Anda di halaman 1dari 10

Makalah

PENDINGINAN IKAN DENGAN SUPRA

Oleh :

Kelompok V

Wahyuti Yabudi 1121418039

Adan Dunggio 1121418045

Ujang Zulkifli 1121418027

Eka Saputra 1121418019

Fikri Gobel 1121418031

Andri Hasan 1121418054

Mohamad Indra 1121418023

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

2021
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warahmatulahi wabarakatu

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan izin
dan kuasanya penyusun mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “PENDINGINAN
IKAN DENGAN SUPRA” ini dengan baik dan tepat waktu.

Tujuan penyusunan makalah ini yaitu membuat penyusun terlatih dalam menerapkan
keterampilan-keterampilan yang ada. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak dapat
tersusun dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak.

Penyusun berharap semoga dengan terselesaikannya makala ini, dapat menjadikan


penyusun jauh lebih maju dan senantiasa bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
sesuatu. Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dalam menuju perubahan. Sudah tentu kekurangan-kekurangan akan terdapat dalam
makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan Makala ini.

Wassalammualaikum Warahmatulahi wabarakatu

Gorontalo, Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR…………………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHSAN…………………………………………………………………..

2.1 Teori Dan Prinsip Pendinginan……………………………………………….

2.2 Metode Pendinginan…………………………………………………………..

2.3 Teknik Pendinginan/Tahap Pendinginan……………………………………

2.4 Kelebihan Dan Kekurangan ………………………………………………….

2.5 Penerapan Di Indonesia……………………………………………………….

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah meratifikasi Montreal Protocol pada tahun 1992 dan Kyoto Protocol pada
tahun 1996, Indonesia juga tidak luput dari permasalahan global yang dihadapi oleh
industri pendinginan dunia sebagai dampak dari kedua perjanjian internasional di atas.
Dengan demikian, penelitian di bidang refrigeran dan pendinginan sangat penting dan
bermanfaat dilakukan di Indonesia. Jenis refrigeran yang cocok diteliti kemungkinan
pemakaiannya di lndonesia adalah refrigeran hidrokarbon, karena selain bersifat alami
(natural) hidrokarbon juga tersedia sebagai sumber daya alam yang relatif besar.
Penggunaan refrigeran hidrokarbon juga dapat menghemat energi bila dibanding
refrigeran R12 (Maclaine dan Leonardi, 1997 dalam Sihaloho dan Tambunan, 2005).
Aisbett dan Pham (1998) dalam Sihaloho dan Tambunan (2005) menyatakan bahwa
penggunaan hidrokarbon sebagai refrigeran pengganti CFC dan HFC dapatmemberikan
penghematan biaya yang signifikan untuk negara-negara di Asia Timur dan Asia
Selatan, termasuk Indonesia.
Efek pendinginan kemungkinan besar telah diketahui sejak abad ke-4 karena saat itu
Ibn Abi Usaibia, seorang penulis Arab, telah menuliskan efek pendinginan pada
campuran air-garam di India. Meskipun demikian, perkembangan teknik pendinginan
mulai mengalami kemajuan sejak abad ke-16 setelah Zimara (1530) dan Blas
Villafranca (1 SO), masing-masing ahli fisika ltalia dan Spanyol mencatat penggunaan
potasium nitrat pada pendinginan air di Padua dan Roma (Sihaloho dan Tambunan,
2005).
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan penelitian mengenai refleksi yang
disebabkan oleh panas dan dingin yang dilakukan oleh Robert Boyle (1627-1691),
seorang filsuf dan ilmuwan Inggris, dan dilanjutkan oleh filsuf dan ilmuwan Rusia Mikhail
Lomonossov (1711-1765). Penelitian di bidang termometri sebagai kelanjutan penelitian
awal Galileo yang dilakukan oleh Isaac Newton (Inggris; 1642-1727), Guillaume
Amontons (Prancis; 1663-1705), dan Rene de Reaumur (Prancis; 1683-1757)
mememberipengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan teknik pendinginan.
Penelitian tersebut akhirnya membawa ilmuwan Jerman yang bekerja di lnggris dan
Belanda Daniel Fahrenheit (1686-1736) dan ilmuwan Swedia Anders Celsius (1701-
1744) menemukan termometer. Pada tahun 1755, William Cullen (1710-1790) berhasil
mendapatkan sejumlah kecil es dengan cara menguapkan air di dalam "labu uapV-dan
menemukan bahwa penguapan ethyl ether selalu disertai oleh penurunan suhu. Hasil
penelitian ini membawa Joseph Black (1728-1 799), seorang Skotlandia yang
merupakan murid dan penerus Cullen, melakukan klarifikasi tentang istilah panas dan
suhu dan dapat dianggap sebagai penemu kalorimetri (Sihaloho dan Tambunan, 2005)
pada negara tropis yang masih sangat mengandalkan bidang pertanian dan
perikanan seperti Indonesia, tentu saja refrigeran dan industri pendinginan mempunyai
peranan yang sangat penting. Pendinginan dan pembekuan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam bidang pertanian serta perikanan. Pendinginan dan pembekuan
digunakan untuk menjaga agar produk pertanian maupun perikanan yang mudah rusak
tetap baik kualitasnya selama waktu tertentu sebelum produk tersebut akhirnya
dikonsumsi. Penyimpanan dan transportasi bahan pangan, proses pengolahan
makanan dan minuman, pembuatan es (ice making) merupakan beberapa contoh
kegiatan yang memerlukan proses pendinginan dan pembekuan (Sihaloho dan
Tambunan, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
Bardasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan maslah sebagai berikut :
1. Bagaimana prinsip pendingian ikan dengan supra.
2. Apa saja metode pendinginan ikan dengan supra.
3. Bagaimana Teknik atau tahapan pendinginan ikan dengan supra.
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan pada pendingian ikan dengan supra.
5. Bagaimana penerapan pendingianan ikan dengan supra di Indonesia.
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dara Makala ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui prinsip pendinginan ikan dengan supra.


