Disusun Oleh:
Sumber : Diolah berdasarkan Publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 2019 - Agustus 2020, BPS
(b) Laki – laki dengan perempuan tahun yang sama
Tabel 1.2
Data Sensus Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2020
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60+
Jenis pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau ditugaskan kepada
seseorang yang sedang bekerja atau yang sementara tidak bekerja. Jenis pekerjaan pada publikasi ini didasarkan atas
Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002 yang mengacu kepada International Standard Classification of
Occupations (ISCO) Tahun 1988.
Klasifikasi jenis pekerjaan dapat digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis statistik pasar tenaga kerja
dan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Jika kita lihat data di tabel 2.3 jelas terlihat, pada Agustus 2020,
penduduk dominan bekerja pada jenis pekerjaan Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan yaitu
sebesar 39,38% dari total angkatan kerja yang bekerja dimana tenaga kerja yang terserap di dominasi oleh Laki – laki
sebanyak 1.055.526 orang sedangkan Perempuan anya sebesar 522.107 orang dari total Angkatan Kerja Perempuan
yang bekerja.
Terbesar kedua adalah jenis pekerjaan Tenaga Produksi,
Operator Alat – Alat Angkutan, dan Pekerja Kasar dengan
persentase 22,18% dari total angkatan kerja yang bekerja yang
masih sama lebih di dominasi oleh pekerja laki-laki daripada pekerja
perempuan.
Namun, untuk jenis pekerjaan Tenaga Profesional, Teknisi, dan
Sejenis, pekerjaanTenaga Tata Usaha dan yang sejenis dan Tenaga
Tata Penjualan, dan yang sejenis ternyata di dominasi oleh pekerja
Perempuan daripada pekerja Laki – laki. Untuk lebih detai, nilainya
dapat di lihat pada tabel 2.3 di atas.
(3) Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja menurut Status
pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam
melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan.
Tabel 2.4
Data Presentase Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Status Pekerjaan Provinsi Sulawesi Selatan Agustus 2020
Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Nomo Angkatan Kerja Yang Bekerja (Orang)
Status Pekerjaan (%)
r
L P Total L P Total
1 Formal 662.381 250.971 913.352 27,30% 15,88% 22,80%
2 Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Dibayar 106.917 21.853 128.770 4,41% 1,38% 3,21%
3 Buruh/Karyawan/Pegawai 555.464 229.118 784.582 22,89% 14,50% 19,58%
1.764.19 1.329.07 3.093.26
4 Informal 72,70% 84,12% 77,20%
8 0 8
5 Berusaha Sendiri 560.246 288.314 848.560 23,09% 18,25% 21,18%
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Tak
6 809.344 495.334 1.304.678 33,35% 31,35% 32,56%
Dibayar
7 Pekerja Bebas di Pertanian 62.525 70.763 133.288 2,58% 4,48% 3,33%
8 Pekerja Bebas di Non-Pertanian 100.017 17.979 117.996 4,12% 1,14% 2,95%
9 Pekerja Keluarga/Tak Dibayar 232.066 456.680 688.746 9,56% 28,90% 17,19%
Sumber : BPS, Diolah berdasarkan Publikasi Keadaan Angkatan2.426.57
Kerja di Provinsi Sulawesi
1.580.04 Selatan Agustus
4.006.62 100,002020 100,00 100,00
Total
9 1 0 % % %
Y2
IC2
IC1
Y’2
U2
Y1
U’2
U1
NE
IE V Orang B (Yang Tidak bekerja)
SE w2
w1
L H Orang A (Yang bekerja)
h1 h2 h’2
10 14 18
Leasure
14 10 6 Jam Kerja
Dari kurva 1.1 di atas bisa kita lihat bahwa diasumsikan leisure adalah
barang normal. Gambar di atas menujukkan bahwa adanya efek
substitusi dan efek pendapatan dari peningkatan tingkat upah. Dalam
kasus ini, saya ingin menunjukkan kondisi ketika Income Effect lebih
besar dari Substitition Effect.
Penurunan jam kerja yang ditawarkanterlihat pada arah panah h2 ke
h’2 atau h1 ke h’2 akibat peningkatan upah merupakan efek
pendapatan, dimana seseorang akan mengurangi jam kerjanya dan
menambah leisure. Sedangkan dengan naiknya pendapatan namun
justru menambah jam kerja atau mengurangi leisure dari h’2 ke h2
merupakan efek substitusi. Untuk net neto ditunjukkan pada selisih
antara efek pendapatan (IE) ketika menurunkan jam kerja dan efek
substitusi (SE) ketika menaikkan jam kerja, sehingga diperoleh efek
net sepanjang h1 ke h2.
Dari kurva 1.1. juga kita bisa melihat, bahwa ada dua orang yang
memiliki tingkat kepuasan yang sama antara orang yang bekerja si A
dan orang yang tidak bekerja si B. Saat tingkat upah awal dimana si A
berada w1, pendapatan berada di garis anggaran H-Y1, sehingga
kepuasan maksimum tenaga kerja berada di titik kepuasan U1 yakni
persinggungan antara garis anggaran H-Y1 dengan kurva idifference
IC1, kita bisa lihat bahwa orang A memiliki waktu kerja sebanyak 14
jam dan Leisure 10 jam dalam sehari.
Saat tingkat upah naik dari w1 ke w2, pendapatan juga naik dari H-Y1
ke H-Y2, sehingga kepuasan maksimum orang A naik ke U2 yakni
persinggungan antara garis penanggaran H-Y2 dengan kurva
indifference IC2.
Dalam grafik, bisa diliat bahwa, karena efek pendapatan lebih besar
daripada efek substitusi sehingga si A memutuskan untuk mengurangi
jam kerja dan menambah leisure untuk dengan asumsi si A sudah
merasa cukup dengan pendapatannya dan sudah tidak mampu
bekerja 14 jam perhari, maka si A justru mengurangi jam kerja dari h1
ke h2 atau h1 ke h’2 dimana asumsinya U2 dan U’2 memiliki tingkat
kepuasan yang sama sehingga ia mengurangi jam kerja menjadi 10
jam kerja dan menambah leisure menjadi 14 jam dalam sehari.