Anda di halaman 1dari 25

Tugas kelompok

MAKALAH

FARMAKOTERAPI TERAPAN

GANGGUAN SALURAN CERNA “ VIRAL HEPATITIS (A, B)”

Kelas B

Kelompok VII

Nasyrah Musabar 1620313339

Nenitri Wahyuni 1620313340

Nia 1620313341

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2016

1
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4

A. Patofisiologi..................................................................................................4

B. Faktor resiko.................................................................................................7

C. Tanda, Gejala Serta Diagnosis......................................................................7

D. Tujuan Terapi..............................................................................................11

E. Terapi..........................................................................................................12

1. Terapi Farmakologi…………………………………………………….12

2. Terapi Non-farmakologi..........................................................................14

F. Identifikasi Problem Medik dan Usulan Pengatasannya.............................15

G. Pemantauan Terapi Obat.............................................................................19

BAB III PENUTUP...............................................................................................20

A. Kesimpulan.................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. “Hepa” berarti
kaitan dengan hati, sementara “itis” berarti radang (seperti di atritis, dermatitis,
dan pankreatitis). Radang hati atau hepatitis mempunyai beberapa penyebab, yaitu
racun dan zat kimia seperti alkohol berlebihan; penyakit yang menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam tubuh, yang disebut
sebagai penyakit autoimun; dan mikroorganisme, termasuk virus (Green, 2005).
Hepatitis bisa terjadi secara akut maupun kronis. Hepatitis kronis secara
umum didefinisikan bahwa penyakit menetap selama 6 bulan atau lebih Gejala
penyakit hepatitis adalah demam disertai mual, dan pada hari ketiga ditandai
dengan menguningnya warna putih pada bola mata, rasa nyeri pada ulu hati
disertai mual, warna air seni menjadi kecoklatan seperti air teh yang kental dan
rasa lemas yang berlebihan. Sejak zaman dulu, dunia kedokteran telah mampu
mengenali gejala penyakit hepatitis berdasarkan gejala yang ditimbulkannya
namun belum mengetahui penyebabnya. Dengan ditemukannya mikroskop
electron, para dokter baru mampu mendeteksi virus Hepatitis sekitar tahun 60-an,
dan pada awalnya membagi atas virus hepatitis A dan virus hepatitis B (Herfindal
and Gourley, 2000).
HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati atau hepatosit yang menjadi
tempat yang bersahabat bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi
terhadap infeksi, sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan
menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya akut (yang dapat
terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan
HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah
kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti
dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah
yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya
untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis. Bila hati rusak berat,
mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat

1
tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini, atau disebut sebagai
hipertensi portal termasuk pendarahan saluran cerna atas dan cairan dalam perut
(asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu
yang dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati
untuk menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup.
Dampak lain dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring
racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan
kesadaran dan bahkan koma (Green, 2005)
Ada lima virus yang diketahui mempengaruhi hati dan menyebabkan
hepatitis: HAV, HBV, HCV, virus hepatis delta (HDV, yang hanya menyebabkan
masalah pada orang yang terinfeksi HBV), dan virus hepatitis E (HEV). Tidak ada
virus hepatitis F. Virus hepatitis G (HGV) pada awal diperkirakan dapat
menyebabkan kerusakan pada hati, tetapi ternyata diketahui sebagai virus yang
tidak menyebabkan masalah kesehatan, dan virus ini sekarang diberi nama baru
sebagai virus GB-C (GBV-C) (Green, 2005)
Dalam perkembangan selanjutnya didapatkan makin banyak jenis virus
hepatitis yang tidak termasuk golongan A ataupun B dan kemudian diberi nama
Hepatitis non A non B. Virus Hepatitis non A non B kemudian disebut sebagai
hepatitis C, hepatitis D sampai Hepatitis G sesuai dengan urutan penemuannya.
Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan karakter, penularannya. Pada
umumnya gejala penyakitnya sama, dan hanya bisa dibedakan berdasarkan
pemeriksaan darah dan mikroskop electron. Penularan Hepatitis A berlangsung
melalui mulut melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh Virus Hepatitis.
Hepatitis B hanya bisa ditularkan melalui luka terbuka yang ditimbulkan karena
pemakaian alat bersama seperti alat cukur, alat tato atau alat suntik. Hepatitis B
juga dapat pula ditularkan melalui transfusi darah atau melalui hubungan intim.
Dari penelitian para ahli kedokteran, sekitar 40 % penderita hepatitis tidak
mengetahui bagaimana dan kapan mereka terinfeksi (Green, 2005).