2. Untuk mengetahui Teknik atau tahapan pendinginan dengan supra.
3. Dapat mengetahui Teknik atau tahapan pendinginan dengan supra.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendinginan dengan supra.
5. Agar mengetahui penerapan pendinginan ikan dengan supra di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori dan prinsip pendinginan


Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan atau
pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Ada pula yang mengatakan bahwa
pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk
menurunkan dan mempertahankan suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu
lebih rendah dari pada suhu diluar ruangan. Kelebihan pengawetan ikan dengan
pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan
bau (Adawiyah, 2007 dalam Santoso, 2013).
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2
sampai +10C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lernari es pada
umumnya mencapai suhu 5-80C. Meskipun air murni membeku pada suhu O0C, tetapi
beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu –20C atau di bawah, hal ini
terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut
(Koswara, 2009).
Pendinginan yang diungkapkan Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
(2011) dalam Sandra dan Rahwan (2015) adalah suatu proses pemindahan panas dari
tubuh ikan ke tubuh ikan yang lain. Pendinginan tersebut ada pula yang berpendapat
bahwa suatu proses pengambilan panas dari suatu ruangan terbatas yang khusus untuk
menurunkan dan mempertahankan suhu ruangan tersebut beserta isinya agar tetap
lebih rendah dari suhu di luar ruangan.
Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu
serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya, pendinginan
tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan,
semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui
pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak
dihentikan. Untuk mendinginkan ikan, seharusnya ikan diselimuti oleh medium yang
lebih dingin darinya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas (Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian, 2010).
2.2 Metode pendinginan
Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu benda sehingga suhunya
akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila medium pendingin mengadakan
kontak dengan bahan pangan maka terjadilah pemindahan panas (energi) dari bahan
pangan tersebut ke medium pendingin tadi sampai keduanya mempunyai suhu yang
sama atau hampir sama. Sedangkan pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan
sampai suhu di bawah titik beku atau air di dalam bahan berubah menjadi es.
Pembekuan merupakan proses yang kompleks akibat adanya bahan terlarut yang
mengakibatkan penurunan titik beku dan pengambilan panas laten yang gayut dengan
suhu (Rahayoe, 2004).
2.3 Teknik pendinginan/tahap pendinginan
Pendinginan dilakukan pada temperatur 4°C sampai -1°C. Dengan menggunakan
cara ini pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat sehingga kesegaran ikan dapat
dipertahankan untuk beberapa waktu yang singkat. Sedangkan pembekuan dilakukan
pada suhu -18°C sampai -30°C. Dengan disimpan pada suhu serendah itu,
pertumbuhan mikroorganisme akan benar-benar dapat terhenti dan ikan dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lebih lama (Puspitasari, 2012). Penyimpanan pada suhu
rendah dapat menghambat kerusakan makanan, anatara lain kerusakan fisiologi,
kerusakan enzi matis maupun kerusakan fisiologis.
2.4 Kelebihan dan kekurangan
1. Kelebihan
Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak
mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau (Adawijaya, 2007 dalam Santoso,
2013).
2. Kekurangan
Kekurangan dari pendinginan dengan supra ini adalah tidak bisa mendinginkan ikan
sampai beku, pada umumnya pendinginan tidak dapat mencegah pembesukan
secara total. Tetapi semakin dingin suhu ikan semakin besar penurunan aktifitas
bakteri dan enzim.

