Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

OLEH :

KELOMPOK : 5 (LIMA)
TRANSFER A 2018
ALFIA SAFUTRI 1801301
ERA BUDIASIH 1801282
INDAH SYAHRANI A 1801288
KURNIA HR 1801294
NURSUCIATI RAHMADHANI M 1801308
NIKETUT SUDIARTINI 1801301
SANTI KARTIKA PUJI RAHAYU 1801320
SRI WAHYUNI 1801314
SYAFIA ADJARA 1801326
JUNITA RUSLI 1801395

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR


MAKASSAR
2020
1. pengertian keadaan steril, aseptic, sterilitas
a. Keadaan steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba
hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen
atau non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk
vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora
(dalam keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi
diri dengan lapisan pelindung yang kuat) (Syamsuni, H.,A. 2005).
b. Aseptik adalah kedaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit.
Pada prinsipnya teknik aseptik adalah usaha menghindarkan setiap
kontak antara kultur murni (“pure culture”), medium steril dan semua
wadah steril serta permukaan meja kerja, dengan mikroorganisme
kontaminan/ kompetitor (mikroorganisme yang tidak diinginkan)
(Rakhmawati, A. 2011).
c. Sterilisasi adalah Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak
diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak
media maupun mengganggu kehidupan dan proses yang sedang
dikerjakan. Semua proses baik fisika, kimia, dan mekanik
yangmembunuh semua bentuk kehidupan, terutama mikroorganisme
disebut dengansterilisasi (Waluyo 2007). Sterilisasi adalah suatu
proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril (Syamsuni,
H.,A. 2005).
2. Prinsip isotonis dan hipotonis
a. Isotonis adalah cairan yang mengandung osmolalitas yang setara
dengan plasma. Ketika cairan ini diberikan pada pasien dengan status
hidrasi yang normal, cairan isotonik tidak menyebabkan pergerakan
signifikan air dari pembuluh darah ke dalam sel. (Parwata &
hartawan,2019). Isotonis merupakan persamaan sifat tonisitas (Ansel,
2008)
b. Hipotonis memiliki osmolalitas yang rendah dibandingkan plasma.
Cairan ini akan menyebabkan pergerakan air dari intravaskular menuju
ekstravaskular dan dapat menuju ke dalam sel. (Parwata &
hartawan,2019). Hipotonis merupakan larutan dengan tekanan osmotis
yang lebih rendah daripada cairan tubuh atau 0,9% larutan natrium
klorida (Ansel, 2008)
3. Prinsip isoosmosis dan osmolaritas
a. Isoosmosis
Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan dapat dibedakan menjadi
hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik. Hipoosmotik adalah cairan
yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan lingkungannya.
Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama dengan
lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya
lebih tinggi dibandingkan ligkungannya (Susilo, 2010)
b. Osmolaritas
Osmolalitas dan Osmolaritas hampir sering dikenakan jika membahas
tentang cairan tubuh manusia. Osmolalitas digunakan untuk menampilkan
konsentrasi larutan osmotik berdasarkan jumlah partikel, sehubungan
dengan berat pelarut. Lebih khusus, itu adalah jumlah osmol disetiap
kilogram pelarut. Sedangkan osmolaritas merupakan metode yang
digunakan untuk menggambarkan konsentrasi larutan osmotik. Hal ini
didefinisikan sebagai jumlah osmol zat terlarut dalam satu liter larutan.
Osmolaritas adalah properti koligatif, yang berarti bahwa tergantung pada
jumlah partikel terlarut dalam larutan. Selain itu osmolaritas juga
tergantung pada perubahan suhu (Butterworth et al, 2013)

4. Isohidris dan Isoosmolar


a. Isohidris ( Rahman L & M.Natsir Djide : 2009)
Larutan yang isohidris ialah larutan yang mempunyai pH kira-kira sama
dengan pH darah yaitu 7,4.
pH dipakai untuk menghitung keasaman atau kebasaan suatu larutan.
pH suatu larutan adalah = -log CH3O-
= log 1/CH3O-
Misalnya :
1. Pada beberapa obat suntik yang disuntikkan secara i.v. dalam jumlah
besar, pH obat tsb sedapat mungkin mendekati pH darah yaitu 7,4
2. Pada obat-obat untuk selaput lendir
3. Pada obat-obat luar seperti obat mata, sebaiknya pH diperhatikan

b. Isoosmolar (Ningsih, 2015)


Isoosmolar merupakan suatu keadaan kekurangan volume cairan ynag
terjadi karena kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang sama .
Isoosmolar (Baradero, 2008).
Isoosmolar dapat menjadi hipotonik jika zat terlarut dapat menembus
membran sel. Misalnya isoosmolar urea larutan hipotonik ke sel-sel darah
merah, menyebabkan lisis. Hal inidisebabkan urea memasuki sel
menuruni gradient konsentrasi diikuti oleh air.