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi hepatitis A dan B?
2. Apa saja faktor resiko hepatitis?
3. Apa saja tanda, gejala serta diagnosis hepatitis A dan B?
4. Apa saja tujuan terapi hepatitis?
5. Bagaimana terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi hepatitis A dan
B?
6. Bagaimana cara identifikasi problem medik dan usulan pengatasannya?
7. Bagaimana pemantauan terapi obatnya?

C. Tujuan
1 Mengetahui Patofisiologi hepatitis A dan B.
2 Mengetahui faktor resiko hepatitis.
3 Mengetahui tanda, gejala serta diagnosis hepatitis A dan B.
4 Mengetahui tujuan terapi hepatitis A dan B.
5 Mengetahui terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi hepatitis A dan
B.
6 Mengetahui cara identifikasi problem medik dan usulan pengatasannya
pada hepatitis.
7 Mengetahui Pemantauan Terapi Obat hepatitis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi
Hepatitis digunakan untuk semua jenis peradangan pada hati (liver).
Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-
obatan, termasuk obat tradisional.
Tabel 1. Klasifikasi Virus Penyebab Hepatitis
Virus Nama Lain Family Tipe Rute Umum
Transmisi
Hepatitis A Hepatitis Picornavirus RNA Oral Fecal
Infeksius
Hepatitis B Serum Hepadnviridae DNA Darah atau
Hepatitis Seksual
Hepatitis C Non-A, Non- Flaviviridae RNA Darah
B
Hepatitis D Delta Delta Viridae RNA Darah atau
Hepatitis Seksual
Hepatitis E Calsiviridae RNA Fecal Oral
Hepatitis F Fecal Oral
Hepatitis G Flaviviridae Darah
(Herfindal and Gourley, 2000).
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan
infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan
degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati (Gillespie et all, 2009).
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir
sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini
menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan
kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat
dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen
dan kulit hapatoceluler jaundice (Gillespie et all, 2009).
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbunya
sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit
dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan
kematian. Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan
terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan

4
sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit
kronik hati atau kanker hati (Gillespie et all, 2009).
Hepatitis akut adalah penyakit yang biasanya sembuh dengan
sendirinya, dengan kasus rendah sampai tingkat yang fatal. Virus dapat
masuk ke sirkulasi darah (biasanya melalui inokulasi oral atau parenteral
atau oleh hubungan sex) dan terakumulasi pada sinusoid hati dan bagian
dalam dari hepatosit. Durasi pada tingkat inkubasi spesifik dan bervariasi.
Pada penjamu (host) tidak ada gejala selama masa inkubasi tersebut. Virus
hepatotropik menyebabkan luka pada hati dikarenakan respon imun
penjamu (host) atau dari virus secara langsung melukai hepatosis seluler
dan respon imun humoral secara langsung melewati antigen virus
ditemukan pada membran hepatosit penjamu dan atau sirkulasinya dengan
bagian vaskular (Sukandar et all, 2009).
Hepatitis virus kronis merupakan penyebab penyakit hati kronik,
sirrosis, gagal hati, dan hepatoselular karsinoma (HCC) atau kanker sel
hati di seluruh dunia. Hepatitis virus kronik tersebut dapat berkembang
dalam bentuk tetap. Beberapa berkembang menjadi fibrosis hati dan
sirrosis dan beberapa berkembang menjadi gagal hati atau HCC.
Perkembangan tersebut mungkin terjadi dalma beberapa dekade (Sukandar
et all, 2009).
Pasien dengan hepatitis virus kronis memiliki limfosit sitotoksik dan
respon limfosit CD4 yang lemah. Pasien dengan infeksi kronis HBC
mengalami kekurangan produksi limfosit sitotoksik atau respon interferon
(IFN) lemah, yang menyebabkan limfosit tidak tepat dapat mengarah ke
sel target yang terinfeksi. Jika replikasi virus terus terjadi dan kerusakan
hepatosit tidak dapat dihambat, maka hepatosit yang berfungsi akan
menurun bertahap. Fibrosis yang terjadi pada mekanisme perbaikan sel
akan merusak arsitektur dasar sel, dan terjadilah nodul hepatik. Fibrosis
hati dengan nodul yang menyebar disebut sirosis (Sukandar et all, 2009).