2.5 Penerapan di indonesi

Penerapan suhu rendah sangat di butuh kan di Indonesia khusus nya dalam
perikanan. menurut Moeljanto (1982) dalam Suwandi et al., (2008), usaha membuat ikan
tetep selalu segar ataupun meningkatkan kesegaran adalah tidak mungkin, walau begitu
kesegaran ikan masih biasa di pertahankan. Melalui penanganan yang baik dan benar,
penghambatan proses pembusukan daging ikan sangat memungkinkan untuk dilakukan.
Hingga saat ini penanganan yang dianggap baik adalah dengan penerapan rantai dingin
yaitu mengusahakan agar ikan tetap dingin (suhu rendah ).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka dapat di simpulkan pendinginan suhu rendah


sangaat di perlukan karena pendinginan pada suhu rendah dapat menghambat
kerusakan makanan, anatara lain kerusakan fisiologi, kerusakan enzi matis maupun
kerusakan fisiologis.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, M. I. dan B. Alam. 2007. Analisa desain dan performa kondensor pada sistem
refrigerasi absorpsi untuk kapal perikanan.

Astawan, M. Penanganan dan pengolahan hasil perikanan di atas kapal.

Ismanto, D. T., T. F. Nugroho dan A. Baheramsyah. 2013. Desain sistem pendingin ruang
muat kapal ikan tradisional menggunakan es kering dengan penambahan campuran
silika gel. Jurnal Teknik Pomits. 2 (2): 177-180.

Kiryanto dan H. Supriyanto. 2011. Analisa teknis dan ekonomis perencanaan sistem
pendingin ruang palkah ikan dengan sistem kompresi uap menggunakan refrigeran
R22 (monokloro difluro metana). Kapal. 8 (1): 6-15.

Koswara, S. 2009. Pengolahan pangan dengan suhu rendah. www.ebookpangan.com

Kurniawan, M. A., A. Baheramsyah dan SoemartojoWA. 2014. Desain sistem spray RSW
(Refrigerated Sea Water) untuk ruang palka kapal purse seine 40 GT. Jurnal Teknik
Pomits. 3 (1): 124-128.

Munandar, A., Nurjanah dan M. Nurilmala. 2009. Kemunduran mutu Ikan nila (Oreochromis
niloticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan
penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 11 (2): 88-101.

Nurani, T. W., R. P. S. Murdaniel dan M. H. Harahap. 2013. Upaya penanganan mutu ikan
tuna segar hasil tangkapan kapal tuna longline untuk tujuan ekspor. Marine
Fisheries. 4 (2): 153-162.

Prayogi, U. 2009. Penentuan perbandingan media pendingin ikan untuk kapal ikan
tradisional. Neptunus. 15 (2): 48-56.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian.


2010. Penanganan dan penyimpanan hasil tangkap. Mata Diklat.

Puspitasari, S. 2012. Pengawetan suhu rendah pada ikan dan daging. Makalah. Program
Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Putra, I. D., A. Baheramsyah dan B. Cahyono. 2013. Modifikasi coolbox dengan insulasi
pendinginan freon pada ruang muat kapal ikan tradisional. Jurnal Teknik Sistem
Perkapalan. 1 (1): 1-5.
Rahayoe, S. 2004. Teknik pendinginan dan pembekuan. Penataran Penyusunan RPKPS
dan Bahan Ajar. Universitas Gadjah Mada.

Rahmahidayati, I., T. W. Agustini dan M. Nur. 2014. Pengaruh penambahan ozon selama
penyimpanan dingin terhadap kadar asam lemak bebas Ikan nila merah
(Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3 (3):
16-22.

Riyadi, M., U. Budiarto dan A. W. B. Santosa. 2016. Analisa teknis dan ekonomis
penggunaan sistem pendingin Refrigerated Sea Water (RSW) pada kapal ikan
tradisional. Jurnal Teknik Perkapalan. 4 (1): 101-112.

Sandra L. dan Rahwan. 2015. Penggunaan H2O2 pada proses pendinginan ikan layang
(Decapterus sp.). Jurnal Ilmu Perikanan. 6 (2): 99-108.

Sanger, G. 2010. Mutu kesegaran ikan tongkol (Auxis tozord) selama penyimpanan dingin.
Warta WIPTEK. 35: 39-43.

Santoso, H. 2013. Alat pendingin ikan portabel menggunakan energi listrik tenaga surya.
Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Saptarini, K. 2009. Isolasi Salmonella spp. pada sampel daging sapi di wilayah bogor serta
uji ketahanannya terhadap proses pendinginan dan pembekuan. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sayekti, A., Ag. Suryandono dan M. P. Kurniawan. 2011. Evaluasi penanganan ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) di tingkat pedagang pesisir pantai melalui analisis
kemunduran mutu fisik, pembiayaan, dan perbandingan es pada kotak pendingin.
Seminar Nasional: Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan.

Sihaloho, P. T. E. dan A. H. Tambunan. 2005. Perkembangan teknik refrlgerasl dan


pemanfaatan hidrokarbon sebagai refrigeran untuk mesln pembeku. Review. Jurnal
Keteknikan Pertanian. 19 (2): 83-90.

Susanti, M. T. dan P. Purba. 2008. Rancang bangun kotak penyimpan ikan berinsulasi untuk
mempertahankan kualitas ikan dengan proses pendinginan serta aplikasinya pada
ikan tongkol (Auxis thazard). Teknik. 29 (2): 143-148.

Anda mungkin juga menyukai