5. Bebas pirogen
Syarat dari sediaan steril salah satunya adalah bebas pirogen.
Pirogen atau endotoksi adalah produk metabolisme mikroorganisme
hidup, ataupun mati yang menyebabkan respon piretik sfesifik setelah
penyuntikan sediaan steril. Pirogen dapat bersumber dari air yang
digunakan sebagai pelarut, wadah yang digunakan dalam produksi,
pengemasan, penyimpanan, dan penghantaran obat dan zat kimia
yang digunakan untuk membuat larutan.
Dalam pembuatan sediaan steril perlu dilakukan pencegahan
agar tidak terdapat pirogen yang terkandung utamanya pada produk
steril. Berikut cara pencegahan terhadap pirogen:
Ada beberapa langkah yang dpat diambil untuk mencegah
pemasukan dan peningkatan pirogen dalam cairan parenteral. Hal
paling penting adalah dengan tepat merancang pengoperasian
penyulingan, dicocokan untuk mencegah tetsan dari air mendidih
kedalam destilat. Destilat harus dikumpulkan dalam wadah yang telah
dibilas dengan air destilat segar. Perlakuan untuk menghilangkan
tetesan-tetesan air yang terakumulasi yang dapat mengandung
pirogen atau untuk menghilangkan bahan pirogenik yang dapat
mengering dan melekat pada bagian dalam permukaan wadah. Usaha
perlindungan menghindarkan kontaminasi destilat oleh bakteri tahan
udara harus dilatih. Air destilat harus terlindung selama pengumpulan
dan harus digunakan sesegera mungkin setelah didestilasi untuk
mencegah perkembangbiakan bakteri yang mungkin ada. Larutan
seharusnya disaring dikemas disegel, dan disterilkan dengan secepat
mungkin (Scoville’s, 1957).
6. Metode dan Cara Sterilisasi
a. Metode dan Cara Sterilisasi Panas Kering
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan oven pensteril
yang dirancang khusus untuk tujuan ini. Oven dapat dipanaskan dengan
gas atau listrik dan umumnya temperatur diatur secara otomatis.
Cara sterilisasi : Sterilisasi panas kering, biasanya ditetapkan pada
temperatur 1600 -1700 C dengan waktu tidak kurang dari 2 jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa
yang tidak efektif disterilkan dengan uap air panas. Senyawa–senyawa
tersebut meliputi minyak lemak, gliserin, berbagai produk minyak tanah
seperti petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral), paraffin dan berbagai
serbuk yang stabil oleh pemanasan seperti ZnO. Juga efektif untuk
sterilisasi alat-alat gelas, dan alat-alat bedah. Dan merupakan metode
pilihan bila dibutuhkan peralatan yang kering atau wadah yang kering
seperti pada pengemasan zat-zat kimia kering atau larutan bukan air
(Ansel, 1989).
Prinsip : Melalui mekanisme konduksi, panas diabsorbsi ole
permukaan dari peralatan yang disterilkan. Lalu merambat kebagian yang
lebih dalam dari peralatan tersebut sampai suhu untuk sterilisasi tercapai
secara merata. Mikroba terbunuh dengan cara oksidasi, dimana protein
mikroba akan mengalami koagulasi.
Cara sterilisasi : Sterilisasi menggunakan udara panas pada sebuah
alat yang disebut oven, sebuah bejana yang udara didalamnya harus
dipanaskan dengan cara sebagai berikut :
1. Pemanasan udara di oven dengan memanfaatkan gas atau listrik,
suhu dapat mencapai 160-180°C.
2. Durasi / waktu untuk proses sterilisasi 1-2 jam, lebih lama dari pada
menggunakan autoclave karena daya penetrasinya tidak sebaik
uap panas.
3. Digunakan untuk sterilisasi alat-alat dari gelas seperti tabung
reaksi, labu, cawan petri, dan sebagainya (Darmadi, 2008).