5
Hepatitis A

(Gillespie et all, 2009).


Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan
gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa
lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning, dan hilangnya nafsu
makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Penderita hepatitis
A akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan
hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut menjadi kronik.
Hepatitis B

6
(Gillespie et all, 2009).

HBV tidak patogenik terhadap sel, tetapi respons imun terhadap


virus ini yang bersifat hepatotoksik. Kerusakan hepatosit menyebabkan
peningkatan kadar ALT (DiPiro JT, et al, 2008).
Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan
mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh
kekebalan. Sebanyak 1-5% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi
akan berkembang menjadi hepatitis kronis dan viremia yang persisten.
Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa
menjadi sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi
seksual (DiPiro JT, et al, 2008).

B. Faktor resiko
Faktor resiko dari penyakit hepatitis antara lain (Pharmaceutical care, 2007):
1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan secara fekal-oral (selaput mukosa),
hubungan seksual atau darah (parenteral).
2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.
4. Gangguan imunologis, sepeti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena
adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya
sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan sel-sel hati yang
berakibat timbulnya peradangan kronis.
5. Kanker, seperti Hepatocellular carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa
karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat
plastik), virus dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati jg dapat
berkembang menjadi kanker hati.

C. Tanda, Gejala Serta Diagnosis


 Infeksi dibagi menjadi 3 tahap didasarkan pada serologik virus: inkubasi,
hepatitis akut, dan penyembuhan.

7
 Keparahan klinis penyakit bervariasi luas mulai dari tahapan gejala,
hepatitis anikterik, sampai ke hepatitis fulminant yang cepat menjadi fatal.
 Pada sebagian besar pasien hepatitis virus akut hanya menunjukkan gejala
ringan dan kerusakan pada sedikit hepatosit. Penyakit dengan gejala ringan
ini dikenal dengan hepatitis anikterik.
 Minimal kerusakan pada sel hati direfleksikan oleh peningkatan ringan
serum bilirubin, gama-globulin, dan transaminasi hati (ALT, AST), sekitar
dua kali normal.
 Sebagian pasien mengalami kerusakan hepatosit yang cukup banyak
sehingga terjadi perubahan fungsi hati bermakna yang ditandai dengan
menurunnya metabolisme dan aliran bilirubin, menyebabkan terjadinya
jaundice.
 Tahap preikterik sering berkaitan dengan gejala influenza yang tidak
spesifik seperti anoreksia, mual, muntah, rasa lelah, dan malaise. Fase
ikterik pada umumnya disertai dengan demam, sakit perut, mual, muntah,
urin berwarna gelap, acholic stools (tinja tanpa empedu), dan
memburuknya gejala-gejala sistemik.
 Gejala klinik disertai oleh kenaikan sedang sampai bermakna serum
bilirubin, gama-globulin, dan hepatik transaminase (4-10 kali normal).
Serologik virus dan antibodi penjamu dapat dideteksi pada tahap ini.
 Kebanyakan pasien dengan anikterik akut atau hepatitis ikterik dapat
dipulihkan secara tuntas tanpa adanya komplikasi atau menjadi kronis.
1. Hepatitis A
- Insiden terjadinya HAV berkaitan langsung dengan sanitasi dan
praktek higienis yang buruk, infeksi HAV menular/menyebar dari
orang ke orang atau dari makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Penyakit ini adalah salah satu dari beberapa penyakit yang dapat
dicegah.
- Infeksi HAV biasanya adalah penyakit yang dapat sembuh dengan
sendirinya dengan tingkat kasus fatal yang rendah. Penyakit ini dapat
berakhir sampai 6 bulan dalam 3 fase: inkubasi, hepatitis akut, dan

