang larut dalam lipid akan sulit diserap. Obat yang larut dalam
lemak secara alami memiliki koefisien partisi lipid-air yang tinggi, sedangkan obat
yang sukar larut dalam lipid akan memiliki koefisien partisi yang sangat kecil. Secara
umum, obat-obatan adalah asam lemah. Jika obat larut dalam air, sebagian akan
terionisasi. Jumlah fraksi obat yang terionisasi tergantung pada pH larutan. Obat
yang tidak terionisasi (non-ionized) lebih larut dalam lipid, sebaliknya dalam bentuk
ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, oleh karena itu pengaruh pH
terhadap laju absorpsi obat yang bersifat asam dan basa lemah lemah sangat besar.
(Martin dkk., 2009).

IV. Referensi
Sinko, Patrick J., 2002, “Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika”, Edisi 5,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
V. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan:


 Batang pengaduk
 Baskom
 Botol semprot
 Buret 25,0 mL
 Corong pisah
 Erlenmeyer 250 mL
 Gelas kimia 250 mL; 500 mL
 Gelas ukur 50 mL
 Pipet tetes
 Sendok tanduk
 Statif dan klem
 Timbangan analitik

Bahan yang digunakan:

 Aluminium foil
 Aquades
 Asam benzoat
 Asam borat
 Indikator fenolftalein
 Kertas timbang
 Minyak kelapa
 NaOH 0,5694 N
VI. CARA KERJA

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Ditimbang 100 mg asam borat di atas timbangan analitik, lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL
3. Dilarutkan dengan aquades secukupnya hingga tidak ada partikel sampel yang
tertinggal pada dasar (melarut seluruhnya), kemudian dicukupkan volume larutan
hingga 100 mL dengan aquades
4. Diambil 25 mL dari larutan tersebut, dimasukkan dalam corong pisah, dan
ditambahkan dengan 25 mL minyak kelapa ke dalam corong pisah tersebut
5. Dikocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah tadi, dan didiamkan
selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain
6. Dibuka tutup corong pisah, lalu ditampung cairan, yang berada sebelah bawah corong
pisah, dalam sebuah erlenmeyer 250 mL, cairan lainnya dibuang
7. Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer berisi
cairan/ asam borat yang dikeluarkan dari corong pisah
8. Dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna indikator dari bening menjadi merah muda
9. Diambil 25 mL larutan no. 2 di atas, kemudian dititrasi dengan larutan baku NaOH
0,1 N, serta ditambahkan pula dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes
10. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan perubahan warna
indikator dari bening menjadi merah muda
11. Dicatat volume titrasi yang digunakan
12. Diulang prosedur di atas untuk sampel asan benzoat sebanyak 100 mg
VII. Hasil Pengamatan

Asam Borat (mL) Asam Benzoat (mL)


No.
Dengan Dengan
Tanpa Minyak Tanpa Minyak
Minyak Minyak
1

VIII. Reaksi
IX. Perhitungan
A. Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
Volume NaOH yang tersisa didalam buret = 20 ml
Konsentrasi asam oksalat = 0.05 (10 ml)
M 1 . V 1=M 2 .V 2
M 1 . 20 mL=0.05 .10 mL
M1 = 0,025 M

B. Asam Borat
1. Dengan Minyak
a. Konsentrasi Asam Borat
V1 = 0,4 mL V2 = 2 mL
M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 H 3 B O 3 . V 2 H 3 B O 3

0,025 ×0,4 ml=M 2 ×2 mL

M 2=0,005

b. Kadar Asam Borat


gr 1000
M= ×
mr v

gr 1000
0,005= ×
62 2

gram=0,0062 gram

c. Presentasi Asam Borat


Berat asamborat
¿ ×100 %
berat asam borat yang di timbang

0,062
¿ ×100 %
0.1

¿ 0.62 %

2. Tanpa Minyak
a. Konsentrasi Asam Borat
V1 = 0,5 mL V2 = 5 mL
M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 H 3 B O3 . V 2 H 3 B O3

0,025 ×0,5 ml=M 2 × 5 mL

M 2=0,0025

b. Kadar Asam Borat


gr 1000
M= ×
mr v

gr 1000
0,0025= ×
62 5

gram=0,000775 gram

c. Presentasi Asam Borat


Massa Asam Benzoat
¿ × 100 %
Volume Titran

0,000775
¿ ×100 %
0.1

¿ 0,775 %

3. Koefisien Partisi Asam Borat


Kp=¿
= (log 0,77 % −log 0,62 % ¿−log 0,77 % ¿
= 2.20
C. Asam Benzoat
1. Dengan Minyak
a. Konsentrasi Asam Benzoat
V1 = 0,3 mL V2 = 4 mL
M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 C7 H 6 O 2 . V 2 C 7 H 6 O2

0,025 ×0,3 ml=M 2 × 4 mL

M 2=0,0018

b. Kadar Asam Benzoat


gr 1000
M= ×
mr v

gr 1000
0,0018= ×
122 4

gram=0,00087 gram

c. Presentasi Asam Benzoat


Berat asambenzoat
¿ ×100 %
berat asam benzoat yang di timbang

0,00087
¿ ×100 %
0.1

¿ 0,87 %

2. Tanpa Minyak
a. Konsentrasi Asam Benzoat
V1 = 1 mL V2 = 10 mL
M 1 NaOH . V 1 NaOH =M 2 C7 H 6 O2 . V 2 C 7 H 6 O2

0,025 ×1 ml=M 2 ×10 mL

M 2=0,0025

b. Kadar Asam Benzoat


gr 1000
M= ×
mr v

gr 1000
0,0025= ×
122 10

gram=0,0030 gram

c. Presentasi Asam Benzoat


Berat asambenzoat
¿ ×100 %
berat asam benzoat yang di timbang

0,0030
¿ ×100 %
0.1

¿3%

3. Koefisien Partisi Asam Borat


Kp=¿
= (log 3 %−log 0,87 % ¿−log 3 % ¿
= 2,06
X. Pembahasan
XI. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H., C.1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cazes, J. 2001. Encyclopedia of Chromatography. Marcel Dekker : New York
Kasmiyatun, M. dan Bakti J. 2008. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat : Pengaruh
Trioctylamine sebagai Extracting Power dalam Berbagai Solven Campuran Terhadap
Koefisien Distribusi. Jurnal Reaktor. Vol. 12 (2)
Martin, A., James S., dan Arthur C. 2009. Farmasi Fisik. UI-Press: Jakarta
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta: UI Press.
Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.
Martin,Alfred. 1990, Farmasi Fisika I , Universitas Indonesia Press, Jakarta
Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto
S.,UGM Press, Yogyakarta. Hal: 337-338

Anda mungkin juga menyukai