b. Metode dan Cara Sterilisasi Panas Uap


Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air
dengan tekanan. Sebagian besar produk farmasi tidak tahan panas dan
tidak dapat dipanaskan dengan aman pada temperatur yang dibutuhkan
untuk sterilisasi panas kering (lebih kurang 170 0 C). Bila ada kelembapan
(uap air), bakteri terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih
rendah daripada bila tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran
bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut.
Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan
tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi
sesudah sistem mencapai temperatur yang ditentukan adalah sebagai
berikut :
Tekanan 10 pound (115,50 C), untuk 30 menit
Tekanan 15 pound (121,50 C), untuk 20 menit
Tekanan 20 pound (126,50 C), untuk 15 menit.
Cara sterilisasi : sebagian besar autoklaf dioperasikan secara rutin
biasanya pada temperatur 121 0C, yang diukur pada saat uap air mulai
keluar dari autoklaf. Karena proses sterilisasi ini tergantung pada adanya
kelembapan dan temperatur yang ditingkatkan, maka udara dikeluarkan
dari ruang autoklaf ketika proses sterilisasi mulai. Karena campuran udara
dengan uap air akan menghasilkan temperatur yang lebih rendah daripada
hanya uap air saja pada tekanan yang sama.
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi
dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang
dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak
dikehendaki akibat uap air tersebut (Ansel, 1989).
Prinsip : Uap panas pada suhu, tekanan, dan waktu pemaparan
tertentu mampu membunuh mikroba pathogen dengan cara denaturasi
protein dari enzim dan membrane sel.
Cara sterilisasi : Alat yang digunakan adalah bejana tertutup yang
dilengkapi dengan manometer, termometer, thermostat dang pengaturan
tekanan. Dengan demikian suhu dan tekanan uap panas dapat diatur.
Sterlisator metode uap panas bertekanan tinggi ini disebut autoclave,
dengan urutan kerja sebagai berikut :
1) Peralatan medis seperti instrument, sarung tangan, dan linen
dimasukkan dalam chamber dan diletakkan di atas rak-rak yang
tersedia.
2) Uap panas yang berasal dari pemanasan air dialirkan ke dalam
chamber sehingga mendesak udara yang didalam chamber.
Pemanasan air dilanjutkan, sehingga suhu uap air mencapai
121°C karena adanya kenaikan tekanan.
3) Saat suhu efektif ini tercapai, hitung waktu dimulai yaitu 20 menit
untuk peralatan medis yang tidak terbungkus dan 3o menit untuk
peralatan medis terbungkus.
4) Bila durasi/waktu untuk sterilisasi telah berakhir, katup pengatur
tekanan dibuka sehingga tekanan uap akan turun dan selanjutnya
akan diikuti dengan penurunan suhu (Darmadi, 2008).
7. Metode Aseptis Dan Tehnik Filtrasi
a. Metode aseptis
Kondisi aseptis adalah suatu keadaan untuk menghindari adanya
kontaminasi oleh mikroorganisme, pirogen, ataupun partikel baik pada
alat, kemasan maupun bentuk sediaan selama proses pencampuran.
Tehnik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang meminimalisir
kontantaminasi mikroorganisme dan dapat mengurangi risiko paparan
terhadap petugas (Oetari, 2018).
b. Tehnik filtrasi
Cara kerja dari sterilisasi ini berbeda dari metode lainnya karena
sterilisasi ini menghilangkan mikroorganisme melalui penyaringan dan
tidak menghancurkan mikroorganisme tersebut. Penghilangan
mikroorganisme secara fisik melalui penyaring dengan matriks pori ukuran
kecil yang tidak membiarkan mikroorganisme untuk dapat melaluinya.
Cara sterilisasi ini untuk produk berupa cairan yang dapat disaring atau
bahan yang tidak tahan terhadap panas dan tidak dapat disterilkan
dengan cara sterilisasi lain. Teknologi tinggi membran filtrasi
meningkatkan penggunaan sterilisasi filtrasi, khusunya jika digunakan
berpasangan dengan sistem proses aseptik. Keefektifan sterilisasi filtrasi
dapat merupakan fungsi magnitude dari beban mikroorganisme, selama
tersumbat pada penyaring dapt terjadi pada konsentrasi yang tinggi dari
mikroorganisme. Tekanan, laju aliran, dan karakteristik dari peenyaring
adalah parameter yang harus dikontrol untuk mencapai sterilisasi pada
produk yang dapat diprediksi dan reproduksibel. Ukuran nominal pori
penyaring 0,2 μm atau kurang dan penyaring dibuat dari berbagai jenis
bahan seperti selulosa asetat, selulosa nitrat, florokarbonat, polimer akrilik,
polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil, nilon, politef, dan berbagai
tipe bahan lain termasuk memban logam (Agalloco, 2008).
8. Cara uji sterilisasi
a. Uji sterilisasi
Uji sterilisasi menurut Farmakope Indonesia edisi IV dapat dilakukan