8
penyembuhan. Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 12 minggu
dan jarang berkembang menjadi hepatitis fulminant.
- Kerusakan minimal sel hati ditandai dengan peningkatan serum
transaminase, sekitar dua kali normal.
- Masa inkubasi rata-rata 28 hari, dengan kisaran 15-50 hari. Gejala
klinis tergantung umur, pada anak yang kurang dari 6 tahun umumnya
ditunjukkan dengan gejala ringan, seperti pada influenza tanpa kuning
secara klinik. Infeksi pada orang dewasa ditunjukkan pada hepatitis
akut dengan nilai transaminase hati yang meningkat dan kuning.
Gambaran klinik dapat dilihat pada tabel 1.
- Diangnosis pada infeksi HAV akut tergantung pada kecurigaan klinis,
gejala khas, peningkatan amino tranferase dan bilirubin, serta anti-
HAV IgM positif. Puncak antibodi selama fase awal penyembuhan dan
kembali positif selama 4-6 bulan sesudah mulainya sakit.
Tabel 2. Manifestasi Klinik Hepatitis A Akut
Gejala dan tanda
 Fase ikterik dengan gejala seperti influenza non spesifik yaitu anoreksia, mual,
lelah, dan malaise.
 Onset mendadak anoreksia, mual, muntah, malaise, demam, sakit kepala, nyeri
pada perut kuadran kanan atas.
 Hepatitis ikterik dengan disertai urin gelap, acholic stools (tinja pucat), dan
gejala sistemik bertambah parah.
 Pruritus mungkin keluhan pertama pada beberapa pasien.

Pemeriksaan fisik
 Sklera mata, kulit, dan sekret ikterik (kekuningan),
 Berat badan turun sedikit, 2-5 kg
 Hepatomegali

Tes laboratorium
 Anti-HAV IgM serum positif
 Bilirubin serum, gama-globulin, ALT dan AST meningkat sedikit, sampai 2 kali
nilai normal pada kondisi anikterik akut.
 Peningkatan alkalin fosfatase, gama-glutamil tranferase, dan bilirubin total pada
kondisi kolestatik.

2. Hepatitis B
- Hepatitis B adalah penyebab utama hepatitis kronik, sirosis, dan
karsinoma sel hati.

9
- Transmisi pada HBV banyak terjadi lewat kontak dengan darah yang
terinfeksi atau sekret tubuh (saliva, cairan vagina, dan semen) atau
penggunaan bersama jarum suntik pada penyalahgunaan obat.
- Dalam kasus tipe infeksi akut HBV, masa inkubasi (1-6 bulan), diikuti
oleh fase simtomatik prodromal (onset penyakit) yaitu rasa tidak enak
badan, lelah, lemah, anoreksia, mialgia, dan athralgia. Ikterik terjadi pada
1/3 dari pasien dan dapat berlangsung beberapa minggu.
- Manifestasi klinik infeksi HBV bergantung pada umur. Bayi baru lahir
yang terinfeksi HBV umumnya asimtomatik. Sekitar 25-30% pasien
dewasa mempunyai gejala-gejala infeksi akut HBV dan 65% orang dewasa
dengan infeksi subklinik, kebanyakan sembuh.
- Keparahan gejala infeksi akut bervariasi, yaitu demam, anoreksia, mual,
muntah, kuning, urin gelap, tinja pucat atau berwarna seperti lumpur, dan
nyeri perut.
- Sekitar 1-2% penyakit akan berkembang menjadi gagal hepar berat selama
sakit akut.
- Sekitar 90% bayi, 10% dari pasien dewasa HBV berkembang menjadi
kronik. Pasien HBV kronik dapat berkembang menjadi penyakit hati
kronis, sirosis, dan karsinoma hati.
- Manifestasi ekstrahepatik seperti neuropati, glomerulonefritis, pankreatitis,
dan supresi sepanjang sel hematopoetik (anemia aplastik, trombositopenia)
kadang-kadang terlihat.
- HBV akut didiagnosa oleh adanya anti HBc IgM. HBV mempunyai empat
gen region produksi protein viral yang dapat dideteksi: daerah
nukleoplasid (HbcAg dan HbeAg), daerah permukaan (HbsAg) dan daerah
P (DNA polimerase). Dalam tipe infeksi akut HBV antibodi membuat
antigen HBV dalam rangkaian produksi, dari perkembangan HbsAg
diikuti oleh HbeAg (30-60 hari sebelum permukaan dari gejala klinik)
terlihat melalui anti HBs pada saat pemulihan kesehatan sesudah sakit.

10
Tabel 3. Interpretasi Profil Laboratorium pada Infeksi Virus Hepatitis B (HBV)
Total
Terinfeksikah Anti- Anti-
Pola HbsAg HbeAg Anti-
pasien? HBs HBe
HBc
Tidak Tidak - - - - -
terinfeksi/inkubasi
awal
Infeksi awal akut Ya + - - - -
Infeksi akut Ya + + + - -
Infeksi kronis Ya + +/- + - -
Infeksi berakhir Tidak - - + - +
Periode “jendela” Tidak - - + - +
mengikutiinfeksi akut

Tabel 4. Manifestasi Klinik Hepatitis B Kronik


Gejala dan tanda
 Mudah lelah, cemas, anoreksia, dan malaise
 Asites, kuning, perdarahan varises, ensefalopati hati dapat muncul dengan dekompensasi
hati.
 Ensefalopati hati dikatikan dengan hipereksetabilitas, penurununan sensasi nyeri,
kemunduran aktivitas mental, bingung, kadang koma.
 Muntah dan serangan kejang.

Pemeriksaan fisik
 Sklera, kulit, dan secret kuning.
 Penurunan bunyi lambung, peningkatan lingkar perut, terdeteksi gelombang cairan.
 Asteriksis (tremor/bergetar, jelas terlihat pada tangan yang diregang).
 Spider angiomata (pelebaran pembuluh-pembuluh darah dengan pola seperti laba-laba).

Tes laboratorium
 Adanya antigen permukaan paling tidak 6 bulan.
 Peningkatan fluktuatif ALT dan AST serta DNA virus hepatitis B > 105 kopi/ml.
 Biopsi hati untuk klasifikasi patologi, misalnya hepatitis persisten, hepatitis kronik aktif,
atau sirosis.

D. Tujuan Terapi
Hasil terapi yang diinginkan untuk keseluruhan penyakit hepatitis adalah :
1. Mengurangi komplikasi akut dan kronis.
2. Sebagian besar orang terinfeksi HAV dapat diharapkan untuk sepenuhnya
pulih. Hampir semua individu akan memiliki resolusi klinis dalam waktu 6
bulan dari infeksi, dan mayoritas 2 bulan. Jarang sekali gejala terus
berlangsung lebih lama atau kambuh kembali. Tujuan utama dari terapi adalah

11
melengkapi resolusi klinis. Tujuan lainnya termasuk mengurangi komplikasi
dari infeksi, normalisasi fungsi hati, dan mengurangi infektivitas dan
transmisi.
3. Infeksi HBV tidak dapat disembuhkan, sehingga tujuan terapi adalah untuk
meningkatkan peluang untuk seroclearance, mencegah perkembangan
penyakit pada sirosis dan kanker hati, dan untuk meminimalkan cedera lebih
lanjut pada pasien dengan kerusakan hati yang sedang berlangsung.
4. Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit liver tahap akhir dengan cara menghilangkan HCV/HBC.
5. Sasaran terapi meliputi meminimalisasi infeksi lainnya, normalisasi
aminotransferase dan menghentikan replikasi DNA.

E. Terapi

1. Terapi farmakologi
 Hepatitis A
Penanganan infeksi HAV yang terutama adalah terapi suportif termasuk
diet sehat, isirahat, mempertahankan imbangan cairan, menghindari obat
hepatotoksik, dan alkohol. Terapi obat tidak memperlihatkan manfaat yang
jelas (Sukandar et al., 2008).
 Hepatitis B
Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas untuk
melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C dan D.
Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya hepatitis B
setelah transplantasi hati.
Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel tertentu dan
T- limfosit selama infeksi virus. Ada 3 tipe interferon manusia, yaitu
interferon α, interferon β dan interferon γ; yang sejak tahun 1985 telah
diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA. Pada proses ini,
sepotong DNA dari leukosit yang mengandung gen interferon, dimasukkan ke
dalam plasmid bakteri E.coli. Dengan demikian, bakteri ini mampu
memperbanyak DNA tersebut dan mensintesa interferon.