dengan dua prosedur pengujian yang terdiri darimetode inokulasi langsung ke
dalam media uji dan metode teknik filtrasi membran. Prosedur berikut dapat
digunakan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril
memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada
masing-masing monografi (untuk penggunaan prosedur uji sterilisasi sebagai
bagian dari pengawasan mutu di pabrik, seperti yang tertera pada Sterilisasi
dan jaminan Sterilitas bahan.
b. Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media Uji
Uji pada cairan, pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau
jarum suntik steril. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari
tiap wadah uji ke dalam tabung media. Campur cairan dengan media tanpa
aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media sesuai dengan prosedur umum
selama tidak kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual
sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari
ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir masa uji. Jika zat uji menyebabkan
media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak
segera dapat ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media
ke dalam tabung baru berisi media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari
ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan
media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.
c. Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membrane
Jika teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat
diuji dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji, uji tidak kurang dari
volume dan jumlah seperti yang tertera pada pemilihan spesimen uji dan
masa inkubasi.
Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari satu perangkat
yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptic dan
membran yang telah diproses dapat dipindahkan secara aseptik untuk
inokulasi ke dalam media yang sesuai atau satu perangkat yang dapat
ditambahkan media steril ke dalam penyaringnya dan membran diinkubasi in
situ. Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0,45 µm dengan
diameter lebih kurang 47mm, dan kecepatan penyaringan air 55mL sampai
75 mL per menit pada tekanan 70cmHg. Unit keseluruhan dapat dirakit dan
disterilkan bersama dengan membrane sebelum digunakan atau membrane
dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang dapat mempertahankan
karakteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaring dan perangkatnya.
Jika bahan uji berupa minyak,membran dapat disterilkan terpisah dan setelah
melalui pengeringan unit dirakit secara aseptic (Depkes RI, 1995).
Daftar Pustaka
Rahman L & M.Natsir Djide. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Lembaga Penerbitan
Universitas Hasanuddin; Makassar
Ningsih, dewi kartikawati. 2015. Penatalaksanaan kegawat daruratan shock
dengan pendekatan proses keperawatan. Universitas Brawijaya press.
Malang.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Baradero M, Dayrit W. M, Siswadi Y., 2008. Klien Gangguan Ginjal Penerbit
Buku Kedokteran EGC; Jakarta.
Scoville, 1957, The Art of Compounding, In McGraw-Hill Book Company second edition,
New York, 66.
Agus Susilo, 2010. Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan
tentang Penanaman Nilai – Nilai Budi Pekerti Melalui Metode Bermain
Peran pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 04 Karangrejo,
Kecamatan Kerjo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun pelajaran
2009/2010. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Surakarta:Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan UMS.
Butterworth, Hainemann (2013). Factor Affecting Patient Cooperation During
Orthontic Treatment. Journal of Indian Society Peridontology. India
Syamsuni, H.,A. 2005. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal: 181,
Jakarta.
Anna Rakhmawati, Bernadetta Octavia, Siti Umniyatie. 2011. Petunjuk
Praktikum Mikrobiologi. Jurdik Biologi FMIPA UNY
Waluyo, Lud. 2007.MMikrobiologi Umum. Malang: UPT. Penerbit UniversitasMalang
Ansel, Howard, C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta:
Universitas Indonesia
Parwata, W dan Hartawan, budi. 2019. Perbedaan pemberian cairan isotonis
dan hipotonis terhadap osmolalitas plasma pada penderita gangguan
intrakranial akut di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. Vol 10, no. 1.
Agalloco, J. 2008. Validation of Pharmaceutical Processes (electronic version).
USA : Informa Healthcare Inc.
Oetari, R.A. 2018. Tehnik Aseptis. Yogyakarta : UGM Press

Anda mungkin juga menyukai