12
 Interferon A
Indikasi : Hepatitis B kronik
Dosis :
 Interferon α-2a
SC/IM, 4,5 x 106 unit 3 x seminggu. Jika terjadi toleransi dan tidak
menimbulkan respon setelah 1 bulan, secara bertahap naikkan dosis
sampai dosis maksimum 18 x 106 unit 3 x seminggu. Pertahankan dosis
minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan intoleran.
 Interferon α-2b
SC, 3 x 106 unit 3 x seminggu. Tingkatkan dosis 5-10 x 106 unit 3 x
seminggu setelah 1 bulan jika terjadi toleransi pada dosis lebih rendah dan
tidak berefek. Pertahankan dosis minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali
dalam keadan intoleran.
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis
B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA. Obat ini bekerja
dengan cara mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan
virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog nukleosida
deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat pembentukan DNA virus
hepatitis B. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA
yang menjadi negatif pada hampir semua pasien yang diobati dalam waktu 1
bulan. Lamivudine akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg,
mempertahankan fungsi hati yang optimal, dan menekan terjadinya proses
nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
kanker hati. Profil keamanan lamivudine sangat memuaskan, dimana profil
keamanannya sebanding dengan plasebo. Lamivudine diberikan peroral
sekali sehari, sehingga memudahkan pasien dalam penggunaannya dan
meningkatkan keteraturan pengobatan. Oleh karenanya penggunaan
lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan hepatitis B kronis
aktif.
 Lamivudine

13
Indikasi : Hepatitis B kronik
Dosis :
Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari. Anak usia 2-11 tahun : 3 mg/kg
1 x sehari (maksimum 100 mg/hari).
Efek samping :
Diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah, demam, anemia, neutropenia,
trombositopenia, neuropati, prankeatitis.
Interaksi obat :
Trimetroprim menyebabkan peningkatan kadar Lamivudine dalam plasma.
Perhatian :
Pankreatitis, kerusakan ginjal berat, penderita sirosis berat, hamil dan
menyusui
(Sukandar et al., 2008).

2. Terapi Non-farmakologi
Penanganan dengan menggunakan terapi non-farmakologi dapat
dilakukan terutama untuk hepatitis A (HAV) dimana penanganan tersebut
yang utama adalah terapi suportif termasuk diet sehat, istirahat, menjaga
keseimbangan cairan tubuh, serta menghindari obat-obat hepatotoksik dan
alkohol.
Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya
guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya.
Syarat diet ini adalah kalori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak sedang, dan
protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet diberikan
secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien
terhadap protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin; rendah garam bila
ada retensi garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat; serta mudah
dicerna.
Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber lemak, yaitu
semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak, seperti daging
kambing dan babi serta bahan makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi,
kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.

14
Selain itu, penyebaran HAV dapat dikendalikan dengan baik dengan cara
menghindari pemaparan. Cara yang paling penting untuk menghindari
pemaparan tersebut adalah dengan teknik cuci tangan yang baik dan praktek
higienis personal yang baik.

F. Identifikasi Problem Medik dan Usulan Pengatasannya


1. Identitas Pasien
Nama : Bapak A
Umur : 23 Tahun
Alamat : Surabaya, Jawa Timur
Ras : Melayu/Indonesia
Pekerjaan : Pekerja Swasta
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah

2. Riwayat masuk RS : -
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Epilepsi sejak kelas 5 SMP sampai sekarang. Jika serangan epilepsi
terjadi, dirasakan kejang di kedua tangan dan kaki tanpa disertai
kehilangan kesadaran
4. Riwayat Sosial
Kegiatan
Pola makan/diet:
Vegetarian Tidak
Merokok Tidak
Meminum Alkohol Tidak
Meminum Obat herbal Tidak

5. Riwayat Alergi : Tidak ada


6. Keluhan / Tanda Umum
Tanggal Subyektif Obyektif
1 minggu sebelum Demam -
masuk RS Nyeri kepala -
1 hari sebelum Mata kuning - SGOT/SGPT tidak

15
masuk RS Urin berwarna teh pekat normal
Feses berwarna putih - Kadar bilirubin tidak
normal
- Sklera ikterik
- Frenulum linguae ikterik
- Hepatomegali ringan (+)
- Hepar teraba 1 jari di
bawah arkus kosta dan 1
jari di bawah proc.
xiphoideus, konsistensi
kenyal, tepi tajam,
permukaan rata
Badan lemah -
Pegal-pegal -
Nafsu makan berkurang -
Mual dan muntah -

7. Program/Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap (Hb, Ht, Trombo, Leuko)
b. GDS
c. Urinalisis (Bilirubin dan Urobilinogen)
d. Serologi (IgM anti HAV, IgM anti HBc, HBsAg, IgM anti HCV)
e. Liver function test (Bilirubin total/direk, SGOT/SGPT, Alkali
fosfatase, Gamma GT)
8. Riwayat Penyakit Dan Pengobatan
Nama Penyakit Tanggal/Tahun Nama Obat
Epilepsi Sejak SMP sampai sekarang Carbamazepin dosis 2 x 1
tablet/hari
Demam 1 minggu sebelum dirawat di Parasetamol
RS

16
9. Obat Yang Digunakan Saat Ini
Inter
No. Nama obat Indikasi Dosis Rute pemberian ESO Outcome terapi
aksi
Timbul rasa
panas, infeksi Mengembalikan
IVFD RL/D5
1. atau Aminofel
Elektrolit 20 gtt Intra vena - pada tempat keseimbangan
penyuntikan, elektrolit
trombosis vena
Hepatoprotektor Melindungi hati,
2. Curcuma Menambah nafsu 3 x 1 tablet Oral - - menambah nafsu
makan makan
Mengatasi
pendarahan akibat
3. Vit. K Koagulan 3 x 1 tablet Oral - -
defisiensi vitamin
K
Mengatasi nyeri
4. Vit. B Komplek 3 x 1 tablet Oral - - otot, membantu
metabolisme
Mengatasi radang,
Antiinflamasi,
Hipopotassemia, mencegah
antihepatotoksik, 1x2
5. SNMC i.v. Invusi intravena - hipertensi, edema, ketoksikan hati,
modulasi ampul/hari
retensi cairan menstimulasi
imunorespon
respon imun
10. Assesment
Problem
Subyektif Obyektif Terapi Analisis DRP
Medik
Epilepsi Kejang - Carbamazepin Carbamazepin dapat ADR potensial:
e 2x1 tablet menginduksi adanya Kerusakan hati
per hari kerusakan atau (Jaundice, dark
inflamasi pada sel hati urineair, feses
melalui stimulasi berwarna,
autoimun demam, lemas,
nafsu makan
berkurang,
mual)
Demam Suhu badan - Parasetamol Parasetamol dapat ADR potensial:
meningkat menyebabkan Hepatotoksik
hepatotoksik pada hati Improper drug
selection
Hepatitis  Mata kuning SGOT/SGPT  IVFD RL/D5 Pada penyakit hati,
 Urin berwarna dan Kadar atau Aminofel pasien memerlukan
teh pekat Billirubin  Curcuma elektrolit untuk
 Lemas tidak normal  Vit. K keseimbangan
 Nafsu makan  Vit. B elektrolit, memerlukan
berkurang Komplek curcuma sebagai
 Mual muntah  SNMC i.v. hepatoprotektor dan
penambah nafsu
makan, SNMC unruk
-
mengatasi inflamasi
pada hati, vitamin K
untuk mengatasi
pendarahan akibat
defisiensi vitamin K
dan Vitamin B komplex
untuk mengatasi nyeri
otot dan membantu
metabolisme.

11. Care Plan


1. Mendiskusikan ke dokter untuk menghentikan pengobatan carbamazepine
sampai kadar SGOT/SGPT dan kadar bilirubin dalam darah normal.
Carbamazepin dapat menginduksi adanya kerusakan atau inflamasi pada sel
hati melalui stimulasi autoimun dan menyarankan untuk mengganti obat
epilepsi lain yang tidak dimetabolisme besar – beasaran di hati seperti
diazepam atau carbamazepin.

18
2. Mendiskusikan ke dokter untuk menghentikan konsumsi obat parasetamol
(hepatotoksik) dan menyarankan untuk mengganti obat antipiretik lain yang
tidak dimetabolisme besar-besaran di hati seperti ibuprofen.
3. Melakukan pemeriksaan Serologi (IgM anti HAV, IgM anti HBc, HBsAg,
IgM anti HCV) untuk memastikan penyebab penyakit hepatitis.

G. Pemantauan Terapi Obat


1. Melakukan monitoring kadar bilirubin total/direk, SGOT/SGPT, Alkali
fosfatase, Gamma GT
2. Monitoring dengan melihat tanda-tanda fisik
3. Monitoring kepatuhan minum obat dan efek samping obat

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hepatitis digunakan untuk semua jenis peradangan pada hati (liver).
Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-
obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis yang menyerang hati
menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel
mononukleous.
2. Faktor resiko hepatitis infeksi virus hepatitis: zat-zat toksik, genetik,
gangguan imunologis, kanker.
3. Gejala dan tanda hepatitis A: Fase ikterik dengan gejala seperti influenza
non spesifik yaitu anoreksia, mual, lelah, dan malaise, urin gelap, acholic
stools (tinja pucat), dan gejala sistemik bertambah parah, Pruritus.
Diagnosis hepatitis A: Anti-HAV IgM serum positif, Bilirubin serum,
gama-globulin, ALT dan AST meningkat sedikit, sampai 2 kali nilai
normal pada kondisi anikterik akut, Peningkatan alkalin fosfatase, gama-
glutamil tranferase, dan bilirubin total pada kondisi kolestatik. Gejala dan
tanda hepatitis B : Mudah lelah, cemas, anoreksia, dan malaise Asites,
kuning, perdarahan varises, ensefalopati hati, muntah dan serangan kejang.
Diagnosis: Adanya antigen permukaan paling tidak 6 bulan. Peningkatan
fluktuatif ALT dan AST serta DNA virus hepatitis B > 10 5 kopi/ml. Biopsi
hati untuk klasifikasi patologi, misalnya hepatitis persisten, hepatitis
kronik aktif, atau sirosis.
4. Tujuan terapi hepatitis (A,B) yaitu mengurangi komplikasi akut dan
kronis, mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit liver tahap
akhir dengan cara menghilangkan HCV/HBC.
5. Terapi farmakologi hepatitis A dan B yaitu inerferon dan lamivudine dan
terapi non-farmakologinya yaitu terapi suportif berupa diet sehat, istirahat,
menjaga keseimbangan cairan tubuh, serta menghindari obat-obat
hepatotoksik, alkohol dan cuci tangan.

20
6. Identifikasi Problem Medik antara lain identitas pasien, Riwayat masuk
RS, Riwayat penyakit terdahulu, Riwayat Sosial, Riwayat Alergi,
Keluhan / Tanda Umum, Program/Pemeriksaan Penunjang, Riwayat
Penyakit Dan Pengobatan, Obat Yang Digunakan Saat Ini, Assesment,
Care Plan
7. Kegiatan Pemantauan Terapi Obat meliputi Melakukan monitoring kadar
bilirubin total/direk, SGOT/SGPT, Alkali fosfatase, Gamma GT,
Monitoring dengan melihat tanda-tanda fisik, Monitoring kepatuhan
minum obat dan efek samping obat

21
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2007, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hati Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

DiPiro, J.T., DiPiro,C.V., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., 2009,


Pharmacotherapy Handbook, seventh edition. USA: McGrawHill
Companies.

Gillespie, Stephen, Kathleen Bamford, 2009, At a Glance Mikrobiologi Medis


dan Infeksi (Edisi Ketiga) terj. Stella Tinia H., Jakarta: Penerbit Erlangga.

Green, Chris W., 2005. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia.

Herfindal, Eric T and D.R. Gourley (Ed.). 2000. Textbook of Therapeutics Drug
and Disease Management. Philadephia : Lippincott Williams and Wilkins.

Sukandar, E. Y., Andrajati R., Sigit, J. I., Adnyana I. K., Setiadi A. A. P., dan
Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan. hal. 356-
361.

22

Anda mungkin juga menyukai